• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SIMALUNGUN. Pada umumnya keadaan alam suatu wilayah ditentukan oleh letak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SIMALUNGUN. Pada umumnya keadaan alam suatu wilayah ditentukan oleh letak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SIMALUNGUN

2.1 Letak Geografis Simalungun

Pada umumnya keadaan alam suatu wilayah ditentukan oleh letak geografis wilayah tersebut di mana kondisi dan tempat sangat menentukan. Letak wilayah tersebut dapat mencerminkan budaya yang berlaku di masyarakat setempat. Untuk dapat mengetahui ataupun mengenal budaya suatu tempat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan etnografi. Etnografi dapat diartikan sebagai berikut, 1. Etnografi merupakan studi deskriptif tentang masyarakat-masyarakat yang sederhana, serta gambaran dari suku-suku bangsa yang hidup; 2. Etnografi merupakan ilmu yang melukiskan tentang kebudayaan dari setiap suku bangsa yang tersebar di muka bumi ini; 3. Etnografi adalah suatu gambaran tentang suku-suku bangsa dan bahan-bahan penyelidikannya yang telah dikumpulkan, kemudian diuraikan dalam suatu metode ilmiah tertentu dengan cara mempelajari bahan yang terkumpul (Ariyono Suyono 1985:113). Dengan pendekatan inilah penulis akan membahas bahan kajiannya dengan metode-metode ilmiah yang terdapat dalam disipin etnomusikologi.

Berdasarkan sistem administratif, wilayah tempat tinggal masyarakat Simalungun terletak dalam wilayah kabupaten Simalungun khususnya. Daerah ini merupakan salah satu pemerintahan kabupaten di Sumatera Utara dengan ibukota

(2)

memiliki ketinggian rata-rata 369 m di atas permukaan laut. Luas daerah Simalungun sekitar 4.386,60 km² (6,12% dari luas wilayah Sumatera Utara) yang terdiri dari 30 kecamatan dan 311 kelurahan/desa.

Wilayah Pemerintahan Kabupaten Simalungun berada di antara Kabupaten-Kabupaten lain di Sumatera Utara, dengan tata letak sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan

Jika ditinjau secara keseluruhan Kabupaten Simalungun termasuk daerah yang berbukit-bukit, daerah tersebut berada di dataran tinggi dan dialiri sungai-sungai, antara lain Sungai Bah Bolon (118 Km), Sungai Bah Tonggiman (91 Km), Sungai Bah Sibalakbak (98 Km). Sedangkan gunung (dolok) yang terdapat di daerah Simalungun antara lain, Gunung Sipiso-piso, Gunung Singgalang, Gunung Simarsolpah, Gunung Simarjarunjung, Gunung Simbolon dan Gunung Simarsolpit. Dan juga daerah Simalungun masih memiliki hutan-hutan yang cukup luas. Keadaan suhu di sebagian besar daerah Simalungun termasuk dingin, seperti di daerah Pematang Raya, Tiga Runggu, Parapat, Pematang Purba, Simarjarunjung dan lain-lain.

(3)

2.2 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan sistem pertalian keluarga yang sedarah maupun yang masih memiliki hubungan keluarga. Sistem kekerabatan sangat penting dalam kehidupan masyarakat tradisi karena selalu memerlukannya dalam segala aktivitas budayanya. Dalam sistem kekerabatan Simalungun, ada dua cara untuk menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang di dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun, pertama menurut garis keturunan pihak laki-laki (ayah) disebut juga patrilineal dan kedua adanya pertalian darah akibat perkawinan sehingga dapat ditarik garis keturunan dari kedua orangtua disebut juga bilateral. Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat perkawinan Simalungun, masyarakat Simalungun termasuk masyarakat yang menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari garis keturunan ayah (garis keturunan laki-laki) yang secara otomatis jika anak laki-laki dan perempuan lahir akan mengikuti garis keturunan ayah (1985:108). Oleh karena itu kekerabatan menyangkut jauh dekatnya hubungan seseorang dengan seseorang (individu) dan antara seseorang dengan sekelompok orang (keluarga) dapat dilihat berdasarkan posisi dari kedua hal tersebut.

Ditegaskan kembali oleh Kenan Purba dalam bukunya Adat Istiadat Simalungun yang menyatakan bahwa kekerabatan timbul akibat dua hal, yaitu disebabkan adanya hubungan darah dan akibat adanya perkawinan. Adapun kekerabatan yang dilihat dari hubungan darah merupakan kekerabatan yang dilihat dari garis keturunan sedarah yang masih keluarga ataupun yang masih dalam garis keturunan ayah (garis keturunan laki-laki). Dengan menerapkan pengertian

(4)

seperti itu membuat masyarakat Simalungun menggunakan paham patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan ayah. Sedangkan kekerabatan yang disebabkan adanya perkawinan merupakan kekerabatan yang dilihat dari keluarga dari kedua belah pihak yang dilihat dari relasi dari setiap keluarganya. Sehingga dapat dilihat bagaimana peran garis keturunan pihak laki-laki untuk generasi penerus dalam masyarakat Simalungun.

Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam suatu keluarga di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama dengan marga si ayah. Tradisi seperti ini membuat posisi seorang anak laki-laki dalam sebuah keluarga sangat penting karena merupakan generasi penerus marga keluarganya. Sehingga jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka penerus marga sang ayah dalam keluarga tersebut akan terputus. Dan pada umumnya masyarakat Simalungun lebih condong terhadap keturunannya laki-laki mengingat pentingnya peran laki-laki dalam sistem tradisi masyarakat Simalungun.

Sistem kekerabatan dalam masyarakat Simalungun juga dilihat dari garis keturunan marga-marga induk yang akan dilihat hubungannya dengan garis keturunan ayah dan ibu. Adapun golongan marga induk yang ada di Simalungun adalah Purba, Saragih, Damanik, dan Sinaga. Masing-masing marga tersebut mempunyai cabang sendiri yang merupakan satu keturunan. Adapun marga-marga di Simalungun beserta cabang-cabangnya dilihat dari tempat asalnya pada zaman kerajaan dulu adalah sebagai berikut :

(5)

1. Marga Purba berpusat di Pematang Purba dan terbagi atas: - Purba Tambak - Purba Tambunsaribu - Purba Sidadolok - Purba Dasuha - Purba Girsang - Purba Sigumonrong - Purba Siboro - Purba pak-pak - Purba Sidagambir - Purba Tanjung - Purba Tondong

2. Marga Saragih berpusat di Pematang Raya dan terbagi atas: - Saragih Garingging - Saragih Sumbayak - Saragih Munthe - Saragih Dajawak - Saragih Simanihuruk - Saragih Simarmata - Saragih Sidauruk - Saragih Sitio - Saragih Turnip

(6)

3. Marga Damanik berpusat di Pematang Siantar dan terbagi atas: - Damanik Malau - Damanik Barita - Damanik Limbong - Damanik Tomok - Damanik Rampogos

4. Marga Sinaga berpusat di Pematang Tanah Jawa dan terbagi atas: - Sinaga Sipayung

- Sinaga Haloho - Sinaga Sitopu - Sinaga Dadihoyong

Sistem kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Simalungun berdasarkan prinsip tolu sahundulan dan lima saodoran. Tolu sahundulan terdiri dari tondong11, sanina12, anak boru13

11Tondong adalah saudara laki-laki dari ayah atau ibu 12Sanina adalah sanak saudara satu marga

13Anak boru adalah pihak ipar

. Dalam pengaturan tempat duduk (parhundulan) pihak dari sanina di jabu bona (sebelah kanan rumah), pihak kelompok tondong di sebelah kanan pihak sanina, dan pihak anak boru di sebelah kanan pihak tondong. Itulah sebabnya dikatakan tolu sahundulan (pengaturan tempat duduk dalam tiga kelompok). Lima saodoran ialah kerabat keluarga luas yang merupakan gabungan dari seluruh lembaga adat dan hal ini terjadi pada saat upacara besar. Jadi pengertian lima disini ialah pesta upacara yang dihadiri oleh

(7)

lima kelompok kerabat yang terdiri dari tondong (kelompok istri), sanina (sanak saudara satu keturunan/marga), anak boru (pihak ipar), tondong ni tondong (kelompok pemberi istri kepada tondong), anak boru mintori (kelompok boru dari ipar). Dalam setiap upacara adat, para kerabat-kerabatnya akan membawa rombongan masing-masing dengan bawaannya (buah tangan) masing-masing juga. Tetapi karena mereka terdiri dari satu kaum kerabat, maka buah tangannya dibuat menjadi satu. Sebagai contoh misalnya pada saat upacara perkawinan, rombongan dari tiap kaum kerabat membuat acaranya secara bergiliran dalam upacara tersebut. Pihak perwakilan pesta akan memanggil mereka untuk mempersembahkan sesuatu untuk pihak yang melakukan upacara perkawinan tersebut. Hal ini merupakan suatu kehormatan bagi masyarakaat Simalungun untuk menunjukkan sistem kekerabatannya (Kenan Purba 1997:32).

2.3 Mata Pencaharian

Secara umum mata pencaharian masyarakat Simalungun adalah petani, pegawai negeri, pegawai swasta juga wiraswasta, bagi yang berdomisili di tepi Danau Toba umumnya bekerja sebagai nelayan, dan melihat daerah Simalungun lebih banyak daratan maka pada umumnya bekerja sebagai petani. Masyarakat yang bekerja sebagai petani biasanya menanam makanan pokok seperti padi, ada juga yang menanam palawija dan sayur-mayur. Pekerjaan bertani merupakan rutinitas yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun dulunya untuk memenuhi segala kebutuhan sehari-hari. Dan hingga sekarang masih ada masyarakat

(8)

Simalungun yang melakukan rutinitas tersebut mengingat adanya kegiatan tahunan yang dilakukan untuk merayakan hasil panennya.

Dalam masyarakat Simalungun ada dikenal sistem gotong royong yang disebut dengan marharoan. Marharoan adalah sekelompok masyarakat yang bertetangga bersama-sama mengerjakan ladang atau sawah secara bergiliran. Keikutsertaan seseorang dalam marharoan ini adalah sukarela dan merasa meiliki kebutuhan yang sama. Lamanya marharoan tergantung dari pekerjaan yang harus dikerjakan serta merupakan hasil keputusan bersama. Marharoan kini sudah jarang ditemukan pada masyarakat Simalungun, namun di beberapa desa seperti daerah Saribu Dolok dan sekitarnya masih sering dilakukan. Kegiatan ini dulunya dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan ladang dengan ditambah sebagai bentuk solidaritas antar masyarakat di dalamnya.

Masyarakat Simalungun juga ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Sebagai pegawai negeri mereka berprofesi sebagai guru, polisi, dokter, pejabat pemerintahan dan lain-lainnya. Sebagai pegawai swasta meraka bekerja di pabrik, perkebunan dan perusahaan milik swasta. Sedangkan bagi masyarakat yang berwiraswata pekerjaannya adalah pedagang, pengusaha kilang, bertenun, dan lain sebagainya. Pekerjaan-pekerjaan seperti ini pada umumnya pekerjaan yang sudah mendekati daerah kota dan adapun di daerah desa sudah disebabkan oleh pengaruh dari luar ataupun kota. Dan tidak hanya pekerjaan seperti itu saja, sebagian kecil dari daerah Simalungun juga memiliki pekerjaan dan usaha budidaya ikan. Masyarakat nelayan di Simalungun terdapat di sekitar tepian Danau Toba, seperti Haranggaol, Parapat dan sekitarnya.

(9)

Pembudidayaan ikan mas salah satu mata pencaharian yang berkembang untuk saat ini. Oleh karena itu, masyarakat Simalungun secara keseluruhan daerah memiliki pekerejaan yang sesuai dengan kependudukan masing-masing sehingga memiliki keberagaman mata pencaharian.

2.4 Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh manusia untuk mengungkapkan dan mengemukakan apa yang dipikirannya terhadap orang lain. Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Ritus Peralihan di Indonesia menulis “bahasa adalah sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tulisan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain” (1986:339). Melalui bahasa juga kebudayaan tiap bangsa dapat dikembangkan dan diwariskan kepada generasi yang akan datang. Suatu bahasa menentukan bagaimana ciri dan khas suatu masyarakat dan khususnya suatu kebudayaan, sehingga dapat dilihat peran bahasa yang diguakan suatu masyarakat.

Masyarakat Simalungun memiliki bahasa yang disebut dengan bahasa Simalungun, secara umum merupakan bahasa pengantar dalam kehidupan keseharian masyarakatnya yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan adat istiadat, acara kebaktian gereja, perkumpulan-perkumpulan marga dan lain sebagainya. Meskipun demikian, bagi masyarakat Simalungun yang telah berdomisili di luar wilayah Simalungun, bahasa Simalungun tidak selamanya menjadi bahasa pengantar utama, melainkan bahasa Indonesia atau bahasa daerah domisili

(10)

mereka. Masyarakat Simalungun juga kadang menggunakan bahasa yang dicampur dengan bahasa di luar kebudayaannya mengingat dekatnya perbatasan daerah Simalungun dengan daerah kebudayaan lain. Sistem bahasa yang digunakan masyarakat Simalungun memiliki ciri tersendiri yang menjadi lambang maupun status sebagai masyarakt Simalungun.

Salah satu ciri masyarakat Simalungun adalah memiliki tingkatan bahasa yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun tingkatan tersebut adalah:

1. Lapang ni hata, merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai oleh masyarakat umum Simalungun. Bahasa ini merupakan bahasa yang menjadi kebiasaan masyarakat Simalungun dan pada umumnya selalu digunakan para remaja karena menggunakan bahasa yang dicampur dengan bahasa kebudayaan lain mengingat mereka yang selalu berinteraksi dengan di luar kebudayaannya.

2. Guru ni hata, merupakan bahasa yang paling halus, baik dari cara penyampaiannya maupun kata-katanya. Ini merupakan bahasa yang hormat dan biasanya dipergunakan untuk memberi nasehat, sering sekali disampaikan melalui perumpamaan ataupun peristilahan.

3. Sait ni hita, merupakan bahasa yang kasar baik cara penyampaiannya maupun kata-katanya. Ini biasanya bahasa seseorang dalam mengungkapkan kemarahan, yang berisi dengan makian dan sindiran.

Pada masa sekarang, yang paling sering dipakai adalah lapang ni hata, karena merupakan bahasa yang sangat umum dipakai dalam kehidupan masyarakat,

(11)

namun dalam keadaan tertentu seseorang bisa saja mempergunakan bahasa yang kasar ketika sedang marah atau mempergunakan bahasa yang halus ketika hendak memberi nasehat. Penggunaan bahasa dalam masyarakat Simalungun disesuaikan dengan posisi tempat dan keadaan saat melakukan komunikasi. Seperti yang dijelaskan di atas dapat dilihat dari situasi dan tempatnya, sebagai contoh penggunaan bahasa yang digunakan dalam suatu upacara adat yang digunakan oleh ketua adat atau pemimpin adatnya yang selalu menggunakan bahasa ni guru. Penyampaian bahasanya akan menunjukkan integritas si pembicara dalam posisi maupun jabatannya sebagai pembicara dan hal itu menjadi simbolis seseorang dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari.

2.5 Kesenian

Menurut Koentjaraningrat (1982:395-397), kesenian merupakan ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif. Kesenian dalam masyarakat Simalungun menggambarkan bagaimana deskripsi masyarakat tersebut dan pada umumnya seperti itu dalam suatu masyarakat yang memiliki tradisi sendiri. Kesenian juga akan menentukan identitas suatu masyarakat sehingga bentuk kesenian dalam masyarakat Simalungun disesuaikan dengan bentuk, sistem, bahasa, kepercayaan, dan sejarah yang terdapat dalam masyarakat Simalungun. Masyarakat Simalungun memiliki berbagai macam bentuk kesenian, yaitu seni sastra, seni musik, seni tari dan seni rupa.

(12)

2.5.1 Seni Sastra

Seni sastra dikenal di Simalungun dalam bentuk cerita-cerita baik dongeng atau legenda, dan pantun-pantun. Masih banyak dongeng maupun legenda yang dikenal oleh masyarakat Simalungun, dan bahkan yang dipercayai dalam bentuk keyakinan. Salah satu contoh dongeng yang cukup terkenal adalah Turi-turin ni paes pakon begu. Mengingat masyarakat Simalungun dulunya menganut paham animisme, maka banyak sejarah legenda yang menceritakan di luar akal dan pikiran masyarakat sekarang. Tapi bukan hanya disebabkan oleh itu juga, melainkan melihat masyarakat Simalungun yang menghargai tradisi dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakatnya.

Seni berbalas pantun juga pernah berkembang di Simalungun, perkembangan kata-kata perumpamaan, pepatah-pepatah, hutinta (teka-teki) dan lain-lain. Kesenian ini biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan juga digunakan dalam kepentingan adat, seperti pantun yang diungkapkan dalam acara makkioi daboru14

14Makkioi daboru merupakan tradisi Simalungun yang dilakukan untuk memberi ulos kepada

perempuan yang menikah dengan membalutnya di bagian punggungnya.

yang menyampaikan pesan sesuatu dalam bentuk pantun dengan menyampaikan kiasan dahulu kemudian makna sebenarnya. Kesenian yang dtunjukkan dalam bentuk pelafalan bahasa merupakan hal yang umum dalam masyarakat Simalungun melihat bagaimana pentingnya tradisi yang digunakan dalam masyarakat tersebut.

(13)

2.5.2 Seni Musik

Masyarakat Simalungun memiliki dua jenis musik yaitu musik vokal/seni suara (inggou) dan musik instrumental (gual). Musik vokal (inggou) ada dua jenis yaitu musik vokal solo dan musik vokal berkelompok. Musik vokal solo disebut dengan doding sedangkan musik vokal kelompok disebut ilah. Seperti yang diungkapkan dalam tesis Setia Dermawan Purba bahwa ada berbagai jenis nyanyian Simalungun diantaranya taur-taur dan simanggei, ilah, doding-doding, urdo-urdo,tihta, yangis, tangis-tangis, manalunda, orlei dan mandogei. Musik instrumental (gual) yang tedapat di Simalungun juga terbagi atas dua yaitu ensambel (gonrang) dan instrumen tunggal/ solo instrument.

Adapun gonrang Simalungun terbagi dua yaitu gonrang sipitu-pitu dan gonrang sidua-dua. Gonrang sipitu-pitu adalah ensambel yang menggunakan tujuh buah gendang masing-masing memiliki ukuran yang berbeda, satu buah sarune, dua buah ogung danmongmongan. Sedangkan gonrang sidua-dua adalah ensambel yang terdiri dua buah gendang, satu buah sarune, dua buah ogung danmongmongan.Ada juga beberapa instrumen musik tradisional Simalungun yang dimainkan secara tunggal, antara lain sordam, saligung, sulim, tulila, sarunei buluh, sarunei bolon, arbab, hodong,hodong, garantung dan sitalasayak. Alat musik ini (ansambel atau solo instrument) ada yang digunakan untuk upacara-upacara adat ataupun untuk menghibur diri sendiri. Instrumen musik dalam tradisi masyarakat Simalungun sangat penting karena perannya yang selalu digunakan dalam setiap upacara-upacara yang diadakan. Setiap alat musik baik itu yang dimainkan secara ansambel maupun yang dimainkan secara tunggal

(14)

memiliki fungsi dan peranan masing-masing dalam upacara-upacara seperti upacara adat, upacara ritual, ataupun acara hiburan semata.

2.5.3 Seni Tari

Dalam masyarakat Simalungun tari merupakan hal yang penting apalagi dalam konteks adat istiadat. Tari dapat membedakan kelompok status yang menari, misalnya kelompok suhut, tondong, dan sanina boru. Peran tari dalam masyarakat Simalungun sangat mempengaruhi setiap jalannya suatu upacara. Hal ini disebabkan dalam suatu upacara dalam masyarakat Simalungun dengan contoh upacara perkawinan akan membuat suatu konsep acara dengan urutan atau rentetan acara yang sudah ditetapkan. Tari atau disebut juga tor-tor dalam masyarakat Simalungun ada yang dipergunakan untuk upacara adat istiadat, upacara bersifat kepercayaan, ada juga dipakai dalam pergaulan muda-mudi. Dalam seni tari masyarakat Simalungun memiliki dua jenis pola dasar yaitu gerak serser15 dan ondok16

Dalam upacara kepercayaan juga dipakai tor-tor sebagai pelengkap maupun pendukung upacara yang digunakan sebagai makna simbolis, danini biasanya dilakukan oleh orang yang sedang kesurupan. Tor-tor ini disebut tor-tor nasiaran. Gerakan tarian ini bebas dimulai dengan tempo yang lambat kemudian semakin lama semakin cepat. Gerakan yang dilakukan oleh penari merupakan

.

15 Gerakan serser adalah gerakan tekhnik menggeser telapak kaki dengan cara yang berlawanan

tetapi tujuannya sama

16 Gerakan ondok adalah gerakan dengan menekukkan kaki ke depan seperti hendak

(15)

gerakan yang dilakukan di luar kesadarannya yang artinya penari tersebut hanya merupakan media bagi roh yang memasukinya. Dasar gerakannya adalah tangan atau jarinya yang mengepal dan juga menggunakan ekspresi yang tidak jelas yang terkadang menggunakan bahasa yang sulit dipahami. Ada beberapa tari yang digunakan untuk upacara kepercayaan seperti:

1. Tor-tor turahan, tor-tor ini bersifat gotong royong digunakan pada waktu menarik balok besar dari hutan untuk dijadikan losung17

2. Tor-tor podang,tor-tor ini dilakukan oleh dua laki-laki yang masing-masing memegang pedang sambil menari dan diiringi dengan musik.

. Tujuan dari tarian ini adalah untuk menambah semangat orang-orang yang sedang bekerja. Kegiatan ini dilakukan dengan

3. Tor-tor tunggal panaluan,tor-tor ini dilakukan oleh seorang guru bolon (dukun) untuk mengayun tunggalpanaluan18

4. Tor-tor muda-mudi dan tor-tor pencak adalah jenis tor-tor yang bersifat hiburan. Tor-tor muda-mudi biasanya digunakan dalam acara-acara yang bersifat sukacita, misalnya rondang bittang, marsapu-sapu, dan maranggir borngin. Tor-tor pencak adalah tarian dengan gerakan dasar pencak yang dihiasi dengan gerakan lain dan seirama dengan gonrang. Biasanya dilakukan oleh dua orang. Dulunya gerak tor-tor pencak ini digunakan juga oleh orang yang kesurupan karena digunakan sebagai

.

17 Losung adalah benda yang terbuat dari kayu, dibentuk sedemikian rupa yang berfungsi sebagai

alat menumbuk padi, sayur, kopi dan sebagainya.

18 Tunggal panaluan dikenal sebagai tongkat sihir, terbuat dari kayu dan diukir bermotif manusia

(16)

media dalam sebuah upacara ritual, dan hal ini menunjukkan suatu bentuk ekspresi marah dari roh yang merasukinya.

2.5.4 Seni Rupa

Seni rupa dalam masyarakat Simalungun disebut dengan gorga yaitu motif-motif hiasan berbentuk hewan, manusia, tumbuhan, dan berbentuk geometris. Motif-motif ini biasanya terdapat pada kain adat (hiou), rumah adat, alat musik, sarung, gagang pedang, dan peralatan-peralatan lainnya. Motif-motif khas Simalungun ini diaplikasikan terhadap benda-benda yang merupakan bentuk maupun ciri tradisi masyarakatnya dan yang sudah biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari terkhusus dalam aktivitas budayanya.

2.6 Agama dan Kepercayaan

Menurut Purba (1998:28-31), sebelum masuknya agama Islam dan Kristen di Simalungun, masyarakat Simalungun masih menganut Aninisme yang disebut supajuh begu-begu dan politeismeyaitu kepercayaan pada sang pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi yang disebut Ompung Naibata yang terdiri tiga Naibata yaitu:

1. Naibata na I babou ( benua atas) 2. Naibata na I tongah (benua tengah) 3. Naibata na I toruh (benua bawah)

(17)

Selain mempercayai adanya ketiga Naibata tersebut, penganut supajah begu-begu juga mempercayai roh nenek moyang mereka. Masyarakat Simalungun juga mempercayai roh-roh orang mati (begu) dan dianggap memiliki kekuatan gaib dan biasanya berdiam di tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat. Selain itu ada juga kepercayaan masyarakat Simalungun bhwa suatu tempat juga memiliki penghuni, misalnya penghuni perladangan yang disebut dengan pangianni talun. Masyarakat Simalungun juga mengenal pemberian sesajen atau persembahan terhadap hal-hal yang dipercayai mereka dengan tujuan meminta berkah dan keselamatan. Tempat pemberian sesajen tersebut disebut dengan parsinumbahan.

Berdasarkan kepercayaan sipajuh begu-begu, ada beberapa ritual yang mereka lakukan seperti :

1. Maranggir yaitu upacara ritual untuk membersihkan diri dari gangguan roh jahat.

2. Manumbah yaitu upacara ritual untuk mendekatkan diri pada sembahan mereka.

3. Ondos Hosah yaitu upacara ritual untuk seluruh penduduk suatu desa atau satu keluarga agar terhindar dari marabahaya.

4. Manabari/manulak bala yaitu upacara ritual untuk mengusir marabahaya dalam suatu desa atau diri seseorang.

5. Marbahbah yaitu upacara ritual untuk menjauhkan penyakit atau menunda kematian seseorang dengan membuang patung orang tersebut. Patung ini biasa terbuat dari batang pisang.

(18)

6. Mangindo pasu-pasu yaitu upacara ritual untuk meminta berkah dan doa restu dari roh nenek moyang agar tetap sehat dan mendapat rezeki.

7. Mardilo tonduy yaitu upacara ritual pegobatan untuk memanggil roh seseorang yang mengalami sakit yang disebabka roh jahat.

Masuknya agama ke daerah masyarakat Simalungun memberikan pengaruh terhadap bentuk dan sistem tradisi yang ada di dalam masyarakat tersebut. Ada sebagian norma-norma yang ditinggalkan dan bahkan ditambahi juga yang sesuai dengan aliran agama tersebut. Agama Islam masuk ke Simalungun pada abad ke-15 melalui daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh. Awalnya perkembangan agama Islam berada di daerah sekitar Perdagangan dan Bandar (Sihotang 1993:23). Sedangkan agama Kristen masuk ke Simalungun pada awal abad ke-20 tepatnya pada tanggal 2 September 1903, yang dibawa oleh misionaris bernama August Theis di pematang Raya. Pada mulanya agama Kristen mendapat kesulitan untuk berkembang karena kuatnya pengaruh kepercayaan mereka dan kalangan bangsawan dan raja yang juga enggan untuk menerimanya. Melihat masuknya agama dalam masyarakat Simalungun tidak juga mempengaruhi rasa kebudayaan akan nilai-nilai tradisi dalam masyarakatnya.

Referensi

Dokumen terkait

Selain pelana, ada juga peralatan berkuda terkenal lainnya, yang disebut sanggurdi, memiliki sejarah panjang di Jepang, dengan cicncin logam sederhana digunakan sejak abad

Bahasa Jawa yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat adalah bahasa Jawa dialek Surabaya atau yang lebih dikenal dengan Boso Suroboyoan. Dialek ini dianggap dialek yang

Masyarakat Cina di Surabaya memiliki variasi bahasa yang unik, kalimat- kalimat yang mereka gunakan merupakan campuran dari kata-kata bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan

Keberadaan masyarakat Simeulue di Kota Medan, dalam hal ini yang diwakili oleh empat kecamatan dengan empat varian bahasa Sigulai secara umum menetap pada dua wilayah, yaitu

Pada tahun 1987 penduduk Desa Baja Dolok terdiri dari empat suku bangsa yaitu Jawa,. Simalungun, Toba

Pada tahun 1990-an ada angkutan umum menuju Siantar yang biasanya disebut Ganda yang memasuki Parbutaran dan kebetulan pemiliknya adalah orang Parbutaran, akan tetapi semakin

Di saat itulah Syahrial Felani merasa jiwanya sudah menjadi seorang Melayu, karena kehidupannya yang selalu berada didalam masyarakat Melayu mulai dari bahasa, makanan

Terkait dengan masalah tanah kelebihan yang ada di bekas Perkebunan PT.Pakisadji Banjumas ini adalah, dimana pada jaman Kolonial Belanda masyarakat sekitar yang memiliki