• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PEMANAH BERKUDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PEMANAH BERKUDA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PEMANAH BERKUDA

2.1 Sejarah Pemanah Berkuda Di Jepang

Bukti awal pemanah berkuda digambarkan dalam ukiran Assyria, dimana ada dua penunggang kuda, satu orang mengendalikan kuda, sementara orang yang satunya lagi memanah. Salah satu panglima perang yang memenangkan

pertempuran pertamanya melawan pemanah berkuda adalah Alexander Agung. Ia mengalahkan pasukan Scythia pada 329 SM dalam Pertempuran Jaxartes (Sungai Syr Darya). Meskipun demikian, Jaxartes merupakan batas paling timur laut dari kekuasaan Alexander di Asia, dan ia tidak pernah mencapai wilayah yang lebih jauh yang merupakan tempat para penge ndara kuda nomaden.

Beberapa pemimpin pasukan berat yang lain pernah mengalami pengalaman yang mengerikan menghadapi pasukan pemanah berkuda, di antaranya adalah Crassus dalam Pertempuran Carrhae. Pertempuran Hatin pada abad pertengahan adalah contoh klasik dari kontribusi pemanah berkuda dalam mengalahkan pasukan berbaju besi , melalui demoralisasi dan pelecehan yang berkelanjutan. Khan-khan Mongol menggunakan taktik yang serupa dalam menciptakan Kekaisaran Mongolia yang membentang dari China sampai Eropa Timur. Di Jepang, pemanah berkuda dikenal dengan nama Yabusame.

Yabusame ada sejak tahun 530-an masehi ketika Kaisar ke-29,

Kinmeu, memanjatkan syukur dan memohon berkat tenka taihe (kedamaian) dan

(2)

daratan korea. Di kalangan samurai, yabusame sangat populer dan dijadikan salah satu keahlian bertempur mereka.

2.2 Pemanah Berkuda

Jepang sangat kaya dengan kebudayaan leluhurnya yang beraneka ragam, salah satu diantaranya yaitu Yabusame. Dalam catatan mileter di Jepang, untuk mengikuti model yang ada di China di jelaskan bahwa pada zaman nara (710-784) pasukan militer Jepang memberlakukan wajib militer dalam komando kaisar. Dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali budak, mereka dilatih

berperang.sebagian diantaranya dilatih menunggang kuda dan diajarkan memanah. Pasukan berkuda yang dilengkapi dengan perlengkapan memanah dikenal dengan Yabusame.

Pemanah berkuda sering kali mengalami kesulitan dan terganggunya ketepatan saat memanah akibat pergerakan kuda. Kemudian diciptakan lah sanggurdi untuk membantu pergerakan kuda, para pemanah berkuda berdiri pada sanggurdi dan menyergap pergerakan kuda sehingga lebih muda menarik busur dan melepaskan anak panah untuk mengenai sasaran. Saat menarik busur, pemanah harus memusatkan titik berat tubuhnya dibelakang tangan yang

memegang busur, yaitu dengan berdiri kaku. Namun, panah memiliki daya bunuh yang rendah sehingga tidak berguna dalam pertempuran jarak dekat.

Dalam pasukan militer Jepang, pemanah berkuda di Jepang diperuntukkan sebagai pengacau situasi terhadap musuh. Saat berperang ribuan pasukan

(3)

secara bertubi-tubi dari jarak jauh sekitar 100mtr sampai 200mtr bertujuan untuk memukul mundur lawan.

Pada tahun 1274, bangsa Mongol melakukan penyerangan terhadap Jepang. Dalam peperangan tersebut pasukan pemanah berkuda Jepang lah yang mempunyai peranan penting dikarenakan para samurai berpedang Jepang tidak terbiasa bertempur secara berkelompok. Dalam pertempuran tersebut, terbukti kikuchi Takefusa salah satu pemanah berkuda Jepang mampu memanah wajah seorang panglima Mongol,sehingga mendorong pasukan Mongol untuk

melakukan penarikan mundur.

Pada zaman modern sekarang ini, Yabusame menjadi olah raga tradisional di Jepang yang mmerperlihatkan tekhnik memanah, ketepatan sasaran dan

keindahan lari sebagai acuan penilaian. Untuk melestarikan Yabusame maka dibentuk lah asosiasi panahan berkuda Jepang dan sekolah panahan berkuda Takeda.

2.3 Perlengkapan Bertempur

a. Kuda

Cerdas, independen, dan keras kepala, kuda jepang dipuja karena sikap otonominya, sama seperti pejuang yang menungganginya. Seorang penunggang yang terbiasa dengan tunggangan yang lebih patuh menggambarkannyanya sebagai makhluk ganas yang keras kepala, karena kuda-kuda Jepang tidak selalu mematuhi perintah tuannya.

Begitu pentingnya kuda sehingga daerah perumputan khusus didirikan di seluruh Jepang, dimana kuda-kuda terbaik berasal dari padang rumput di timur

(4)

dan utara Jepang. Kuda sangat berharga, karena harganya mencapai sekitar setengah harga sebuah baju zirah. Pada abad ke-14, harganya berkisar antara tiga hingga empat kan (36-48 juta rupiah). Namun, kuda tetap merupakan sebuah aset, dan beberapa pejuang dilaporkan menjual kuda mereka disaat-saat kesusahan.

Para pemilik kuda lainnya mewarnai tunggangannya dengan warna merah tua, ungu, hijau muda kekuningan dan biru langit atau menambahkan garis-garis agar membuat kuda tunggangannya terlihat gagah. Para panglima lainnya memilih memamerkan tunggangannya dengan pelana yang terbuat dari kulit macan, yang sangat mahal karena harus didatangkan dari daratan Asia.

Kuda Jepang merupakan keturunan kuda Mongol, sekalipun beberapa ahli percaya bahwa kuda-kuda itu lebih mirip kuda primitif, yang kini sudah punah, seperti Tarpan. Kuda mungkin merupakan istilah yang tidak cocok, karena menurut klasifikasi modern, semua hewan jenis ini yang tidak bertubuh besar dan hanya memiliki tinggi 140 cm akan disebut sebagai kuda poni. Penggalian

terhadap kuburan kuda yang berasal dari abad ke-14, menunjukkan kebanyakan kuda hanya memiliki ketinggian 130 cm di bagian bahu sementara kuda terkecil hanya setinggi 109 cm yang merupakan ketinggian standar keledai. Sebaliknya, kebanyakan kuda Arab memiliki tinggi 152,4 cm di bagian atas pundaknya, sementara kuda campuran rata-rata memiliki tinggi 162,56 cm.

Pendeknya rata-rata kuda Jepang juga menjelaskan alasan mengapa tidak ada tradisi memperlengkapi hewan ini dengan plat baja, sebagaimana yang muncul di Eropa. Karena kakinya pendek dan gemuk, kuda Jepang tidak mampu berlari kencang. Sekalipun kuda poni modern Jepang mungkin tidak memiliki kondisi sama dengan leluhurnya, kelambanan seekor kuda harus diperhatikan

(5)

dalam merekonstruksi adegan pertempuran. Berlari cepat hanya mencakup lari kencang dalam jarak pendek, atau dalam keadaan putus asa, tetapi selain itu kuda tunggangan pejuang masuk ke medan laga dengan berderap atau berlari kecil. Kelambanan ini kelihatannya membuat adegan pertempuran tidak dramatis, tetapi hal itu memampukan dilepaskannya anak panah secara akurat.

Kuda-kuda yang lamban ini memiliki segi keuntungannya sendiri. Mereka mampu mengatasi daerah yang tidak rata, sesuatu yang penting di Jepang, yang 80 persen wilayahnya terdiri atas pegunungan. Keuntungan yang kedua adalah seperti kerabatnya, kuda pendek Mongol, kuda-kuda ini berlari dengan mantap dan tidak menyentak penunggangnya, sehingga memampukan penembakan panah dengan akurat.

Sekalipun berlari kecil tidaklah secepat berlari cepat, hal itu terbukti lebih menopang sehingga lebih cocok untuk memanah daripada lari cepat yang

melonjak-lonjak. Kecepatan lamban ini juga menghindari kuda terperosok

kedalam lumpur di kawasan tanah yang buruk, seperti sawah. Sekalipun demikian, mereka bukannya tidak sempurna. Selama operasi militer di musim dingin,

beberapa kuda yang berjalan diatas salju bisa terperosok dalam pecahan es dan terjebak di lumpur atau sungai.

Kuda dan tambahannya yang disebut pelana, dimaksudkan untuk

menyediakan suatu landasan tidak bergerak bagi para pemanah untuk menembak lawan-lawannya. Pelana dibuat sebagai alat kestabilan di atas kuda. Pelana memampukan sedikit gerak yang membantu ketepatan memanah tetapi tidak membantu kecepatan dari kuda poni Jepang yang lamban. Papan igi ditempatkan di atas selimut pelana dan di bagian depannya ada maewa yang berfungsi sebagai

(6)

sebuah papan kepala pelana, sementara yang ada dibagian belakang disebut

shizuwa.

Selain pelana, ada juga peralatan berkuda terkenal lainnya, yang disebut sanggurdi, memiliki sejarah panjang di Jepang, dengan cicncin logam sederhana digunakan sejak abad ke-4. Sanggurdi militer mirip seperti cangkir, terbuat dari kayu pernis, dimana bagian bawahnya dipanjangkan agar sebagian besar kaki, jika tidak semuanya, dapat masuk. Sanggurdi ini memampukan pemakainya mudah berdiri, dan jarang sekali seorang penunggang tersangkut kakinya saat hendak turun atau ditarik oleh kuda yang ketakutan. “Dara Burung” (hato mune) mencegah jari atau bagian depan kaki terluka.

Sanggurdi yang merupakan pijakan kaki saat menunggangi hewan, tergantung di pinggiran pelana dengan seutas pita atau tali yang disebut tali sanggurdi. Biasanya sanggurdi dibuat berpasangan (kanan-kiri) dan digunakan untuk membantu seseorang menaiki hewan tunggangannya atau sebagai pijakan selama mengendarai hewan tunggangan (khususnya kuda atau hewan sebangsa kuda lainnya). Sanggurdi membantu pengendara mempertahankan kedudukannya di pelana dan mempermudah pengendalian hewan tunggangannya, sehingga meningkatkan faedah hewan tersebut dalam hal komunikasi, transportasi dan perang.

Pada Era Klasik, para pengendara meletakkan kakinya pada tali pelana atau simpul sederhana sebagai pijakan kaki. Kemudian, sanggurdi tunggal dibuat sebagai alat bantu menaiki hewan tunggangan , dan sanggurdi berpasangan dibuat setelah pelana dimutakhirkan. Penggunaan sanggurdi berpasangan dapat dilacak sejak masa Dinasti Jin di Cina dan menyebar ke Eropa selama Abad Pertengahan

(7)

b. Mata panah

Ada berbagai macam mata panah. Mata panah sendiri terbuat dari besi atau baja, dan memiliki batang panjang yang diikat pada lubang bambu. Berbagai bulu burung digunakan untuk membantu anak panah melesat jauh dan mantap, dimana kebanyakan diambil dari bulu burung tangkapan. Tiga atau sering kali empat bulu diikatkan dibatang bambu. Bulu rajawali terbukti yang sangat khas, dan paling dihargai, sementara bulu burung elang juga bisa digunakan. Bulu ekor burung pemangsa lebih disukai, sekalipun bulu sayap merupakan pilihan lain.

Begitu pentingnya bulu-bulu ini sehingga samurai mengklasifikasikannya ke dalam lima kategori, dimana bulu ekor terluar dianggap yang paling baik. Bulu unggas lainnya, seperti bulu angsa juga dapat digunakan. Demikian juga bulu burung merpati. Namun, bulu burung hantu, ayam dan bangau tidak pernah digunakan.

Beberapa mata panah diperkuat dari baja yang ampuh digunakan untuk menembus baju zirah, dan dikenal sebagai panah perang (soya). Yang lainnya, tidak diragukan digunakan untuk menembak wajah atau leher, memiliki dua gigi garpu (karimata) dan dimaksudkan untuk menimbulkan luka sesakit mungkin, dan menimbulkan luka tambahan saat ditarik keluar. Beberapa mata panah dengan dua gigi garpu memiliki pentolan berbentuk lobak cina yang dipasang dibelakangnya, tepat sebelum bagian batangnya. Dikenal sebagai kaburaya, anak panah ini akan memancarkan suara desisan rendah yang aneh yang seringkali menandai

dimulainya pertempuran. Berbagai jenis mata panah lainnya yang menjadi populer seperti hikime, maku, togariya, tobi-naoshi, karimata dan soya.

(8)

Beberapa mata panah yang lebih banyak dihiasi, sering kali diberikan ke kuil, memiliki panji keluarga yang dihiasi semarak diatasnya. Yang lainnya dibuat primitif, seperti sebuah mata panah dengan dua gigi garpu. Mata panah (tanpa batang) memiliki panjang 2 hingga 4 cm, sementara panjang beberapa sampel dengan batangnya (sekali lagi dari kuil Kasuga) mencapai 10-11 cm.

Kadangkala, pandai besi akan menandai batang dari mata panah. Tetapi benda-benda ini tidak pernah berkembang menjadi benda mistik sebagaimana pedang tempaan. Batang mata panah dimasukkan ke dalam lubang bambu, yang merupakan bagian utama anak panah. Panjang keseluruhan dari beberapa peninggalan, seperti yang berasal dari kuil Kasuga, adalah 79,4 cm. Samurai menyimpan beberapa panah khusus dengan nama-nama mereka tercantum di atasnya, yang hanya digunakan untuk menembakkan lawan berpangkat tinggi, sehingga membuat nama mereka tercatat sebagai pelakunya. Namun anak panah yang digunakan terhadap pejuang rendahan tidak mencantumkan identitas pemanahnya.

c. Busur dan Kekuatan Busur

Busur merupakan senjata utama samurai. Busur Jepang panjang, dimana beberapa peninggalan yang ada, seperti busur di kuil Kasuga, memiliki panjang 187 cm, dimana yang terpanjang mencapai ukuran 200 cm panjangnya. Sekalipun panjang, busur ini dapat ditembakkan dari punggung kuda karena tidak dipegang di bagian tengah, melainkan lebih ke bagian bawah. Alasannya tidak jelas, selain membuat busur itu tidak mudah patah. Busur tertua yang masih ada, dan paling sederhana, terbuat dari ranting yang lemas, atau anak pohon (dikenal sebagai

(9)

marugi yumi) atau bilah yang diambil dari potongan pohon yang lebih besar (kiyumi).

Kemungkinan lain karena busur tertua, yang terbuat dari batang pohon kurang fleksibel sehingga harus ditahan di bagian tengah, atau mungkin karena menembak dengan cara ini memampukan seorang pemanah menggunakan sebuah busur besar. Namun menembak dengan cara ini mengurangi ketegangan tangan dan menyebabkan pantulan yang lebih besar, sehingga melepaskan anak panah dengan daya yang lebih kuat.

Kemudian, busur bambu campuran, yang menggunakan lem terbuat dari jeroan rusa, dibuat kedalam bagian dalam busur (fusetake yumi). Bambu ini tidak lemas, dan memampukan sebuah busur, setelah ditembakkan, menghentak balik dengan cepat, sehingga memperkuat daya tembaknya. Busur ini semakin

diperkuat dengan potongan bambu panjang yang lemas yang di lem diujung terluarnya (sanmai uchi yumi).

Penggunaan bambu berarti bahwa pembuat busur terutama berkumpul di bagian tengah dan barat Jepang, di mana bambu Jepang tumbuh. Bambu terbaik berasal dari bagian tengah Jepang, karena iklimnya lebih tinggi daripada di barat daya Kyushu, sehingga lebih kuat daripada bambu yang tumbuh di iklim yang lebih hangat. Bambu dipotong pada musim gugur (bulan kamariah kedelapan) dan menurut para pembuat busur, musim semi dan gugur merupakan waktu terbaik untuk merekatkan bahan-bahan busur.

Kekuatan busur diukur oleh berapa banyak orang yang dapat menariknya, dimana beberapa busur dikatakan ditarik tiga, empat atau bahkan lima orang. Sulit diketahui seberapa umum keberadaan panah yang sangat kuat ini, atau apakah

(10)

memang ada busur yang ditarik lima orang atau apakah hal itu hanya mengada-ada.

d. Kotak panah dan Sarung tangan

Tali busur rentan putus atau bisa rusak akibat air. Para pejuang

menyimpan suku cadangnya dalam kotak bulat seperti donat yang disebut tsurusa. Sekitar 20 anak panah bisa disimpan di sebuah keranjang anak panah berbentuk persegi empat. Tempat anak panah ini, selain menyimpan panah, juga digunakan untuk menyimpan bekal, seperti kepalan nasi dan sake, jenis minuman yang disukai terutama sebelum dimulainya pertempuran.

Ada dua jenis kotak panah, yaitu ebira dan yahoro. Namun dengan

berlalunya waktu, ebira berbentuk keranjang kemudian digantikan dengan sebuah tempat anak panah yang melindunginya dengan penutup bulu, dikenal dengan nama utsubo, yang bisa dilihat dalam sebuah lukisan terkenal pejuang Ko no Moroakira. Pejuang lainnya lebih memilih kain karung yang disebut yahoro untuk melindungi anak panahnya, salah satunya dilukiskan dalam gulungan gambar Yuki kassen emaki dari abad ke-15.

Selain itu, alat bertempur lainnya yang digunakan untuk melengkapi seorang prajurit pemanah adalah sarung tangan. Para penunggang kuda

mengenakan sarung tangan untuk melindungi tangannya saat memegang kendali kuda. Para pemanah juga memerlukan sarung tangan, yang disebut yugake, terutama untuk tangan kanannya, yang digunakan untuk menarik tali busur. Kulit tambahan melindungi bagian dalam ibu jari dan jari telunjuk. Bahkan beberapa sarung tangan hanya melindungi kedua jari ini serta jari tengah, yang pelan-pelan digunakan untuk menahan tali busur

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecemasan menghadapi ujian Skills Lab Modul Shock dengan prestasi yang dicapai pada

membangun suatu alat bantu berupa sebuab paket petangkat lunak Sistem Pakar Seleksi Temak Domba Garut dengan P arameter Bobot Badan yang dapat digunakan untuk

D Kharismatik .. MaA weber mendeinisikan kepemimpinan kharismatik sebagai pengabdian diri terhadap kesucian, kepahlawanan tertentu, atau siat yang patut dicontoh

Pencapaian Perkara Tempoh ditetapkan (Sem 2 Sesi 2014/15) Jumlah keputusan peperiksaan akhir semester dalam SMP (Januari – Jun 2015) Jumlah keputusan peperiksaan akhir

Strategi perbaikan yang bisa dilakukan PTI PDAM Tirta Moedal Kota Semarang untuk mencapai tingkat kematangan V dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)

[r]

1) Yang menjadi lingkup pekerjaan pengukuran meliputi “Traverse Survey, Center Line Survey, Profile leveling cross section survey and existing services survey” pada lokasi yang

Berikut beberapa gambar coach (pelatih) yang melatih atlet PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.