• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

353

KANDUNGAN IODIUM TELUR ASIN SELAMA WAKTU PEMERAMAN DALAM MEDIA

GARAM LOSOSA (LOW SODIUM SALT)

(Iodine Content of Salted Egg During Imersion Time in LOSOSA (Low Sodium Salt) Salt Media)

Kasmawati1*, Astati1

1Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kendari

*Email : (kasmawati_siregar@yahoo.com, (Telp: +6282347449011)

ABSTRACT

Fortification of iodized salt added to food can also be used as one way to tackle iodine deficiency disorders. Making of salted eggs is a way of fortification of salt added to food. In this study, making of salted eggs using lososa salt. Lososa salt is a natural salt with low sodium content (60% NaCl) compared with the table salt. The purpose of this study was to determine the iodine content of salt during immersion process (3, 5, 7 and 10 days). The content of iodine in salted egg was measured using spectrophotometer method. The results showed that the iodine content of eggs increase in the third, fifth, seventh and tenth days ie. 32.63 µg/L, 39.87 µg/L, 40.71 µg/L and 43.38 µg/L. Immersion time affects the penetration of iodine into salted eggs, and increasing the iodine content. Statistical test showed a significant correlation (p = 0.002).

Keywords: Salted egg, lososa, immersion, iodine.

ABSTRAK

Fortifikasi garam beriodium kedalam makanan dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam menanggulangi Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Pembuatan telur asin merupakan cara fortifikasi garam kedalam makanan. Pada penelitian ini pembuatan telur asin menggunakan garam lososa. Garam Lososa adalah garam alami dengan kandungan Sodium rendah (60% NaCl) dibandingkan dengan garam dapur. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kandungan iodium telur asin selama proses pemeraman (3, 5, 7 dan 10 hari). Kandungan iodium pada telur asin telah diukur mengunakan metode spektofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan iodium telur meningkat berturut-turut pada hari ketiga, kelima, ketujuh dan kesepuluh yaitu 32,63 µg/L, 39,87 µg/L, 40,71 µg/L dan 43,38 µg/L. Lama perendaman mempengaruhi penetrasi iodium kedalam telur asin, dan terjadi peningkatan kandungan iodium. Uji Statistik menunjukan korelasi yang signifikan (p = 0,002).

Kata Kunci: Telur asin, lososa, perendaman, iodine.

PENDAHULUAN

Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian besar dari pemerintah mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya. Dampak GAKI pada dasarnya melibatkan gangguan tumbuh kembang manusia sejak awalnya, baik perkembangan fisik maupun mental.

(2)

354

Salah satu sumber iodium yang menjadi program dalam penanggulangan GAKI adalah garam yang difortifikasi dengan iodium. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), secara keseluruhan (perkotaan dan pedesaan), rumah tangga yang mengkonsumsi garam cukup iodium mencapai 62,3%. Persentase ini masih di bawah standar percepatan pencapaian konsumsi garam beriodium untuk semua atau disebut juga Universal Salt Iodization sebesar 90 %. Pada Riskesdas 2013 mengalami peningkatan rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium yaitu sebesar 77,1 %. Walaupun mengalami peningkatan namun belum mencapai standar konsumsi garam iodium untuk semua yaitu 90 %. Bahkan beberapa provinsi mengalami penurunan tingkat konsumsi garam beriodium seperti Provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Jambi. (Riskesdas 2013).

Penanggulangan GAKI dengan cara fortifikasi garam beriodium kedalam makanan telah dilakukan di beberapa Negara didunia. Australia melakukan fortifikasi garam beriodium kedalam roti yang diberikan kepada ibu hamil dan anak sekolah yang kekurangan iodium untuk memenuhi kebutuhan iodium mereka.(Vicky, 2013)

Di Indonesia fortifikasi garam beriodium dapat dilakukan dengan cara pembuatan telur asin. Telur asin mudah dibuat, dan tahan lama sehingga dapat disimpan untuk kebutuhan yang akan datang. Garam beriodium biasa dipakai dalam proses pengawetan telur asin. Garam dipakai untuk mempertahankan kualitas dan meningkatkan cita rasa telur asin. Masuknya garam dalam telur selama proses pengasinan melalui mekanisme difusi. Peristiwa masuknya garam terjadi karena sifat permeabilitas dari cangkang dan membran kedalam telur melalui difusi juga diikuti oleh garam lain yang terdapat dalam garam dapur seperti KIO3 (Winarno dan Fardiaz,

1980).

Telur asin dipilih karena merupakan sumber protein yang mengandung 10 asam amino esensial dan mempunyai daya cerna yang tinggi. Dalam tubuh penyerapan iodium dilakukan pada kelenjar tiroid. Iodium dapat diubah menjadi hormone tiroksin bila ada protein, dimana iodium berikatan dengan protein throglubulin untuk membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). Selanjutnya monoiodotirosin dan diiodotirosin saling berikatan membentuk hormon tiroksin. (Linder, 1991)

Menurut Yuniati dan Almasyhuri (2012), pembuatan telur asin pada telur yang diasinkan dengan menggunakan garam beryodium dengan abu gosok selama 20 hari kandungan yodium pada telur sebesar 2,2 ppm atau setara dengan 132 µg per butir telur. Telur yang diasinkan dengan menggunakan garam beriodium mengalami peningkatan kandungan iodium berdasarkan media dan waktu pemeraman telur asin. Menurut Wikanastri dan Nurrahman (2006), telur yang diasinkan dengan garam beriodium mengalami peningkatan kandungan iodium, sehingga dapat sebagai bahan makanan sumber iodium. Selain itu pengasinan telur tidak hanya mempengaruhi karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik dari telur asin, namun juga mempengaruhi nilai gizinya ( Munir dan Watim, 2015).

Penggunaan garam beriodium yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi oleh karena itu pada penelitian ini garam iodium yang digunakan adalah garam lososa (Low Sodium Salt). Garam Lososa (Low Sodium Salt) adalah garam alami dengan kandungan Sodium rendah (60% NaCl) dibanding dengan garam dapur biasa. Lososa juga diperkaya dengan 40 ppm Iodium lebih tinggi dari ketentuan minimal 30 ppm. Lososa berfungsi membantu menjaga keseimbangan rasio Natrium Kalium di dalam tubuh (Jusup, 2008). Meningkatkan nilai ekonomis suatu bahan dengan tetap memperhitungkan kandungan gizi dan manfaatnya terhadap kesehatan, salah satu alternatif untuk mencegah resiko berkembangnya penyakit degeneratif, yakni dapat melalui modifikasi telur asin berdasarkan penggunaan garam dan lama waktu simpan yang berbeda.(Kautsar, 2004). Diharapkan

(3)

355

agar telur asin yang dihasilkan mengandung iodium yang dapat menanggulangi GAKI dan tidak menyebabkan penyakit hipertensi.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan pada pembuatan telur asin adalah telur bebek, garam lososa (Low Sodium Salt), abu gosok, dan air. bahan kimia yang digunakan berkualitas teknis produk Intraco, yaitu : KI 10 %, H2SO4 ,

Na2S2O3 0,005 N, Amilum 1 %, HCL 6 N. NaOH 2%, KNO3 1%,, NaOH 0,1 N, asam arsenit 0,2 mL dan larutan

Ce(SO4)2 0,1 N. Peralatan yang digunakan dalam memeriksa kandungan iodium pada garam dan telur

menggunakan spektofotometer (Shimadzu). Tahapan Penelitian

Pemeriksaan kandungan iodium garam lososa

Menimbang 10 gram bahan kemudian di masukan ke dalam erlemeyer lalu ditambahkan 50 ml aquadest kemudian dilarutkan setelah itu tambahkan 2 ml H2SO4 2 N, lalu ditambahkan 5 ml KI 10 % kemudian ditutup

erlemeyer dan disimpan di tempat gelap selama 10 menit kemudian dibilas tutup erlemeyer dengan aquades kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,005 N sampai warna coklat kekuningan. Lalu ditambahkan 1 ml indic\kator

amilum 1 % dilanjutkan sampai warna jernih lalu dilakukan standarisasi Na2S2O3.

Pembuatan Telur Asin

Pembuatan telur beriodium dengan cara mencampur Abu gosok 1 kg dengan 500 g garam beriodium (garam lososa) dan 500 mL air, dicampurkan dan diaduk homogen sehingga menjadi adonan media. Telur sebanyak 20 butir dicelupkan satu persatu dalam adonan sampai terbungkus, lalu diangkat dan diguling-gulingkan di atas abu gosok kering. Setelah telur terbungkus rata disimpan dalam ember plastik dan diperam selama 3 hari, 5 hari, 7 hari dan 10 hari.

Pemeriksaan Kandungan Iodium Telur Asin

Mengukur kadar iodium telur asin dengan cara telur asin dihomogenkan dengan cara diblender, lalu ditimbang teliti dalam cawan porselen sebanyak 5 gram, ditambahkan 2 mL larutan campuran NaOH 2% dan KNO3 1%, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 0C selama 24 jam. Selanjutnya contoh diarangkan

kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 0C sampai menjadi abu. Abu dilarutkan dalam NaOH 0,1 N,

disaring, filtratnya dan ditampung dalam labu 100 mL. Larutan contoh dipipet 3 mL dan ditambahkan 2 mL asam arsenit 0,2 mL. Setelah didiamkan 15 menit ditambahkan larutan Ce(SO4)2 0,1 N, dikocok kemudian didiamkan

lagi 15 menit. Absorban diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Analisis Data

Untuk melihat perubahan kadar iodium dalam garam dilakukan eksperimen dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Variabel bebas lama pengasinan selama 3 hari, 5 hari, 7 hari, 10 hari sedangkan variable terikatnya kadar iodium dalam telur.

(4)

356

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Iodium Garam Losasa

Garam lososa (Low Sodium Slat) adalah garam yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan dalam pembuatan telur asin. Selain garam lososa sebagai garam rendah natrium, kandungan iodium pada label garam lososa sebanyak 40–80 ppm. Pemeriksaan kandungan iodium garam lososa dilakukan dengan cara iodometri. Garam lososa (Low Sodium Salt) adalah garam rendah natrium, berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan iodium pada garam lososa adalah 49,67 ppm. Selain itu dalam 1 kemasan garam lolosa 250 gram juga mengandung garam Natrium 605 mg dan. Kalium 471 mg.

Kandungan Iodium Telur asin

Bahan pembuatan telur asin pada penelitian ini terdiri atas telur bebek, abu gosok, garam lososa dan air. Perbandingan antara abu gosok dan garam lososa adalah 25 gram lososa dan abu gosok sebanyak 50 gram setiap butir telur. Pemeraman telur dilakukan selama 3 hari, 5 hari, 7 hari dan 10 hari. Setelah telur diperam kemudian telur direbus selama kurang lebih 30 menit.Telur asin yang telah matang kemudian diperiksa kandungan iodium dengan menggunakan metode serium. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali pada telur asin. Adapun hasil dari masing-masing telur asin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Iodium Pada Telur Asin.

Lama Pemeraman

Kandungan iodium Rata – rata (µg/L) Telur 1 (µg/L) Telur 2 (µg/L) Telur 3 (µg/L)

3 hari 32,81 34,26 30,82 32,63

5 hari 39,98 39,72 39,92 39,87

7 hari 42,37 39,70 40,07 40,71

10 hari 47,07 45,21 39,23 43,38

Tabel 1 menunjukan kandungan iodium pada telur asin berdasarkan hari pemeraman. Telur asin dengan pemeraman selama 3 hari menghasilkan telur asin dengan kandungan iodium sebanyak 32,81 µg/L, pemeraman selama 5 hari sebanyak 39,98 µg/L, pemeraman selama 7 hari sebanyak 42,37 µg/L dan pemeraman selama 10 hari sebanyak 47,07 µg/L. Kandungan iodium telur asin yang telah diperam selama 3 hari, 5 hari, 7 hari dan 10 hari dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukan bahwa kandungan iodium telur asin terbanyak adalah pada telur dengan pemeraman 10 hari yaitu 47,07 µg.

(5)

357

Telur yang digunakan untuk membuat telur asin adalah telur bebek. Telur bebek sangat cocok dibuat telur asin karena memiliki pori – pori yang besar dibanding telur lain. Menurut Arunlertaree et al. (2007) efisiensi penyerapan kulit telur bebek lebih tinggi dari telur ayam, karena kulit telur bebek memiliki lebih banyak pori-pori per sentimeter persegi dari telur ayam. Hal ini akan memudahkan proses difusi garam ke dalam telur.

Metode pengasinan yang paling umum dikenal meliputi metode pengasinan dengan perendaman dan metode pengasinan dengan pembalutan. (Indriastuti et al., 2013). Pembuatan telur asin dengan pembalutan dilakukan dengan media abu gosok, pemilihan media abu gosok dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa penggunaan media abu gosok lebih baik dalam penyerapan iodium dibanding dengan media batu bata. Pada penelitian Puspitasari et al. (2014), telur asin dengan media abu gosok memiliki kadar iodium lebih tinggi daripada telur asin dengan media batu bata dikarenakan abu gosok mampu menahan atau menyerap air lebih banyak daripada bata merah. Iodium yang larut dalam air dapat tertahan dan banyak yang terserap ke dalam telur bebek. Sedangkan telur asin dengan media bata merah memiliki kadar iodium lebih rendah dikarenakan media bata merah memiliki daya serap air (daya tahan air) yang lebih rendah daripada media abu gosok.

Hal ini senada dengan hasil penelitian Yuniati dan Almasyhuri (2012) yang menunjukkan bahwa media campuran abu gosok dan garam iodium adalah media yang terbaik karena penetrasi iodium paling cepat. Partikel abu gosok berbentuk kecil/halus sehingga jika abu gosok, garam dan air dicampurkan menjadi satu adonan garam iodium yang telah mengion akan terikat oleh partikel abu gosok. Ukuran partikel abu gosok yang relatif kecil ini akan memungkinkan kontak dengan permukaan kulit telur. Partikel abu gosok mengikat banyak ion-ion garam beriodium. Dengan adanya partikel yang kontak dengan kulit telur maka memungkinkan iodium akan terdifusi ke dalam telur melalui poripori kulit telur.

Selain penggunaan media abu gosok pembuatan telur asin menggunakan garam lososa, dimana garam lososa terdiri dari 40 % NaCl dan 60 % KCl. Garam lososa adalah garam yang rendah natrium tujuan penggunaan garam ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan iodium namun tidak beresiko menyebabkan hipertensi. Menurut Puspitasari et al. (2014) bahwa penggunaan garam NaCL atau KCL serapan iodium pada telur sama besar tergantung kandungan iodium garam. Selain itu Menurut Wulandari (2002) dan Khin (2005) pada proses pembuatan telur asin terjadi osmosis yaitu perpindahan massa konsentrasi tinggi ke dalam bahan yang direndam atau dibenamkan. Garam yang mengandung iodium akan berdifusi kedalam telur yang dibalut dengan abu gosok dan diperam dengan waktu yang berbeda.

Kandungan iodium telur pada penelitian ini adalah telur dengan pemeraman 3 hari kandungan iodium sebanyak 32,63 µg/L, pemeraman telur selama 5 hari kandungan iodium sebanyak 39,87 µg/L, pemeraman telur selama 7 hari kandungan iodium sebanyak 40,71 µg/L, dan pemeraman telur selama 10 hari kandungan iodium sebanyak 43,38 %. Penyerapan iodium pada telur berdasarkan hari pemeraman mengalami peningkatan. Hal ini senada dengan selama 5 hari kandungan iodium telur sebanyak 81,6 µg/L, telur asin selama 10 hari kandungan iodium sebanyak 91,8 µg/L dan telur asin selama 20 hari menjadi 132 µg/L.

Lama proses penggaraman berpengaruh terhadap penetrasi iodium. Semakin lama proses penggaraman maka kadar iodium dalam dalam telur semakin tinggi. Tingkat signifikan korelasi p = 0,002 (< 0.05) korelasi kandungan iodium telur asin dan waktu pemeraman sangat nyata. Peningkatan iodium dalam telur tidak meningkat secara konsisten, tetapi berfluktuatif. Pada periode I (hari ke-lima) peningkatan kadar iodiumnya cukup menyolok, karena paling tinggi dibandingkan dengan periode II (hari kesepuluh). Hal ini mungkin disebabkan

(6)

358

karena pada periode I (hari kelima), garam beriodium telah mengion sempurna sehingga ion-ion garam dan iodium lebih banyak terdifusi secara maksimal kedalam telur melalui pori-pori kulit. Sedangkan pada periode II (hari kesepuluh), ion-ion garam dan iodium telah berkurang sehingga peningkatan iodium dalam telur tidak sebesar pada periode I (hari kelima). (Yunita et al., 2012).

Pada penelitian ini Serapan iodium yang diserap telur tidak sama banyak dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunita dan Almashyuri (2012). Perbedaan ini mungkin terjadi karena Iodium yang larut dalam air banyak yang menguap dan terbuang keluar bersama air yang tidak tertahan dalam abu gosok. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Saksono (2002) bahwa berpindahnya iodium (sebagai KIO3) dari permukaan

garam dapat terjadi “leaching”, di mana air yang terdapat di permukaan garam dapat melarutkan / melepas KIO3

yang menempel pada permukaan garam.

Menurut Yuniati dan Almasyhuri (2012) peningkatan ini sejalan dengan bertambahnya waktu penggaraman. Selain itu, hal ini dimungkinkan terdapat KIO3 yang menguap atau hilang selama proses

pemasakan pada pembuatan telur asin. Hal ini sesuai dengan Rachmawati (2002), dimana KIO3dapat mengalami

kerusakan/ penguraian dengan beberapa faktor yang mempengaruhi seperti kadar air, jenis garam, suhu, dan jenis media yang bersifat higroskopis yang akan rentan rusak bila penyimpanan/ pembungkusan tidak baik. Penyimpanan garam dalam wadah tertutup, menjaga garam tetap kering dan mengurangi paparan dengan kelembaban udara.

Menurut Yang (2002), kandungan iodium dalam garam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis garam, asal garam, cara penyimpanan, cara pemakaian garam, suhu, waktu penyimpanan, zat reduktor, jenis pengemas, kadar air, cahaya dan sifat keasaman, tingkat kemurnian garam dan adanya kotoran yang bersifat higroskopis yang mengganggu kestabilan iodium (senyawa kalsium dan magnesium), maupun yang bersifat pereduksi.

KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan kandungan iodium pada telur asin berdasarkan hari pemeraman telur, rata –rata hari ketiga 32,63 µg/L, hari kelima 39,87 µg/L, hari ketujuh 40,71 µg/L dan hari kesepuluh 43,38 µg/L. Uji Statistik menunjukan korelasi yang signifikan (p = 0,002).

DAFTAR PUSTAKA

Arunlertaree, C., Kaewsomboon, W., Kumsopa, A., Pokethitiyook, P. and Panyawathanakit, P. 2007. Removal of lead from battery manufacturing wastewater by egg shell. Songklanakarin J. Sci. Technol., 29: 857-868. Clifton VL, 2013. The impact of iodine supplementation and bread fortification on urinary iodine concentrations in

a mildly iodine deficient population of pregnant women in South Australia. Nutrition Journal 12(32): 1-5

DOI: 10.1186/1475-2891-12-32

Indriastuti A.T.D, Buyang Y, Muchlis D, 2013. Pembuatan Telur Asin Ayam Ras Dengan Pemeraman Lumpur Pantai Dan Uji Citarasa Putih Telur Asinnya. Jurnal Agricola, 1(3): 19 - 25

(7)

359

Jusup S.A, 2008. Efektifitas Garam Lososa Dalam Menghambat Peningkatan Tekanan Darah Dan Peroksida Lipid. Media Majalah Ilmu Faal Indonesia Volume : 8 (1) : 10-11

Kautsar, I. 2004. Pengaruh Lama Perendaman Dalam Larutan Asam Asetat 7% dan Lama Perendaman Terhadap Beberapa Karakteristik Telur Asin [Skripsi]. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.

Khin M.M., W. Zhou dan C. Perera. 2005. Development in the combined treatment of coating and osmotic dehydration of food: A review. International Journal of Food Engineering. Volume 1(1) :1-15.

Linder, M. C. 1992, Nutritional Biochemistry and Metabolism, (Terj.): Parakkasi A. 1992, Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta.

Munir I. M dan Wati R. S, 2014. Uji Organoleptik Telur Asin Dengan Konsentrasi Garam Dan Masa Peram Yang Berbeda. Conference Paper. https://www.researchgate.net/publication/271198236.. DOI:40/RG.2.2.14686.64326 {26 maret 2017)

Rachmawati B. 2002. Hubungan antara kadar yodium dalam garam konsumsi dengan derajat endemisitas GAKI. In: Kongres Nasional III Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). Kumpulan Naskah lengkap Simposium GAKI. Uiversitas Diponegoro,.Semarang,

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2007. Laporan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Desember 2008

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia 2013.

Saksono, N., Laksmi, D., Wulandari., Kamarza.,Mulia., Elsa K., dan Rita A. 2002. Stabilitas KIO3 dalam Berbagai Kwalitas Garam Indonesia, Jurusan Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Jakarta. Puspitasari C, Dian RA, Siswanti S.2014. Pengaruh Kombinasi Media Dan Konsentrasi Iodium Pada Dua Jenis Garam (Nacl Dan Kcl) Terhadap Kadar Iodium Dan Kualitas Sensoris Telur Asin. Jurnal Teknosains Pangan 4(3) : hal 1-6

Wikanastri, H dan Nurrahman. 2006. Studi Tentang Perubahan Kadar Iodium dan Sifat Organoleptik Pada Proses Pembuatan dan Waktu Simpan Telur Asin. Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang 3(4) : 54-61

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wulandari., 2004. Sifat Fisiko kimia dan Total Mikroba Telur Itik Asin Hasil Teknik Penggaraman dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Media Peternakan 2 (27): 38-45.

Yang F. 2002. Epidemiological Survey on the relationship between different iodine intakes and the prevalence of hyperthyroidism. China Medical University.European Journal of Endocrinology.146: 613-618

Yuniati H. dan Almasyuri.2012. Pengaruh perbedaan media dan waktu pengasinan pada pembuatan telur asin terhadap kandungan iodium telur. Media Litbang Kesehatan 2(3) : 140 -143.

Gambar

Tabel 1. Kandungan Iodium Pada Telur Asin.

Referensi

Dokumen terkait

Pertimbangan untuk diagnosis nyeri kepala primer antara lain: riwayat penyakit, pemeriksaan fi sik dan neurologis yang tidak mengimplikasikan gangguan sekunder; kelainan

bahwa hasil penelitian tentang kependudukan dikantor kecamatan biringkanaya kota makassar yang menggunakan indikator akuntabilitas dari David Hulme dan Mark Turney

Mahasiswa, khususnya mahasiswa yang berada pada kategori baik dan kurang baik bahkan mahasiswa yang berada pada kategori cukup, hendaknya berusaha untuk memperbaiki serta

(0,05), dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan tentang pembatasan asupan cairan dan IDWG pada pasien hemodialisis yang bermakna

Adapun secara makna gerak ini memiliki tuntutan bagi setiap manusia untuk selalu menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak memiliki daya upaya apapun

menggunakan huruf sans serif , dengan ukuran huruf yang besar, diberi warna kuning dan background berwarna merah menunjukan efek kontras pada spanduk

Melihat iklim riset dalam perlombaan dan berdasarkan pengalaman/keikutsertaan tim HYDRONE ITS dalam HYDROCONTEST 2017, dilakukan proses desain kapal yang akan

[r]