• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS LPG 3 KG DI KELURAHAN AREN JAYA KECAMATAN BEKASI TIMUR KOTA BEKASI TAHUN 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS LPG 3 KG DI KELURAHAN AREN JAYA KECAMATAN BEKASI TIMUR KOTA BEKASI TAHUN 2007"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS LPG 3 KG DI KELURAHAN AREN JAYA KECAMATAN BEKASI TIMUR KOTA BEKASI

TAHUN 2007

Oleh:

Sucy Feriyanti

Alumni Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung

Abstract

The increase of world oil price make government must take decision at energy area, finally there is a kerosene conversion program to Liquefied Petroleum Gas (LPG) that aim to decrease kerosene fuel subsidy. There are three things become target which covers from conversion program, (1) help kerosene user society with social class classification C1 downwards, (2) out for to change society habit from using kerosene into gas, (3) estimation efficiency to other development so that society will more prosperous.

Keyword: Conversion Program, Fuel Subsidy, Efficiency

PENDAHULUAN

Organization Petroleum Export Country (OPEC) adalah perhimpunan negara-negara penghasil minyak bumi atau minyak mentah yang membentuk suatu organisasi yang memiliki kewenangan melakukan ekspor minyak. Indonesia pernah menjadi salah satu anggota OPEC, namun karena jumlah minyak bumi di Indonesia yang mulai sedikit menyebabkan Indonesia pada tahun 2008 mengundurkan diri dari perhimpunan negara OPEC. Indonesia tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri bagi masyarakatnya sehingga harus mengimport minyak dari negara lain.

Indonesia selain pernah dikenal sebagai negara pengekspor minyak juga dikenal sebagai negara eksportir gas dengan kemampuan menghasilkan gas bumi atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebesar tiga juta ton pertahun. Tapi itu semua tidak serta merta membuat masyarakat Indonesia menjadi negara pengkonsumsi gas. Baru sekitar 0,5% atau sekitar 1,1

juta ton pertahun tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap gas. (sumber: Media Indonesia. Jurnal KUKM. Agustus 2007).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sekitar dua puluh juta Kepala Keluarga (KK) miskin masih menggunakan minyak tanah untuk bahan bakar memasak. Minyak tanah sebenarnya merupakan bahan bakar bagi pesawat dan penyebab kebakaran nomor tiga di Indonesia. Namun, karena kebiasaan yang telah membudaya tersebut membuat masyarakat sulit untuk lepas dari ketergantungan pada minyak tanah.

Oleh karena itu, pada tahun 2006 Pemerintah melalui Surat Wakil Presiden Republik Indonesia Nomor 20/WP/9/2006 pada tanggal 1 September 2006 meluncurkan program konversi minyak tanah ke gas LPG 3 kilogram (kg). Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cenderung terus meningkat jumlahnya. Dengan

(2)

pengalihan ini diharapkan terjadi penurunan anggaran subsidi BBM karena subsidi LPG lebih rendah dibandingkan dengan subsidi minyak tanah. Selain itu LPG adalah energi yang bersih dan ramah lingkungan. Pemerintah dalam tiga sampai empat tahun ke depan terhitung sejak tahun 2007 menargetkan akan terjadi pengalihan konsumsi minyak tanah ke gas LPG sebesar 80%. (sumber: Media Indonesia. Jurnal KUKM. Agustus 2007).

Sebelum Pemerintah memutuskan melaksanakan program konversi, Pemerintah melalui PT. Pertamina melakukan uji coba terlebih dahulu yang dilaksanakan pada akhir tahun 2006. Uji coba pasar dilaksanakan di Kelurahan Cempaka Baru, Jakarta Pusat pada Agustus-November 2006 berjalan lancar dan hasil survey kepada 500 pengguna LPG menyebutkan bahwa dalam satu minggu dapat menghemat Rp 2000,- s.d Rp 3000,- dibandingkan ketika masih menggunakan minyak tanah. Ini disebabkan karena energi yang dihasilkan oleh LPG jauh lebih besar dibandingkan yang dihasilkan oleh minyak tanah. Dari uji coba tersebut, 99% masyarakat menyatakan akan tetap menggunakan LPG 3 kg dan tidak akan kembali ke minyak tanah. Energi dari satu kilogram LPG ekuivalen dengan yang dihasilkan oleh 1,7 liter minyak tanah sehingga LPG lebih hemat daripada minyak

tanah. (sumber:

www.pertamina.com. Diakses 5 November 2007).

Berdasarkan informasi yang di dapat dari uji coba pasar tersebut, yaitu dengan menggunakan LPG ternyata masyarakat dapat lebih menghemat pengeluaran mereka, membuat penyampaian informasi tentang pentingnya program konversi ini kepada masyarakat yang menjadi

target kebijakan tersebut adalah hal yang harus terus di lakukan, sehingga resistensi terhadap program ini akan dapat di minimalisasikan. Dengan adanya program konversi ini Pemerintah di perkirakan akan menghemat subsidi BBM sebesar Rp 22 Triliun pertahun, sedangkan konsumen atau rakyat akan ada penghematan sebesar Rp 20 ribu sampai dengan Rp 25 ribu perbulan tiap kepala keluarga. Hal itu didapatkan dari hitungan jika menggunakan minyak tanah satu liter setara dengan 0,4 kg LPG. (sumber: Media Indonesia. Jurnal KUKM. Agustus 2007).

Pertamina ditunjuk oleh pemerintah untuk melaksanakan program konversi minyak tanah ke gas LPG yaitu memberikan infomasi melalui sosialisasi dan edukasi, melaksanakan pengadaan paket tabung, kompor, beserta kelengkapannya yaitu selang dan regulator, serta pendistribusian paket tersebut ke rumah tangga dan usaha mikro yang berhak. Selain itu, untuk keamanan tabung dan kompor gas menjadi tanggungjawab Departemen Perindustrian disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian. Pendistribusian kompor gas satu tungku dan tabung gas tiga kilogram telah dilaksanakan secara simbolis oleh Wakil Presiden pada tanggal 8 Mei 2007 di Kampung Makasar Jakarta Timur.

Pencacahan dan

pendistribusian kompor gas dilakukan oleh lembaga independen yaitu konsultan yang ditunjuk oleh Pertamina melalui tender. Dalam proses pencacahan dan pendistribusiannya bagi warga atau masyarakat pengguna minyak tanah cukup memiliki surat keterangan domisili dari RT/RW yang disahkan oleh Kelurahan setempat. Demikian pula untuk usaha mikro pengguna

(3)

minyak tanah juga dapat meminta surat keterangan domisili yang sama ditambah dengan surat keterangan yang bersangkutan menjalankan usaha mikro dari kelurahan setempat yang dibagikan secara gratis.

Berdasarkan data prariset yang peneliti lakukan di Kelurahan Aren Jaya, program konversi berjalan dengan tidak berjalan lancar indikasi diantaranya adalah, masyarakat penerima program konversi di Kelurahan Aren Jaya tidak semuanya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, banyak masyarakat yang bukan pengguna minyak tanah murni mendapatkan pembagian kompor dan tabung gas 3 kg. Proses pendataannya yang hanya dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) yang diberikan kepada Ketua Rukun Tetangga (RT) membuat program ini menjadi tidak tepat sasaran. Pengawasan yang lemah dalam proses pendataan menjadi masalah yang harus diperhatikan oleh Pemerintah, karena program ini tidak akan berhasil jika masih banyak penyelewengan yang terjadi dalam proses pelaksanaannya.

MASALAH PENELITIAN

Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan program konversi minyak tanah ke gas LPG 3 kg di Kelurahan Aren Jaya Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi tahun 2007?”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program konversi minyak tanah ke gas LPG 3 kg yang dilakukan di Kelurahan Aren Jaya Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi tahun 2007. Sehingga, secara teoritis hasil penelitian ini dapat memperkaya wacana pengetahuan

peneliti dan kajian Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam bidang evaluasi kebijakan publik dan secara praktis dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki pelaksanaan program konversi minyak tanah ke gas LPG 3 kg pada tahun berikutnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini didesain sebagai penelitian yang bertipe deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, dan penelaahan dokumen. Sebab data-data yang akan dikumpulkan di lapangan nantinya adalah data-data yang bersifat kualitatif yang berbentuk kata-kata dan bahasa, perilaku, kalimat pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan menggunakan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006:6).

Fokus merupakan

pembatasan masalah dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan data yang tidak relevan, agar tidak dimasukkan ke dalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan, walaupun data itu menarik. Dengan melihat evaluasi kebijakan pada saat program tersebut berjalan, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah:.

1. Tahap-tahap pelaksanaan program konversi minyak tanah ke LPG

a. Tahap penetapan wilayah yang akan melaksanakan program konversi

b. Tahap sosialisasi dan edukasi program konversi

c. Tahap pencacahan atau pendataan penerima program konversi

(4)

d. Tahap distribusi paket program konversi

2. Proses analisis implementasi program konversi

a. Konten Kebijakan

1) Kepentingan yang dipengaruhi.

2) Tipe manfaat

3) Derajat perubahan yang diharapkan 4) Letak pengambilan keputusan 5) Pelaksana program a) PT. Pertamina b) Konsultan, PT. Kwarsa Hexagon. c) RT/RW di Kelurahan Aren Jaya 6) Sumberdaya yang dilibatkan a) Sumberdaya material yang telah digunakan dalam implementasi program konversi b) Asal sumberdaya

dana yang telah digunakan dalam pelaksanaan program konversi. c) Fasilitas fisik d) Personil e) Infrastruktur program konversi b. Konteks kebijakan

1) Kepatuhan dan daya tanggap

2) Karakteristik lembaga dan penguasa

3) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat

3. Ketepatan arah program kepada kelompok masyarakat sebagai sasaran program.

a. Ketepatan program konversi pada kelompok masyarakat yang dijadikan sasaran program.

b. Gambaran kelompok masyarakat penerima

program setelah

implementasi program

dilaksanakan yang dapat dilihat berdasarkan sikap masyarakat penerima, pemahaman dan kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat.

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder (Moleong, 2006:157-159). Data primer berupa kata-kata dan tindakan (informan), yaitu Tim Implementasi Program Nasional Konversi Minyak Tanah ke LPG sebagai pelaksana utama program konversi, Region II Gas Domestik PT. Pertamina yang diwakili oleh Sales Representative VI yang bertugas di Kota Bekasi, PT. Kwarsa Hexagon yang bertugas sebagai konsultan yang ditunjuk untuk melakukan sosialisasi, edukasi, pencacahan dan distribusi di tingkat masyarakat, RT/RW di Kelurahan Aren Jaya yang bertugas sebagai pendata di lapangan, dan masyarakat Kelurahan Aren Jaya yang diwakili oleh dua masyarakat yang majemuk yaitu masyarakat yang tinggal di perkampungan dan komplek perumahan. Data sekunder yang didapat peneliti adalah data-data dokumen, arsip, berita acara kegiatan, dan jadwal pelaksanaan kegiatan yang diperoleh dari PT. Pertamina dan PT. Kwarsa Hexagon. Pengolahan data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari hasil wawancara dan dokumentasi. Kemudian dilakukan reduksi data, dan disusun berdasarkan satuan yang telah dikategorikan. Akhirnya dilakukan keabsahan dan interpretasi data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tahap implementasi

program konversi

1. Tahap Penetapan Wilayah

Program Konversi, pada saat

penetapan wilayah PT. Pertamina (Persero) mengajukan daerah-daerah yang akan dikonversi

(5)

terlebih dahulu berdasarkan aturan, syarat dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu kedekatan dengan tangki timbun, kesiapan filling station, dan rasio konsumsi masyarakat. Keputusan PT. Pertamina menjadikan Kelurahan Aren Jaya sebagai salah satu daerah pertama penerima program konversi merupakan keputusan yang benar, sebab Kelurahan Aren Jaya telah memenuhi syarat sebagai daerah yang mampu melaksanakan program konversi dan agar Kota Bekasi yang termasuk didalamnya Kelurahan Aren Jaya dapat menerima dampak dari program konversi yaitu peralihan masyarakat dari menggunakan minyak tanah menjadi menggunakan gas. Dan setelah program konversi, masyarakat di Kelurahan Aren Jaya mudah mendapatkan fasilitas-fasilitas untuk keperluan isi ulang gas tabung 3 kg.

2. Tahap Sosialisasi dan Edukasi Program Konversi, sosialisasi yang

diberikan oleh PT. Pertamina melalui PT. Kwarsa Hexagon kepada masyarakat Kelurahan Aren Jaya,

bertujuan untuk

menanamkan/mentransfer nilai kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengubah kebiasaan mereka dari menggunakan minyak tanah untuk memasak beralih menggunakan gas dan edukasi bertujuan agar masyarakat memahami penggunaan paket konversi dan mau beralih menggunakan gas. Namun, sosialisasi dan edukasi tersebut cenderung tidak sampai kepada warga masyarakat yang dijadikan sasaran program, sehingga dapat diindikasikan bahwa sosialisasi dan edukasi yang diberikan kepada masyarakat di Kelurahan Aren Jaya sangatlah minim.

3. Tahap Pencacahan atau

Pendataan Program Konversi,

proses pendataan atau pencacahan kepada masyarakat untuk implementasi program konversi di Kelurahan Aren Jaya telah dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan agar program konversi dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan. Walaupun terdapat beberapa hal yang tidak dilaksanakan seperti pengisian kuesioner oleh masyarakat. Sehingga dapat dinilai bahwa pada saat pendataan program konversi di Kelurahan Aren Jaya tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang seharusnya yang

menyebabkan terjadi

kemelencengan sasaran program dari yang seharusnya.

4. Tahap Distribusi Program

Konversi, distribusi paket konversi

dari Pemerintah yang dilaksanakan di Kelurahan Aren Jaya dilaksanakan tidak secara langsung atau tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Ini menyalahi ketentuan dari distribusi program konversi agar dilaksanakan secara door to door langsung ke masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa implementasi distribusi program konversi gas 3 kg di Kelurahan Aren Jaya tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

B. Analisis Proses

Implementasi Program Konversi 1. Konten Kebijakan

a. Kepentingan yang dipengaruhi,

Menurut Grindle, suatu program akan cenderung berhasil dilaksanakan apabila isi kebijakan tidak menyangkut banyak kepentingan didalamnya atau tidak adanya kepentingan yang betumburan satu dengan yang lainnya (Wibawa, 1994:29). Program konversi berjalan dengan tidak lancar karena banyaknya benturan kepentingan di dalam pelaksanaan program konversi yang memiliki kepentingan dan pandangan yang

(6)

berbeda, seperti benturan kepentingan antara Pemerintah dengan penimbun, agen, pengecer minyak tanah, dan pengrajin kompor minyak tanah.

b. Tipe manfaat, menurut Grindle,

kebijakan yang jelas memberikan manfaat terwujud akan lebih mudah dilaksanakan (Wibawa, 1994:29). Dimana menurut Grindle (Hutagalung, 2004:88) manfaat yang akan diperoleh dari sebuah kebijakan dalam proses implementasinya akan menentukan tingkat penerimaan kebijakan itu sendiri. Di Kelurahan Aren Jaya masyarakat yang telah beralih dapat merasakan manfaat dari paket konversi yang telah diberikan secara gratis, karena dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, sebagian besar dari masyarakat di Kelurahan Aren Jaya tidak langsung menggunakan paket konversi pada saat implementasi program.

c. Derajat perubahan yang

diharapkan, Grindle berpendapat

bahwa kebijakan yang menuntut adanya perubahan sikap dan perilaku akan lebih sulit diimplementasikan dan kebijakan yang direncanakan untuk mencapai tujuan jangka panjang akan lebih sulit diimplementasikan dibandingkan dengan kebijakan yang secara nyata memberikan dampak keuntungan langsung terhadap kelompok sasaran (Wibawa, 1994:30). Program konversi pada umumnya sulit untuk diimplementasikan secara cepat karena menuntut perubahan perilaku yang cukup signifikan. Hal

tersebut menyebabkan

implementasi program konversi di Kelurahan Aren Jaya berjalan dengan tidak lancar karena masyarakat tidak langsung beralih menggunakan gas. Beralihnya mereka karena adanya paksaan bukan dari kesadaran dari diri

pribadi. Sebagian dari masyarakat Kelurahan Aren Jaya juga masih mencari minyak tanah untuk digunakan sebagai pendamping gas yang membuktikan bahwa perubahan kebiasaan itu belum dapat dengan cepat terealisasi.

d. Letak pengambil keputusan,

Pendapat dari Grindle (Wibawa, 1994:30) adalah apabila isi sebuah kebijakan diputuskan oleh sejumlah besar unit pengambil keputusan maka akan lebih menyulitkan dalam proses implementasinya. Sehingga, program konversi akan sulit diimplementasikan karena banyaknya aktor yang terlibat pada saat program konversi diputuskan.

e. Pelaksana program, sumberdaya

manusia atau aktor utama pelaksana penggerak sumberdaya yang lain, yaitu PT. Pertamina sudah memahami ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dari program konversi seperti pendapat yang diungkapkan oleh Van Meter dan Van Horn. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi program konversi dapat berjalan dengan efektif. Namun, itu semua harus dikombinasikan dengan jumlah pegawai Pertamina yang konsen menangani program konversi, seperti yang diungkapkan oleh Edwards III. Terdapat dua belas orang pegawai yang menjadi Tim Tetap dari program nasional konversi minyak tanah ke gas LPG 3 kg. Keduabelas orang tersebut menangani program konversi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, setiap Provinsi ditangani oleh dua orang dari Tim Tetap Program Konversi, dan dua orang untuk menangani satu Kota yang berasal dari masing-masing Region, untuk Kelurahan Aren Jaya ditangani oleh Region II. PT. Kwarsa Hexagon sebagai konsultan untuk implementasi program konversi di Kelurahan Aren Jaya sudah cukup memahami ukuran-ukuran dan

(7)

tujuan-tujuan dari program konversi. Namun jumlah mereka yang sebanyak 100-160 orang untuk satu Kelurahan, sedangkan warga Kelurahan Aren Jaya yang harus mereka cacah lebih dari 15.000 KK. Sedangkan, pemahaman Ketua RT/RW setempat sangatlah kurang.

Van Meter dan Van Horn berpendapat bahwa implementasi kebijakan akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian program (Winarno, 2002:112). Edwards III, mengemukakan bahwa “terdapat dua hal pokok dari sumberdaya berupa staf yaitu kuantitas dan kompetensinya. Dengan kata lain bahwa tidak hanya jumlah yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah kebijakan akan tetapi jga mempertimbangkan masalah kualitas dari staf pelaksana tersebut yaitu berupa keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah kebijakan. Kekurangan personil akan mengakibatkan ketidak efektifan implementasi sebuah kebijakan”. (Winarno, 2002:132-139).

f. Sumberdaya yang dilibatkan,

Menurut Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2002:112), hal lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan adalah sumber-sumber yang tersedia. Sumber-sumber layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan sehingga dapat berjalan dengan efektif. Sedangkan Edwards III (Winarno, 2002:138-139) juga memberikan pengertian yang serupa bahwa sumber-sumber kebijakan sangat penting bagi implementasi sebuah kebijakan yang efektif. Tanpa adanya hal tersebut, kebijakan yang telah dirumuskan diatas kertas tidaklah mungkin dapat terealisasi.

Sumberdaya material untuk program konversi yang terdiri dari tabung gas, kompor gas, selang dan regulator, di Kelurahan Aren Jaya masih kurang tercukupi. Karena masih banyak ditemui kekurangan kuota paket konversi tersebut di setiap RT, maupun terdapat beberapa paket konversi yang afkir. Dana yang ada telah mencukupi, walaupun masih berasal dari PT. Pertamina. Fasilitas seperti kantor, alat tulis, komputer, mobil pengangkut gas, tempat pengisian gas ke dalam tabung, dan berbagai hal lainnya yang telah tersedia. Jumlah implementor yang kurang menyebabkan implementasi program konversi berjalan dengan tidak lancar karena tidak adanya pengawasan secara langsung dari PT. Pertamina, seperti tidak ada sosialisasi dan edukasi, tidak ada sebaran kuesioner, dan distribusi tidak dilaksanakan secara langsung. Infrastruktur program konversi untuk wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi disalurkan melalui dua instalasi SPBBE yang berada di Tanjung Priok dan Balongan, satu filling station, dan terdapat 47 agen LPG, ditambah dengan banyaknya toko-toko kecil dan kelontong yang menjual tabung isi ulang LPG 3 kilogram.

2. Konteks Kebijakan

a. Kepatuhan dan daya tanggap

Seperti yang dikemukakan oleh Grindle (Hutagalung, 2004:168) bahwa kepatuhan merupakan hal yang mempengaruhi implementasi kebijakan, tolak ukur tentang bagaimana implementasi sebuah kebijakan dilaksanakan sesuai yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Hogwood (Wahab, 2004:78) menjelaskan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan dan mampu menjamin tumbuh kembangnya sikap patuh yang menyeluruh dan serentak dari pihak-pihak lain dapat menuntut dan mendapatkan

(8)

kepatuhan yang sempurna. Merujuk dari pendapat yang dikeluarkan oleh Hogwood dapat disimpulkan bahwa Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dapat memaksa para implementor program konversi, yaitu PT. Pertamina, PT. Kwarsa Hexagon, dan pihak RT/RW, serta masyarakat yang dijadikan sasaran program untuk melaksanakan dan menerima program konversi sehingga terjadi kepatuhan di setiap pihak, baik dari pihak implementor maupun sasaran program.

b. Karakter dan lembaga

penguasa, implementasi program

konversi akan lebih sulit mencapai tujuannya apabila tidak adanya tekanan maupun paksaan dari Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi karena bentuk Pemerintahan Indonesia yang demokratis. Namun, semua itu dapat berubah setelah masyarakat merasakan keuntungan dari penggunaan kompor gas yang diberikan secara gratis oleh Pemerintah.

c. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat Tabel Kekuasaan, Kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat

Aktor Kekuasaan Kepentingan Strategi

Pemerintah “Memaksa” masyarakat melaksanakan program konversi. Melakukan penghematan pengeluaran negara.

Menarik minyak tanah di pasaran dan menjual dengan harga keekonomian. PT. Pertamina (Persero) dan Konsultan Melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka dalam implementasi program konversi. Menyelesaikan implementasi program konversi sesuai target. Menyelesaikan tanggungjawabnya sesuai dengan Surat Perintah Kerja.

Masyarakat Menerima atau menolak program konversi

Menghemat pengeluaran.

Beralih menggunakan gas atau bertahan

menggunakan minyak tanah.

Pabrikan Memproduksi paket konversi sesuai spesifikasi Deperin.

Menyelesaikan produksi sesuai kuota dan waktu.

Memenuhi kebutuhan material program konversi. Distributor dan Pengecer Memasarkan minyak tanah atau gas kepada masyarakat Sumber mata pencaharian. Menerima program konversi yang dilaksanakan. Pengrajin kompor minyak Memproduksi kompor minyak tanah. Sumber mata pencaharian. Mengurangi produksi. Spekulan Melakukan penimbunan Mengeruk keuntungan. Menolak implementasi progrm konversi. LSM (YLKI) Memonitor implementasi program konversi. Melindungi konsumen. Melakukan pemantauan di lapangan untuk

mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat.

(9)
(10)

C. Ketepatan arah program kepada

kelompok masyarakat sebagai

sasaran program

1. Ketepatan program konversi pada

kelompok masyarakat yang

dijadikan sasaran program, Rossi,

dkk (Widodo, 2001:221-238) berpandangan bahwa suatu program publik yang hendak dicapai dari suatu program atau kebijakan menyangkut ketepatan sasaran program pada kelompok sasaran, sehingga program atau kebijakan tersebut dapat berjalan dengan efektif. Efektif menurut Emerson dalam Handayaningrat (1985:28) adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Ketepatan sasaran prgram konversi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, yaitu keluarga pengguna minyak tanah dengan penghasilan atau pengeluaran kurang dari atau sama dengan Rp. 1.500.000/bulan atau kelas sosial C1 kebawah, tidak dilaksanakan dengan baik. Sebab hasil yang ditemui di lapangan, warga masyarakat di Kelurahan Aren Jaya yang memang sudah menggunakan gas tetap mendapatkan paket konversi gratis dari Pemerintah. Ini dapat diartikan bahwa implementasi program konversi yang dilihat dari sisi ketepatan sasaran berjalan dengan tidak efektif karena tidak sesuai sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya, seperti yang diungkapkan oleh Rossi dan Emerson.

2. Gambaran kelompok masyarakat penerima program konversi setelah

implementasi program

dilaksanakan, Suatu kebijakan atau

program dapat dinilai berhasil apabila sudah berjalan dengan efektif. Efektif menurut Emerson dalam Handayaningrat (1985:28) adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Program konversi di Kelurahan Aren Jaya setelah implementasi program dilaksanakan tidak secara langsung mencapai tujuan yang telah digariskan atau berjalan dengan kurang efektif. Salah satu tujuan dari program konversi adalah mengubah kebiasaan masyarakat dari menggunakan minyak tanah ke gas. Sebab, masyarakat yang menjadi target dari program konversi tidak langsung mengubah kebiasaan mereka tersebut, melainkan harus melalui paksaan terlebih dahulu dari Pemerintah sendiri.

SIMPULAN

1. Tahap pelaksanaan program konversi, tahapan pelaksanaan program konversi masih banyak yang tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya.

2. Analisis proses implementasi program konversi, konten dan konteks dari program konversi sangat mempengaruhi keberhasilan dari implementasi program konversi.

3. Ketepatan sasaran program, masih terjadi salah sasaran dan masyarakat penerima paket konversi banyak yang tidak langsung menggunakannya karena masalah keamanan.

SARAN

1. Memaksimalkan sosialisasi dan edukasi secara langsung dengan membuka forum di tingkat-tingkat RT maupun secara door to door.

2. Pada saat pelaksanaan pencacahan kuesioner harus benar-benar sampai ke tangan masyarakat.

3. Distribusi paket konversi dilaksanakan secara door to door agar tidak terjadi pungutan di masyarakat.

4. Kualitas dan jumlah dari paket konversi harus diteliti terlebih

(11)

dahulu sebelum sampai ke tangan masyarakat jangan sampai ada yang rusak maupun yang kurang. 5. Menambahkan jumlah

sumberdaya manusia sebagai aktor pelaksana baik di PT. Pertamina (Persero) maupun PT. Kwarsa Hexagon.

6. Menyiapkan fasilitas tempat bertanya di setiap Kelurahan pada masa awal implementasi program konversi.

7. Memberikan pelatihan pembuatan material kompor gas dan diikutsertakan dalam produksi paket konversi bagi para pengrajin kompor minyak tanah sehingga mereka bisa tetap memiliki mata pencaharian. 8. Melakukan pengawasan secara

lebih intensif oleh PT. Pertamina dan Pemerintah seperti melakukan inspeksi mendadak maupun mengawasi secara langsung atau turun ke lapangan melihat pelaksanaan program konversi dan produksi paket konversi.

Daftar Pustaka

Handayaningrat, S. 1985. Dasar dan Teknik Research. Bandung: PT. Tarsoto.

Islamy, Irfan. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan. Jakarta: Prenada Media.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta : Bandung.

Tayibnapis, Farida Yusuf . 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta.

Wahab, Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Widodo, Joko. 2001. Good

Governance, Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo. Wiyoto, Budi. 2005. Mengembangkan

Riset Strategik Implementasi Kebijakan Publik Perspektif Good Governance. Malang: Partner Consulting.

Wiyoto, Budi. 2005. Riset Evaluasi Kebijakan Publik Mitos Ketakutan Birokrasi Instrumen Strategik Good Governance. Malang: Partner Consulting. Dwiyanto, Agus. 1995. Makalah:

Evaluasi Program dan Kebijaksanaan Pemerintah. Unpublished.

Hutagalung, Simon. S. 2004. Skripsi : Implementasi Kebijakan Restrukturisasi Organisasi Pemerintahan Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandar lampung : Unila. Unpublished.

Wibawa, Samudra. 1993. Kumpulan Makalah : Evaluasi Kebijakan Publik. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta. Unpublished.

Peraturan Presiden no. 104 tahun 2007 tantang Penyediaan,

(12)

Pendistribusian, dan Pemetapan Harga LPG tabung 3 kg.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no. 3175K/10/MEM/2007 tentang Penugasan PT. PERTAMINA (PERSERO) dan Penetapan Daerah Tertentu dalam Penyediaan dan Pendistribusian LPG Tabung 3 kg Tahun 2007.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no. 21 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian LPG Tabung 3 kg.

Dokumen Pertamina Tahun 2007. Program Nasional Konversi Minyak Tanah ke LPG

Media Indonesia. Jurnal KUKM: Konversi Energi Tidak Boleh Gagal. Edisi Agustus 2007.

http://www.pertamina.com.

Perubahan Budaya Minyak Tanah ke Elpiji : lebih murah, lebih mudah, lebih aman. 5 November 2007.

http://www.radarlampung.co.id.

Menyoal Konversi Minyak Tanah. 5 November 2007.

http://www.pertamina.com.

Sosialisasi Elpiji di Pancoran Mas. 15 Januari 2008.

http://www2.esdm.go.id. Didampingi

Menteri ESDM, Wapres Luncurkan Konversi Minyak Tanah ke Elpiji. 15 Januari 2008.

http://www.metronews.com. Mitan

Non Subsidi di SPBU Tidak Laku. 13 April 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian kami konsisten dengan beberapa laporan penelitian pada populasi BKB late preterm , didapatkan peningkatan risiko kejadian kesakitan dan kematian pada

Nur Hasliana Mohamad 2000 pula merumuskan ciri-ciri slanga kepada lapan ciri, iaitu slanga daripada kata umum yang diberi makna lain, slanga daripada kata bahasa asing, slanga

Sehingga dapat dipastikan dengan bertambahnya pilihan cara atau sistem dalam pelaksanaan pemilihan umum dapat menciptakan sistem pemilihan yang lebih baik di

Induk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sungai memperlihatkan arah lengkungan menganan, pengontrol struktur

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peluang untuk melakukan ekspor produk kertas, terutama untuk jenis produk-produk kertas yang lebih spesifik yang disebutkan

(1) Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB atau kepala BPBD, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya, meminta kepada instansi/lembaga terkait untuk mengirimkan

Dokumen Hasil Musrenbang Tahunan Kabupaten adalah dokumen yang disusun setiap tahun oleh Forum Delegasi Musrenbang dan SKPD, di bawah koordinasi Bappeda, serta

Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku dosen pembimbing akademik terimakasih atas