JURUSAN ILMU KEPERAWATAN JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA THALASEMIA 1. DEFINISI 1. DEFINISI
Menurut The Center for Disease Control and Prevention (CDC), Menurut The Center for Disease Control and Prevention (CDC), thalasemia adalah penyakit gangguan genetik dimana satu dari dua thalasemia adalah penyakit gangguan genetik dimana satu dari dua protein membuat kadar hemoglobin dalam sel darah merah berkurang protein membuat kadar hemoglobin dalam sel darah merah berkurang (CDC, 2009). Thalasemia merupakan anemia hemolitik herediter yang (CDC, 2009). Thalasemia merupakan anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif (Yunanda, 2008). Thalasemia juga merupakan penyakit kelainan darah (Yunanda, 2008). Thalasemia juga merupakan penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah rusak atau umurnya lebih yang ditandai dengan kondisi sel darah merah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (
pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penederita thalasemia120 hari). Akibatnya penederita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sulit tidur, nafsu makan hilang dan infeksi berulang sering lemas, sulit tidur, nafsu makan hilang dan infeksi berulang (Nucleus Precise, 2010).
(Nucleus Precise, 2010).
2. ETIOLOGI 2. ETIOLOGI
Terjadi ketidakseimbangan antara rantai protein globin alfa dan beta, Terjadi ketidakseimbangan antara rantai protein globin alfa dan beta, sehingga sumsum tulang tidak mampu membentuk protein (hemoglobin) sehingga sumsum tulang tidak mampu membentuk protein (hemoglobin) yang dibutuhkan oleh tubuh.
yang dibutuhkan oleh tubuh.
3. KLASIFIKASI 3. KLASIFIKASI
Secara molekuler, thalasemia dibedakan menjadi: Secara molekuler, thalasemia dibedakan menjadi: a.
a. Thalasemia Thalasemia alfa alfa (gangguan (gangguan pembentukan pembentukan rantai rantai alfa)alfa)
Sindrom thalassemia alfa disebabkan oleh delesi pada gen Sindrom thalassemia alfa disebabkan oleh delesi pada gen alfa globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen alfa globin pada tiap alfa globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen alfa globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen alfa globin dari kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen alfa globin terdiri dari:
terdiri dari:
1. Delesi pada satu rantai
Gangguan pada satu rantai globin alfa sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia. 2. Delesi pada dua rantai alfa (alfa Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer. 3. Delesi pada tiga rantai alfa (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai alfa sehingga rantai beta tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai beta sendiri. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl).
4. Delesi pada empat rantai alfa (Hidrops fetalis/Thalassemia major) Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai alfa sehingga rantai gamma membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.
b. Thalasemia beta (gangguan pembentukan rantai beta)
Thalasemia beta disebabkan oleh mutasi pada gen beta globin pada sisi pendek kromosom 11. Thalasemia beta terdiri dari:
1. Thalasemia βo
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Secara klinis, thalasemia diklasifikasikan menjadi: a. Thalasemia mayor
Terjadi bila kedua orang tua membawa gen pembawa sifat thalasemia.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal
saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti:
Jantung berdetak lebih kencang
Facies cooley batang hidung masuk ke dalam tulang pipi menonjol akibat tulang sumsum yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin
Lemah Pucat
Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur Berat badan kurang
Pada umumnya penderita thalasemia mayor harus menjalani transfuse darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
b. Thalasemia minor
Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap
ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia namun indivisu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul.Walau thalasemia minor tak
bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka
menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor. Gejala pada thalasmia
minor antara lain:
Gizi buruk
Perut buncit karena hepatosplenomegali
Aktivitas tidak aktif karena hepatosplenomegali, limpa yang
besar ini mudah rupture karena trauma ringan saja.
Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering transfuse kulit
menjadi kelabu karena penimbunan besi
4. PATOFISIOLOGI
Gangguan sintesis rantai globin α dan β
- Rantai β kurang dibentuk dibanding α
- Rantai β tidak dibentuk sama sekali
Rantai α kurang terbentuk daripada rantai β
Thalasemia β Thalasemia α
Pembentukan rantai α dan rantai β <<
Sintesis Hb <<
ANEMIA
- Eritrosit hipokrom dan mikrositer
- Hemolisis eritrosit yang immatur Eritropoesis darah tidak efektif
ANEMIA Kompensasi tubuh membentuk eritrosit oleh sumsum tulang >> Hipoksia Hyperplasia sumsum tulang Ekspansi massif sumsum tulang wajah dan kranium Deformitas tulang Perubahan bentuk wajah, penonjolan tulang tengkorak, pertumbuhan tulang maxilla >> Facies cooley Masuk ke sirkulasi Tubuh merespon dg pembentukan eritropoetin Suplai O2 ke jaringan << Gangguan metabolisme sel Perubahan pembentukan ATP Energy yg dihasilkan << Kelemahan fisik Intoleransi aktivitas Merangsang eritropoesis Pembentukan RBC immature dan mudah lisis
Hb <<
Perlu transfuse scr kontinue
Terjadi
penumpukan Fe
Pigmentasi kulit >> Hemokromatesis
Limpa Liver Fibrosis Paru Hepatomegali Perut buncit Splenomegali Ketidakefektifan pola napas Frekuensi napas >> Merangsang pusat kenyang di hipotalamus
Distensi abdomen/ peregangan lambun
Menekan organ abdomen (termasuk lambung dan saluran cerna)
Dipersepsikan kenyang Intake nutrisi tdk adekuat Anoreksia BB << Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
5. MANIFESTASI KLINIS
a) Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir
b) Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek.
c) Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang kali akibat infeksi
d) Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran jantung e) Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada
f) Terjadi facies cooley akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif
g) Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. .
h) Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai dan batu empedu.
i) Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
j) Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan Fe, tebalnya tulang kranial menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik kehitaman akibat penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya transfuse darah secara kontinu.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan hematologi rutin
- Morfologi eritrosit eritrosit hipokromik mikrositik, sel target, normoblas (eritrosit berinti), polikromasia, bashopilic stipling, Heinz bodies pada β thalassemia
- Kadar Hb pada thalasemia mayor 3-9 g/dl, thalasemia intermedia 7-10 g/dl
b. Elektroforesis Hb
- HbF meningkat : 10-98%
- HbA2 sangat bervariasi, bisa rendah, normal, atau meningkat c. Pemeriksaan sumsum tulang
Eritropoesis inefektif menyebabkan hiperplasia eritroid yang ditandai dengan peningkatan cadangan Fe
d. Uji fragilitas osmotic
Pada darah normal 96% eritrosit akan terlisis, sedangkan pada thalasemia eritrosit tidak terlisis
e. Pengukuran beban besi
Pengukuran feritin serum dan feritin plasma sebelum dilakukan transfuse
f. Pemeriksaan pedigree untuk mengetahui apakah orang tua atau saudara pasien merupakan trait
g. Pemeriksaan molekuler
- Analisis DNA (Southern blot) - Deteksi direct gen mutan
- Deteksi mutasi dengan probe oligonukleotida sintetik - ARMS (mengamplifikasi segmen target mutan)
- Analisis “globin chain synthesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.
7. KOMPLIKASI
- Komplikasi nauromuskular biasanya pasien terlambat berjalan - Sindrom neuropathi kelemahan otot-otot proksimal
- Gangguan pendengaran
- Ada peningkatan kecenderungan untuk terbentuknya batu pigmen dalam kandung empedu
- Serangan pirai sekunder akibat transfuse yang berulang-ulang
- Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, DM, dan penyakit jantung
- Gagal jantung transfuse darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
8. PENATALAKSANAAN
- Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
- Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
- Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.
- Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.
- Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi
- Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari.
- Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
- Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.
Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.
9. PENGKAJIAN
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : Lemah, tonus otot menurun
ELIMINASI
Gejala : Diare.
Tanda : Abdomen keras, adanya hepatosplenomegali Penurunan mortilitas usus
MAKANAN / CAIRAN
Gejala : Hilang nafsu makan. Penurunan berat badan
Tanda : Kulit kering / bersisik, tugor jelek. Kekakuan / distensi abdomen
NEUROSENSORI
Gejala : Pusing,
kelemhan pada otot
Tanda : letargi, NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat). Tanda : distensi abdomen
PERNAPASAN
Gejala : Merasa kekurangan oksigen Tanda :
Frekuensi pernapasan >>
KEAMANAN
Gejala : Kulit kering
10. MASALAH KEPERAWATAN
Etiologi Masalah Keperawatan
Hb <<
Hipoksia
Tubuh merespon dg pembentukan eritropoetin
Masuk ke sirkulasi
Merangsang eritropoesis
Pembentukan RBC immature dan mudah lisis
Perlu transfuse scr continue
Terjadi penumpukan Fe
Hemokromatesis
Fibrosis
Paru
Frekuensi napas >>
Ketidakefektifan pola napas
Ketidakefektifan pola napas
Hb <<
Hipoksia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tubuh merespon dg pembentukan eritropoetin
Masuk ke sirkulasi
Merangsang eritropoesis
Pembentukan RBC immature dan mudah lisis
Perlu transfuse scr continue
Terjadi penumpukan Fe
Hemokromatesis
Fibrosis
Hepatosplenomegali
Perut buncit
Menekan organ abdomen (termasuk lambung dan saluran cerna)
Distensi abdomen/ peregangan lambung
Merangsang pusat kenyang di hipotalamus
Dipersepsikan kenyang
Intake nutrisi tdk adekuat
BB <<
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Hb <<
Hipoksia
Suplai O2 ke jaringan <<
Gangguan metabolism sel
Perubahan pembentukan ATP
Energy yg dihasilkan <<
Kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Ketidakefektifan pola napas
2) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3) Intoleransi Aktivitas
12. INTERVENSI
Diagnosa: ketidakfektifan pola nafas
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pola nafas menjadi efektif Kriteria hasil:
1. RR= 16-20x/menit 2. Cuping hidung (-)
3. Retraksi dinding dada (-) 4. pH = 7,38 – 7,45
5. TTV normal (TD = 120/80 mmHg, nadi = 60-100x/mnt)
Intervensi Rasional
1. Monitor pola nafas dan pergerakan dinding dada
Perubahan pola nafas dan pergerakan dinding dada mengindikasikan adanya gangguan pada pernapasan.
2. Monitor tanda-tanda vital Tanda –tanda vital menggambarkan kondisi tubuh klien.
3. Auskultasi suara nafas Mengetahui perkembangan terapi dan kondisi pernapasan
4. Posisikan pasien high fowler dan sokong dengan bantal
Posisi high fowler memaksimalkan inspirasi sehingga mempermudah pernapasan.
5. Kolaborasi: Berikan masker NRBM 12L/menit
Menyuplai kebutuhan oksigen dalam tubuh
6. Bantu klien tentang teknik relaksasi Teknik relaksasi dapat membantu pola nafas
Diagnosa Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam intake nutrisi adekuat Kriteria hasil :
BB dipertahankan
Klien terlihat segar, tidak kering
Albumin serum, hematokrit, hb, limfosit dalam batas normal
Intervensi
No. Intervensi Rasional
1. Kaji adanya alergi makanan Memberikan diit makanan yang aman 2. Rencanakan diit harian bersama
klien dan kolaborasi dengan
Memberikan asupan nutrisi sesuai dengan keinginan pasien dan sesuai
Nutritionts dengan diit diabetic 3. Monitor adanya penurunan BB
dan kadar Glukosa
Penurunan BB mengindikasikan intake nutrisi yang tidak adekuat
Kadar glukosa pada DM kronis memerlukan control yang ketat 5. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Menghindari ketidaknyamanan klien dan gangguan kegiatan lain
6. Monitor turgor kulit Turgor kulit mengindikasikan status nutrisi
7. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb, dan Ht
Kekeringan, rambut kusam, kurangnya total protein, Hb, Ht mengindikasikan status nutrisi yang tidak adekuat 8. Monitor intake nutrisi dan
kegiatan klien
Keseimbangan Intake nutrisi dengan BMR
9. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
Mencegah aspirasi
10. Pertahankan terapi IV line Intake nutrisi dan fluid secara konsisten
11. Lakukan oral higine sebelum makan
Meningkatkan nafsu makan klien
Diagnosa: intoleransi aktivitas
Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, masalah intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil:
- Kemampuan aktivitas adekuat - Mempertahankan nutrisi adekuat
- Keseimbangan antar aktivitas dan istirahat
Intervensi Rasional
Monitor dan catat pola serta jumlah tidur klien
Untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat mengurangi kenyamanan klien saat beristirahat
Monitor intake nutrisi Untuk menjaga keseimbangan intake nutrisi klien
Anjurkan klien melakukan kegiatan yang meningkatkan relaksasi
Untuk meminimalisir terjadinya intoleransi aktivitas
Tingkatkan pembatasan bedrest dengan aktivitas
Untuk menjaga keseimbangan antar aktivitas dan istirahat
13. REFERENSI
Doengoes, Marilyn E, et al . 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company.
Nucleus Precise. 2010. Thalasemia.
http://mirbrokers.com/data/NewsletterEdisi64Thalasemia15.10.2010 1.pdf
The Center for Disease Control and Prevention (CDC). 2009. Thalassemia.
http://www.cdc.gov/ncbddd/blooddisorders/documents/BBV_PNV_C 0_1159_Thalassemia_R2mtr.pdf
Yunanda, Yuki. 2008. Thalasemia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2063/1/08E00848.p df