• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Thalasemia Pada Kehamilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Thalasemia Pada Kehamilan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Thalasemia adalah sekelompok kelainan genetik yang heterogen yang disebabkan oleh menurunnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang diturunkan secara autosomal ditandai dengan anemia hipokromik mikrositik.1,2 Thalasemia adalah

penyakit monogenetik paling sering diseluruh dunia. Klasifikasi 2 grup besar ini, thalassemia alfa dan thalassemia beta, disubklasifikasikan berdasarkan tidak adanya (α0β0) atau berkurangnya (α+β+) sintesis rantai globin.

Menurut World Health Organization (WHO), 20 hingga 52% dari wanita hamil mengalami anemia. Dari hasil survey lokal dan kunjungan wawancara para ahli, WHO memperkirakan jumlah pembawa sifat kelainan hemoglobin mencapai 269 juta orang. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 3 hingga 5% dari jumlah populasi.2 Berdasarkan prevalensi geografik, thalasemia tidak hanya

terjadi di regio mediterania, eropa selatan atau afrika utara. Namun dapat terjadi pada etnik grup timur tengah dan Asia Selatan.1

Pada thalasemia terjadi defek genetik didasari terjadinya delesi total atau parsial gen globin, substitusi, atau insersi nukleotida. Akibatnya terjadi pengurangan atau tidak adanya mRNA untuk satu atau lebih rantai globin atau terbentuknya mRNA yang cacat secara fungsional. Keadaan ini menyebabkan ketidakseimbangan sintesis rantai globin yang mengakibatkan kerusakan sel darah merah di sumsum tulang dan perifer dan terjadi anemia berat yang akan menyebabkan peningkatan produksi eritopoesis, pembesaran limpa dan hati.2

Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta skrinning prenatal. Tujuan dilakukannya skrining prenatal yaitu untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat thalasemia. Selain itu, mencegah komplikasi yang dapat timbul lebih berat pada janin. Risiko maternal yang dapat timbul seperti dekompensasi kardio, risiko besi berlebih akibat terapi kelasi besi selama kehamilan, eksaserbasi anemia, dan tromboemboli vena. Selain itu, dapat meningkatkan kejadian IUGR, kelahiran preterm, dan section caesarea.3

Tatalaksana pada thalasemia yaitu dengan transfusi darah secara regular, pemberian asam folat, kelasi besi, splenektomi hingga transplantasi sel punca.2

(2)

BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Definisi Thalasemia

Thalasemia berasal dari kata Yunani yaitu “Thalassa” (laut) dan “Haema” (darah) mengacu pada gangguan sintesis subunit globin hemoglobin alfa atau beta, diwariskan sebagai alel patologis dari satu atau lebih gen globin yang terletak pada kromosom 11 (β) dan 16 (α). Thalasemia adalah sekelompok kelainan genetik yang heterogen yang diturunkan secara autosomal ditandai dengan anemia hipokromik mikrositik.1,2

2. 2 Epidemiologi Thalasemia

Hemoglobinopati adalah kelainan genetik yang paling sering terjadi di Asia Tenggara. Thalasemia, gangguan monogenik umum, adalah kelompok heterogen anemia yang dihasilkan dari sintesis globin yang rusak dari hemoglobin dewasa.5 The

World Health Organization (WHO) melaporkan, sebanyak 250 juta orang diseluruh dunia (4,5%) membawa karier thalasemia dan sebanyak 300,000 hingga 400,000 bayi dengan keadaan berat dari penyakit ini lahir setiap tahunnya. Di Asia Tenggara pembawa hemoglobinopati mencapai 60% dari jumlah populasi. Dari berbagai macam struktur hemoglobin, HbE merupakan tipe yang paling sering dimana insiden HbE sebesar lebih dari 50% telah dilaporkan.6 Prevalensi anemia pada wanita hamil

sebesar 41,8%.7

Pada populasi kehamilan, di Thailand bagian utara, prevalensi karier thalasemia secara keseluruhan sebesar 25,4% yang diklasifikasikan menjadi alpha-thalasemia trait sebesar 6,6%, beta-alpha-thalasemia trait sebesar 3,7%, hemoglobin E trait sebesar 11,6%, dan homozigot HbE sebesar 0,8%.8 Di Thailand dan berbagai negara

di Asia Tenggara lainnya, HbE merupakan kelainan yang paling sering, dimana sebesar 20 hingga 30% dari populasi menjadi karier alpha-thalasemia, 39% menjadi karier beta-thalasemia, dan sebesar 20 hingga 30% menjadi karier HbE.7

Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Moewardi dengan studi cross-sectional dari Januari 2011 sampai Februari 2012 kepada 26 saudara pasien thalasemia, diperoleh sebanyak 6 orang dengan beta thalasemia atau HbE, 5 orang dengan karier beta thalasemia, dan 5 orang dengan karier HbE.6

(3)

2. 3 Klasifikasi thalasemia

Sindrom thalasemia di klasifikasikan berdasarkan rantai globin yang terkena, yaitu alfa atau beta. 2 grup besar ini, thalasemia alfa dan thalasemia beta, disubklasifikasikan berdasarkan tidak adanya (α0β0) atau berkurangnya (α+β+) sintesis

rantai globin.13

Klasifikasi thalasemia alfa

Clinical classification Genotype Number of genes present

Silent carrier aa / - a 3 genes

Thalassemia α trait - a /- a or aa / - - 2 genes

Hemoglobin H disease - a / - - 1 gene

Hb Barts/ Hydrops fetalis - - / - - 0 genes

Klasifikasi thalasemia beta

Clinical classification Genotype Clinical severity

Thalasemia β minor/trait β/ β+ or β/ β0 Silent

Thalasemia β intermedia β+/ β+ or β+/ β0 Moderate

Thalasemia β mayor β0 / β0 Severe

2. 4 Patofisiologi9

Molekul hemoglobin normal terdiri dari grup haem non-protein yang dikelilingi oleh 4 rantai protein globin. Struktur dari subunit-subunit protein tersusun dalam struktur tetramer dengan berbagai bentuk sejak embrio hingga dewasa. Saat fase embrio, terdiri dari 2 subunit zeta (ζ) dan 2 subunit epsilon (ε). Dimulai dari usia gestasi 6 hingga 7 minggu, subunit tersebut berubah dari zeta menjadi alfa dan dari epsilon menjadi gamma (γ) dan membentuk hemoglobin fetal yaitu hemoglobin F (α2β2). Struktur tetramer ini tidak berubah hingga beberapa bulan setelah lahir, menjadi bentuk hemoglobin dewasa yaitu, hemoglobin A. Hemoglobin A terdiri atas 2 subunit alfa dan 2 subunit beta (α2β2) atau bentuk lainnya hemoglobin A2 yang terdiri atas 2 alfa dan 2 delta.

Patologi ini ditandai dengan penurunan produksi hemoglobin dan masa hidup sel darah merah, dihasilkan dari berlebihnya rantai globin yang tidak terkena,

(4)

membentuk homotetramer yang tidak stabil yang mengendap sebagai badan inklusi. Homotetramer α pada thalasemia β lebih tidak stabil dibandingkan dengan homotetramer β pada thalasemia α oleh karena itu, mempercepat masa hidup dari sel darah merah yang menyebabkan kerusakan sel darah merah dan hemolisis berat yang berhubungan dengan tidak efektifnya proses eritropoesis dan hemolisis ekstramedular.

How I treat thalassemia. Blood Journal. 2011;118(13):3480

Pada thalasemia beta yang berat, proses eritropoesis yang tidak efektif menghasilkan pertambahan rongga sumsum yang menimpa pada tulang normal dan menyebabkan distrorsi dari os frontalis, facialis, dan tulang panjang. Selain itu, aktifitas proliferasi eritrosit pada hematopoetik ekstramedullar, menyebabkan limfadenopati, hepatosplenomegali, dan beberapa kasus dapat terjadi tumor ekstramedular.

Proses eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronik, dan hipoksia menyebabkan meningkatnya absorpsi besi di traktus gastrointestinal sehingga membutuhkan transfusi. Namun, transfusi menyebabkan akumulasi besi berlebih karena jalur ekskresi yang tidak adekuat. Terapi kelasi besi dapat diberikan apabila terdapat akumulasi besi akibat transfusi yang dapat dinilai dari saturasi serum transferrin. Terapi kelasi besi juga satu-satunya pilihan untuk menurunkan morbiditas dan memperpanjang kelangsungan hidup.

(5)

2. 4. 1 Thalasemia alfa

Sintesis rantai globin alfa ditentukan oleh dua lokus genetik dari setiap kromosom 16, sehingga terdapat 4 alel. Penyebab paling sering alfa thalasemia akibat delesi gen atau mutasi. Apabila mengenai 1 alel, ketiga alel globin alfa lainnya masih normal atau adekuat untuk memproduksi hemoglobin yang normal disebut silent carrier thalassemia. Apabila mengenai 2 alel, eritropoesis masih dipertahankan oleh 2 alel alfa yang tidak terkena, walaupun akan muncul anemia ringan mikrositik hipokrom (alfa thalasemia trait). Apabila adanya kedua rantai globin alfa yang abnormal pada kromosom yang sama disebut dengan α-thal-1 atau thal-α0. Bila

mengenai 2 gen yang terletak pada kromoson homolog berbeda, disebut dengan thal-α-2 atau α+-thal. Thal-α0 lebih sering terjadi pada individu di Asia atau Mediterania.

Jika mengenai 3 alel dan sisa 1 alel normal yang tertinggal, dimana dikenal dengan penyakit hemoglobin H (HbH), gestasi dapat bertahan. Pada keadaan ini produksi rantai globin alfa terganggu. Individu akan timbul gejala ringan sampai sedang anemia mikrositik hipokrom dengan adanya sel target atau Heinz bodies pada pemeriksaan darah tepi. Keadaan ini terkadang memerlukan transfusi darah. Apabila mengenai 4 alel, maka tidak ada rantai globin alfa, sehingga terbentuk rantai globin gamma (hemoglobin Bart) yang tidak stabil dan efektif. Akibatnya, di kemudian hari fetus yang terkena akan timbul komplikasi anemia dengan kardiomegali dan fetal hidrops.

2. 4. 2 Thalasemia beta

Dua lokus genetik untuk sintesis rantai globin beta masih ada, masing-masing pada kromosom 11. Mutasi pada gen globin beta akan menghasilkan tidak adanya globin beta (β 0) atau gangguan produksi dari rantai beta (β +). Pada kasus lainnya, bila

terjadi kelebihan dari rantai alfa yang ada, maka akan terikat dengan sel darah merah di jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan membran. Secara klinis, penyakit ini dikelompokkan kedalam minor (karier), intermedia, dan mayor tergantung dari derajat berkurangnya sintesis rantai globin beta.

(6)

Thalassaemia in Pregnancy. Elsevier. 2012;26: 39 2. 4. 3 Pembawa sifat thalasemia

Pada thalasemia alfa dimana gen globin alfa terletak pada kromosom 16. Seorang anak mewarisi 4 gen globin alfa (berjumlah 2 dari masing-masing orang tua). Misalnya, seorang ayah kehilangan 2 gen globin alfa dan ibu kehilangan 1 gen globin alfa. Setiap anak memiliki kemungkinan sebesar 25% mewarisi 2 gen globin alfa yang hilang dan 2 gen normal (thalasemia trait), tiga gen yang hilang dan satu gen normal (penyakit HbH), empat gen normal, atau satu gen hilang dan tiga gen yang normal (silent carrier).

Pada thalasemia beta dimana gen globin alfa terletak pada kromosom 11. Seorang anak mewarisi dua gen globin beta (satu dari masing-masing orang tua). Sebagai contohnya yaitu setiap orang tua memiliki 1 gen globin alfa yang berubah. Maka, setiap anak memiliki kemungkinan sebesar 25% mewarisi 2 gen normal, 50% mewarisi 1 gen yang berubah dan satu gen normal (thalasemia beta trait) atau 25% mewarisi 2 gen yang berubah (thalasemia beta mayor).

2. 4. 4 Hemoglobin E

Hemoglobin E adalah hemoglobin abnormal yang disebabkan oleh mutasi single pada gen beta, sehingga terjadi subtitusi glutamat dengan lisin pada posisi 26 rantai globin beta.9,10 Keadaan ini sering ditemukan di Asia Tenggara. Wanita dengan

homozigot hemoglobin E, menunjukkan gejala anemia hemolitik yang ringan. Namun sebaliknya, pada heterozigot hemoglobin E (karier) menunjukkan gejala yang asimtomatik. Apabila hemoglobin E dikombinasikan dengan thalassemia beta, dapat terjadi thalassemia beta mayor atau intermediet.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di India pada seorang wanita berusia 27 tahun, primigravida, datang ke klinik antenatal departemen obstetri dan ginekologi, dengan kehamilan 27 minggu dan riwayat mudah lelah, lemah, dan sesak

(7)

napas saat beraktivitas. Pasien memiliki riwayat transfusi darah pada usia 9 dan 25 tahun. Pasien rutin check up kehamilan dan mendapat tablet besi sebanyak 2 kali sehari. Pada pemeriksaan diperoleh BMI = 19 kg/m2; nadi 100 x/menit; tekanan darah

110/70 mmHg; jugular venous pressure normal; thorax dalam batas normal; edema pada ekstremitas bawah +/+. Pada pemeriksaan abdomen gravid dengan besar uterus 26 minggu dan denyut jantung janin 138 x/menit; hepatomegali +; splenomegali +. Pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia berat dengan Hb 6 gr%; red blood cell distribution (RDW) 30,5%; mean corpuscular hemoglobin (MCH) 20,6 pg; mean corpuscular volume (MCV) 76 fl. Pemeriksaan darah tepi diperoleh hipokromik mikrositik dengan anisositosis, tear drop cells, dan sel target. Selain itu, terdapat peningkatan serum ferritin (260 ng/mL) dan total iron binding capacity dalam batas normal. Pada pemeriksaan elektroforesis hemoblobin memperlihatkan peningkatan hemoglobin fetal (HbF) sebesar 55,3% dan HbE sebesar 44,7%.10

Setelah diagnosis HbE ditegakkan, pemberian terapi besi dihentikan. Saat kehamilan mencapai usia 37 minggu dengan Hb 6,9 gr% dan diberikan transfusi PRC sebanyak 3 kolf. Pada usia kehamilan 38 minggu terjadi ruptur membran dan dilakukan section caesarea cito karena kegagalan induksi. Setelah 7 hari pasca operasi kondisi pasien stabil dengan Hb 9,8 gr%. 2 minggu dan 4 minggu setelah operasi, pasien dianjurkan untuk dilakukan splenektomi dan elektroforesis untuk bayi.10

Kehamilan dengan thalasemia HbE berhubungan dengan terjadinya mobiditas pada ibu dan janin. Individu yang terkena dengan gejala yang berat, membutuhkan ketergantungan transfusi disertai adanya hepatosplenomegali, jaundice, retardasi pertumbuhan, dan expansi berlebih dari ruang sumsum tulang belakang. Pasien dengan Hb >7 gr% tanpa komplikasi, direkomendasikan untuk terapi asam folat jangka panjang. Namun, pasien dengan Hb <7 gr% membutuhkan transfusi darah berulang pada wanita dengan thalassemia intermedia untuk mengurangi anemia dan berat badan lahir rendah.10

2. 5 Diagnosis Thalasemia

Diagnosis thalasemia dibuat berdasarkan anamnesis meliputi gejala yang timbul, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Semua

(8)

thalasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang terkena. Pada keadaan yang lebih berat, seperti pada thalasemia beta mayor, adanya anemia (lemah, lesu, pucat), sesak napas, pembesaran limpa dan hati, perut membesar, jaundice, dan ulkus. Selain itu terjadi penebalan dan pembesaran tulang terutama pada bagian kepala dan wajah, tulang-tulang panjang menjadi mudah patah.

Terdapat 3 cara mengidentifikasi anak dengan thalasemia yaitu dengan evaluasi indeks sel darah merah, identifikasi skrining pada bayi baru lahir, dan skrining prenatal serta perencanaan keluarga.18 Skrining yang paling efektif dan

mudah dilakukan untuk mendeteksi awal karier thalasemia menggunakan darah rutin seperti Hb, MCV, dan MCH, serum ferritin, serum iron, transferrin, TIBC, dan aspirasi sumsum tulang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pada thalasemia trait dapat ditemukan dengan pemeriksaan dengan hitung darah lengkap yang memperlihatkan anemia mikrositik ringan. Anemia mikrositik dapat disebabkan oleh defisiensi besi, thalasemia, anemia sideroblastik, dan anemia karena penyakit kronis.16,17

Pada karier thalasemia pada dewasa sehat, manifestasi yang dapat timbul hanya Hb yang rendah. Dikatakan karier apabila nilai MCH <27 pg dan MCV <80 fl untuk semua jenis karier. Tahap selanjutnya adalah apabila ditemukan nilai MCV atau MCH rendah, maka dilakukan pemeriksaan hemoglobin pattern dan status besi. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan tersebut diagnosa masih belum jelas untuk mengidentifikasi thalasemia trait, maka dilakukan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.9,16,17

Peningkatan Red cell distribution width (RDW) >90% dengan defisiensi besi, 50% dengan thalasemia. Walaupun anemia mikrositik dengan RDW yang normal selalu karena thalasemia, seseorang dengan peningkatan RDW membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.16 Pengukuran pada RDW tidak cukup sensitif dan spesifik

(9)

Muncie H, Campbell J. Alpha and Beta Thalassemia. American Family Physician. 2009;80(4):342.

(10)

Vranken M. Evaluation of Microcytosis. American Family Physician. 2010;82(9):1120. Pembawa sifat alfa thalasemia ditegakkan apabila terdapat badan inklusi hemoglobin H. Pada karier beta thalasemia menunjukkan peningkatan kadar level hemoglobin A2 lebih dari 3,5% dan hemoglobin F. Apabila kadar HbA2 kurang dari 3,5% menunjukkan defisiensi besi, thalasemia alfa, atau bentuk lain dari thalasemia beta. Selain itu, pola dari hemoglobin normal dapat menunjukkan gambaran defisiensi besi, namun tidak bisa menyingkirkan thalasemia trait. Oleh karena itu, disarankan untuk mengulang pemeriksaan hemoglobin setelah mendapat pengobatan defisiensi besi.9, 12

2. 5. 1 Diagnosis prenatal

Skrining antenatal pada thalasemia beta diikuti dengan diagnosis prenatal pada pasangan yang berisiko dapat mencegah terjadinya dampak pada anak. Penegakkan diagnosis dapat menggunakan MCV untuk mendeteksi sindroma thalasemia selama kehamilan. Jika pasangan dikonfirmasi sebagai pembawa karier yang sama, konseling

(11)

genetik dan analisis genetik harus dilakukan untuk menentukan dengan tepat jenis mutasi gen atau delesi yang penting untuk menegakkan diagnosis genetik janin berikutnya. Kombinasi analisis Hb dan tes DNA merupakan cara terbaik memastikan status karier.9, 12

Pengakkan diagnosis pasti pada fetal diambil dari jaringan fetal yaitu chorionic villus sampling dan amniosentesis. Pengambilan sampel pada villus chorialis pada usia kehamilan 11 minggu dan pada amniosentesis pada usia setelah 16 minggu. Tidak seperti thalasemia beta, dimana timbul gejala setelah lahir, janin yang terkena alfa thalasemia akan timbul gejala sejak awal kehamilan ditandai adanya anemia yang dapat dideteksi menggunakan ultrasound.9

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 di India sebanyak 1000 pasien antenatal dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu mengenai skrining pada wanita dengan karier thalassemia menggunakan perbandingan antara naked eye single tube red cell osmotic fragility test (NESTROFT), analisis high-performance liquid chromatography (HPLC), dan hitung darah lengkap. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa analisis HPLC darah merupakan gold standard untuk diagnosis thalasemia

(12)

trait. Namun, karena membutuhkan biaya tinggi, canggih, dan peralatan mahal, maka tidak dapat digunakan dalam jumlah besar. Studi terkini melaporkan bahwa NESTROFT dan indeks sel darah merah sebagai alternatif untuk skrining thalassemia trait yang terbukti sensitif, biaya yang efektif, cepat, dan dapat digunakan untuk studi lapangan dalam jumlah besar terutama di negara berkembang. Sampel yang digunakan untuk NESTROFT dari kapiler yang diperoleh dari tusukan jari.11

2. 6 Tatalaksana

Anemia merupakan masalah umum yang terjadi akibat ekspansi volume plasma maternal. Seseorang dengan thalasemia alfa ringan tidak membutuhkan tatalaksana spesifik kecuali tatalaksana dalam memperbaiki kadar hemoglobin yang rendah. Beberapa pasien dengan pemberian suplemen besi atau asam folat dapat membantu. Defisiensi besi harus dapat dipastikan sebelum pemberian suplemen besi karena akan menyebabkan hemokromatosis (kelebihan besi). Pasien dengan anemia berat membutuhkan terapi transfusi jangka panjang. Namun, tidak ada pengobatan spesifik yang direkomendasikan walaupun pasien dalam keadaan anemis. Pada penyakit HbH, pengobatan terdiri dari suplemen asam folat (5 mg/hari) dan transfusi darah secara periode jika terdapat indikasi.13

Transfusi sel darah merah dibutuhkan untuk mempertahankan level hemoglobin >8.0 g/dl pada thalasemia beta intermedia dan >10 g/dl pada thalasemia beta mayor dimana untuk pertumbuhan fetus yang optimal dan menurunkan risiko komplikasi hemolisis dan trombus.9,13,14 Selain itu, wanita dengan thalasemia mayor

membutuhkan transfusi darah hingga mencapai konsentrasi 100 g/L hemoglobin. Sedangkan pada thalasemia intermedia, dimulai transfusi apabila konsentrasi hemoglobin dibawah 100 g/L sebanyak 2-3 unit hingga mencapai 120 g/L. Pemantauan hemoglobin setelah 2-3 minggu setelah transfusi. Secara umum, pasien dengan non-transfusi, jika hemoglobin diatas 80 g/L pada usia kehamilan 36 minggu, maka transfusi dapat dihindari sebelum kelahiran dan transfusi postnatal dapat diberikan jika dibutuhkan. Jika hemoglobin <80 g/L dimulai transfusi sebanyak 2 unit pada usia gestasi 37-38 minggu.18

Wanita hamil dengan thalasemia-β minor dan anemia dimana Hb < 7 gr/dL biasanya terjadi pada trimester ketiga, membutuhkan asam folat 5 mg/hari dan terapi transfusi suportif.13 Pada kebanyakan wanita, konsumsi asam folat 5 mg/hari dapat

(13)

Sebaliknya, konsumsi suplementasi zat besi tergantung terhadap individu. Pemberian suplemen besi hanya jika pasien terdapat defisiensi yang dikonfirmasi dengan diagnosis standar, yaitu serum iron, saturasi transferrin, dan serum ferritin. Pencegahan trombosis pada kehamilan, dapat diberikan heparin atau low-molecular-weight heparin 7 hari setelah melahirkan per vaginam atau selama 6 minggu setelah sectio caesarea atau dosis rendah aspirin 75 mg/hari.18 Adanya splenomegali dan

hipersplenisme merupakan indikasi untuk dilakukannya splenektomi.14

Pemberian kelasi besi di luar kehamilan biasanya menggunakan desferrioxamin yang diberikan perinfus subkutan selama 12 jam selama 5-7 hari seminggu. Bila terapi dilanjutkan saat kehamilan berisiko kelainan tulang pada janin. Deferasirox dan deferiprone idealnya dihentikan 3 bulan sebelum konsepsi dan beralih ke desferrioxamine. Desferrioxamine bekerja short-half life dan aman selama terapi induksi ovulasi. Namun, obat ini sebaiknya dihindari pada trimester pertama dan aman digunakan setelah usia gestasi 20 minggu dengan dosis rendah.Perempuan dengan risiko dekompensasio kordis yang tinggi dapat diberikan desferrioxamine subkutan dosis rendah (20 mg/kg/hari) selama paling cepat 4-5 hari/minggu dimulai dari usia gestasi 20-24 minggu. Pada penelitian lainnya melaporkan, kebanyakan wantia membutuhkan transfusi lebih bila terapi kelasi besi dihentikan sebelum atau sesudah segera kehamilan.2,18

(14)

2. 7 Komplikasi9,15

Komplikasi yang terjadi pada pasien thalassemia, yaitu: - Penumpukan besi

Penumpukan zat besi terjadi karena akumulasi zat besi yang berasal dari transfusi dan peningkatan absorpsi zat besi karena eritropoesis yang tidak efektif.

- Gagal jantung

Efek pada kardio karena berlebihnya zat besi di jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung dan aritmia.

- Perikarditis

Pasien dengan thalasemia dapat terjadi perikarditis, kemungkinan disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma, infeksi bakteri atau jamur, atau berhubungan dengan sindroma pasca transplantasi.

- Endokrin

Organ-organ endokrin sensitif terhadap toksisitas besi sehingga dapat terjadi kerusakan pituitari, hipogonadotropik hipogonadisme, diabetes, hipotiroid, hipoparatiroid, osteopaenia, dan osteoporosis. Akibat kerusakan organ endokrin, biasanya timbul amenore primer dan sekunder.

- Alloimunisasi

Transfusi berulang memicu produksi alloantibodi dan alloimunisasi. Komplikasi ini terjadi pada pasien yang sudah melakukan splenektomi dan transfusi dengan etnik berbeda antara donor dan resipien.

- Infeksi virus

Transmisi infeksi seperti HIV, hepatitis B dan C terutama pada wanita dengan ketergantungan transfusi.

- Thrombosis dan hiperkoagulasi

Thrombosis ditemukan pada sindrom thalasemia alfa, thalasemia beta mayor, thalasemia beta minor, dan thalasemia beta-HbE. Hal ini karena adanya sirkulasi sel darah merah yang cacat dengan kerusakan membran sehingga meningkatkan aktivasi platelet dan risiko trombus.

- Hemolisis

Hemolisis kronik meningkatkan kadar plasma dari hemoglobin bebas yang melepaskan nitrit oxide, beredar di sirkulasi dan menyebabkan peningkatan

(15)

resistensi pembuluh darah perifer yang nantinya dapat terjadi hipertensi pulmonal hingga gagal jantung kanan.

- Osteopenia, osteoporosis, dan deformitas tulang

Keadaan ini disebabkan oleh eriropoesis ekstramedullar yang mengakibatkan ganguan fungsi paratiroid atau metabolisme kalsium dan hipogonadisme.

(16)

2. 8 Pencegahan

Pelaksanaan program pencegahan thalasemia di Indonesia harus meliputi kegiatan edukasi, skrining, konseling dengan memerhatikan faktor sosioetikolegal. Sekarang ini, beberapa negara telah menetapkan program pencegahan nasional secara komprehensif berupa, edukasi pasien, skrining karier, dan konseling serta informasi tentang diagnosis prenatal dan preimplantasi. Negara bagian Eropa Utara juga mengadakan program parsial berupa skrining antenatal.19 Skrining dilakukan terhadap

anggota keluarga pengidap thalassemia. Skrining pranatal dilakukan terhadap ibu hamil pada saat kunjungan pertama. Skrining prakonsepsi dilakukan terhadap pasangan yang sudah menikah dan berencana mempunyai anak. Skrining pranikah dilakukan terhadap individu/pasangan yang akan menikah.

Pada thalasemia alfa, skrining di rekomendasikan hanya untuk mendeteksi pasangan dengan risiko sindrom hydrops fetalis karena komplikasi yang timbul berupa toxemia berat (hipertensi, preeklampsi) pada ibu. Salah satu program untuk mengontrol thalasemia beta adalah edukasi. Edukasi yang dilakukan membahas tentang gejala klinis, riwayat penyakit, konseling genetik, dan metodologi untuk mencegah kelahiran anak yang terkena dampaknya. Materi diskusi harus mencakup manifestasi klinis, riwayat penyakit, terapi yang tersedia, dan harapan hidup pada thalasemia mayor. Target populasi skrining yaitu pasangan yang ingin menikah, prekonsepsi, dan masa pernikahan awal.

A. Deteksi karier

Thalasemia beta heterozigot, dikarakteristikan secara hematologi berupa hitung sel darah merah, mikrositosis, hipokromik, peningkatan HbA2, dan

ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Metodologi yang sering digunakan pada risiko karier yaitu MCV dan MCH. Pemeriksaan lebih lanjut dengan pemeriksaan kuantitatif HbA2 yang merupakan pemeriksaan paling penting

untuk mengidentifikasi thalasemia beta heterozigot. Sedangkan pada thalasemia alfa mudah untuk diindektifikasi karena memiliki peningkatan khas pada level HbA2. Karakteristik hematologi untuk mengidentifikasi karier

thalasemia beta yaitu adanya peningkatan pada HbA2.

(17)

C. Diagnosis prenatal

D. Diagnosis preimplantasi dan prekonsepsi genetik

Program pencegahan thalasemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien thalasemia di Indonesia karena dari sisi biaya pencegahan thalasemia membutuhkan lebih sedikit biaya, sementara dari sisi pasien thalasemia akan menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal terutama pada anak.

(18)

BAB III KESIMPULAN

Thalasemia merupakan defek genetik yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α atau β ataupun rantai globin lainnya sehingga terjadi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb. Rekomendasi teknik dan metode laboratorium diagnosis thalasemia di Indonesia yaitu dilakukan pemeriksaan MCV dan MCH digunakan untuk uji saring awal. Dengan nilai batas yang digunakan untuk uji saring awal adalah MCV< 80 fL dan MCH < 27 pg. Pemeriksaan feritin digunakan untuk menyingkirkan diagnosis anemia defisiensi besi yang memberikan hasil positif palsu pada diagnosis talasemia. Pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis memberikan nilai diagnostik yang akurat dengan angka spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Pemeriksaan analisis DNA digunakan untuk diagnosis prenatal.

Program pencegahan thalasemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien thalasemia di Indonesia karena dari sisi biaya pencegahan thalasemia membutuhkan lebih sedikit biaya daripada terapi pasien thalasemia, sementara dari sisi pasien thalasemia akan menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal. Kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pencegahan thalasemia di Indonesia harus meliputi kegiatan edukasi, skrining, dan konseling.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand A V, Moss P A. Kelainan hemoglobin yang bersifat genetik. Kapita Selekta Hematologi. 6 ed. Jakarta: EGC; 2013. p. 81-90.

2. Wiradnyana AAGP. Skrining dan Diagnosis Thalasemia dalam Kehamilan. 2013:1-39.

3. Davis B. Fertility and Pregnancy in Thalassemia and Sickle Cell Disease. The UK Guidelines. Page Press. 2014;4:63-6.

4. Karnpean R. Fetal Blood Sampling in Pranatal Diagnosis of Thalassemia at Late Pregnancy. J Med Association Thai. 2014;97:49-53.

5. Fucharoen S, Winichagoon P. Haemoglobinopathies in Southeast Asia. Indian J Med. 2011:498-504.

6. Riza M, Widiretnani S. Hempglobin Profiles of Siblings of Thalassemia Patients. Paediatrica Indonesia. 2015;55(2):70-3.

7. Widjaja IR, Widjaja FF, Santoso LA, Wonggokusuma E, Oktavianti. Anemia Among Children and Adolescents in A Rural Area. Paediatrica Indonesia. 2014;54(2):88-9.

8. Traisrisilp K, Tongsong T. Pregnancy outcomes among women with beta-thalassemia trait. Springer. 2015:1-4.

9. Leung TY, Lao TT. Thalassaemia in Pregnancy. Elsevier. 2012;26:37-51. 10. Bharathi KR, Varte V, Singh A, Devi BK. HbE Thalassemia in Pregnancy.

Journal of Medical Society. 2015;29(1):45-6.

11. Lata S, Bajaj S, Popli S, Singh S. Screening of Women in the Antenatal Period for Thalassemia Carrier Status: Comparison of NESTROFT, Red Cell Indices, and HPLC Analysis. J Fetal Medicine. 2015:1-5.

12. Dewanto JB, Tansah H, Dewi SP, Napitu H. Increased knowledge of thalassemia promotes early carrier status examination among medical students. Universa Medicina. 2015;4(3):220-7.

13. Rachmilewitz EA, Giardina PJ. How I treat thalassemia. Blood Journal. 2011;118(13):3479-86.

14. Voskaridou E, Balassopoulou A, Boutou E, Komninaka V. Pregnancy in beta-thalassemia intermedia: 20-year experince of a Greek beta-thalassemia center. European Journal of Haematology. 2014:492-5.

15. Cappelini MD, Viprakasit V, Taher AT. An overview of current treatment strategies for beta-thalassemia. Expert Opinion on Orphan Drugs. 2014:665-72.

16. Muncie H, Campbell J. Alpha and Beta Thalassemia. American Family Physician. 2009;80(4):339-44.

17. Vranken M. Evaluation of Microcytosis. American Family Physician. 2010;82(9):1117-21.

18. Management of Beta Thalassemia in Pregnancy. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2014;66:1-17.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahun-tahun yang akan datang, jalur yang lebih mudah ditempuh adalah membiarkan operasi pem- balakan, hutan tanaman industri dan perkebunan – dan lahan-lahan terlantar

Tujuan proposal penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) cara penentuan harga pokok yang dilakukan oleh UD.Batik Ibnu Hajar (2) perbedaan antara perhitungan

“Setelah saya menonton tayangan siaran berita kriminal Reportase Investigasi efek kognitif (pengetahuan) nya yaitu saya bisa mengetahui modus kejahatan baru, dan

Asuransi adalah perjanjian/ kontrak antara dua pihak, dimana satu pihak setuju untuk mengambil risiko pihak lain dengan imbalan pertimbangan yang dikenal sebagai premi dan

3. Susi memiliki campuran yang disimpan di dalam gelas. Campuran tersebut terdiri dari kapur barus, garam dan pasir. semua zat tersebut menyatu dan berwarna sama

Keempat, jika dukungan yang diberikan kepada militer Mesir oleh pemerintah Arab Saudi terhadap kudeta Presiden Muhammad mursi ini di analisa dengan teori keamanan maka

penurunan atau pengurangan luasan vegetasi mangrove di Pesisir Mimika Papua, khususnya di daerah Muara Sungai Kamora, Tipuka, Ajkwa, Minajerwi dan Mawati terjadi di

Dengan belum menjadi pihak pada Konvensi Tahun 1951 dan Protokol Tambahan 1967, maka pemerintah Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk memberikan penentuan status