LEMBAR KERJA MAHASISWA 2 (LKM 2)
UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KEPERAWATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
KODE DOKUMEN
FORM PP-05 LEMBAR KERJA MAHASISWA
Dosen Pengampu Mata kuliah : Ns. Nuning Dwi Merina, M.Kep., dan TIM
Pokok Bahasan : Simulasi Asuhan Keperawatan Anak Sakit Kronis/Terminal Model Pembelajaran : Case Method
IDENTITAS MAHASISWA
Nama/NIM/Kelas Adhelia Reisa Zalsabilla/222310101022/B Nama Anggota kelompok 1. Aura Najwa Salsabila_222310101021
2. Adhelia Reisa Zalsabilla_222310101022
Pertemuan Ke 3
Hari/Tanggal Kamis/12/09/24
BAHAN DISKUSI Langkah-Langkah Penggunaan Lembar Kerja
1. Jelaskan patofisiologi penyakit sesuai kasus:
a. Bagaimana penjelasan penyakit tersebut dapat menimbulkan tanda dan gejala sesuai kasus yang didapatkan
b. Apa saja tanda lainnya yang mungkin muncul pada penyakit tersebut di luar kasus yang didapatkan! Dan bagaimana tanda dan gejala tersebut bisa muncul!
c. Apakah tanda dan gejala tersebut dapat dikelompokkan dalam satu masalah/diagnose keperawatan?
d. Buatlah alur bagan pathways/wob of causation nya! (contoh:
https://drive.google.com/file/d/1K79c5lfm8kVvHLG2vO1OlXM4E7qjpmlB/view?usp=sharing) 2. Diskusikan jawaban Anda dengan teman kelompok
3. Apa kesamaan dan perbedaan jawaban Anda dengan kelompok Anda 4. Bagaimana kesimpulan akhir yang dapat Anda peroleh.
HASIL DISKUSI Tuliskan hasil diskusi di bagian ini!
Seorang gadis berusia lima setengah tahun, dari Cozy corner, L Maavah, Maladewa dibawa ke unit gawat darurat. Dia mengalami batuk, Dispnea, Iritabilitas, dan kelelahan. pasien tampak menggunakan otot bantu pernapasan. Pernapasan cuping hidung. Dia didiagnosis kasus Thalassemia Beta. Dia didiagnosis pada usia 2 tahun. Dia didiagnosis dan tidak mengikuti pengobatan. Riwayat keluarganya tidak signifikan untuk kelainan apa pun yang berhubungan dengan darah atau penyakit genetik apa pun. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit. tanda-tanda vital suhu: 36,8, nadi: 115x/menit, RR: 20x/menit, TD: 90/60mmHg. CRT >3 detik, Akral pasien teraba dingin. Turgor kulit pasien buruk. Dia menderita
anemia klinis dengan rambut dan kuku rapuh. Kuku jari dan kulit ekstremitas pasien tampak semburat keputihan dan sklera pucat. Kulitnya berwarna abu-abu pucat. Dia tampak dehidrasi dan memiliki berat badan 13,11 kg. Keluarga mengatakan napsu makan klien kurang. Dia bertubuh kurus, kurang gizi, bertubuh pendek, dengan penyakit ikterus yang jelas, dan kuku jari berwarna kuning. Gigi atas rusak, tidak berhubungan dengan nyeri atau bengkak. Pemeriksaan Kepala dan Leher menunjukkan ekspansi rahang atas, bibir atas dan hidung pelana ditarik; semuanya menggambarkan “fasies Chipmunk” klasik.
Juga terlihat semburat kekuningan di persimpangan langit-langit keras dan lunak. Pemeriksaan intraoral, periodontitis lokal dan patah gigi pada aspek anterior bawah. Pemeriksaan perutnya tidak menunjukkan tanda-tanda pembesaran limpa.
Pemeriksaan oftalmologis dan audiologisnya dilakukan dan dalam batas normal. Pemeriksaan hematologi dilakukan. Hemoglobinnya 4,5 gm/dl. Pemeriksaan hematologi menunjukkan anemia mikrositik hipokromik dengan anisositosis, poikilositosis, Sel Darah Merah berinti (RBC). Kesan yang didapat dari pemeriksaan hapusan tepi adalah bahwa anemia hemolitik lebih mendukung Thalassemia yang menuju krisis hemolitik. Elektroforesis Hemoglobin (Hb) kemudian dilakukan dan mendukung Thalassemia Beta mayor. Human immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, dan Hepatitis C miliknya negatif. Tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal dalam batas normal.
Patofisiologi Thalasemia
a. Bagaimana penjelasan penyakit tersebut dapat menimbulkan tanda dan gejala sesuai kasus yang didapatkan
Talasemia dapat muncul akibat perpindahan atau delesi rantai globin alfa ataupun beta pada haemoglobin, sehingga terjadi tidak seimbangan sinstesis rantai globin. Pada kondisi normal, rantai globin alfa juga beta yang disintesis seimbang yakni 2 rantai alfa serta 2 rantai beta. Pada saat terjadi talasemia beta zero, akibatnya rantai globin beta tidak disintesis satu-pun yang kemudian menyebabkan rantai globin alfa dihasilkan secara eksesif yakni sejumlah 4 alfa. Sebaliknya, rantai globin alfa tak disintesis sama sekali yang akibatnya rantai globin beta dihasilkan secara eksesif (4 beta) pada talasemia alfa zero (Suhendro et al., 2014 dalam Paloma, 2023). Tak seimbangnya rantai alfa dan beta pada talasemia yang dihasilkan, menyebabkan ketidakefektifan eritropoiesis, anemia, serta penghancuran sel darah merah yang prematur. Anemia kronis dan berat pada pasien talasemia bisa mengakibatkan terjadinya komplikasi seperti ekspansi sumsum tulang serta hematopoiesis ekstrameduler (Baird et al., 2022).
- Pasien tampak batuk, dispnea, iritabilitas, pernapasan cuping hidung, serta tampak menggunakan otot bantu pernapasan. Ini merupakan tanda-tanda hipoksia (kekurangan oksigen) yang terjadi akibat anemia berat. Karena kadar hemoglobin sangat rendah (4,5 gm/dL), kemampuan darah untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh sangat terbatas. Akibatnya, tubuh mencoba kompensasi dengan meningkatkan upaya pernapasan.
- Nadi Pasien didapatkan 115x/menit (tachycardia) dapat menjadi respons kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang kekurangan oksigen. Tekanan darah rendah juga mungkin terjadi karena anemia berat yang menyebabkan penurunan volume darah efektif yang beredar.
- Tekanan darah pasien rendah dengan angka 90/60 mmHg, tekanan darah rendah pada pasien dengan thalasemia, seperti 90/60 mmHg, biasanya disebabkan oleh anemia berat akibat produksi hemoglobin yang abnormal. Anemia ini mengurangi volume darah efektif dan kapasitas oksigenasi, sehingga menurunkan tekanan darah. Kehilangan darah kronis dan gangguan fungsi organ akibat anemia juga dapat berkontribusi pada penurunan tekanan darah.
- CRT>3s, dapat menunjukkan adanya gangguan sirkulasi atau perfusi jaringan. Kondisi ini sering
disebabkan oleh anemia berat, yang mengurangi volume darah dan oksigenasi jaringan, atau oleh hipovolemia akibat kehilangan darah atau gangguan sirkulasi lainnya. Penurunan perfusi ini menyebabkan darah yang lebih lambat kembali ke kapiler, yang terukur dengan CRT yang lebih lama.
- Anemia berat pada thalasemia dapat menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi penampilan dan kondisi fisik pasien. Akibat anemia yang mengurangi aliran darah ke ekstremitas, tangan dan kaki sering terasa dingin karena penurunan kapasitas oksigenasi dan volume darah. Penurunan aliran darah ini juga berdampak pada turgor kulit, menyebabkan kulit tampak kering dan kurang elastis akibat dehidrasi serta penurunan volume darah. Selain itu, kurangnya hemoglobin yang mengangkut oksigen mengakibatkan kulit berwarna abu-abu pucat dan mengurangi oksigenasi jaringan, termasuk pada ekstremitas dan sklera mata, yang menyebabkan penampilan pucat atau keputihan pada bagian-bagian tersebut. Semua perubahan ini mencerminkan dampak serius dari anemia berat pada fungsi dan penampilan tubuh pasien.
- Kulit dan kuku pasien tampak ikterus, dimana hemolisis pada pasien menyebabkan pecahnya eritrosit, sehingga kompartemen di dalam eritrosit, termasuk heme, dilepaskan dan kemudian terurai menjadi bilirubin. Proses ini menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia), yang kemudian terdeposit di kulit dan memunculkan gejala klinis berupa ikterus (Suryoadji & Alfian, 2021).
- Ekspansi rahang atas dan bibir atas serta hidung pelana yang ditarik (facies chipmunk), terjadi akibat adanya perluasan ruang sumsum tulang akibat hiperplasia eritroid pada anak dengan thalassemia terjadi karena tubuh berusaha memproduksi lebih banyak sel darah merah untuk mengatasi anemia kronis. Hal ini menyebabkan pembesaran tulang, terutama di wajah dan tengkorak, yang bisa mengubah struktur tulang (Suryoadji & Alfian, 2021).
- Gigi atas rusak dan periodontitis lokal, Thalasemia dapat menyebabkan hipoplasia tulang rahang akibat gangguan hematopoiesis, yang mempengaruhi struktur dan kesehatan gigi.
- Hemoglobin 4,5 gm/dL disebabkan karena pada beta-talasemia, terjadi mutasi pada gen beta-globin yang diwariskan, sehingga mengakibatkan penurunan sintesis rantai beta-globin hemoglobin.
Akibatnya, produksi HbA yang normal berkurang, sementara terjadi peningkatan hemoglobin jenis lain, yaitu HbF (terdiri dari 2 subunit alfa-globin dan 2 subunit gama-globin) dan HbA2 (terdiri dari 2 subunit alfa-globin dan 2 subunit delta-globin), serta kadang-kadang juga terdapat HbE (Suryoadji &
Alfian, 2021).
- Anemia mikrositik hipokromik dengan anisositosis, poikilositosis, sel darah merah berinti muncul akibat adanya faktor utama yang mempengaruhi perkembangan anemia pada beta talasemia yakni eritropoiesis yang tidak efektif, yang ditandai dengan kerusakan membran pada sel-sel prekursor sel darah merah. Selain itu, faktor sekunder penyebab anemia adalah tingkat hemolisis eritrosit dan penurunan sintesis hemoglobin (Suryoadji & Alfian, 2021).
b. Apa saja tanda lainnya yang mungkin muncul pada penyakit tersebut di luar kasus yang didapatkan! Dan bagaimana tanda dan gejala tersebut bisa muncul!
- Splenomegali: Pada kondisi beta-talasemia, kekurangan rantai beta menyebabkan kelebihan rantai alfa yang tidak terikat. Rantai alfa bebas ini menyebabkan hemolisis eritrosit karena perubahan bentuk secara ekstravaskular. Hemolisis adalah proses pemecahan eritrosit yang dapat terjadi baik di dalam pembuluh darah (intravaskular) maupun di luar pembuluh darah (ekstravaskular). Hemolisis ekstravaskular terjadi dalam sistem retikuloendotelial, salah satunya di limpa. Proses ini menyebabkan hipertrofi limpa, yang ditandai dengan splenomegali. Kondisi ini dapat diidentifikasi melalui keluhan pembesaran perut pada pasien atau melalui pemeriksaan fisik abdomen (Suryoadji
& Alfian, 2021).
- Kelebihan zat besi: merupakan bentuk konsekuensi dari eritropoesis yang tidak efektif. Karena jumlah sel darah merah menurun, eritropoietin akan merangsang penyerapan zat besi di usus.
Peningkatan kadar zat besi ini juga terkait dengan penurunan hepcidin, yang berperan dalam regulasi metabolisme zat besi (Suryoadji & Alfian, 2021).
- Hematopoiesis ekstramedular dapat terjadi karena merupakan proses di mana sel-sel prekursor hematopoiesis berkembang di luar sumsum tulang. Kondisi ini dapat terjadi sebagai respons kompensasi terhadap penurunan sel-sel hematopoietik, serta akibat stres, infeksi, atau tumor (Suryoadji & Alfian, 2021).
c. Apakah tanda dan gejala tersebut dapat dikelompokkan dalam satu masalah/diagnose keperawatan?
No Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola Napas Tidak Efektif b.d depresi pusat pernapasan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan pola napas pasien membaik dengan kriteria sebagai berikut:
1. Dispnea (5)
2. Penggunaan otot bantu (5) 3. Pernapasan cuping hidung
(5)
(I.01011) Manajemen Jalan Napas 1. Monitor pola napas
2. Monitor bunyi napas tambahan 3. Monitor sputum
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Berikan oksigen, jika perlu
6. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Keletihan b.d kondisi fisiologis (penyakit thalasemia)
(D.0057)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan tingkat keletihan pasien menurun dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan melakukan aktivitass rutin (5)
2. Lesu (5)
3. Selera makan (5) 4. Pola napas (5)
(I.05178) Manajemen Energi
1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Monitor pola dan jam tidur
3. Sediakan ruangan yang nyaman dan rendah stimulus
4. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
5. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
6. Kolaborasi dengan ahli gizi terkait cara meningkatkan asupan makanan
3. Gangguan Tumbuh Kembang b.d efek ketidakmampuan fisik (D.0106)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan status perkembangan pasien membaik dengan kriteria sebagai berikut:
1. Keterampilan/perilaku sesuai usia (5)
2. Respon sosial (5)
(I.10339) Perawatan Perkembangan 1. Identifikasi isyarat perilaku dan
fisiologis yang ditunjukkan 2. Minimalkan kebisingan ruangan 3. Pertahankan lingkungan yang
mendukung perkembangan optimal 4. Dukung anak mengekspresikan diri
melalui penghargaan positif atau umpan balik atas usahanya
5. Pertahankan kenyamanan anak 6. Anjurkan orang tua berinteraksi
dengan anaknya
7. Rujuk untuk konseling, jika perlu 4. Risiko Defisit Nutrisi
b.d keengganan untuk makan
(D.0032)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan status nutrisi pasien membaik dengan kriteria sebagai berikut:
(I.03119) Manajemen Nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi perlunya penggunaan
1. Berat badan (5) 2. IMT (5)
3. Nafsu makan (5)
selang nasogastrik
4. Monitor asupan makanan
5. Fasilitasi menentukan pedoman diet 6. Ajarkan diet yang diprogramkan 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu d. Buatlah alur bagan pathways/wob of causation nya
https://drive.google.com/drive/folders/13fxN_c5hwxKG5B5tst86h4HFaVRENbLL?usp=sharing
REFERENSI
Baird, D. C., Batten, S. H., & K., S. S. (2022). Alpha- and Beta-thalassemia: Rapid Evidence Review.
America Family Physician, 105(3), 272–280.
Paloma, I. D. A. N. C. (2023). Talasemia: sebuah Tinjauan Pustaka. Biocity Journal of Pharmacy Bioscience and Clinical Community, 1(2), 89-100.
Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., Pohan, H., : I., Setiati, S.,Alwi, I., Sudoyo, A., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., & Syam, A. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. In Interna Publishing. Interna Publinshing
Suryoadji, K. A., Alfian, I. M., Dokter, S. P., Kedokteran, F., & Indonesia, U. (2020). Patofisiologi Gejala Penyakit Thalasemia Beta : Khazanah: Jurnal Mahasiswa, 13(2), 56–60.