• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Biokimia Hati Pada Anak Thalassemia Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Biokimia Hati Pada Anak Thalassemia Mayor di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Thalassemia 2.1.1.Definisi

Thalassemiaadalah penyakit kelainan genetik yang paling sering terjadi dan

menjadi masalah kesehatan masyarakat dan memiliki angka kejadian yang tinggi pada negara-negara tropis.Thalassemia merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai dengan adanya penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena ( (Dorland, 2009).

2.1.2.Epidemiologi

Thalassemia dapat dijumpai pada laki-laki dan perempuan dengan

perbandingan yang sama. Angka kejadian terjadi pada sekitar 4,4 dari setiap 10.000 kelahiran hidup. Thalassemiaalfa merupakan yang paling umum terjadi pada penduduk Afrika dan keturunan dari Asia Tenggara. Sementarathalassemiabeta paling sering terjadi pada individu-individu dari Mediterania, Afrika dan keturunan Asia Tenggara (Weatherall, 2001).

Untuk thalassemia alfa di daerah perbatasan Muang Thai dan Laos frekuensinya berkisar 30-40%, kemudian tersebar dalam frekuensi lebih rendah di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Weatherall, 2001).

Prevalensi carrier thalassemia di Indonesia sekitar 3-8%, artinya 3-8 dari 100 orang Indonesia membawa sifat thalassemia. Dari total populasi pembawa

sifat genetik thalassemia, 7% ditemukan di Palembang, 3,4% di Jawa dan 8% di

Makasar. Jika diasumsikan terdapat 5% saja carrier dan angka kelahiran 23 per

mil dari total populasi 240 juta jiwa, maka diperkirakan terdapat 3.000 bayi penderita thalassemia setiap tahunnya. Secara keseluruhan di Indonesia

diperkirakan prevalensi carrier thalassemia alfa kira-kira 1-10% dan thalassemia

(2)

Data yang diperoleh dari rekam medik di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2004-2005 ditemukan penderita thalassemia rawat inap sebanyak 35 orang, pada tahun 2006-2008 ditemukan penderita thalassemia rawat inap sebanyak 120 orang (Ganie, 2004), dan setelah dilakukan survey awal di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014 ditemukan penderita thalassemia rawat inap sebanyak 133 orang.

2.1.3.Etiologi

Tubuh memiliki 3 jenis sel darah yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.Sel darah merah mengandung hemoglobin, protein kaya zat besi yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.Hemoglobin juga membawa karbon dioksida dari tubuh untuk paru-paru (Ganie, 2005).

(3)

2.1.4.Klasifikasi

Thalassemia dapat di klasifikasikan menjadi thalassemia alfa dan thalassemia beta (Eleftheriou, 2007).

1. Thalassemia Alfa

Thalassemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin

rantai alfa yang ada.Thalasemia alfa terdiri dari : (a). ThalassemiaTrait ;(b). Hemoglobin H ; (c). Fetalis Hydrops ;(d). Hemoglobin Bart(Eleftheriou, 2007).

Pada thalassemia trait, orang dengan hilang 2 alpha globin gen (αα / - - / α-) akanmemiliki alpha thalassemia trait. Pada thalassemia ini biasanya

tidak menyebabkan masalah kesehatan tetapi dapat menyebab kadar sel darah merah yang rendah (anemia) dan sel darah merah kecil (Eleftheriou, 2007).Ada 2 jenis alpha thalassemia trait, yaitu: (1). Seseorang dengan kehilangan satu gen globin alpha pada setiap kromosom (α- / α-).Keadaan ini disebut bentuk trans

alpha thalassemia trait. Bentuk trans alpha thalassemia trait (α- / α-) umumnya di Afrika-Amerika sekitar 20-30% ; (2). Seseorang dengan kehilangan 2 gen globin alpha pada kromosom yang sama(αα / -).Keadaan ini disebut bentuk cis alpha thalassemia trait. Orang dengan alpha thalassemia trait tidak akan

berkembang menjadi penyakit Hemoglobin H atau Hydrops Fetalis di kemudian hari (Eleftheriou, 2007).

Pada Hemoglobin H, Jika satu (1) orang tua memiliki bentuk cis alpha thalassemia trait (αα / -), dan orang tua lainnya adalah silent carrier(αα/α-), maka kemungkinannya adalah 25% (1 dari 4) kesempatan dengan setiap kehamilan memiliki anak dengan penyakit Hemoglobin H (Eleftheriou, 2007).

(4)

Pada Fetalis Hydrops, jika kedua orang tua memiliki bentuk cis alpha thalassemia trait(αα / -), ada 25% (1 dari 4) kesempatan dengan setiap kehamilan memiliki anak dengan hidrops fetalis (-/-). Penyakit ini adalah kondisi kesehatan yang serius yang biasanya dapat menyebab kematian sebelum atau segera setelah lahir (Wilkins, 2009).

Gambaran klinisnya adalah bayi edema pucat dengan tanda-tanda gagal jantung dan anemia intra-uterus yang berkepanjangan. Kondisi lain yang dijumpai adalah hepatosplenomegali, keterbelakangan dalam pertumbuhan otak, tulang dan kelainan bentuk kardiovaskular dan pembesaran plasenta (Wilkins, 2009).

Bayi dengan hidrop fetalis hampir selalu mati dalam rahim (23-38 minggu) atau segera setelah lahir, meskipun beberapa kasus telah dijelaskan bahwa neonatus diberikan intensif pendukung kehidupan yaitu terapi dan diobati dengan tranfusi darah (Wilkins, 2009).

Pada Hemoglobin Bart, seorang bayi dengan Hemoglobin Bart dapat menyebabkan kadar sel darah merah yang rendah (anemia ringan) (Chui, 2002).Jika sejumlah kecil Hemoglobin Bart pada saat lahir, biasanya akan hilang segera setelah lahir. Ini berarti anak tersebut memiliki alpha thalassemia trait atau silent carrier.Tes skrinning bayi baru lahir biasanya tidak bisa mendeteksi kondisi

ini.Jika sejumlah besar Hemoglobin Bart pada saat lahir, biasanya akan ditegakkan dengan penyakit Hemoglobin H pada tes skrinning bayi baru lahir (Chui, 2002).

2. Thalassemia Beta

Sindrom thalassemia beta adalah kelompok kelainan darah herediter yang

ditandai dengan berkurangnya atau tidak ada sintesis rantai beta globin, sehingga

mengurangi kadar hemoglobin dalam sel darah merah (RBC), penurunan produksi

RBC dan dapat mengakibatkan anemia (Suyono, 2001).Thalassemia beta terdiri

dari: (a). Thalassemia Beta Mayor ; (b). Beta Thalassemia Intermedia ; (c). Beta

Thalassemia Minor ; (d). Dominan Beta Thalassemia ; (e). Beta Thalassemia

(5)

Pada Thalassemia Beta Mayor, presentasi klinisnya dapat terjadi di antara usia 6 hingga 24 bulan. Pada bayi yang terkena dapat menyebabkan gagal berkembang dan menjadi pucat secara progresif. Adanya masalah pada intake makanan, diare, iritabilitas, demam dengan serangan berulang, pembesaran progresif dari perut yang disebabkan oleh limpa dan pembesaran hati juga dapat terjadi (Aessopos, 2005).

Di beberapa negara berkembang, karena kurangnya sumber daya manusia sehingga banyak pasien yang tidak tertangani dan tidak ditransfusi, gambaran klinis dari thalassemia mayor tersebut dapat ditandai dengan retardasi pertumbuhan, pucat, kuning, perburukan massa otot, genu valgum, hepatosplenomegali, kaki borok dan perubahan otot skeletal yang dihasilkan dari ekspansi sumsum tulang. Perubahan tulang juga termasuk kelainan ada tulang panjang pada kaki dan perubahan bentuk dari kraniofasial (malar lebih menonjol, depresi pada jembatan dari hidung, hipertrofi maksilla yang cenderung akan lebih memperlihatkan gigi atas) (Aessopos, 2005).

Jika program tranfusi sudah dimulai secara rutin sejak konsentrasi Hb dari 9,5-10,5 g/dL, maka pertumbuhan dan perkembangan cenderung normal hingga 10 sampai 12 tahun. Pasien yang ditransfusi dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan zat besi yang berlebihan bagi tubuhnya. Selain itu, komplikasi pada anak-anak termasuk retardasi pertumbuhan dan keterlambatan pematangan seksual. Adanya komplikasi dari zat besi yang berlebihan dapat berhubungan dengan komplikasi pada jantung (pembesaran pada otot jantung), hati (fibrosis dan sirosis), kelenjar endokrin (diabetes mellitus, hipogonadisme dan insufisiensi dari kelenjar paratiroid, tiroid, pituitary dan yang paling jarang terkena yaitu kelenjar adrenal) (Aessopos, 2005).

(6)

teratur biasanya meninggal sebelum dekade kedua dan ketiga. Para penderita yang telah dilakukan transfusi secara teratur dapat mencapai usia lebih dari 40 tahun. Penyakit jantung yang disebabkan oleh siderosis dari miokard merupakan komplikasi yang paling penting dari beban besi yang berlebihan dari beta thalassemia. Bahkan, komplikasi jantung merupakan penyebab kematian sekitar

71% pada pasien dengan beta thalassemia mayor (Aessopos, 2005).

Pada Beta Thalassemia Intermedia, memiliki karakteristik anemia yang lebih ringan dan tidak membutuhkan transfusi darah atau hanya kadang-kadang jika dibutuhkan. Pada kasus yang dapat terjadi, pasien datang di antara usia 2 hingga 6 tahun dan walaupun dapat bertahan tanpa transfusi darah rutin dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan. Pada kasus lain,pasien-pasien sama sekali tidak menunjukkan gejala hingga dewasa dan hanya mengalami anemia ringan (Hoffman, 2001).

Pada Beta Thalassemia Minor, biasanya tanpa gejala klinis namun terkadang memiliki anemia ringan. Bila kedua orang tua merupakan pembawa maka terdapat resiko 25% pada setiap kehamilan dengan anak yang memiliki thalassemia homozigot (Hoffman, 2001).

Pada Dominan Beta Thalassemia, berbeda dengan pembentukan thalassemia beta yang menyebabkan berkurangnya produksi rantai globin beta normal. Beberapa mutasi langka dapat terjadi mengakibatkan adanya sindrom varian beta globin yang tidak stabil yang mengendap pada eritroid dan dapat menyebabkan eritropoiesis tidak efektif.Mutasi ini berhubungan dengan thalassemia pada fenotip heterozigot oleh karena itu disebut sebagai dominan beta

thalassemia.Adanya hiperstabil Hb harus dicurigai pada setiap individu dengan

thalassemia intermedia dimana kedua orang tua dengan hasil darah normal atau

pada keluarga dengan pola dominan thalassemia.Beta globin tersebut yang menetapkan diagnosis dominan beta thalassemia (Olivieri, 1999).

(7)

sebagai berikut:(1). Mild HbE/ beta thalassemia; (2). Moderately severe HbE/ beta thalassemia;dan (3). Severe HbE/ beta thalassemia(Olivieri, 1999).

Mild HbE/ beta thalassemia.Hal ini diamati pada sekitar 15% dari semua

kasus di Asia Tenggara.Pada kelompok pasien dipertahankan Hb antara 9 hingga 12 g/dL dan biasanya tidak ada masalah kelainan klinis.Tidak ada pengobatan yang diperlukan (Olivieri, 1999).

Moderately severe HbE, beta thalassemia.Mayoritas kasus HbE/ beta

thalassemia termasuk di dalam kategori ini.Kadar Hb tetap pada 6-7 g/dL dan

gejala klinis mirip dengan thalassemia intermedia.Transfusi darah tidak diperlukan kecuali adanya infeksi dapat memicu terjadinya anemia lebih lanjut.Kadar besi yang berlebihan dapat terjadi (Olivieri, 1999).

Severe HbE/ beta thalassemia.Kadar Hb dapat serendah 4-5 g/dL. Pasien

pada kelompok ini memiliki gejala klinis sama dengan thalassemia mayor dan diterapi sebagai pasien dengan thalassemia mayor. Pasien dengan HbC/ beta thalassemia dapat hidup tanpa gejala dan dapat terdiagnosa melalui tes darah

rutin.Bila terjadi, gejala klinis merupakan anemia dan pembesaran pada limpa.Transfusi darah jarang diperlukan.Mikrositosis dan hipokrom dapat ditemukan pada setiap kasus (Olivieri, 1999).

2.1.5.Gejala Klinis

Gejala klinis pada pasien thalassemia mayor dapat berupa: (1). Facies colley ; (2). Pucat yang berlangsung lama ; dan (3). Perut membuncit (TIF, 2008).

Facies cooley, terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang

muka dan tulang tengkorak hingga mengakibatkan pertumbuhan tulang tersebut dan umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun (TIF, 2008).

Pucat yang berlangsung lama, merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan dengan anemia berat (TIF, 2008).

(8)

indirek, sehingga menimbulkan kuning pada penderita thalassemia dan kadang ditemui trombositopenia (TIF, 2008).

Gejala klinis lain yang dapat ditemukan yaitu: (1). Pada anak yang cukup mendapat transfusi, pertumbuhan dan perkembangannya biasanya normal. Bila terapi kelasi efektif, anak tersebut bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Bila terapi kelasi tidak efektif, maka secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi. Efeknya mulai tampak pada akhir dekade pertama, efeknya dapat berupa komplikasi hati, endokrin dan jantung akibat kelebihan zat besi mulai tampak, termasuk diabetes, hipertiroid, hipoparatiroid, dan kegagalan hati progresif dan tanda-tanda seks sekunder akan terlambat atau tidak muncul (TIF, 2008). ; (2).Gambaran klinis pasien yang tidak mendapat transfusi adekuat sangat berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat dan pembesaran limpa progresif. Terjadi perluasan sumsum tulang yang mengakibatkan deformitas tulang kepala, dengan zigoma yang menonjol, memberikan gambaran khas wajah mongoloid. Pasien dapat terlihat pucat, kuning, perut membesar oleh karena splenomegali (TIF, 2008).

2.1.6. Diagnosis

Penyakit thalassemia ini dapat di diagnosis dengan cara sebagai berikut: (a). Anamnesa ; (b). Pemeriksaan fisik ; dan (c). Pemeriksaan penunjang (Lawrence, 2003).

Pada anamnesa, penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan dan perut membesar. Keluhan umumnya muncul pada usia 6 bulan (Lawrence, 2003).

Pada Pemeriksaan fisik, didapati penderita thalassemia dengan bentuk muka mongoloid (facies Cooley), ikterus, gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegaliyang menyebabkan perut membesar (Lawrence, 2003).

(9)

dan sel target (Lawrence, 2003).

Pemeriksaan khusus juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis meliputi: Hb F meningkat 20%-90%, elektroforesis Hb (Lawrence, 2003).

Pembawa sifat penyakit thalassemia alpha.Pasien dengan 2 gen globin alphaakan mengalami anemia ringan, dengan kadar hematokrit antara 28%

sampai 40%. Kadar volume eritrosit rata-rata (MCV) turun nyata (60-75fL) meskipun pada derajat anemia yang paling ringan, Angka eritrosit bisa normal atau meningkat.Angka retikulosit dalam batas normal.Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak ada peningkatan presentasi hemoglobin A2 atau F dan tidak

didapatkan hemoglobin H (Lawrence, 2003).

Penyakit hemoglobin H. Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat yang bervariasi.Kadar hematokrit 28% sampai 32%.Kadar MCV turun nyata (60-70fL).Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas, hipokromi, mikrositosis, sel target dan poikilositosis.Angka retikulosis meningkat.Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya migrasi hemoglobin yang berlangsung cepat(Lawrence, 2003).

Thalassemia beta minor. Pasien akan mengalami anemia ringan dengan

hematokrit berkisar antara 28% sampai 40%. Kadar MCV antara 55-75fL, dan angka eritrosit bisa normal ataupun meningkat.Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan, dengan hipokromi, mikrositosis, dan sel target.Pada thalassemia beta minor bisa dijumpai basophil stippling.Angka retikulosit bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin menunjukkan peningkatan hemoglobin A2 sampai 48%, dan terkadang didapatkan peningkatan

hemoglobin F 1-5% (Lawrence, 2003).

Thalassemia beta mayor. Thalassemia beta mayor menyebabkan anemia berat, dan tanpa transfusi hematokrit dapat turun sampai di bawah 10%.Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas (bizzare), adanya poikilositosis berat, hipokromi, mikrositosis, sel target, basophil stippling dan eritrosit berinti.Tidak didapati atau hanya sedikit terdapat hemoglobin A. Tampak hemoglobin A2

(10)

2.1.7. Terapi pada Thalassemia Mayor

Pengobatan pada penderita thalassemia dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pemberian medikamentosa, terapi suportif dan terapi bedah. Macam-macam terapi medikamentosa yaitu: (1). Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) ; (2). Vitamin C ; (c). Asam folat ; dan (d). Vitamin E(Bacon, 1996).

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine), diberikan setelah kadar ferritin serum mencapai 1000 mg/l atau saturasi ferritin lebih dari 50%. Desferoxamine dengan dosis 25-50 mg/kg BB/hari subkutan melalui infus dalam waktu 8-12 jam minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah (Bacon, 1996).

Vitamin C di berikan dengan dosis 100-250 mg/hari selama pemberian khalesi besi. Asam folat di berikan dengan dosis 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E di berikan dengan dosis 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan untuk memperpanjang umur sel darah merah(Bacon, 1996).

Terapi suportif pada thalassemia mayor adalah transfusi darah.Tujuan terapi transfusi adalah untuk mengkoreksi anemia, menekan eritropoiesis dan menghambat penyerapan besi pada saluran cerna dimana terjadi pada pasien yang tidak ditransfusi. Keputusan untuk memulai terapi transfusi pada pasien dengan diagnosis thalassemia harus berdasarkan dengan adanya anemia berat (Hb < 7 g/dL selama lebih dari dua minggu, tidak termasuk dengan adanya penyebab lainnya seperti infeksi) (Lawrence, 2003).

Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang, yang tidak dapat di hindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis. Hemosiderosis dapat di turunkan atau bahkan di cegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat

di ekskresikan dalam urin (Lawrence, 2003).

(11)

menerus menjadi salah satu pertimbangan untuk dilakukannya tindakan splenoktomikarena dapat mengurangi hemolisis. Adapun indikasi dilakukannya tindakan splenoktomi adalah limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien dan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen dan bahaya terjadinya ruptur (Lawrence, 2003). Transplantasi sumsum tulangumumnya lebih efektif dari transfusi darah, akan tetapi membutuhkan sarana yang khusus dan biaya yang lebih besar, maka dari itu transplantasi sumsum tulang jarang dilakukan (Lawrence, 2003).

2.2. Hati

Hati merupakan organ intestinal terbesar yang terletak dalam rongga perut sebelah kanan atas tepatnya di bawah diafragma dan disamping kirinya terletak organ limpa. Hati terbagi atas dua bagian besar yaitu lobus kanan dan kiri, juga satu bagian kecil ditengah yaitu lobus asesorius. Hati tersusun atas tiga jaringan yang meliputi saluran empedu, susunan pembuluh darah dan sel parenkim. Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan

bakteri dan benda asing lain di dalam tubuh. Jadi, hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik (Maller, 1994).

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan memiliki peran penting dalam metabolisme dan berbagai fungsi tubuh yang lain. Kelainan yang terjadi pada penyakit hati oleh karena penyebab tertentu, dapat merupakan kelainan fungsi metabolisme (fungsi sintesis, penyimpanan dan ekskresi), kelainan fungsi pertahanan tubuh (fungsi penawar racun) dan kerusakan sel hati (Kaplan, 1993).

2.2.1.Fungsi hati

(12)

(pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak memiliki peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya (Kaplan, 1993).

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid), protombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya (Kaplan, 1993).

Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.Hati mempunyai multi fungsi yang berkaitan dengan metabolisme makan gangguan faal hati dapat disebabkan oleh kelainan prehepatik, intra hepatik dan post-hepatik. Kelainan prehepatik misalnya pada anemia hemolitik, kelainan intrahepatik atau hepatoseluler misalnya pada hepatitis, sirosis, dan karsinoma hepatis.Sedangkan kelainan post hepatik karena adanya tumor (Kaplan, 1993).

2.2.2. Pemeriksaan laboratorium fungsi hati

Organ hati terdapat enzim-enzim sebagai detoksifikasi pada hati, sehingga enzim-enzim tersebut dapat digunakan sebagai parameter kerusakan hati. Dua macam enzim transaminase yang sering digunakan dalam diagnosis klinik kerusakan sel hati adalah SGOT dan SGPT. Transaminaseadalah sekelompok enzim yang berkerja sebagai katalisator dalam proses pemindahan gugus amino dari suatu asam alfa amino ke suatu asam alfa keto. Transamine dalam plasma pada kadar di atas nilai normal memberi gambaran peningkatan kecepatan kerusakan jaringan (Combes, 1969).

SGOT dan SGPT dalam jumlah kecil di produksi oleh sel otot, jantung,

pankreas, dan ginjal. Sel-sel otot apabila mengalami kerusakan maka kadar kedua enzim ini pun meningkat. Kerusakan sel-sel otot dapat disebabkan oleh aktivitas fisik yang berat, luka, atau trauma (Combes, 1969).

(13)

SGOT bisa bermakna kelainan non hepatik atau kelainan hati yang didominasi

kerusakan mitokondria karena SGOT berada dalam sitosol dan mitokondria (Kelly, 1999).

SGPTdisebut juga ALT (alanine aminotransferase).Jaringan hati

mengandung banyak SGPT daripada SGOT.SGPT paling banyak ditemukan dalam sitoplasma sel hati, sehingga dianggap lebih spesifik untuk mendeteksi kelainan hati di banding SGOT.Biasanya peningkatan SGPT terjadi bila kerusakan pada selaput sel hati.Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada SGPT.Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, obat-obatan, penggunaan alcohol, dan penyakit pada saluran cerna empedu (Kelly, 1999).

Pemeriksaan fungsi hati juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan berikut: (1). Alkaline phosphatase (ALP) ; (2). Gamma-glutamyltransferase (GGT) ; (3). Albumin ; (4). Bilirubin ; dan (5). Lactat dehydrogenase(LDH) (Combes, 1969).

Alkaline Phosphatase (ALP). ALP tinggi terdapat pada hati, saluran

empedu, plasenta, dan tulang. Enzim ini terutama terlibat dalam diagnosis obstruksi empedu dan biasanya ditemukan pada dinding duktus intra dan ekstra biller di hati. Jika ditemukan dalam tulang dan plasenta sehingga terjadi peningkatan kadar ALP, mungkin hal ini disebabkan karena masalah di luar hati seperti keganasan (Combes, 1969).

Gamma-Glutamyltransferase (GGT). Tes untuk mengukur jumlah enzim

GGT dalam darah. Enzim GGT terutama terdapat di hati, ginjal saluran empedu

dan pankreas. Enzim ini diperiksa untuk menentukan disfungsi sel hati atau saluran empedu dan mendeteksi penyakit hati yang diinduksi oleh alkohol (Whitby, 1980).

(14)

obat-obatan.Hal ini merupakan peranan penting dalam menjaga cairan darah bocor keluar ke jaringan (Soelaiman, 1976).

Pada penyakit hati yang luas, baru terjadi penurunan kadar albumin. Tetapi kadar albumin yang rendah bukan hanya disebabkan kelainan hati, melainkan dapat juga disebabkan adanya kebocoran albumin di tempat lain seperti pada ginjal, usus, kulit yang disebabkan oleh peradangan atau infeksi (Soelaiman, 1976).

Bilirubin. Bilirubin merupakan pigmen kekuningan yang ditemukan pada cairan empedu, yang dihasilkan oleh hati.Bilirubin di produksi sebagai hasil pemecahan sel darah merah dalam tubuh (Zilva, 1979).

Bilirubin dalam jumlah besar di dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit kuning.Pasien kuning memiliki perubahan warna kulit dan sklera mata menjadi kuning.Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mendiagnosis masalah hati atau kantung empedu. Namun, bilirubin tidak hanya meningkat pada penyakit hati, tetapi bisa juga karena kondisi lain yang menyebabkan peningkatan kerusakan sel darah merah (Zilva, 1979).

Lactat Dehydrogenase (LDH). Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim

intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan

konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel

darah merah (Soelaiman, 1976).

(15)

analisis biokimia termasuk pemeriksaan transaminase serum (Tavill, 1993).

2.2.3. Gambaran Biokimia Hati Pada Thalassemia Mayor

Thalassemia merupakan penyakit hemolitik kronis dengan gejala utama

anemia dan memerlukan transfusi darah berulang. Transfusi darah berulang dan peningkatan absorpsi besi di usus sebagai akibat eritropoiesis yang tidak efektif pada penderita thalassemia menyebabkan penimbunan besi. Hati merupakan organ utama yang terganggu karena hati merupakan tempat penyimpanan utama cadangan besi. Pada keadaan penimbunan besi, kadar besi serum, saturasi transferin dan feritin akan meningkat serta transferin binding capacity (TBC) terlampaui, hal ini dapat menyebabkan reaksi radikal bebas yang bersifat sitotoksik sehingga mengakibatkan kerusakan oksidasi lipid, protein dan asam nukleat. Penimbunan besi kronis di hati mengakibatkan fibrosis serta sirosis hati, dan biopsi hati merupakan baku emas untuk menilai penimbunan besi di hati juga dapat memberi informasi mengenai derajat kerusakan hati. terhadap setiap donor darah (Bacon, 1993).

Pada keadaan penimbunan besi, terjadi peningkatan kadar besi serum, feritin serum dan saturasi transferin. Saturasi transferin umumnya mencapai lebih dari 80%. Sebagai akibat peroksidasi lipid, maka akan terjadi kerusakan sel hati. Seperti pada kerusakan sel hati akibat penyebab yang lain, penimbunan besi akan menyebabkan peningkatan kadar enzim transaminase serum, yaitu SGOT dan SGPT (Kaplan, 1993).

Pasien thalassemia mayor sangat ketergantungan dengan transfusi darah, karena terjadi kerusakan 2 gen yang mensintesis rantai pada globin, sehingga penderitanya tidak dapat mensistesis hemoglobin normal, akibatnya akan terjadi anemia berat, dan untuk menaikkan kadar Hb perlu dilakukan transfusi darah secara rutin. Untuk mengetahui efek yang timbul dan terapi transfusi darah terhadap nilai SGOT dan SGPT (Kelly, 1999).

SGOT dan SGPT adalah enzim yang terdapat di dalam hati yang berperan

(16)

sensitif untuk menunjukkan cedera sel hati dan sangat membantu dalam pendeteksian penyakit hati (Suyono, 2001).

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan pengembangan produk yang akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan penggunaan produk yaitu untuk menambah kreatifitas pendidik dan

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Setiap usulan Pemegang Saham akan dimasukkan dalam acara Rapat jika memenuhi persyaratan dalam Pasal 14 ayat 10 Anggaran Dasar Perseroan dan usul tersebut harus sudah

Bagi Hasil Untuk Investor Dana Investor tdk

 Siswa dapat menceritakan nama istri yang mendampingi Rasulullah waktu wafat.  Siswa dapat Mengamalkan nilai nilai kesalehan

[r]

Aplikasi ini menggunakan elemen-elemen multimedia yaitu gambar, teks, suara, dan animasi kedalam suatu bentuk aplikasi yang diharapkan mudah digunakan oleh siapa saja dan

Program dan Jenis Kegiatan Hasil yang diharapkan Waktu Pelaksana an Pelaksa na Sumbe r Dana penyelenggaraan Prakerin 2.3 Pencarian obyek. 2.4   Rapat   pembentukan