• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Bilangan Reproduksi Efektif Berdasarkan Data Contact Tracing Covid 19 DKI Jakarta. Oleh: Retno Maharesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penentuan Bilangan Reproduksi Efektif Berdasarkan Data Contact Tracing Covid 19 DKI Jakarta. Oleh: Retno Maharesi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Penentuan Bilangan Reproduksi Efektif Berdasarkan Data Contact Tracing Covid 19 DKI Jakarta

Oleh: Retno Maharesi (rmaharesi@staff.gunadarma.ac.id)

Abstraksi

Diantara 15 indikator untuk menilai apakah kondisi epidemi sudah bisa dikontrol atau tidak adalah bilangan reproduksi yang kurang dari 1 selama 14 hari secara berurutan. Paper ini mejelaskan bagaimana indikator itu dapat menjadi penentu keputusan pemerintah dan bagaimana formula bilangan reproduksi efektif diperoleh, yang selanjutnya dapat diimplementasikan pada data uji covid-19 pada contact tracing yang dilakukan pemerintah untuk mengisolasi individu yang terinfeksi. Penurunan formula dilakukan secara terperinci mengunakan pemodelan epidemiologi SIR (Susceptible, Infectious and Removed) dengan representasi persamaan beda hingga. Hasil penerapan formula bilangan reproduksi efektif kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian serupa di Indonesia. Perbedaan hasil dengan para peneliti lain dikarenakan perbedaan metode, periode waktu pengambilan sampel, variasi epidemi akibat implementasi pembatasan sosial berbagai skala oleh pemerintah dan tingkat kegawatan epidemi di wilayah di mana penelitian dilakukan.

Kata kunci: bilangan reproduksi efektif, metode beda hingga, model epidemi SIR, data testing covid-19

1. Pendahuluan

Pada artikel ini dibahas suatu model matematika epidemiologi dasar SIR (Susceptible-Infected-Recovered) sebagai alat bantu menganalisis permasalahan pandemi COVID 19 di DKI Jakarta, khususnya pada penerapan bilangan reproduksi efektif. Untuk dapat menggunakan model SIR dalam realitas, sejumlah asumsi diperlukan untuk menyederhanakan permasalahan sehingga lebih mudah untuk mengembangkan analisis khususnya berkaitan dengan kalkulasi bilangan reproduksi. Bilangan reproduksi adalah suatu indikator untuk melihat prospek dari epidemi di suatu wilayah yang sedang dilanda wabah. Dibandingkn dengan masa sebelum peningkatan data testing contact tracing, jumlah kasus positif di DKI meningkat tajam, dari jumlah kasus harian di sekitar 200 per hari sebelumnya menjadi 400 lebih kasus positif per harinya. Tentunya fenomena ini akan diikuti dengan meningkatnya nilai bilangan reproduksi efektif.

1.1Lingkup permasalahan

Bagaimana persamaan diferensial biasa dalam model SIR yang dinyatakan dalam bentuk persamaan beda hingga dapat digunakan untuk menurunkan formula bilangan reproduksi efektif dan formula untuk menduga persentase maksimal subpopulasi yang terinfeksi. Berdasarkan formula yang diperoleh, kemudian dengan data hasil survey uji covid-19 yang tersedia di situs

web covid-19 pemerintah DKI, nilai bilangan reproduksi dasar beserta estimasi proposi penduduk yang terinfeksi covid-19 dapat diperoleh.

(2)

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan pertama penelitian ini adalah memberikan gambaran dari nilai bilangan reproduksi dasar dan efektif yang didapat dari model SIR sederhana pada kasus epidemi covid-19. Tujuan kedua penelitian ini adalah mendapatkan formula bilangan reproduksi efektif yang dapat digunakan untuk menilai kondisi epidemi di DKI Jakarta guna menentukan status tingkat risiko dari wabah apakah sudah atau belum bisa dikontrol.

1.3 Metode penelitian

Dari berbagai sumber pustaka, utamanya paper konferesi dan text book epidemiologi untuk materi berkaitan dengan model SIR (Susceptible-Infectious-Removed) dielaborasi untuk mendapatkan solusi dari permasalahan dalam penelitian ini. Alur dalam penelitian dapat diperinci sebagai berikut:

1. Investigasi dimensi dari persamaan yang terdapat dalam model SIRPenelitian ini menggunakan data sekunder yang didapat dari situs web Riwayat File Covid-19 DKI Jakarta.

2. Gambaran dari arti bilangan reproduksi dasar dalam membentuk subpopulasi infectious (I)

3. Penurunan formula bilangan reproduksi efektif yang dilanjutkan dengan penurunan formula untuk menduga persentase subpopulasi terinfeksi maksimal menggunakan bentuk persamaan beda hingga untuk model SIR.

4. Penerapan formula yang didapat dari langkah (3) menggunakan data sekunder yang didapat dari situs web Riwayat File Covid-19 DKI Jakarta. Selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan hasil dari penelitian serupa oleh peneliti lain di Indonesia.

2 Landasan Teory

Sebuah model penyebaran penyakit yang bersifat menular diperkenalkan mula-mula oleh W. O. Kermack dan A. G. Mckendrick pada tahun 1927,yang dikenal dengan sebutan model epidemik SIR klasik. Secara sederhana, model epidemik SIR klasik mendeskripsikan penyebaran penyakit dari kelompok individu rentan tertular (susceptible) yang kemudian menjadi terinfeksi (infected ) karena terdapat kontak langsung atau tidak langsung. Selanjutnya, kelompok individu infected yang mampu bertahan terhadap penyakit akan sembuh atau mati setelah menjalani durasi infeksi dan memasuki kelompok removed.

Populasi penduduk dibagi menjadi tiga kelas individu, yaitu:

1. individu susceptible adalah individu yang sehat dan dapat terinfeksi virus,

2. individu infectious adalah individu yang terinfeksi dan dapat menularkan virus kepada individu lain dalam populasi.

3. individu removed adalah individu yang telah sembuh atau meninggal akibat inveksi virus. Kesembuhan tersebut dapat permanen atau sebaliknya.

Metode removal merupakan suatu proses perpindahan populasi yang terinfeksi menjadi populasi yang sehat yang dapat dilakukan melalui isolasi, imunisasi, recovery atau melalui kematian (Brauer & Carlos-Chavez, 2001).

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam proses pemodelan epidemik penyakit menular, adalah sebagai berikut: 1. Jumlah populasi suatu wilayah epidemi adalah tetap dan bersifat tertutup, di mana perubahan jumlah penduduk hanya melalui kematian sedangkan imigrasi atau emigrasi

(3)

maupun kelahiran diabaikan. 2. laju kelahiran sama dengan laju kematian, 3. Inveksi virus dapat menghasilkan individu sembuh atau mati 4. Individu yang sudah sembuh dari inveksi virus tidak akan terserang lagi karena telah mempunyai sistem kekebalan seumur hidup, 5. setiap individu mempunyai kemungkinan yang sama untuk melakukan kontak dengan individu lain dalam populasi,6. individu yang terinfeksi diasumsikan dapat pulih dengan peluang tetap sepanjang waktu, 7. populasi bersifat homogen.

Variabel-variabel serta parameter-parameter yang digunakan dikaitkan total populasi N=

NS+ NI+ NR individu populasi berada dalam kategori ebagai berikut:

1. S menyatakan subpopulasi susceptible pada saat t, 0< NS/N1,

2. I menyatakan subpopulasi individu infectious pada saat t, 0 NI/N 1,

3. R menyatakan subpopulasi individu removed pada saat t, 0 N𝑅/N 1,

4. Tetapan 𝛽 menyatakan berkontribusi pada laju yaitu jumlah terinveksi per satuan waktu akibat terjadinya kontak dengan individu infectious,

5. Tetapan v menyatakan laju removed yaitu banyaknya kesembuhan plus kematian per satuan waktu dari individu infectious per kapita

Model SIR (Susceptible Infectious Removal)

Berikut ini adalah formulasi system persamaan differensial model epidemic klasik :

dS SI dt dI SI vI dt dR vI dt        (1)

Model (1) merupakan model yang intuitif karena mudah untuk dipahami. Sebagai contoh pada persamaan pertama, perubahan jumlah individu yang masih belum terinfeksi per satuan waktu sebanding dengan jumlah kontak yang terjadi antara sub populasi yang belum terinfeksi (susceptible) dengan yang sudah terinfeksi (infectious). Penurunan jumlah individu rentan yang belum terinfeksi per satuan waktu sebanding dengan total jumlah kontak dari sub populasi terinfeksi NI dengan subpopulasi individu yang rentan terinfeksi NS. Pada populasi berukuran

besar N, jika secara rata-rata jumlah kontak satu individu terinfeksi adalah  orang per satuan waktu, dengan proporsi keberhasilan transmisi virus adalah , maka banyaknya penurunan jumlah individu rentan terinfeksi menjadi terinfeksi per satuan waktu dalam suatu wilayah epidemi adalah: S I N N N  (2)

Dengan menukar

N

S = S dan

N

I = I, laju penurunan subpopulasi S mengikuti persamaan (1), yaitu:dS SI

dt  

, untuk

N 

  . Persamaan diferensial pertama menggambarkan bahwa jumlah individu yang belum terinfeksi semakin berkurang pada masa epidemi yang ditandai koefisien  dari kontak antara subpopulasi terinfeksi dan rentan (susceptible) bertanda negatif.

Dalam membentuk sebuah model matematis haruslah diperhatikan kesamaan dimensi ruas kiri dan kanan dari setiap persamaan yang membangun suatu system. Investigasi dimensi pada masing–masing ruas persamaan pertama: Ruas kiri berdimensi jumlah individu rentan yang

(4)

belum terinfeksi per satuan waktu . Ruas kiri menyatakan laju penurunan jumlah individu terinfeksi. Dimensi ruas kanan harus mengikuti dimensi ruas kiri. Dimensi  pada ruas kanan menunjukkan: (banyaknya kontak yang terjadi antara individu yang sudah terinfeksi dengan yang belum terinfeksi) per satuan waktu per individu yang terjadi secara homogen di dalam populasi, berdimensi: kontak individu per satuan waktu per individu terinfeksi. Nilai   1

menunjukkan proporsi atau efektifitas  kontak dalam mentransmisikan virus, sehingga tidak mempunyai satuan. Dengan demikian jika di dalam populasi terdapat total NI orang sub populasi

terinfeksi, maka dimensi dari  NI menjadi orang terinfeksi persatuan waktu. Sehingga koefisien

=/N = b/N dengan 0< < 1, satuan

2

/ _ / _

:

org satuan waktu org satuan waktu org

N orang org



   .

Perkalian  dengan bentuk bilenear SI dimana satuannya org2 mengakibatkan kedua ruas

persamaan pertama sudah sama dimensinya yaitu jumlah individu terinfeksi per satuan waktu,

/ _

org satuan waktu.

Besaran b akan digunakan untuk menghitung bilangan reproduksi dasar (R0) maupun

bilangan reproduksi efektif (Re) selama masa epidemi. R0 adalah angka yang menunjukkan

banyaknya individu yang tertular oleh satu individu yang terinfeksi pertama kali selama durasi infeksi virus. Satuan dari b dijelaskan sebagai berikut: Banyaknya individu, misalnya orang yang terinfeksi per satuan waktu akibat satu individu awal yang telah terinfeksi, dengan dimensi b

adalah:

/ _ 1

.( _ ) _

org satuan waktu org

orangorg atuan waktusatuan waktu

.

Dengan cara serupa, persamaan kedua dapat diartikan bahwa perubahan individu yang sudah terinfeksi virus per satuan waktu sebanding dengan kontak yang efektif mentransmisikan virus dikurangi dengan jumlah individu tereliminasi dari populasi baik yang sembuh atau meninggal akibat terinfeksi virus dalam suatu satuan waktu. Pada persamaan ke dua v adalah tingkat removal (kesembuhan atau kematian) per satuan waktu yaitu proporsi individu yang meninggal atau pulih dari sub populasi terinveksi I per satuan waktu. Sehingga durasi rerata dari infeksi virus dihitung dengan: D = 1/v. Contoh jika tingkat removal v = 0.1 per hari, maka D = 10 hari, yaitu waktu yang diperlukan satu individu untuk terbebas dari infeksi baik dengan kondisi sembuh ataupun mati. Dari persamaan ke dua, kondisi epidemik terjadi jika laju pertumbuhan jumlah individu terinfeksi adalah dI SI vI 0,

dt   

sehingga SI vI S 1 v      , karena  =/N maka persamaan menjadi:

e ( ) S t R vN 

 . Bilangan reproduksi efektif Re nilainya

berubah sepanjang waktu bergantung pada faktor-faktor yang memengaruhi perubahannya. Pada saat awal yaitu t = 0, nilai di atas dapat dituliskan sebagi R0 yaitu bilangan reproduksi dasar:

0 (0) 1, S R vN 

  dengan S(0)=N-1 karena banyaknya individu terinfeksi di saat t = 0 adalah I(0)=

1. Untuk jumlah populasi yang besar, nilai(N 1) 1 N

adalah peluang setiap individu dapat

terinfeksi pada kondisi awal epidemi, sehingga 0 (N 1) R v N v     .

(5)

Bilangan 0 1 b R v v 

   menyatakan nilai harapan banyaknya individu yang terdapat dalam subpopulasi yang rentan tertular pada awal epidemi oleh satu orang yang pertama kali terinfeksi. Jelaslah di sini R0 adalah nilai maksimal dari Re.

Bilangan reproduksi R0 tidak mempunyai satuan karena merupakan rasio antara b dan v

yang masing masing satuannya sama. Demikian pula bilangan reproduksi efektif e ( ) ( ) S t R t D N



 , tidak mempunyai satuan karena S t( ) N

adalah satuan org/org= 1. Berdasarkan formulasi dari Re(t), dapat diintepretasi bahwa (Weiss, 2013):

1. Durasi dari infeksi virus D dapat dikurangi dengan melakukan terapi pengobatan atau pencegahan yang dapat melawan keganasan virus apabila individu rentan terinfeksi. 2. Menurunkan besaran , yaitu frekuensi kontak antar individu dalam populasi per satuan

waktu dengan cara misalnya menutup atau membatasi terjadinya kerumunan publik di berbagai tempat maupun situasi dan kondisi.

3. Menurunkan jumlah individu rentan dalam populasi S(t) dengan vaksinasi.

4. Menurunkan tingkat penularan (transmisibilitas)  virus ke setiap individu dengan selalu waspada untuk tidak menyentuh area mukosa seperti, mata, hidung dan mulut kecuali tangan sudah didisinfeksi sebelumnya. Semua individu diwajibkan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan dan selalu menggunakan alat pelindung diri seperti masker, kacamata.

Oleh karena sampai saat ini ketersediaan vaksin untuk Covid19 belum ada maka ketiga aspek di atas harus selalu dijalankan dalam bentuk protocol kesehatan pada masa epidemic masih belum bisa dikendalikan dengan stabil.

3 Pembahasan

Berdasarkan uraian dari bagian sebelumnya, bagian ini menerangkan bagaimana model SIR dapat menghasilkan bilangan reproduksi, manipulasi formula agar dapat diterapkan pada data hasil survey

3.1 Bilangan reproduksi

Bilangan reproduksi sering dijadikan acuan oleh berbagai pihak dalam mengambil keputusan berkaitan dengan tingkat keleluasaan interaksi public, baik oleh WHO (World Health Organization) maupun pemerintah di berbagai tingkat, sesuai kondisi kedaruratan yang terjadi di suatu wilayah. Dari 15 indikator yang digunakan pemerintah Indonesia untuk menilai tingkat kegawatan epidemi agar masuk dalam kategori terkendali, adalah bilangan reproduksi covid 19,

Re < 1 selama 14 hari secara berurutan.

Berikut adalah ilustrasi dari bilangan reproduksi dasar, yang nilainya ditentukan oleh tiga konstanta, yaitu durasi infeksi D, frekuensi kontak oleh satu orang yang pertama terinfeksi

dan transmisibilitas virus pada awal epidemi

. Sering kali diberitakan R0 bernilai >1 yaitu R0 = 2.

Pertanyaannya bagaimana angka itu bisa diperoleh dengan rumus seperti pada Persamaan (2), jika durasi infeksi menurut para ahli adalah 3 sampai 10 hari, bahkan ada yang mengatakan untuk populasi Indonesia durasinya 5 sampai 6 hari ? Sebagai nilai tengah dapat diambil 6 hari. Jadi D = 6 artinya setelah masa itu individu terinfeksi akan berada pada status sembuh atau mati. Selama masa infeksi frekuensi kontak orang pertama terinfeksi terjadi dengan sedikitnya 20 orang dengan 4 orang diantaranya frekuensi kontaknya tinggi (diberi skala 3) dan 10 orang sedang (skala 2) dan 6 sisanya rendah (skala 1), sehingga secara rerata

=

(6)

[4(3)+10(2)+6(1)]/20 = 38/20 orang kontak per hari per orang terinfeksi, transmisibilitas virus

rendah karena untuk misalnya R0 = 2, maka 2=6(38/20)

, sehingga

=0.175.

Misalnya pada saat awal terdapat 2 orang terinfeksi oleh orang yang pertama kali terinfeksi dalam jangka waktu durasi infeksi D, maka R0 =2. Sehingga banyaknya orang baru

yang terinfeksi untuk waktu t > D dalam satuan hari adalah ( ) 0 ( ) t D ,

I tRtD dengan masing masing orang dapat menularkan virus kepada maksimal R0 =2 orang. Sehingga dalam masa atau

durasi inkubasi D = 6 periode ke dua yaitu untuk t = 6+1=7, 8, 9, 10, 11, 12 banyaknya orang terinfeksi adalah jumlah penambahan penularan dari orang yang tertular pada waktu sesudah masa inkubasi orang yang pertama terinfeksi, 12 ( )

0 ( 12) t t D t D I t R     

= I(D) + I(1+D) +

I(2+D) + I(3+D) + I(4+D) + I(5+D) + I(6+D) = 1+ 2 + 4 + 8 +16 + 32 + 64 = 127

orang. Kemudian banyaknya orang yang sembuh atau mati pada saat t adalah sebanyak (

0 2 1)

,

( )

t D

2

r

t

R

 

t

D

. Berikut ini adalah contoh penghitungan banyaknya orang yang tereliminasi dari populasi. Setelah durasi infeksi habis waktu maka ada dua kemungkinan keadaan yaitu orang yang terinfeksi mati karena system imunnya kalah melawan virus atau pulih karena system imunnya menang melawan virus. Berikut adalah contoh intuk waktu setelah t =5, yaitu t = 13, 14, 15, 16, 17 sampai t = 18: ( 2 1) (13 12 1) ( 2 1) (14 12 1 ( 2 1) (15 12 1) ( 2 1) (16 12 1) ( 2 1) (17 12 1) ( 2 1) (18 12 1 0 0 0 0 0 0 ) ( ) ( ) ( ) ( ) 13 2 1 14 2 ) 2 15 2 4 16 2 8 17 2 16 18 2 32 ... ( ) . ( ) t D t D t D t D t D t D r R r R r R r R r R r t t t t t t R r                                                 0 ( 2 1) ( ) t D tR  

Pada contoh tersebut, kumulatif terinfeksi pada saat t = 10 adalah ( 0 1) ( ) t D r tR   (1+ 2 + 4 + 8 +16 + 32 +64 +128 + 256 + 512 +1024 =) 2047

Sedangkan jumlah orang meninggal atau sembuh t = 1,2,3,… 10 adalah: 0, 0, 0, 0, 0, 0,1, 2, 4, 8,16,32 dengan kumulatif = 63.

Dalam keseharian pemerintah melalui Gugus Tugas Covid19 sering memberitakan jumlah kasus positif yang awalnya jumlahnya puluhan, ratusan hingga ribuan per harinya. Angka kesembuhan dari individu yang terinfeksi jumlahnya semakin membesar dari puluhan sampai ribuan dan angka kematian yang jumlahnya puluhan sampai dengan ratusan per harinya. Gambar 1 menjelaskan kaitan antara kompartmen removal ® yang ada di area survey yang dilakukan pemerintah dan compartment SI yaitu subpopulasi yang rentan terinfeksi dan sudah terinfeksi yang membaur secara homogen di dalam kehidupan masyarakat pada kondisi R0 = 2.

Pertumbuhan individu terinfeksi virus dianggap mengikuti bilangan reproduksi dasar, maka jumlah individu bertambah secara eksponensial dari hari kehari. Misal jika R0=2, maka dalam

waktu 30 hari akan terakumulasi 230 = 1.073.741.824 individu terinfeksi jika diasumsikan tidak ada individu yang mati atau pulih selama masa inkubasi. Dengan mengasumsikan laju kematian

(7)

dan kesembuhan semasa inkubasi positif maka laju pertambahan jumlah individu terinfeksi menjadi kurang dari 2n.

Oleh karena jumlah individu terinfeksi yang sesungguhnya tidak diketahui sehingga perlu dianalisis dengan menggunakan sebuah model epidemiologi sederhana dengan tiga compartment SIR.

Gambar 1. Gambaran model SIR untuk bilangan reproduksi dasar R0=2 (sumber: penulis).

Metode Statistika deskriptif sebagaimana diperlihatkan Gambar dapat digunakan untuk menduga bilangan reproduksi efektif menggunakan purposive random sampling berupa sample contact tracing yang dilakukan setiap hari mulai awal Maret sampai 3 Agustus.

Gambar 2. Estimasi nilai bilangan reproduksi efektif menggunakan data sampel contact tracing (sumber: penulis).

3.2 Implementasi model SIR pada Covid19

Bagaimana mencapai kondisi tersebut, tentunya sangat bergantung kepada tingkat kedisiplinan masyarakat dan penegakan sanksi oleh regulator. Tingkat kedisiplinan masyarakat akan meninggi seiring dengan naiknya tingkat pemahaman masyarakat akan permasalahan yang

S(t)  I(t) dS SI dt dI SI vI dt dR vI dt        Removal Data:

r

(sembuh, mati dan kasus positif)

Diketahui dari proses

contact tracking

Kondisi epidemi tidak diketahui, maka jumlah populasi rentan dan terinfeksi dianalisis dengan model compartment SIR

(8)

sedang terjadi. Pemahaman yang semakin baik dapat dilihat dari kepatuhan masyarakat dalam menjalankan semua protokol kesehatan yang mendukung empat aspek sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya. Dalam tulisan ini akan kami sajikan bagaimana memahami indikator penilai situasi epidemi yang sedang berlangsung di Jakarta yaitu bilangan reproduksi.

Berikut dituliskan rumus bilangan reproduksi dasar R0,

0 (0) , S R D D N     denganS( )tNI t( ), S(0)= N-1, I(0)=1,

t

0

D

(2) Dibandingkan dengan indikator bilangan reproduksi dasar R0, bilangan reproduksi efektif

e( )

R t lebih bermanfaat dalam menggambarkan kondisi epidemic dari waktu ke waktu. Pada artikel ini disajikan penurunan rumus R te( ) menggunakan data hasil contact tracing satgas

Covid19 DKI Jakarta menggunakan hasil dari (Susanto et.al., 2020).

Sistem Persamaan diferensial ke dua dan ketiga dari model SIR mula-mula diubah ke bentuk persamaan beda dengan step sizeh =1 secara berurutan dituliskan sebagai berikut:

 In



S In n

vIn (3)

n n

RvI

  (4)

dapat di tulis sebagai dengan menghilangkan parameter  dan v dengan terlebih dahulu menuliskan:   n dan

v

v

n. Penjumlahan Persamaan (3) dan (4) memberikan:

n n n n n

I

R



S I

   

, sehingga dari hasil ini diperoleh: ( n n) n n n I R S I      dan n n n R v I    .

Perubahan cara penulisan angka reproduksi dasar dan efektif menggunakan subskrip n, adalah: 0

( )

n n

R n

N

v

, dan e( ) 0 n S R n R N

 . Sehingga diperoleh deretan persamaan sebagai berikut untuk mendapatkan Persamaan (5):

e 0 ( ) ( ) n n n n n n n n n n n I R S S S I S R t R N N R N v N N I         ( ) ( ) ( ) ( ) n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n n I R S I I R I I R I I R S S R S I R I R R I                       e( ) 1 n n n n n n I R I R t R R R           (5)

Pendugaan jumlah maksimal terinfeksi berdasarkan bilangan reproduksi efektif Re diperoleh

dengan cara medapatkan penyelesaian persamaan diferensial kedua dari model SIR sebagai berikut: dS SI dI SI vI      , ( ) dS S v dI S    

 yang adalah persamaan diferensial separable, maka:

( S v) dS dI S      , v dS dS dI S     ,I t( )S t( )v/

lnSC.

(9)

( ) ( ) / ln ( ) (0) (0) / ln (0)

I tS tv

S tISv

S (6)

Imax dicapai jika

0

dI

dt

maka menggunakan persamaan kedua didapat: S(t)=v/, sehingga (6)

dapat ditulis dengan:

( ) / ln (0) (0) / ln (0) max v v I t vI S vS        , atau ( ) (0) (0) / ln (0) / ln max v v I t I S vS v         (7)

Persamaan (7) jika dinyatakan menggunakan angka reproduksi dasar adalah sebagai berikut: 0 b v/ N /v RD



 

, R v0 N   , menjadi 0 0 0 0 ( ) (0) (0) ln (0) ln max N N N N I t I S S R R R R

     , semua ruas dibagi N:

0 0 0 0 1 1 1 ( ) / (0) / (0) / ln (0) ln max N I t N I N S N S R R R R      0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 ( ) / (0) / (0) / ln (0) ln 1 ( ) / 1 (1 ln (0) ln ) ( ) 1 1 (1 ln ln( 1)) ln ln( 1) ln( ( 1)) ( ) ( ) 1 1 (1 ln ) max max max max N I t N I N S N S R R R R N I t N S R R I t N N N R R R N N N ln R R N I t R N R                        Substitusi e( ) 1 n n I R t R     dari 0 e( ) ( ) N R R t S t

 untuk mengestimasi Imax:

e e ( ) 1 (1 ln( ( ) )) ( ) max n n I t S N R t N  R t NS (8)

dengan bilangan reproduksi efektif R te( )yang didapat dari Persamaan (5). 4. Penerapan pada data hasil survey pemerintah

Selanjutnya, implementasi persamaan pertama dapat diaplikasikan dalam realitas, berdasarkan data hasil survey khususnya untuk data removal dan pertambahan kasus positif harian menggunakan Persamaan (5).

(10)

Data untuk penelitian ini diperoleh dari situs web Riwayat File Covid-19 DKI Jakarta. Sebagai contoh penerapan dari rumus di Persamaan (5), berikut ini hasil penghitungan nilai Re untuk data 24 Juli sampai dengan 7 Agustus 2020.

Tabel 1. Tabel survey hasil pengujian contact tracing tanggal 24 Juli sampai dengan 7 Agustus di wilayah DKI Jakarta

tanggal positif sembuh meninggal pos per hari sbh per hari mati per hari Re

24/7/2020 18230 11585 768 - - - - 25/7/2020 18623 11715 769 393 130 1 4 26/7/2020 19001 11889 779 378 174 10 3.054348 27/7/2020 19473 11996 782 472 107 3 5.290909 28/7/2020 19885 12373 795 412 377 13 2.05641 29/7/2020 20470 12613 820 585 240 25 3.207547 30/7/2020 20769 12801 821 299 188 1 2.582011 31/7/2020 21201 13208 836 432 407 15 2.023697 1/8/2020 21575 13887 852 374 679 16 1.538129 2/8/2020 21954 14027 852 379 140 0 3.707143 3/8/2020 22443 14165 867 489 138 15 4.196078 4/8/2020 22909 14381 880 466 216 13 3.034934 5/8/2020 23266 14760 895 357 379 15 1.906091 6/8/2020 23863 15006 908 597 246 13 3.305019 7/8/2020 24521 15201 922 658 195 14 4.148325 Rerata Re 3.146474

Contoh: Data pada tanggal pada periode di atas memberikan: nilai rerata Re3.14, yang artinya

masih jauh dari kriteria kondisi epidemi yang terkontrol yaitu Re 1. Nilai Re akan mendekati 1 jika pembilang yaitu jumlah kasus positif harian mendekati nol atau penyebutnya yaitu jumlah kesembuhan atau kematian tinggi mengalahkan jumlah kasus positif. Tapi tentu saja jumlah kematian tinggi sama sekali tidak diinginkan. Namun demikian di Eropa pada awal pandemi jumlah kematian maupu kesembuhan tinggi, hampir enam kali yang terjadi di Indonesia, dan saat ini kondisi epidemi di sana jauh lebih terkontrol disbanding dengan Indonesia.

Notasi Re yang dituliskan sebagai fungsi dari waktu t, berarti nilainya berubah sesuai

dengan status perubahan dari tiga diantara empat aspek yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, yaitu parameter durasi infeksi D, frekuensi kontak

, transmisibilitas

yang diasumsikan bernilai tetap atau konstan. Nilai Re yang tinggi menunjukkan tingkat pemahaman

masyarakat akan epidemic sangat rendah sehingga tingkat kepatuhan dalam menjalankan protocol kesehatan yang dicanangkan pemerintah sangat rendah. Nilai Reyang tidak segera turun

menjadi 1 akan memperburuk kondisi kehidupan ekonomi, social dan budaya di suatu Negara. Bagaimana nilai Re yang tinggi dapat diturunkan selain dari sisi partisipasi masyarakat

dalam menjalankan protokol kesehatan dalam kondisi epidemic covid19 di mana vaksin belum tersedia, adalah dengan meningkat jumlah pengujian pada contact tracing. Berapa jumlah individu yang terinfeksi di dalam populasi dapat diperkirakan, berikut ini diberikan langkah-langkahnya berdasarkan Persamaan (8) dan (5). Pada contoh berikut dimisalkan nilai Re = 1.86,

(11)

m 0.2485 I 1, , 1 1 (1 ln(1.86 ) 1.86 1.86 1 (1 ln( )) 1.86 1.86 ln( ) 1.86 1.86 1.86 ln( ) 1.86 1.86 1 1 1.86 1 ln( ) 1.86 1.86 1 1.86 (1 ) / (1.86) ln( ) 1.86 1.86 0.2485 ln( ) 1.86 1. ax N I b a b a N N N I N b N N I a b a a a b b a a a a a a a a a e a a                            0.2485 0.689 1.28210 86 1. 6 1 8 e  

Dari hasil perhitungan di atas dengan Re = 1.86 maka kemungkinan dalam beberapa

waktu ke depan terdapat 68.9 % orang tersisa yang rentan terinfeksi dan prosentase orang terinfeksi menjadi sebesar 1- 0.689 = 32.1% dari total populasi. Perbandingan antara sub populasi yang terinfeksi dan rentan tertular seperti ditunjukkan oleh hasil hitungan tersebut tidak mengejutkan, karena sebagai perbandingan Tiongkok sebagai Negara di mana awal epidemi terjadi, menurut berita di suatu media terpercaya di Indonesia mentargetkan melakukan test covid 19 dengan jumlah 4.8 juta per hari, sekalipun menurut laporan resmi di situs worldometer angka kejadian kasus positif sudah sangat rendah, jauh lebih rendah dari kasus positif di Indonesia.

4.2 Diskusi

Sebagai perbandingan dengan penelitian pada topic serupa, berikut ini disajikan hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil peneliti lain di Indonesia.

Tabel 2 yang sudah dilakukan para peneliti lain.

Metode Ro Re Wilayah penelitian, sumber data dan waktu

Exponential Growth Rate 4.655613 1 Maximum Likelihood 4.143258 1 Time Dependent 5.667372 1 Bayesian Sequential 2.891739 1 Model SIR-1 1.728462 1

Model SIR-2 3.0 2

Persamaan beda (sederhana) 3.146474 (Rerata)

(12)

Keterangan: Wilayah penelitian, sumber data dan waktu:

1. DKI Jakarta, www.covid19.go.id, tanggal 2 hingga 25 Maret 2020

2. Kalimantan Selatan, Dinkes.kalselprov.go.id., tanggal 8 April hingga 20 Mei 2020

3. DKI Jakarta, Riwayat File Covid-19 DKI Jakarta dan www.covid19.go.id, tanggal 24 Juli hingga 7 Agustus 2020.

Tabel 2 memberikan hasil berbeda, hal ini disebabkan karena:

1. Perbedaan cakupan wilayah penelitian 1, 3 di DKI Jakarta dan 2 di Kalimantan Selatan. 2. Tingkat risiko cakupan wilayah penelitian 1, 3 DKI Jakarta lebih tinggi tingkat risiko

terhadap paparan covid-19 dan 2 di Kalimantan Selatan dengan risiko lebih rendah. 3. Metode yang digunakan,

4. Data serial (time series) yang digunakan menggambarkan peranan pemerintah dalam mengendalikan laju penularan wabah dan tingkat pemahaman masyarakat dengan wabah covid-19.

5. Kesimpulan

Penggunaan Re untuk menilai kinerja pemerintah dalam mengendalikan pandemi ini

dapat diimplementasi dengan menambah jumlah test semaksimal mungkin agar kondisi pengendalian bisa cepat didapat, yaitu nilai Re1. Seberapa besar jumlah penambahan

pengujian sampel penduduk yang terjaring dalam contact tracing dapat diperkirakan besarnya berdasarkan prakiraan jumlah penularan maksimal dalam jangka waktu ke depan. Pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat dan peningkatan jumlah testing yang proporsional dengan perkiraan jumlah subpopulasi terinfeksi hendaknya dilakukan secepatnya agar kondisi wabah bisa secepatnya dikendalikan. Semakin cepat epidemi bisa dikendalikan maka semakin cepat aspek kehidupan ekonomi bisa segera dipulihkan.

6. Referensi

[1]H. Susanto, V.R. Tjahjono, dkk., How many can you infect? Simple (and naive) methods of estimating the reproduction number, Commun: Biomath Sci, Vol.3, No.1, hal. 28-36, 2020. [2] H. Weiss, MATerials MATemàtics: The SIR Model and The Foundations of Public Health,Vol 3, no. 17. ISSN: 1887-1097. Publicació electrònica de divulgació del Departament de Matemàtiques de la Universitat Autònoma de Barcelona, 2013.

[3] M. Fajar, Estimasi Angka Reproduksi Novel Coronavirus (Covid-19) Kasus Indonesia, pre print, maret, DOI: 10.13140/RG.2.2.32287.92328, 2020.

[4] Y.Yulida dan M.A. Karim, Ejurnal Binawakya: Pemodelan Matematika Penyebaran Covid-19 di Provinsi Kalimantan Selatan. Vol.14 No.10, ISSN 2615-3505, Mei 2020.

[5] Brauer, F. dan Carlos-Chavez, C., Mathematical Models in Population Biology and Epidemologi. Springer-Verlag Inc., New York. 2001.

Gambar

Gambar 2. Estimasi  nilai  bilangan  reproduksi efektif  menggunakan data sampel  contact  tracing (sumber: penulis)
Tabel 1. Tabel survey hasil pengujian contact tracing tanggal 24 Juli sampai dengan 7 Agustus di  wilayah DKI Jakarta
Tabel 2 yang sudah dilakukan para peneliti lain.

Referensi

Dokumen terkait

Ciri-ciri tidur REM adalah sebagai berikut (Hidayat, 2008): 1) Biasanya disertai dengan mimpi yang aktif. 2) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang

Pendahuluan harus menarik perhatian Pendahuluan harus menarik perhatian Katakan apa yang anda ingin katakan Katakan apa yang anda ingin katakan. Buka dengan pernyataan yang Buka

Memorandum Program Sanitasi Kabupaten Luwu telah selesai disusun oleh Pokja Sanitasi pada Tahun 2014 yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

Puji syukur kepada Tuhan yang penuh berkat dan rahmat atas perkenanNya serta dukungan dari pimpinan Universitas Kristen Indonesia Seminar Nasional dan call for paper

Untuk menentukan alternatif sistem sistem penyaluran air buangan yang lebih tepat, dapat dilakukan dengan menggunakan diagram alir yang telah mempertimbangkan semua

Media/alat yang digunakan bisa direncanakan dengan cara melihat keadaan alam sebenarnya atau melihat benda modelnya (lukisan, gambar, film). Evaluasi yang digunakan ialah

Apa saja hambatan komunikasi yang muncul dalam proses pelayanan dukungan pengurus kepada anggotanya dalam menjalani Program Therapy HIV-AIDS.. ” Selama saya kurang lebih 2

c. mendukung satuan tugas penanganan COVID-19 atau Puskesmas setempat dalam melakukan penelusuran kontak erat warga satuan pendidikan yang terkonfrrmasi COVID-19 dan test