• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEMAMPUAN ISOLAT JAMUR DARI SALAH SATU SUMUR MINYAK DI MINAS DALAM MENDEGRADASI MINYAK BUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KEMAMPUAN ISOLAT JAMUR DARI SALAH SATU SUMUR MINYAK DI MINAS DALAM MENDEGRADASI MINYAK BUMI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEMAMPUAN ISOLAT JAMUR DARI SALAH SATU SUMUR MINYAK

DI MINAS DALAM MENDEGRADASI MINYAK BUMI

Alpentri

1

, Nuryati Juli

2

& Septoratno Siregar

3

1

Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung Semarang 2

Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi ITB 3

Jurusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung

Kata kunci : biodegradasi, jamur, dan minyak bumi

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengevaluasi kemampuan isolat jamur dari salah satu sumur minyak di Minas dalam mendegradasi minyak bumi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan isolat-isolat jamur dan menentukan kemampuan masing-masing isolat dan campurannya dalam mendegradasi minyak bumi dengan menggunakan medium yang berbeda. Jamur diisolasi dari sampel minyak bumi dengan menggunakan medium ‘Stone Mineral Salt Solution’ (SMSS). Isolat yang diperoleh dioptimasi pertumbuhannya pada medium SMSS ditambah glukosa 1% dengan variasi pH 5, 5,5 dan 6, dan konsentrasi minyak bumi 10%, 15%, 20%, 25%, 50% dan 75% (v/v). Evaluasi kemampuan isolat jamur dalam mendegradasi minyak bumi dilakukan dengan cara menginokulasikan masing-masing isolat dan campurannya dengan konsentrasi inokulum 10% (v/v) ke dalam medium SMSS + 1% glukosa, SMSS + 1% molase dan air formasi + 1% molase dengan pH awal optimum. Masing–masing medium mengandung minyak bumi dengan konsentrasi optimum dari tahap optimasi sebelumnya. Hasil isolasi yang diperoleh adalah 6 isolat jamur dan hanya 3 isolat yang mempunyai kemampuan mendegradasi minyak bumi yaitu Aspergillus niger, Aspergillus sp. dan Penicillium sp.. Kondisi medium pertumbuhan terbaik adalah medium SMSS ditambah molase 1% dan minyak bumi 20% dengan pH awal 6. Jenis jamur dalam bentuk kultur campuran mempunyai kemampuan biodegradasi minyak bumi paling baik yang diindikasikan dengan terjadinya penurunan nilai viskositas, gravitasi spesifik dan berat minyak bumi berturut-turut sebesar 39,95%, 6,60% dan 21,80%. Isolat jamur dalam bentuk kultur tunggal menunjukkan bahwa A. niger mempunyai kemampuan biodegradasi minyak bumi lebih baik dibandingkan dengan Aspergillus sp. dan Penicillium sp.

1. PENDAHULUAN

Minyak bumi terdiri atas senyawa hidrokarbon dan senyawa non hidrokarbon (Neumann, 1981). Senyawa hidrokarbon yang merupakan komponen terbesar pembangun minyak bumi, dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa jenis mikroba tertentu. Senyawa non hidrokarbon merupakan nutrisi pelengkap bagi pertumbuhannya sehingga mikroba dapat melakukan metabolismenya untuk keperluan hidupnya (Sharpley, 1966).

Telah banyak diketahui mikroba yang mampu menggunakan minyak bumi sebagai sumber karbon. Minyak bumi tersebut digunakannya dengan cara memotong rantai karbonnya menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih pendek. Atlas (1992) melaporkan lebih dari 100 spesies mikroba yang termasuk ke dalam 30 genera mampu menggunakan senyawa hidrokarbon.

Umumnya mikroba yang hidup di lingkungan minyak bumi adalah bakteri dan ragi. Beberapa bakteri yang mampu menggunakan hidrokarbon adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Bacillus dan Pseudomonas.

Beberap ragi yang mampu menggunakan hidrokarbon diantaranya Candida, Debaromyces, Hansenula, Saccharomyces, dan Torulopsis (Britton, 1984 dalam

Cookson, 1995).

Selain bakteri dan ragi, jamur juga diketahui mampu tumbuh pada minyak bumi. Sampai saat ini masih sedikit informasi tentang jenis jamur yang diperoleh dari minyak bumi, terutama yang berasal dari minyak bumi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi jamur dari minyak bumi yang berasal dari salah satu sumur minyak bumi di Minas. Selanjutnya dilakukan evaluasi kemampuan jamur

dalam mendegradasi minyak bumi pada beberapa medium dengan menggunakan kultur tunggal dan campuran.

2. BAHAN DAN METODE 2.1. Isolasi dan Skrining Jamur

Sampel minyak bumi sebagai sumber isolat jamur berasal dari salah satu sumur minyak bumi di Minas. Medium yang digunakan untuk mengisolasi jamur adalah medium Stone Mineral Salts Solution (SMSS) modifikasi dengan komposisi sebagai berikut NH4NO3 2,5 g, Na2HPO47H2O 1,0 g, MnCl24H2O 0,2 g, CaCl2 0,5 g, MgSO47H2O 0,5 g, KH2PO4 0,5 g dan akuades 1000 ml (Sharpley, 1966).

Sampel minyak bumi sebanyak 2,5 ml diinokulasikan ke dalam 25 ml medium SMSS cair dan diinkubasi pada suhu kamar selama tiga hari dengan pengocokan 120 rpm. Selanjutnya diencerkan sampai 106, masing-masing hasil pengenceran tesebut diambil sebanyak 1 ml dan dituang ke dalam medium SMSS agar ditambah 5% glukosa dalam cawan petri, kemudian diinkubasi pada suhu kamar sampai koloni jamur tumbuh. Setiap koloni jamur yang tumbuh dan mempunyai ciri berbeda, dipindahkan pada medium yang sama dalam cawan petri secara terpisah dengan cara menggesek dan diinkubasi kembali pada suhu kamar sampai didapatkan isolat murni. Isolat murni diberi kode J1, J2, ... Jn. Kemudian dilakukan skrining terhadap isolat yang diperoleh secara bertahap. Mula-mula isolat tersebut dipindahkan pada medium SMSS agar yang ditambah 1% minyak bumi dan 2% glukosa dan diinkubasi pada suhu kamar. Isolat yang mampu tumbuh dipindahkan kembali ke agar medium SMSS padat yang ditambah 2% minyak bumi dan 2% glukosa. Selanjutnya isolat yang tumbuh dipindahkan kembali pada medium SMSS

(2)

agar yang mengandung 2% minyak bumi dan 1% glukosa dan diinkubasi pada suhu kamar. Kemudian isolat tersebut diinokulasikan pada medium SMSS agar yang mengandung 2% minyak bumi, sehingga diperoleh isolat yang terpilih. Selanjutnya dilakukan identifikasi isolat jamur yang diperoleh.

2.2. Optimasi pH dan Konsentrasi Minyak Bumi

Optimasi pH dilakukan untuk memperoleh data pH awal medium yang optimum bagi pertumbuhan jamur. Masing masing isolat yang terpilih diinokulasikan pada medium SMSS yang ditambah 1% glukosa dengan variasi pH 5,0; 5,5; dan 6,0. Kultur diinkubasi pada suhu kamar sambil dikocok selama tujuh hari. Perlakuan yang menghasilkan berat kering jamur tertinggi digunakan untuk penelitian tahap berikutnya. Optimasi konsentrasi minyak bumi dilakukan dengan cara menginokulasikan masing-masing isolat pada medium SMSS yang ditambah 1% glukosa dan berbagai kadar minyak bumi yaitu 10%, 15%, 20%, 25%, 50% dan 75% dengan pH awal yang optimum. Kultur diinkubasi pada suhu kamar, dengan pengocokan 120 rpm. Setelah inkubasi dilakukan pengamatan secara visual terhadap kepadatan miselium.

2.3. Pengujian Kemapuan Jamur dalam Mendegradasi Minyak Bumi.

Pengujian kemampuan jamur dalam mendegradasi minyak bumi menggunakan rancangan dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial (Steel dan Torrie, 1981). Masing-masing isolat jamur dalam bentuk kultur tunggal dan campuran dengan konsentrasi inokulum 10% (v/v) diinokulasikan ke dalam medium berikut :

M1 : SMSS + 1% glukosa + 20% minyak bumi M2 : SMSS + 1% molase +20% minyak bumi M3 : air formasi + 1% molase + 20% minyak bumi

Setiap unit perlakuan dinkubasi pada suhu kamar pada ‘shaker’ dengan laju pengocokan 120 rpm selama 30 hari. Setelah inkubasi jamur dipisahkan dari mediumnya, kemudian dilakukan penimbangan biomasa jamur dan pengukuran variabel-variabel yang mengindikasikan terjadinya degradasi minyak bumi berupa viskositas, gravitasi spesifik dan berat minyak bumi sisa. Viskositas diukur dengan menggunakan alat viskometer dan dihitung dengan rumus sebagai berikut (The Institute of Petroleum, 1994) :

V = C x t ………..……… (1) Keterangan :

V : Viskositas kinematik (cSt) C : konstanta viskometer (cSt/dt) T : waktu alir (dt)

Gravitasi spesifik minyak bumi diukur dengan metode hidrometer (The Institute of Petroleum, 1994). Berat minyak bumi sisa diukur dengan cara menimbang total minyak bumi pada akhir percobaan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Isolasi, Skrining dan Identifikasi Jamur

Hasil isolasi jamur dari sampel minyak bumi diperoleh enam macam isolat. Keenam isolat tersebut diberi kode J1, J2, J3, J4, J5, dan J6.

Isolat jamur yang diperoleh diskrining berdasarkan kemampuan tumbuhnya pada medium SMSS yang mengandung minyak bumi. Hasil skrining dapat dilihat pada

Tabel-1. Hasil skrining menunjukkan bahwa semua isolat

dengan kode J1, J2, J3, J4, J5 dan J6 mampu tumbuh pada medium SMSS agar yang mengandung minyak bumi dan glukosa. Pada medium SMSS agar yang mengandung minyak bumi tanpa glukosa hanya tiga dari enam macam isolat jamur yang mampu tumbuh yaitu isolat dengan kode J1, J2, dan J3. Oleh karena itu, ketiga isolat jamur ini digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Pada medium SMSS agar yang mengandung minyak bumi dan glukosa, isolat dengan kode J4, J5 dan J6 masih tetap dapat tumbuh dan bertahan hidup dengan cara memanfaatkan glukosa. Ketiga isolat tersebut tidak mampu menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi, karena pada medium yang hanya mengandung minyak bumi sebagai sumber karbon jamur tersebut tidak tumbuh. Pertumbuhan jamur tersebut memerlukan adanya sumber karbon lain yang lebih mudah digunakan seperti glukosa. Pertumbuhan jamur ini dapat dikatakan sebagai kometabolisme. Kometabolisme merupakan mekanisme penting yang digunakan oleh mikroorganisme untuk mentransformasi senyawa hidrokarbon (Cookson, 1995). Kometabolisme adalah proses yang digunakan mikroorganisme selain untuk memetabolisme substrat untuk pertumbuhannya, juga mentransformasi substrat lain (kosubstrat) yang tidak bisa digunakan untuk pertumbuhan jika diberikan sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi (Colleran, 1997).

Isolat jamur dengan kode J1, J2, dan J3 dapat menggunakan minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi, karena pada medium SMSS agar yang mengandung minyak bumi 2%, jamur tersebut dapat tumbuh. Bahkan jamur tersebut masih dapat tumbuh pada medium SMSS agar yang mengandung minyak bumi 20%. Jadi ketiga macam isolat jamur ini mampu tumbuh secara aktif pada minyak bumi. Keberadaan jamur dalam minyak bumi dapat dalam bentuk spora atau tumbuh aktif dalam bentuk pertumbuhan vegetatif (Sharpley, 1966). Identifikasi dilakukan terhadap isolat jamur yang mampu tumbuh pada medium SMSS agar yang mengandung minyak bumi. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat jamur J1, J2, dan J3 secara berurutan adalah Aspergillus niger,

Penicillium sp., dan Aspergillus sp. Jenis jamur ini sering

kali ditemukan dalam senyawa hidrokarbon. Jamur

Aspergillus niger dan Aspergillus sp. dapat diperoleh dari

minyak bumi (Sharpley, 1966). Sack (1997) melaporkan bahwa Aspergillus niger yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi hidrokarbon, memiliki kemampuan untuk mendegradasi fenantrena dan pirena. Penicillium sp. merupakan salah satu jenis jamur yang paling efektif menggunakan senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi (Cerniglia dan Peerly, 1973 dalam Chater dan Somerville, 1978.

3.2. Optimasi pH dan Konsentrasi Minyak Bumi

Hasil optimasi pH medium menunjukkan bahwa medium dengan pH awal 6 paling baik untuk pertumbuhan ketiga jenis jamur. Hasil optimasi pH medium ini dapat dilihat pada

(3)

Biomasa Aspergillus niger tertinggi diperoleh pada medium dengan pH 6, dengan berat kering miselium jamur 3,6584 g/l dan tidak berbeda (p>0,05) dengan berat kering miselium pada medium dengan pH 5,5 (3,6500 g/l). Ini berarti

Aspergillus niger dapat ditumbuhkan pada medium dengan

pH 5,5 atau pH 6. Biomasa Penicillium sp. dan Aspergillus sp. tertinggi diperoleh pada medium dengan pH 6, dengan berat kering miselium masing-masing yaitu 3,5741 dan 3,1640 g/l. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa medium dengan pH 6 merupakan paling baik untuk pertumbuhan ketiga jenis jamur tersebut.

Pertumbuhan semua jenis jamur dipengaruhi oleh pH medium. Salah satu pengaruh pH adalah terhadap tersedianya ion-ion metal tertentu. Ion-ion metal bisa berbentuk kompleks yang tidak larut pada kisaran pH tertentu. Ion magnesium dan fosfat terdapat bersama dalam bentuk bebas pada pH rendah, tetapi pada pH yang lebih tinggi ion-ion tersebut membentuk satu kompleks yang tidak larut, sehingga mengurangi ketersediaannya bagi pertumbuhan jamur. Pengaruh tersebut sama dengan ion Ca+2 dan Zn+2.

Permeabilitas sel juga dipengaruhi oleh pH medium. Pengaruh tersebut terutama terhadap senyawa yang mengalami ionisasi. Pada pH rendah “plasmalemma” penuh oleh ion-ion hidrogen sehigga menghalangi masuknya kation-kation penting, sedangkan pada pH tinggi membran ini penuh oleh ion-ion hidroksil sehingga menghalangi masuknya anion-anion penting (Moore-Landecker, 1996).

pH medium juga berpengaruh terhadap enzim-enzim jamur. Enzim-enzim ini tidak aktif pada pH ekstrim dan enzim tersebut mempunyai perbedaan nilai pH optimum untuk aktivitasnya. Beberapa enzim lebih aktif pada medium sedikit asam, sedangkan yang lain lebih aktif pada medium sedikit basa. Umumnya enzim-enzim jamur mempunyai nilai pH optimum antara 4 dan 8 (Moore-Landecker, 1996). pH medium yang tidak cocok bisa mengubah aktivitas enzim-enzim ekstraseluler atau proses-proses metabolisme lainnya. Jamur memiliki kisaran nilai pH tertentu untuk pertumbuhannya. Pada umumnya pH optimum jamur adalah di bawah pH 7 (Moore-Landecker, 1996).

Optimasi konsentrasi minyak bumi pada medium dilakukan untuk memperoleh pertumbuhan yang optimum ketiga jenis jamur. Hasil optimasi menunjukkan bahwa pertumbuhan masing-masing jenis jamur berbeda-beda (Tabel-2).

Aspergillus niger mampu tumbuh pada medium dengan

konsentrasi minyak bumi 75%, Penicillium sp. dengan konsentrasi minyak bumi 50% dan Aspergillus sp. dengan konsentrasi minyak bumi 25%. Medium dengan konsentrasi minyak bumi 20% menunjukkan hasil yang terbaik untuk pertumbuhan ketiga jenis jamur. Oleh sebab itu, konsentrasi minyak bumi 20% dipakai pada pengujian kemampuan jamur dalam mendegradasi minyak bumi. Pemilihan konsentrasi ini juga berkaitan dengan pengukuran parameter fisika kimia minyak bumi yang mengindikasikan terjadinya degradasi setelah penelitian. Konsentrasi minyak bumi yang terlalu sedikit sulit diukur sifat fisika kimianya.

Pada percobaan optimasi konsentrasi minyak bumi ini menunjukkan bahwa konsentrasi minyak bumi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan jamur. Hal ini mungkin berkaitan dengan pengaruh kandungan hidrokarbon dalam minyak bumi terhadap pertumbuhan jamur. Salah satu

komponen hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi adalah senyawa aromatik misalnya fenol (Doerffer, 1992; Neumann, 1981). Senyawa aromatik tersebut dalam konsentrasi tinggi bersifat toksik terhadap mikroorganisme (Doerffer, 1992). Penggunaan konsentrasi minyak bumi yang tinggi akan meningkatkan kandungan senyawa aromatik tersebut dalam medium. Jadi diduga banyaknya senyawa aromatik yang bersifat toksik dalam medium mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan jamur atau jamur tersebut tidak tumbuh. Kemungkinan lain adalah karena pemberian konsentrasi minyak bumi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas enzim-enzim jamur. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi substrat. Aktivitas enzim meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai batas tertentu. Konsentrasi substrat yang terlalu tinggi menyebabkan aktivitas enzim tetap (Cookson, 1995).

3.3. Pengujian Kemampuan Jamur dalam Mendegradasi Minyak Bumi

Hasil pengujian kemampuan degradasi jamur menunjukkan bahwa jamur baik dalam bentuk kultur tunggal maupun kultur campur mampu mendegradasi minyak bumi. Kemampuan degradasi ini diindikasikan oleh adanya penurunan parameter fisika kima minyak bumi yang diukur berupa viskositas, gravitasi spesifik dan berat minyak bumi. Kemampuan degradasi ini dipengaruhi oleh medium pertumbuhannya dan jenis jamur yang digunakan.

Pengaruh medium terhadap kemampuan degradasi jamur dapat dilihat pada Gambar-2. Pada medium M2 terjadi penurunan nilai viskositas, gravitasi spesifik dan berat minyak bumi sisa paling tinggi dengan nilai masing-masing sebesar 36,81%, 6,24%, dan 20,98%. Tingginya penurunan nilai parameter fisika kimia minyak bumi pada medium M2 dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada medium lainnya, diduga karena medium M2 ini mengandung nutrisi yang lengkap untuk mendukung pertumbuhan jamur. Medium ini mengandung molase sebagai sumber C yang mudah digunakan oleh jamur, sebelum jamur tersebut memanfaatkan minyak bumi. Selain sebagai sumber C, di dalam molase juga terkandung nutrisi lain seperti N, P, Ca, S, dan Mg (White, 1954).

Adanya tambahan nutrisi tersebut dapat memacu pertumbuhan jamur yang ditandai dengan tingginya berat kering miselium (25,19 g/L) pada medium M2 (Gambar-3). Banyaknya jamur yang bekerja pada medium M2 mengakibatkan molase yang terdapat pada medium cepat habis. Selanjutnya jamur akan menggunakan minyak bumi. Aktivitas jamur dalam menggunakan minyak bumi dilakukan dengan memotong-motong komponen hidrokarbon rantai panjang sehingga dihasilkan fraksi ringan dalam minyak bumi. Semakin banyak fraksi ringan dalam minyak bumi tersebut, nilai viskositas minyak bumi akan semakin kecil (Sharpley, 1966). Aktivitas jamur ini juga menyebabkan berkurangnya kerapatan molekul-molekul senyawa penyusun minyak bumi sehingga minyak bumi menjadi encer dan terjadi penurunan nilai gravitasi spesifiknya. Nilai viskositas berbanding lurus dengan nilai gravitasi spesifik, artinya penurunan nilai viskositas diikuti oleh penurunan nilai gravitasi spesifik dan sebaliknya (Doerffer, 1992). Jadi minyak bumi yang mempunyai nilai viskositas rendah, maka nilai gravitasi spesifik juga rendah. Pada medium ini juga

(4)

terjadi penurunan berat minyak bumi paling tinggi. Hal ini diduga karena jamur yang digunakan dapat hidup dan berkembang lebih baik pada medium M2 dan jamur tersebut menggunakan minyak bumi dalam metabolismenya sebagai sumber karbon. Penggunaan karbon minyak bumi oleh jamur diduga menyebabkan berat minyak bumi menurun.

Penurunan parameter fisika kimia minyak bumi pada medium M3 lebih rendah dibandingkan dengan medium lainnya (Gambar-2). Medium ini terdiri dari air formasi dan molase. Pada tahap awal pertumbuhan jamur akan memanfaatkan molase untuk pertumbuhannya. Karena tingginya kandungan gula pada molase tersebut mengakibatkan sedikitnya minyak bumi yang digunakan jamur. Kemungkinan lain adalah rendahnya kandungan mineral yang terdapat dalam air formasi sehingga tidak mendukung pertumbuhan jamur menggunakan minyak bumi, yang ditandai dengan rendahnya biomasa jamur yang dihasilkan (Gambar-3). Rendahnya aktivitas jamur dalam menggunakan minyak bumi pada medium ini hanya menyebabkan terjadinya sedikit penurunan nilai viskositas, gravitasi spesifik dan berat minyak bumi. Masing-masing jenis jamur maupun campurannya mampu mendegradasi minyak bumi. Jamur dalam bentuk kultur tunggal dan campuran mempunyai kemampuan degradasi yang berbeda (Gambar-4). Pemberian jamur dalam bentuk kultur campuran menyebabkan terjadinya penurunan nilai viskositas, grafitasi spesifik dan berat minyak bumi berturur-turut sebesar 39,95%, 6,60% dan 21,80%. Penurunan parameter fisika kimia tersebut lebih besar dibandingkan dengan penurunan yang disebabkan oleh pemberian kultur tunggal. Hal ini diduga semua jamur pada kultur campuran tersebut memanfaatkan minyak bumi dengan cara memotong-motong rantai karbonnya menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih pendek. Hasil proses ini akan mengubah komposisi minyak bumi menjadi fraksi hidrokarbon yang lebih ringan. Semakin banyak fraksi ringan dalam minyak bumi, akibatnya nilai viskositas minyak bumi akan semakin kecil (Sharpley,1966). Aktivitas biodegradasi jamur tersebut juga menyebabkan berkurangnya kerapatan molekul-molekul senyawa penyusun minyak bumi sehingga minyak bumi tersebut menjadi encer dan nilai gravitasi spesifiknya kecil. Jamur akan menggunakan minyak bumi dalam metabolismenya sebagai sumber karbon. Semakin banyak jamur yang memanfaatkan minyak bumi sebagai sumber karbon, mengakibatkan berat minyak bumi sisa semakin ringan.

Pada Gambar-5 terlihat bahwa biomasa kultur campuran lebih besar dari kultur tunggal. Ini berarti kultur campuran paling baik untuk melakukan proses biodegradasi minyak bumi, karena terjadinya penurunan nilai viskositas, gravitasi spesifik, dan berat minyak bumi paling tinggi. Proses biodegradasi senyawa hidrokarbon sampai sempurna tidak mungkin dilakukan hanya oleh satu jenis mikroba, tetapi selalu dilakukan oleh suatu kumpulan mikroba. Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon lebih cepat pada kultur campuran dibandingkan dengan kultur tunggal. Di alam biodegradasi umumnya dilakukan oleh kumpulan mikroba, karena memiliki kemampuan biodegradasi lebih besar (Buhler dan Schindler, 1984).

Dalam bentuk kultur tunggal, Aspergillus niger menunjukan kemampuan biodegradasi lebih baik dari Penicillium sp. dan

Aspergillus sp. Hal ini diindikasikan oleh kemampuannya

menurunkan nilai parameter fisika kimia minyak bumi lebih besar dari jenis lainnya (Gambar-4). A. niger diduga mampu menggunakan beberapa senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi. Wunder (1994), melaporkan bahwa A.

niger dapat memetabolisme piren dengan enzim sitokrom

P-450 monooksigenase. A. niger yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi hidrokarbon, memiliki kemampuan untuk menggunakan fenantrena dan pirena (Sack et. al., 1997).

4. KESIMPULAN

Isolat jamur yang diperoleh dari sampel minyak bumi sebanyak 6 (enam) isolat. Tiga isolat yaitu Aspergillus niger,

Aspergillus sp., dan Penicillium sp mampu hidup dan

berkembang pada medium minimal yang mengandung minyak bumi sampai 75% (v/v). Kondisi optimum untuk pertumbuhan ketiga jenis jamur tersebut adalah medium “Stone Mineral Salts Solution” dengan pH awal 6 dan konsentrasi minyak bumi 20%.

Jamur dalam bentuk kultur campuran mempunyai kemampuan biodegradasi minyak bumi paling baik. Dalam bentuk kultur tunggal, Aspergillus niger mempunyai kemampuan biodegradasi minyak bumi lebih baik dibandingkan dengan Penicillium sp. dan Aspergillus sp.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

v Yth Dra. Nuryati Juli, MS. dan Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar D.E.A. yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan selama penelitian.

v Bapak Sumardiono Wiroatmodjo dan Pak Jon serta seluruh karyawan Laboratorium EOR PPPTMGB LEMIGAS Jakarta atas bantuan dan izin penggunaan fasilitas peralatan selama pengukuran sifat fisika kimia minyak bumi.

v URGE atas bantuan biaya penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Atlas, R.M. (1992) Petroleum Microbiology.

Encyclopedia of Microbiology. Vol. 3. 363-369.

2. Buhler, M. dan Schindler, J. (1984) Aliphatic Hydrocarbons. Dalam Kieslich, K. (Ed.) Biotechnology :

Biotransformation. Volume 6a. Verlag Chemie. Basel.

329-375.

3. Chater, K.W.A. dan Somerville, H.J. (1978) The Oil Industry and Microbial Ecosystems. Proceeding of

meeting organized by the Institute of Petroleum. Heyden

and Son Ltd. London. 80-106.

4. Colleran, E. (1997) Uses of Bacteria in Bioremediation. Dalam. Sheehan, D. (Ed). Methods in Biotechnology;

Bioremedia tion Protocols. Humana Press. Totowa, New

Jersey. 11-13

5. Cookson, Jr. J.T. (1995) Bioremediation Engineering :

Design and Application. McGraw-Hill, Inc. USA. 95-135.

Doelle, H.W. (1994) Microbial Process Development. World Scientific. Hongkong. 110-112.

(5)

6. Doerffer, J.W. (1992) Oil Spill Response in the Marine

Environment. First Ed. Pergamon Press. Tokyo. 9-20,

91-99, 133-161.

7. Moore-Landecker, E. (1996) Fundamentals of the Fungi. Fourth Edition. Prentice Hall International, Inc. New Jersey. 304-305.

8. Neumann, H.J., Paczynska-Lahme, B., dan Severin, D. (1981) Composition and Properties of Petroleum. Halsted Press. New York. 1-17, 28-29, 97-103.

9. Sack, U., Heinze, T.M., Deck, J., Cerniglia , C.E., Cazau, M.C., dan Fritsche, W. (1997) Novel metabolites in phenanthrene and pyren transformation by Aspergillus

niger. Appl. Environ. Microbiol. 63. 2906-2909.

10. Sharpley, J.M. (1966) Elementary Petroleum Microbiology. Gulf Piblishing Co. Houston. Texas.

37-149.

11. Steel, R.G.D., dan Torrie, J.H. (1981) Prinsip dan

Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik . Edisi ke

2. Gramedia. Jakarta.

12. The Institute of Petroleum, London (1994) Standard Methods for Analysis and Testing of Petroleum and Related Products. Johm Wiley and Sons. Singapore. 160.1-160.5, 319.1-319.8.

13. Udiharto, M. (1992) Aktivitas mikroba dalam degradasi minyak bumi. Dalam Proceeding Diskusi Ilmiah VII Hasil

Penelitian LEMIGAS. LEMIGAS Jakarta. 464-476.

14. White, J. (1954) Yeast Technology. John Wiley & Sons. New York.

15. Wunder, T., Kremer, S., Sterner, O., dan Anke, H., (1994) Metabolism of the polycyclic aromatic hydrocarbon pyrene by Aspergillus niger SK 9317. Appl. Microbiol.Biotechnol. 42. 636-641.

Tabel-1

Hasil skrining isolat jamur Isolat Jamur No Medium J1 J2 J3 J4 J5 J6 1. 2. 3. 4. SMG1 SMG2 SMG3 SM + + + + + + + + + + + + + + + -+ + + -+ + + -Keterangan :

SMG1 (SMSS agar + 1% minyak bumi + 2% glukosa) SMG2 (SMSS agar + 2% minyak bumi + 2% glukosa) SMG3 (SMSS agar + 2% minyak bumi + 1% glukosa) SM (SMSS agar + 2% minyak bumi)

Tabel-2

Data pertumbuhan jamur pada medium dengan konsentrasi minyak bumi yang berbeda *).

Konsentrasi minyak bumi (%) Jenis jamur 10 15 20 25 50 75 A. niger Penicillium sp. Aspergillus sp. ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + -+ -Keterangan :

*) berdasarkan pengamatan visual kepadatan miselium; ++) pertumbuhan baik; +) tumbuh; -) tidak tumbuh.

Gambar-1

Berat biomasa jamur pada medium dengan pH yang berbeda setelah masa inkubasi 7 hari.

Gambar-2.

Pengaruh macam medium terhadap viskositas, gravitasi spesifik dan berat minyak bumi sisa

Keterangan : V : viskositas, GS : gravitasi spesifik, BMB : berat minyak bumi

2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 Berat kering (g/L) pH 5,0 pH 5,5 pH 6,0 pH J1 J2 J3 0 10 20 30 40 % penurunan M1 M2 M3 Jamur V GS BMB

(6)

Gambar-3

Berat biomassa jamur pada medium M1, M2 dan M3

Gambar -4

Pengaruh jamur terhadap viskositas, gravitasi spesifik dan berat minyak bumi

Keterangan :

V : viskositas, GS : gravitasi spesifik, BMB : berat minyak bumi, J1: A. niger, J2 : Penicillium sp., J3 : Aspergillus sp., dan J4 : campuran.

Gambar-5

Berat biomassa kering J1 (A. niger), J2 (Penicillium sp.), J3 (Aspergillus sp.), dan J4 (kultur campuran) 21,369 25,190 17,973 0 5 10 15 20 25 30 Berat kering (g/L) M1 M2 M3 Medium 0 10 20 30 40 % penurunan J1 J2 J3 J4 Jamur V GS BMB 17,671 14,401 12,786 19,673 0 5 10 15 20 Berat kering (g/L) J1 J2 J3 J4 Medium

Referensi

Dokumen terkait

Sepak bola adalah olahraga permainan yang dilakukan oleh dua tim berlawanan di atas lapangan berbentuk persegi empat dengan tujuan memasukkan bola ke gawang

Seiring dengan kesadaran akan pelestarian fungsi lingkungan hidup, keamanan pangan, tuntutan konsumen terhadap produk-produk ramah lingkungan, perkebunan kelapa sawit di Indonesia

Sebagai tujuan keadilan dalam masyarakat miskin di Indonesia yang masih terdapat banyak buta huruf dan buta hukum dimana terdapat orang yang tidak memiliki identitas kependudukan,

(Persero) Divisi IV Surabaya?” Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui penilaian kinerja menggunakan Balanced Scorecard

Peserta didik menemukan gagasan pokok dan gagasan pendukung pada teks tersebut dan ditulis dalam peta pikiran yang ada.. Peserta didik diingatkan kembali

Productivity data from 560 head of PO cattle have been collected for 9 years from 2004 until 2013 for evaluating heritability estimation and non-genetic factors affecting

Bom bunuh diri di hotel JW Mariott dan Ritz Carlton dilakukan oleh dua orang yang harus “check-in” dulu di hotel Marriot dengan biaya paling tidak US 1400 dolar, jumlah

Membuat suatu tabel perkembangan masyarakat dari masyarakat tidak maju (belum melakukan transisi ke arah masyarakat informasi) sampai ke masyarakat super maju dimana