• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01345

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01345"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 MENGUAK KORUPSI POLITIK

Oleh : Dr.C.Maya Indah S.,SH.MHum.1

Abstrak

Korupsi politik memiliki pemaknaan legal yang berarti penyalahgunaan kekuasaan politik secara melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara, maupun dalam ranah moral yang berarti kekuasaan politik tidak memiliki etika politik dan telah meminggirkan kepentingan masyarakat sehingga menyebabkan tereduksinya pemenuhan hak-hak substansial masyarakat. Korupsi politik disebabkan oleh mahalnya biaya politik, kultur korupsi, pengawasan terhadap kekuasaan politik yang lumpuh, kurangnya etika politik, kurangnya political will ditambah dengan tata kelola pemerintahan yang buruk, lumpuhnya mekanisme politik demokrasi. Upaya untuk mengeleminasi korupsi politik perlu dilakukan dengan adanya sistem anti korupsi dan etika politik, pendidikan politik, good governance pada kekuasaan politik dan penguatan Komisi Pemberantasan Anti Korupsi.

Keywords : korupsi politik .

I. Pendahuluan

Kata-kata korupsi bisa dipahami dalam dua terminologi baik terminologi legal maupun nature. Sebagai sebuah terminologi legal, maka korupsi diartikan sebagai suatu tindak pidana korupsi yang sering dikaitkan dengaan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang publik untuk keuntungan privat. Korupsi terjadi dalam suatu ruang publik. Dalam ranah moral, korupsi bisa diperluas dalam ruang privat, dimana korupsi bisa bermakna korupsi kemanusiaan, bukan sekedar penyalahgunaan wewenang kekuasaan public dalam makna legal, melainkan dalam kategori Aristotelian bermakna tidak dipahaminya seluruh potensi yang ada dan tidak diaktualisasikannya potensi tersebut sebagaimana seharusnya.Korupsi berarti kerusakan atau pembusukan kemanusiaan.2 Huntington berpendapat bahwa Corruption is behavior which deviates from accepted norms in order to serve private ends.3

1

Penulis adalah dosen Fakultas Hukum UKSW Salatiga, aktif di Pusat Studi Anti Korupsi dan Good Governance UKSW.

2

(2)

2 Dalam konteks korupsi politik, maka pemaknaan korupsi bisa bermakna bahwa kekuasaan politik telah melakukan tindak pidana korupsi yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi, dan dalam pemaknaan moral, korupsi politik bisa bermakna korupsi kemanusiaan yang dilakukan oleh kekuasaan politik yang tidak memiliki kompetensi atau legitimasi etika moral politik dan meminggirkan kepentingan rakyat. Pemaknaan ini berarti bahwa pelanggaran etika politik bisa jadi berbeda dengan pemenuhan unsur tindak pidana korupsi, karena bisa jadi inkompetensi politik memakai sarana hukum untuk melegitimasi kekuasaannya.

Politik berasal dari bahasa Yunani Polis yang dapat berarti kota atau negara kota.Dari

kata polis diturunkan kata lain seperti “polites (warga negara). Orang Romawi mengambil oper

perkataan Yunani tersebut dan menamakan pengetahuan tentang negara (pemerintah) “ars politika “, artinya kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan.4 Hakekat politik adalah kekuasaan (power) dan dengan begitu politik adalah serentetan peristiwa yang hubungannya satu sama lain didasarkan atas kekuasaan. Politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau teknik menjalankan kekuasaan atau masalah –masalah pelaksanaan dan kontrole kekuasaan atau pembentukan dan penggunaan kekuasaan.5

Politik terkait dengan suatu otoritas dalam menentukan kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Politik bertalian dengan kekuasaan memberi arah kemana

kehidupan masyarakat akan dijalankan. 6Adapun alat navigasi tertinggi dari politik adalah

sesuatu yang disebut “keadilan”, yang diartikan di dalam maha karya pertama dari filsafat politik

yaitu Republik-nya Plato, yaitu kebaikan yang mengatur dan menentukan tempat dari semua

kekuasaan dalam memformulasikan dan menerapkan batasan-batasan kejahatan, Richard

Quinney,.Criminology: analysis and Critique Crime In Amercica, Little Brown, Boston, 1975, p.37-41 3

Robin Theobald, Corruption, Development, and Underdevelopment, Duke University Press, Durham, North California, 1990, hal. 2

4

F.Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Bina Cipta, Bandung, 1992, Hal. 21

5

Ibid, hal. 42-43. 6

(3)

3 kebaikan lainnya.7 Oleh karena itu, secara luas kekuasaan politik bisa dimaknai tidak hanya dipegang dalam suatu kegiatan politik oleh politisi, melainkan juga di tangan penyelenggara kekuasaan negara lainnya/state aparatus yang memiliki kewenangan publik untuk mewujudkan kesejahteraan.

Lord Acton menyatakan bahwa “power tends to corrupt and absolute power tends to corrupt absolutely.8 Manakala politik bersimbiosis dengan korupsi, maka politik bisa dikatakan gagal untuk mengawal suatu arah yang dituju demi keadilan institusi. Pengerdilan peran politik terjadi, manakala pemimpin politik menukar nilai kepentingan publik menjadi materi privat, suatu lahan untuk menguras keuntungan demi keuntungan privat. Pemimpin poltik tidak mampu lagi menempatkan sudut pandang rakyat dalam mengelola kebijakannya. Sisi negative dari suatu pemilu yang telah terdistorsi adalah manakala, pemimpin politik lahir bukan karena legitimasi etis moral dari masyarakat, melainkan terlahir karena manipulasi, rekayasa yang mengandalkan money politik dan pencitraan semua yang penuh rekayasa politik. Politik uang lebih menentukan daripada suara kepentingan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Hasil penelitian sejumlah lembaga survey menyimpulkan bahwa DPR adalah lembaga yang dipersepsikan paling korup. Indonesia Corruption Watch mencatat bahwa sudah ada 81 anggota DPR yang terjerat korupsi. Sementara itu, Kementrian Dalam Negeri mencatat jumlah

anggota DPRD Propinsi yang terjerat kasus hukum sudah 431 orang dan 83,7 persen diantaranya adalah kasus korupsi.9 Dengan demikian korupsi politik telah menggerogoti nilai-nilai kepercayaan representative, kepemimpinan, deliberasi dan akuntabilitas publik

7

Ibid, hal. 117. Politik adalah perselisihan pendapat publik yang tida ada akhirnya tentang syarat-syarat keadilan. Aristoteles mengajarkan bahwa ketidakstabilan dalam hampir semua konstitusi disebabkan oleh hasrat untuk persamaan, dan menunjukkan ciriciri keadilan sebagai suatu keadaan, dimana kehormatan dan jabatan diidtribusikan pada kelompok berbeda untuk membuat kesejahteraan pada polis. Lihat hal. 120.

8

John Emerick Edwerd Dalberg Acton dalam F.Isjawara, Opcit, hal. 55.

(4)

4 II.Rumusan Masalah

Kajian ini akan diarahkan pada: Bagaimanakah konsepsi korupsi politik, Apa penyebab korupsi politik, bagaimana memberantas korupsi poltik.

III.Metode Penelitian

Tulisan ini dikembangkan berdasar pada penelitian yang telah dilakukan penulis C. Maya Indah S. dan Theo F.Litaay berjudul “Implementasi pelayanan Publik yang berintegritas dalam Pemerintahan (studi kasus di Kota Kupang Propinsi NTT) pada Tahun 2012-2013. Pendekatan

Penelitian merupakan penelitian socio legal. Cara kerja dalam penelitian ini adalah sesuai paradigma

alamiah (naturalistic paradigm) sebagai penelitian kualitatif. Lokasi Penelitian dilakukan di Kupang

NTT. Responden meliputi :Ombudsman, Birokrasi Pelayanan Publik, Masyarakat pengguna layanan

publik, LSM pemerhati layanan publik (9 LSM).

IV.Pembahasan

a.Konsep korupsi Politik

Konsep korupsi politik memiliki konsep legal yang dimaknai oleh Robin Theobald

sebagai berikut : “political corruption is the illegal use of public office or the process of selection to public office for private ends. Konsep Robin memaknai korupsi politik sebagai korupsi yang melibatkanpublic organization such the state apparatus, government at both national and local levels together with the organizations set up by and under the ultimate ownership and control of government...That the illegal use of administrative position is much more readly observable

than abuse by elected representatives . All administrative roles have a political dimension…the

difference between politics and administration is one degree and not one of kind..The degree to which administrative roles are politicized is central to our understanding of the phenomenon of corruption. Administrative and political corruption as dimensions of the sa me phenomena as different sides of the same coin.10

10

(5)

5 Bentuk-bentuk korupsi politik dalam makna legal yang bisa dilakukan antara lain : Korupsi- jalan pintas (penggelapan uang negara, suap perantara ekonomi dan politik, sector ekonomi membayar demi keuntungan politik); korupsi-upeti berkat jabatan strategis (kewajiban setor bagi mereka yang dipromosikan ke jabatan-jabatan tertentu); korupsi kontrak termasuk upaya mendapatkan proyek, atau fasilitas pemerintah, melindungi corporate corruption (mark up, penggelapan pajak, privatisasi licik, inside trading).11

Terminologi korupsi politik yang lebih luas membawa pada suatu pemaknaan bahwa dalam penyalahgunaan kekuasaan politik yang menjadi “moral hazard” adanya praktek korupsi manakala terjadi :

a. Suatu penyalahgunaan kekuasaan politik (abuses of politic power).

b. Pencederaan social justice. Peluang korupsi yang terjadi dipergunakan untuk mereduksi hak-hak social ekonomi rakyat atas pembangunan yang berkeadilan.

c. Konspirasi Illegal abuses of public or political power dengan abuses of economic power . Illegal abuses of public power yang berkonspirasi dengan illegal abuses of economic power akan menghasilkan suatu oligarki kekuasaan yang menguasai sendi-sendi kehidupan perekonomian rakyat. Jalinan politik menjadi politik transaksional, yang pada satu sisi bertujuan melanggengkan status quo kekuasaan, dan pada sisi lain penguasaan secara konspiratif dan

transaksional terhadap pengurasan sumber ekonomi yang bukan untuk alokasi publik.

Dalam konteks demikian, maka kekuasaan politik yang diperoleh dengan sarana demokrasi telah dimanipulasi. Dalam konteks demikian, konspirasi kalangan plutocrat dengan politisi akan melahirkan suatu bentuk korupsi politik yang mengalinasikan rakyat dalam perhitungan politiknya. Dalam politik transaksional, maka kekuasaan politik dalam makna kekuasaan legislative juga akan dilestarikan tidak hanya pada bangunan kekuasaan pengaruh juga akan dibangun melalui transaksi politik dengan kekuasaan eksekutif. Dalam konteks ini, maka politik transaksional menghasilkan gurita kekuasaan pada lini perwakilan rakyat, lini eksekutif , lini swasta, dan terakhir bahkan lini penegakan hukum. Korupsi ini merupakan suatu korupsi yang merupakan white collar crime yang tentu saja melibatkan suatu upper class yang

11

(6)

6 memiliki high social status, dengan penataan yang rapi dan canggih. Korupsi menjadi suatu well organized crime (kejahatan yang terorganisasi secara rapi). Pola-pola korupsi yang terjadi

melahirkan apa yang disebut dengan “state capture corruption di di Indonesia, yang merupakan suatu bentuk korupsi politik “, dimana kekuasaan ekonomi swasta mempengaruhi pengambilan keputusan penyelenggara negara melalui praktek suap menyuap.

Dalam konsep moral, maka pemaknaan korupsi politik lebih melihat dampak dari inkompetensi kekuasaan politik untuk mengartikulasikan prinsip representativitas rakyat dalam pengambilan keptusannya. Etika politik menjadi ukuran terjadinya suatu korupsi politik. Hal ini ditengarai legitimasi etis kekuasaan politik untuk tidak memanipulasi kekuasan politik yang tidak berpihak pada kepentingan kesejhateraan rakyat. Sifat melawan hukum formil dalam penentuan tindak pidana korupsi memunculkan suatu diskrepansi yang belum tentu sesuai dengan semangat anti korupsi yang sungguh-sungguh mencoba mengkoreksi perilaku pejabat publik yang memakai payung hukum formal untuk merekayasa keadilan substansial.

Dapat dilihat pada hasil pembangunan selama ini yang belumlah dapat dinikmati oleh semua rakyat Indonesia, namun masuk dalam kantong-kantong politik melalui korupsi. Korupsi

politik menghasilkan pelanggaran hak asasi manusia berupa hak social ekonomi. Korupsi adalah bagian dari pelanggaran HAM. Memang, Kebocoran uang rakyat yang tinggi merupakan

penyebab dari birokrasi yang mudah disuap dan koruptif. Korupsi politik berhasil untuk memiskinan masyarakat dan menghambat pembangunan. Kegagalan rakyat Indonesia untuk mendapatkan layanan publik menjadi suatu indikator bahwa penyimpangan politik telah terjadi.

Penulis melakukan suatu penelitian 12yang memperlihatkan kurang sensitifnya wakil rakyat dan pemerintah untuk meminggirkan pembangunan yang kurang berorientasi pada kesejahteraan rakyat, dan tidak memajukan hak hak social ekonomi rakyat. Oleh karena itu dalam teks moral, hal ini dimaknai korupsi politik dalam makna inkompetensi politik. Kepentingan rakyat termarginalisasi karena orientasi pelayanan ditujukan bukan pada kepentingan masyarakat, yang tercermin dalam APBD. Sistem birokrasi yang profit oriented dan

12 Laporan Hasil Penelitian dari C. Maya Indah S. dan Theo F.Litaay berjudul “Implementasi pelayanan

(7)

7 kurang peka pada pemenuhan kebutuhan social masyarakat, dapat ditengarai pada temuan yang diperoleh dalam FGD dengan LSM se Kota Kupang , khususnya mengenai Kritik atas Prioritas Alokasi APBD Kupang 2010 Temuan LSM menggambarkan timpangnya pengakomodasian kepentingan publik akan kebutuhan dasar dibandingkan kepentingan elitis , antara lain :13

-Anggaran untuk perbaikan gizi masyarakat hanya sebesar Rp. 110 juta (0.29 % dari anggaran Dinkes) Padahal Dinkes kota Kupang melaporkan ada 2432 baliti gizi kurang dan 187 gizi buruk. Standar penanganan gizi yang dikembangkan Dinkes tahun 2005, anak gizi buruk membuthkan Rp. 12.500/anak selama 90 hari. Jadi, dengan hanya sedikit alokasi anggaran, hanya akan cukup untuk 97 anak (52%) penyandang gizi buruk. Untuk gizi kurang hanya tertangani kebutuhan 293 anak gizi kurang.

-Anggaran untuk ketahanan pangan yakni untuk alokasi produksi pangan, dan dukungan akses pada pangan melalui penguatan ekonomi kerakyatan. Pada alokasi anggaran untuk sector peningkatan ekonomi /penguatan UKM hanya sebesar Rp.883 juta untuk mendukung wirausaha, kualitas serta kelembagaan UKM. Sementara anggaran langsung untuk penguatan UKM sebesar Rp. 2,36 M lebih dari setengahnya untuk gaji pegawai dan 6,6 % untuk keperluan administrasi kantor. Dibanding dengan alokasi peningkatan kapasitas 30 orang DPRD Rp. 991,6 juta, maka anggaran tersebut di atas sangatlah minim.

-ada Rp.4,3 M yang dialokasikan untuk gaji 30 orang anggota DPRD. Ditambah dengan biaya kenyamanan lain seperti perawatan rumah dinas, dan biaya untuk menjamin kelancaran aktivitas mencapai Rp. 19,141 M. Bila dibandingkan untuk alokasi anak gizi buruk sungguhlah ironi. Pada sekretariat dewan anggaran Rp. 1,5 M dialokasikan untuk rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah (studi banding).

Bagi kota Kupang, maka potret APBD Kupang 2010 menggambarkan ketimpangan antara kenyamanan bagi pejabat dan kebutuhan social masyarakat.

Oleh karena itu,jelaslah bahwa korupsi politik telah menggeser makna politik yang sebenarnya menjadi mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat (common good), menjadi seperti apa yang dikatakan Machiaveli bahwa politik hanyalah sekedar pertarungan kekuasaan yang harus lihai dalam memainkan kekuasaan karena terpisah dari kebajikan .14

b. Penyebab korupsi politik

13

Kajian ini dilakukan oleh LSM Geng Motor iMuT (Aliansi Masyarakat Peduli Ternak dan NTT Policy Forum). LSM tidak bisa mendapatkan dokumen APBD 2011-2012 , melalui publik hearing dengan peneliti.

14

(8)

8 b.1.Mahalnya Biaya politik

Pendanaan partai politik dicurigai sebagai penyebab korupsi yang paling sulit diberantas.sebetulnya ada ungkapan yang menyatakan bahwa “system membusukkan politisi

yang jujur “15

Penggalangan dana untuk mengantisipasi mahalnya biaya politik dimulai dari recruitment wakil partai yang menggunakan partai tertentu ebagai suatu kendaraan politik, pencurian sumber daya publik untuk money politic untuk semata memenuhi elektabilitas, insentif kolutif dan koruptif untuk pemenangan pemilu. Penggalangan dana partai untuk pemenangan partai politik menjadi pemenang pemilu. Maka dari itu, sekarang ada mekanisme pembatasan dana kampanye yang diawasi secara ketat. Pendanaan yang tidak transparan akan memicu money politik dan melupakan esensi akuntabilitas partai politik terhadap publik.

Mahalnya biaya politik memicu terjadinya pencurian terhadap sumber daya publik demi keberhasilan suatu kepentingan politik partai untuk pemenangannya. Kebutuhan dana politik yang tinggi untuk pememangan partai politik, memunculkan pula dugaan partai politik yang cenderung mendorong perilaku korupsi untuk menjadi kejahatan terstruktur.

b.2. Kultur korupsi

Pada ranah budaya yang berisi value atau ide-ide untuk menjadi dasar “the way of

thinking dapat digambarkan bahwa budaya mempengaruhi perilaku atau sikap/tindak. Budaya koruptif mencerminkan ketidakpedulian pada kepentingan konstituen serta bangsa .

Terbangunnya suatu budaya transaksional politik dan bukannya berakar pada kedekatan ideology dengan konstituen menjadikan budaya politik mengarah pada budaya politik uang yang rentan pada korupsi. Pelembagaan interaksi politik yang hanya transaksional memunculkan pertimbangan yang hanya semata mencari celah keuntungan untuk menghidupi partai politik dan permainan kekuasaan. Penggunaan sumber daya ekonomi negara dipergunakan untuk menjaring suara pada suatu kampanye politik. Konflik kepentingan dalam suatu pertarungan kekuasaan merupakan bagian dari dampak budaya politik kekuasaan yang mengingkari kepentingan masyarakat yang harus lebih didahulukan.

15

(9)

9 Kultur politik yang tidak netral akan membentuk pula hubungan politik transaksional antara pejabat publik dan politisi. Pentingnya suatu netralitas politik adalah untuk menjamin prinsip pelayanan publik tidak terkontaminsasi oleh rezim politik. Korupsi sudah menjadi kejahatan structural manakala menjadi suatu bentuk kekerasan sebagai hasil interaksi social yang berulang dan terpola , yang menghambat banyak orang untuk memenuhi kebutuhan dasar . Telah begitu mengakarnya korupsi sampai membentuk struktur kejahatan, yaitu factor negative yang terpatri dalam institusi-institusi masyarakat yang bekerja melawan kesejahteraan bersama .16 Tidak adanya shame culture (budaya malu) dari elite politik ketika melakukan korupsi menjadikan korupsi politik menjadi sedemikian massif.

b.3. Pengawasan terhadap kekuasaan politik yang lumpuh

Korupsi politik yang memprihatinkan tak lepas dari besar atau luasnya kewenangan yang dimiliki oleh DPR Pada satu sisi pengawasan oleh DPR menjadi sangat penting oleh karena memiliki visi untuk mengontrol kewenangan eksekutif. Fungsi budgeting DPR bersama pemerintah membahas anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, membuka celah pula bagi peluang untuk memainkan anggaran dan menjadikannya suatu komoditi apalagi menyangkut suatu proyek-proyek khususnya yang menyangkut proyek di daerah pemilihan. Belum adanya mekanisme yang jelas mengenai pemantauan akuntabilitas kekuangan khususnya penggunaan

anggaran secara detil demi efisiensi dan efektivitas. Padahal wujud visi dan misi cita-cita politik bisa terlihat dari sense of social justice pada penganggaran pemerintah yang telah dibahas bersma dengan Perwakilan rakyat. Sebagai contoh Pemilihan Gubernur atau Deputi Bank Indonesia diduga memiliki agenda tersembunyi yang terkait dengan transaksi valuta asing, karena bertujuan untuk mendapatkan akses informasi lebih awal agar bisa mencari keuntungan dari selisih nilai tukar mata uang . Hal inipun terlacak oleh PPATK ( Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).17

Kewenangan yang besar tentu membutuhkan batasan kekuasaan yang dilakukan melalui mekanisme control yang jelas dan tegas. Belum ada suatu aturan yang tegas untuk

16

B.Sesboue dalam Haryatmoko, Ibid, hal. 27.

17

(10)

10 mengeleminasi penyalahgunaan wewenang melalui mekanisme control dan pertanggungjawaban terhadap lembaga perwakilan rakyat. .Korupsi terjadi karena kelemahan-kelemahan sistemik dalam tubuh institusi politik, dalam menjalankan fungsi perencanaan, penganggaran/budgeting, pelaksanaan dan pengawasan pada institusi-institusi publik

b.4. Kurangnya etika politik

Paul Ricouer berpendapat bahwa Etika politik merupakan suatu “upaya hidup baik

(memperjuangkan kepentingan publik) untuk dan bersama orang lain dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang lebih adil. Tiga dimensi dari etika politik adalah tujuan (policy), sarana (polity), dan aksi politik (politics). Haryatmoko menterjemahkannya dalam versi tiga dimensi etika publik yang merupakan bagian dari etika politik yang memiliki tujuan mengusahakan kesejahteraan umum melalui pelayanan publik yang berkualitas dan relevan, sarana yang adalah adalah membangun institusi yang lebih adil, dan dirumuskan sebagai membangun infrastruktur etika dengan menciptakan regulasi, hukum, aturan agar dijamin akuntabilitas, transparansi dan netralitas pelayanan publik, dan aksi/tindakan yang dipaham sebagai “integritas publik” untuk menjamin pelayan publik memegang peran untuk menentukan rasionalitas politik.18

Menurut Robert Klitgard korupsi terjadi karena sangat minimnya atau bahkan tidak

adanya akuntabilitas yang membatasi kewenangan dan diskresi yang dimilki suatu kekuasaan. Robert Klitgard menjelaskan bahwa proses terjadinya korupsi memiliki rumus yang

dikemukakan oleh sebagai berikut : 19

M=Monopoly.

18

Haryatmoko, Op.cit, hal. 4-7

19

Dirjen Dikti kementrian pendidikan dan Kebudayaan Modul Training of Trainers (TOT) Pendidikan Anti Korupsi untuk perguruan tinggi, Jakarta, 2012 , Hal. 41.

(11)

11 D =Discretionary (kewenangan).

A= Accountability (pertanggungjawaban).

Dari rumus tersebut dapat dijelaskan bahwa korupsi adalah hasil dari adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar tanpa keterbukaan dan pertanggung jawaban.

b.5. Kurangnya political will ditambah dengan tata kelola pemerintahan buruk

Birokrasi berbelit (red tape) dan tata kelola pemerintahan yang buruk bersinergi secara negative dengan wakil rakyat yang mengemban fungsi pengawasan. Hal ini terjadi manakala badan pemerintahan yang seharusnya diawasi wakil rakyat memberikan suap/gratifikasi kepada wakil rakyat agar terjadi suatu penilaian positif atas pertanggungjawaban kinerja eksekutif. Maka muncul praktek kolusi dan menjadikan birokrasi pemerintahan dan birokrasi kekuasaan politik untuk menjadikan kekuasaan yang diemban menjadi kekuasaan untuk memperoleh uang dan mengalinasikan kepentingan masyarakat.

Perlunya suatu dukungan politik untuk menganulir perilaku koruptif dengan membangun suatu Dukungan politik dari lembaga perwakilan merupakan suatu anti resistensi pada korupsi.

b.6. Lumpuhnya mekanisme politik demokrasi.

Kekuasaan politik seharusnya identik dengan mekanime politik demokrasi. Demorasi

(12)

12 kekuasaan politik tidak memiliki kontrol yang jelas. Akan mengakibatkan kekuasaan politik yang memimpin tidak mendapatkan legitimasi masyarakat.

C. Menganulir korupsi politik

Makna sebuah perolehan kekuasaan politik yang bersumber pada demokrasi adalah suatu peran kekuasaan masyarakat yang bisa berbentuk akses pada hak politiknya termasuk akses kekuasaan rakyat untuk melakukan suatu koreksi. Kekuasaan politik yang terbiasa pada korupsi politik berawal dari sebuah manipulasi demokrasi yang mengibaratkan bahwa system politik yang terpilih melalui demokrasi merupakan suatu cek kosong, yang semata hanya berurusan dengan elektabilitas dan kemampuan menangguk suara. Manakala sistem demokrasi kita berjalan dengan berkualitas, maka setiap warga negara memiliki kesempatan untuk membangun suatu kekuasaan politik yang memperoleh legitimasi moral.

c.1. Sistem Anti Korupsi dan Etika Politik

Jeremy Pope dalam bukunya Strategi Memberantas Korupsi mengenukakan enam bidang pokok perubahan yang dapat mendukug pelaksanaan strategi anti korupsi yang menyeluruh, yakni : kepemimpinan, program publik, perbaikan organisasi pemerintah,penegakan hukum, kesadaran masyarakat, dan pembentukan lembaga pencegah korupsi.20 Dikemukakan oleh

Jeremy Pope mengenai pentingnya membangun sisyem Integritas Nasional yang diibaratkan seperti sebuah kuil yunani dengan atap integritas nasional, yang diatasnya ada tiga bola : mutu

kehidupan, tatanan hukum, dan pembangunan berkelanjutan. Atap ditopang pada kedua sisinya oleh serangkaian pilar, masing-masing pilar adalah unsur dari system integritas nasional. Meliputi pilar kelembagaan legislative , eksekutive,peradilan, auditor negara, ombudsman, lembaga pengawas milik masyarakat, pelayanan publik, media yang bebas, masyarakat sipil,sector swasta, dan pelaku internasional. Pondasi kuil adalah kesadaran publik dan nilai-nilai masyarakat.21

20

Jeremy Pope, Strategi memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional, kerjasama Transparency Internasional Indonesia dan yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007.

21

(13)

13 Sistem anti korupsi perlu dibangun untuk menminimalisasikan potensi penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara.Persoalan korupsi tidak hanya bisa ditangani dengan hanya sekedar upaya penindakan.Diperlukan suatu system yang memiliki agent of system yang bermuara pada agent of integrity.

Etika Politik yang saat ini dirasa pudar saat ini menjadi sedemikian penting untuk ditegakkan. Etika menjadi landasan cita moral dari suatu tujuan politik. Dengan kata lain etika politik mendasari cita-cita politik yang mendorong prinsip keterwakilan rakyat dalam bekerjanya peran wakil rakyat.

c.2. Pendidikan Politik Demokrasi.

Penguatan basis pengetahuan politik masyarakat perlu untuk menuju pengarusutamaan literasi politik yang memiliki sense of crisis . Hal ini merupakan suatu konsolidasi rakyat atas perlunya menggugat politik demokrasi atas perilaku pejabat politik. Praktek politik uang dalam Pemilu mencederai pemilu yang sebenarnya menjad moment penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang bekualitas dan berintegritas. Peran civil society, Parliemantary watch, merupakan suatu penyeimbang dari kekuasaan absoulut kekuasaan penyelengaraan negara.

Dalam tugas sebagai wakil rakyat untuk mengontrol pemerintahan, maka keikutsertaan rakyat akan menjadikan system representsi lebih efektif. Misalnya dalam memeriksa

kebijakan publik yang tentu memberikan dampak bagi hajat hidup rakyat, mengungkap penyimpangan dan celah-celah regulasi yang merawankan praktek korupsi.

c.3. Good Governance Pada Kekuasaan Politik

(14)

14 perilaku korupsi. Untuk itu, good governance menjadi suatu keniscayaan bagi kelembagaan kekuasaan politik yang bersih.

c.4. Penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Banyaknya korupsi politik di sector pemerintahan dan kaum politisi, mendorong KPK untuk melakukan review guna perbaikan sistem DPR atas pelaksanaan fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan.22.KPK dalam kajian tentang proses kerja DPR menemukan sederet peluang korupsi di parlemen. Di fungsi anggaran, misalnya, penyusunan dan alokasi dana optimalisasi dipandang rawan korupsi. KPK menilai DPR harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menetapkan dana optimalisasi. Terkait dengan fungsi legislasi, KPK melihat tak jelasnya kriteria pengusulan program legislasi nasional, dan adanya celah transaksional pada saat pembahasan rancangan undang-undang. Adapun pada fungsi pengawasan, KPK menyoroti tak adanya kriteria spesifik dalam menentukan obyek pengawasan. Untuk mengatasinya, komisi antikorupsi merekomendasikan DPR untuk menentukan dengan jelas apa saja kriteria obyek pengawasan tersebut. KPK perlu dikuatkan dan bukan dilemahkan untuk menjadi tumpuan harapan masyarakat Indonesia untuk menuntas habis korupsi dan akar-akarnya baik melalui sarana penindakan (represif) dan preventif. KPK adalah simbol dari perlawanan korupsi itu sendiri.

D. Kesimpulan

Korupsi politik berdimensi pelanggaran hukum dalam makna legal dan pelanggaran dimensi moral dalam inkompetensi politik Transformasi budaya politik yang berintegritas perlu untuk dibangun guna mengeleminasi korupsi politik. Politik demokratis merupakan suatu filter untuk menekan korupsi politik, dan menjadi suatu pondasi mekanisme check and balance atau mekanisme saling mengontrol dan mengimbangi kekuasaan atau kekuatan sosial politik dalam penyelenggaraan negara demi terwujudnya institusi berkeadilan. Legitimasi Politik yang

22

(15)

15 sekaligus berarti legitimasi etis yang didukung system integritas nasional akan menjamin bekerjanya kekuasaan politik yang anti resistensi terhadap praktek korupsi politik.

Daftar Pustaka

Andang Binawan, AL. editor, Korupsi kemanusiaan : Menafsirkan (korupsi) dalam masyarakat, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2006, Hal. Xix,

Dirjen Dikti kementrian pendidikan dan Kebudayaan, Modul Training of Trainers (TOT) Pendidikan Anti Korupsi untuk perguruan tinggi, 2012.

E.Apter, David, Pengantar Analisa Politik, LP3ES,Jakarta, 1985

Haryatmoko, Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi, Gramedia, Jakarta, 2011.

Isjwara, F, Pengantar Ilmu Politik, Bina Cipta, Bandung, 1992.

Integrito , Vol.36/V November –Desember 2013, ISSN 2086-0919 , KPK , Jakarta

Kompas, 2 Januari 2013, “Quo Vadis” DPR bersih dan Prorakyat, hal. 25

Laporan Hasil Penelitian dari C. Maya Indah S. dan Theo F.Litaay berjudul “Implementasi

pelayanan Publik yang berintegritas dalam Pemerintahan (studi kasus di Kota Kupang Propinsi NTT), tahun 2012.

Laporan Tahunan KPK 2012 : Jalan Berliku Pemberantasan Korupsi, KPK, Des 2012

Minogue, Kenneth, Politics : A very Short introduction, terjemahan Sekilas tentang Politik oleh Nikolas Hasibuan, penyunting John Perris, Pelangi Cendekia, Jakarta, 2006

Pope, Jeremy , Strategi memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional, kerjasama

Transparency Internasional Indonesia dan yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007.

Quinney,. Richard, Criminology: analysis and Critique Crime In Amercica, Little Brown, Boston, 1975

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Perencanaan tindakan pada siklus I langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: (a) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berdasarkan pada silabus dengan

[r]

[r]

Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik.. Laporan Proyek

[r]

Tanaman sagu di Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti umumnya tumbuh di lahan basah dan kering, sehingga dalam budidaya, perawatan dan varietas

Tujuan dan teori pemasaran yang telah dikaji kemudian akan dijadikan landasan untuk dapat mengetahui segala kebutuhan, keinginan dan permintaan target sasaran

“Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu