• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN BANTUAN HUKUM A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia. - Pelaksanaan Pemberi Bantuan Hukum Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN BANTUAN HUKUM A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia. - Pelaksanaan Pemberi Bantuan Hukum Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN BANTUAN HUKUM

A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia.

Bantuan hukum menurut Mauro Cappelletti sebenarnya telah dilaksanakan pada masyarakat barat sejak jaman romawi, dimana saat itu bantuan hukum berada dalam bidang moral dan lebih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia khususnya untuk menolong orang-orang tanpa mengharapkan dan atau menerima imbalan atau honorarium.52 Setelah meletusnya Revolusi Perancis, bantuan hukum kemudian

mulai menjadi bagian dari kegiatan hukum atau kegiatan yuridik, dengan mulai lebih menekankan pada hak yang sama bagi warga masyarakat untuk mempertahankan kepentingan-kepentingannya di muka pengadilan, dan hingga awal abad ke-20 bantuan hukum ini lebih dianggap sebagai pekerjaan memberi jasa di bidang hukum tanpa suatu imbalan.53

1. Bantuan Hukum Masa Penjajahan

Pada masa pendudukan Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie54 yang selanjutnya disebut VOC mengakui keberadaan hukum lokal dimana VOC pada umumnya tidak dapat mengesampingkan hukum adat kecuali yang berkenaan dengan

52 Sr. Mauro Cappelletti, Earl Johnson Jr. Dan James Gord Ley,Towards Equal Justice, A Comparative

Study of Legal Aid in Modern Societies,(New York: Dobbes Ferry, 1976), hal. 6.

53 Bambang Sunggono dan Aries Harianto,Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia,(Bandung: CV. Mandar

Maju, 2009), hal. 11.

54 Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang didirikan pada tanggal 20

Maret1602 adalah persekutuan dagang asal Belandayang memiliki monopoli untuk aktivitasperdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. orang Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni sebagai tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan kepada rakyat Nusantara yang sama seperti tentara Belanda. VOC memiliki hak kedaulatan (soevereiniteit) berdasarkanOktrooi(Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk: memelihara angkatan perang, memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian, merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda, memerintah daerah-daerah tersebut, menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan memungut pajak.

(2)

perdagangan, VOC memiliki tujuan peningkatan perekonomian Negara Belanda dengan mengesampingkan penghormatan terhadap hubungan ekonomi dan politik yang menggunakan hukum adat. Selama kebijakan etis sekitar tahun 1900, pembaharuan hukum mulai dilaksanakan di wilayah Indonesia yang menjadi jajahan dengan memperhalus aturan adat atau aturan lokal yang telah ada, hal ini diperlukan karena Belanda memperlakukan masyarakat pribumi secara lain (vervreemdingsverbod pada 1870)55 tetapi tidak pernah selain sebagai pemantas saja

dengan maksud seolah menentang adanya perbedaan-perbedaan unsur kemajemukan ekonomi, sosial, dan politik kolonial, biasanya kebijakan pihak penjajah justeru memperkokoh perbedaan-perbedaan tersebut dengan cara yang lebih halus. Kebijakan penjajah Belanda tersebut dilakukan dengan membuat lembaga-lembaga yang diperuntukkan untuk kolonial dan pribumi, namun lembaga yang mengurusi urusan pribumi tidak boleh lebih tinggi dari lembaga yang mengurus urusan pihak kolonial Belanda.56 Hal ini telah jelas mencerminkan ketidakadilan terhadap hak asasi

manusia bagi penduduk asli Indonesia.

Cerminan ketidakadilan juga terdapat di bidang peradilan dimana pihak belanda yang jenjang peradilannya terdiri atas Residentiegerecht57 untuk tingkat pertama,

Raad van justitie58 untuk tingkat banding, dan Hooggerechtshof59 (Mahkamah

55 Vervreemdingsverbodadalah hak milik (adat) atas tanah yang tidak dapat dipindahtangankan oleh orang

pribumi (orang Indonesia Asli) kepada orang yang bukan asli Indonesia atau orang asing dan semua perjanjian yang berkenaan dengan pemindahtanganan tersebut dianggap batal.

56 Frans Hendra Winarta,Suatu Hak Asasi...,Op. Cit., hal. 2.

57 Residentiegerechtadalah badan-badan pengadilan tingkat pertama untuk orang-orang Eropah atau yang

dipersamakan dengan mereka. Pengadilan ini dibentuk di kota-kota keresidenan atau kabupaten di luar Batavia, Semarang dan Surabaya. Hakimnya adalah Residen. Perkara yang ditangani adalah perkara perdata atau pidana yang berkategori ringan atau sederhana.

58 Raad van Justitieadalah badan pengadilan bagi orang Eropah yang tertua (sejak jaman VOC). Pengadilan

ini didirikan di kota-kota dagang besar untuk mengurus, memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata maupun pidana yang tidak termasuk wewenang pengadilan Residen. Hakim dan panitera di pengadilan ini adalah ahli-ahli hukum berpendidikan Belanda. Raad juga berkompetensi sebagai pengadilan tingkat banding bagi putusanLandraad.

59 Hoogerechtshofadalah badan pengadilan tertinggi dalam hierarki pengadilan Belanda. Pengadilan ini juga

(3)

Agung) di Batavia (Jakarta). Aparatur pada Raad van justitie dan Hooggerechtshof

adalah para ahli hukum yang terlatih yang semakin dipererat kaitannya dengan negara hukum (Rechtstaats) Negeri Belanda melalui pendidikan, budaya, pengetahuan umum, dan ilmu di bidang hukum. Selain badan pengadilan tersebut diluar pengadilan pemerintah Kolonial juga terdapat badan pengadilan swapraja yang ada di bawah dan dikelola oleh raja-raja, selain itu juga di beberapa tempat terdapat penyelesaian sengketa dengan mekanisme adat yang disebutDesa Rechtspraak(pengadilan desa).60

Adapun tujuan Belanda menerapkan peraturan-peraturan tersebut adalah untuk menjamin terhadap perlindungan perdagangan Belanda jika terjadi perselisihan dagang eksternal dan internal.

Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa bantuan hukum secara formal di Indonesia sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, hal ini bermula pada tahun 1848 ketika di Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasar asas konkordansi61 dimana peraturan Firman Raja 16 Mei 1848 Nomor 1 juga

diberlakukan di Indonesia, antara lain susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Pengadilan (Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der Justitie) atau RO62 dimana terdapat aturan mengenai Advokat dan Pengacara dalam BAB VI

memuat Advokat merangkap sebagai pengacara dimana sifat dan pemberian jasa dan pekerjaan yang bersangkutan dengan jasa tersebut, saat itu Advokat hanya memberikan jasanya dalam proses perdata dan pidana. Seseorang yang dapat diangkat menjadi Advokat adalah mereka yang berkaula negara Belanda dan mempunyai ijazah Universitas di negeri Belanda atau ijazah Rechts Hogeschool (RHS) di Jakarta, biasanya Advokat di Indonesia masa pendudukan Belanda adalah mereka yang telah

60 A. Patra M. Zen dan Daniel Hutagalung,Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda

Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2007), hal. 15.

61 Asas konkordansi atau asas keselarasan (concordantie begeinsel) adalah asas yang menyamakan hukum

yang ada di Belanda dengan hukum yang ada di Indonesia.

(4)

bergelar Doktor Ilmu Hukum danMeester in de Rechten.

Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der Justitie ini juga mengatur lebih rinci mengenai jarak tempat tinggal Advokat antara 3 sampai 5 paal63

dari tempat menjalankan prakteknya atau pengadilan tempat Advokat tersebut bersidang.

Point utama yang terkait dengan Bantuan Hukum masa pendudukan Belanda terdapat dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der Justitie

Pasal 190 memuat:64

“De Advocaten en procureurs, daartoe door de regterlijke collegien, voor welke zij hunne bediening uitoefenen aangewezen, zijn verplight om gratis den wel tegen half salaris hunnen bijstand te veerlenen aan hen, die verguning hebben bekomen onderscheidenlijk om kosteloos, den wel tegen verminderd tarief te procedeeren. Zij zijn mede gehouden om zijk gratis te belasten met de verdediging in strafzalken, wanneer hun dit door den regter wordt op ged ragen zij kunnen zich aan die verpligtingen niet onttrekken, dan om redenen door den president van het betrokkene colligie goedge keurd.”

Terjemahan, para Advokat dan procurerbila ditunjuk oleh badan pengadilan, dimana ia diangkat, wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau separuh dari tarif biaya yangberlaku, guna menolong mereka yang telah mendapatkan ijin berproses tanpa biaya atau di bawah tarif yang berlaku.

Mengenai besaran honorarium dan uang muka advokasi telah diatur dalam dasar tarip yang telah ditentukan. Advokat dalam menjalankan tugasnya diawasi oleh Majelis Hakim (Majelis Hakim ditambah dua orang Advokat). Dalam pengawasan tersebut mempertimbangkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh Advokat, seorang Advokat dapat ditegur apabila mengabaikan kepentingan para kliennya, bertingkah laku tidak sepantasnya terhadap para pihak yang berperkara atau para

63 Paal adalah satuan ukuran jarak dimana 1 paal di jawa sama dengan 1.507 meter sedangkan 1 paal di

sumatera sama dengan 1.852 meter, adapun perbedaan ukuran di jawa dan sumatera terkait dengan permainan jual-beli tanah perkebunan oleh VOC.

(5)

Advokatnya dan apabila mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban dan kehormatannya selaku Advokat dan pengacara atau juga apabila mereka ini menunjukkan sikap tidak hormat terhadap majelis hakim atau para anggotanya atau pejabat pengadilan lainnya, dan juga termasuk dalam menggunakan kata-kata yang tidak pada tempatnya terhadap Undang-Undang atau kekuasaan umum dan juga menurut keadaan. Sanksi yang dapat diberikan oleh Majelis Hakim berupa pemecatan sementara (schorsing) untuk jangka waktu setinggi-tingginya enam bulan atau dikenakan denda paling tinggi f. 200,-65 untuk kepentingan orang-orang yang

tidak mampu, dengan memerintahkan pula untuk membayar ganti rugi seluruhnya atau sebagian yang ditimbulkan oleh kesalahannya atau kelalaiannya dalam memperhatikan para pihak yang berperkara. Sebagaimana Advokat yang menerima teguran oleh Majelis Hakim dapat mengajukan banding dengan surat permohonan dalam waktu empat belas hari setelah hari keputusan telah diucapkan kepada

Hooggerechtshof atau Hof atau disingkat H.g.H. dan apabila tingkah laku negatif Advokat tesebut diulangi kembali atau terjadi kelampauan batas yang tidak semestinya maka H.g.H karena jabatannya atau berdasarkan usul dari Raden van Justitie atau disingkat sebagai R.v.J. (Pengadilan Tinggi) dapat mengusulkan kepada

Gouvenieur Generaal atau disingkat G.G. (Menteri Kehakiman). Pemecatan dengan tidak mengurangi wewenang dari G.G. Untuk mengadakan pemecatan tanpa adanya usulan yang demikian.

Tingkatan badan peradilan dengan kepentingan yang berbeda membuat proses peradilan saat itu tidak memberikan rasa keadilan kepada golongan pribumi,

65 F atau fl (Florijn atau Florin) adalah mata uang Belanda sejak abad ke-17 hingga 2002 yang kini digantikan

dengan Euro. Satu Florijn sama dengan 2.20371 Gulden/Guilder Belanda (NLG) atau sama dengan 0.9999995238 Euro (1 Gulden=0.453780 Euro) atau setara dengan Rp.15060.084518384 (1Euro=15060.09169 IDR). Pada masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) tahun 1833, 1 Gulden setara 120 sen, dan pada 1854 1 Gulden setara 100 sen.

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gulden_Belanda,

(6)

landgerechyang dibentuk pada 1914 secara umum dapat memproses semua golongan jika terjadi perkara hukum meskipun pengadilan ini hanya memeriksa pelanggaran pidana ringan saja dimana orang Belanda juga sebagai hakimnya. Pelaksanaan Bantuan Hukum yang diberlakukan menurut asas konkordansi tersebut hanya sekedar peraturan di Hindia, peraturan Bantuan Hukum tersebut hanya berlaku untuk golongan Eropah.

Adanya ketidakadilan semakin dirasakan oleh penduduk asli Indonesia dengan adanya pengelompokan golongan-golongan masyarakat sebagaimana diatur dalam

Indische Staatsregeling atau disingkat IS (Peraturan Ketatanegaraan Hindia Belanda) yang mulai diberlakukan tahun 1926 dimana pada Pasal 163 ayat (1) memuat:

a. Eropah

Yang termasuk golongan Eropah adalah orang Belanda, dan semua orang bukan Belanda yang asalnya dari Eropah, orang Jepang (berdasarkan perjanjian Nedherland dan Japan dalam Lapangan Perdagangan dan Perkapalan), orang-orang yang tidak termasuk orang Belanda atau Eropah lainnya, akan tetapi taat pada Hukum Keluarga yang pada garis besarnya sama dengan asas-asas hukum keluarga yang terdapat dalam BW/KUHS, orang-orang tesebut yang dimaksud adalah orang Amerika, Canada, Afrika Selatan, dan Australia, dan juga orang yang secara sah merupakan keturunan Belanda dan orang yang tidak berasal dari Belanda tetapi di negaranya menganut hukum kekeluargaan yang sifat dan coraknya sama dengan Belanda.

Dalam perkembangannya muncul istilah Gelijkstelling66 diatur dalam Pasal 109 RR baru (amandemen Pasal 109 ayat 5 RR lama) yang akhirnya

66 Gelijkstelling adalah pembauran, dipersamakan menurut hukum, persamaan yang diberikan kepada

(7)

menjadi Pasal 163 IS yang menyatakan lembaga Gelijkstelling diganti denganToepasselijkverklaring van de Bepalingen Europeanen.67 Pasal 109 RR baru mengatur bahwa orang Timur Asing dan orang Pribumi dapat dipersamakan dengan orang Eropah atas permintaannya sendiri. Ketentuan mengenai Gelijkstelling ini ditentukan dengan ordonasi dan kemudian dimuat dalam Staatblad. Orang yang dipersamakan menurut staatblad ini dikenal dengan istilah orang Eropah Staatsblad (Staatsblad Europeanen).68 Gelijkstelling dapat dilakukan oleh orang Timur Asing dan orang Pribumi dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:

1) Sebelum tahun 1894: a) Beragama kristen,

b) Fasih bercakap dan menulis dalam bahasa Belanda. c) Berpendidikan dan beradat-istiadat Belanda.

d) Mempunyai kecakapan penuh (volkman geschiktheid) untuk bergaul dengan masyarakat Eropah.

2) Tahun 1894, Syarat-syarat yang tersebut diatas dirubah menjadi mempunyai kecakapan untuk bergaul dengan masyarakat Eropah, sedangkan agama yang dianut tidak lagi menjadi batasan atau dihilangkan.

3) Tahun 1913, syarat yang lebih diutamakan untuk mempermudah orang menjadi Gelijkstelling adalah kebutuhan hukum dari yang bersangkutan, dimana dengan tujuan bahwa orang tersebut bersedia tunduk dan menerimaPersonenrecht69 danFamilierecht European70.

67 Toepasselijkverklaring van de Bepalingen Europeanenmerupakan memperlakukan ketentuan hak orang

Eropah terhadap orang Indonesia dan Timur Asing.

68 Asis Safioedin,Beberapa Hal Tentang Burgerlyk Wetboek, (Bandung: Alumni, 1973), hal. 38.

(8)

Personenrechtdan Familierechtatau tentang orang (van personen) diatur dalam Burgelijk Wetboek pada Buku I dimana menjelaskan hukum perorangan dan hukum keluarga yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subjek hukum, antara lain mengenai ketentuan timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya keperdataan.71

b. Bumi Putera

Yang termasuk golongan Bumi Putera adalah semua orang asli dari Indonesia.

c. Timur Asing

Yang termasuk golongan Timur Asing adalah semua orang yang bukan orang Eropah dan/atau bukan orang Bumi Putera (Tionghoa, Arab, India, Pakistan, dan sebagainya).

Penggolongan sebagaimana disebutkan diatas berpengaruh besar terhadap bidang hukum dimana golongan Eropah menduduki tingkatan pertama dalam urutan, hal ini berarti adanya keistimewaan terhadap golongan Eropah yaitu kepentingan-kepentingan yang ada harus lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan golongan Bumi Putera dan Timur Asing.

Pada masa kolonial di Indonesia sekitar tahun 1940-an, kitab Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan peradilan digunakan hanya satu kitab saja dimana

yang mengatur mengenai siapa saja yang dapat membawa hak dan kedudukannya dalam hukum. Hukum perorangan terdiri dari: peraturan-peraturan manusia sebagai subjek hukum, kewenangan hukum, domestik dan catatansipil.

Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya tersebut.

70 Familierechtatau hukum keluarga adalah semua kaidah hukum yang mengatur hubungan abadi antara dua

orang yang berlainan jenis kelamin dan akibatnya hukum keluarga sendiri dari: perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri, hubungan antara orang tua dan anak-anaknya, perwalian, pengampuan.

(9)

kitab undang-undang tersebut mengatur perkara perdata maupun perkara pidana yang juga didalamnya memuat acara-acara peradilan pangreh praja72 maupun landraad dan pengadilan-pengadilan yang lebih rendah. Kitab Undang-Undang yang diberlakukan bagi pribumi Indonesia ini disebut Herziene Inlandsch Reglement yang selanjutnya disebut HIR yang diberlakukan pada 1941. HIR yang diberlakukan di Indonesia ini telah banyak menghilangkan peraturan tentang bantuan hukum dimana tidak dimasukkannyaverplichte procureur stelling.73

Bantuan hukum pada masa penjajahan Jepang pada awalnya masih memberlakukan pengaturan kitab Undang-Undang bagi golongan-golongan tertentu, golongan Eropah dan Tionghoa menggunakan Burgerlijk Wetboek (BW) atau KUHPerdata dan Wetboek van Koophandel (WvK) atau kitab hukum dagang, sedangkan untuk golongan asli Indonesia menggunakan hukum adat, bagi orang-orang Jepang yang digunakan adalah Undang-Undang dan peraturan-peraturan negaranya sendiri dimana pengusutan, penuntutan dan pengadilannya dilakukan oleh opsir-opsir Jepang sendiri.

Wetboek van Strafrecht (WvS) atau KUHPidana dari masa penjajahan Belanda masih diberlakukan selain peraturan-peraturan pidana lainnya yang dibuat penjajah Jepang yang diantaranya adalah Osamu Gunrei Nomor 1 Tahun 1942 pada Pasal 3

72 Pangreh Prajaadalah salah satu dari dua bentuk birokrasi pemerintahan di Hindia Belanda yang disebut

jg sebagaiInlands Bestuuratau Inlandsch Bestuuradalah birokrasi pelaksana pemerintahan kolonial Belanda di daerah (birokrasi pada wilayah kekuasaan orang bumi putera) dan dapat juga merupakan kolaborasi antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan bumi putera daerah setempat.

73 Verplichte procureur stelling adalah mewajibkan pihak yang berperkara untuk tampil dengan

menggunakan Advokat atau pengacara.

Sejarah hukum Indonesia terdapat aturan bagi golongan Eropah dan Timur Asing dalam Reglement op de Rechtsvorderingdisingkat Rv pada Pasal 106 memuat bahwa penggugat diwajibkan menunjuk pengacara, jika tidak menggunakan pengacara maka gugatan dianggap batal.

Het Heziene Indonesisch Reglement disingkat HIR pada Pasal 118 juga disebutkan bahwa seseorang dapat mengajukan gugatan ke pengadilan baik sendiri maupun diwakili oleh kuasanya (tidak ada kewajiban berkebalikan dengan Rv), jadi di Indonesia asasVerplichte procureur stellingsampai saat initidak diberlakukan karena tidak diatur dalam hukum acara dimana dalam kasus hukum perdata tidak adanya kewajiban bagi penggugat untuk diwakili oleh Advokat atau pengacara pada saat berperkara di pengadilan.

(10)

yang dikeluarkan oleh Pembesar Bala Tentara Dai Nippon untuk Jawa dan Madura (mengenai hal ini boleh dikatakan sama saja untuk daerah luar Jawa dan Madura) yang memuat antara lain:74

“Semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan Undang-Undang dari pemerintah yang dulu, tetap diakui untuk sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan Pemerintah Militer.”

Kemudian Undang-Undang Nomor Istimewa Tahun 1942 yang termasuk didalamnya memuat Osamu Gunrei Nomor 25 Tahun 1944 Tentang Gunsei Keizirei

(Undang-Undang Kriminal Pemerintah Balatentara) yang berisi aturan-aturan yang diberlakukan pada semua orang yang melakukan tindak pidana di dalam maupun di luar wilayah hukum Gunzei Keizirei. Pada Pasal 47 Gunzei Keizirei kekuatan Undang-Undang ini berlaku surut, yang diatur dalam aturan umumnya adalah jenis-jenis pidana yang berbentuk kesengajaan, percobaan, konkursus, penyertaan, dan rechterlijk pardon75. Gunzei Keizirei juga telah mengatur tentang bandan hukum yang dapat diberikan sanksi jika melakukan perbuatan melawan hukum yang termuat dalam Pasal 26Gunzei Keizirei.

Osamu Seirei Nomor 24 Tahun 1944 tentang mengadili orang-orang Jepang (Nippon) baik dalam perkara perdata maupun pidana mulai dari pengusutan, penuntutan, pemeriksaan, dan pengadilannya adalah menggunakan aturan Undang-Undang Jepang kecuali keadaan istimewa yaitu perkara yang tidak dapat diselesaikan menurut Undang-Undang Jepang tersebut. Perkara diperiksa dan diadili oleh Tiboo Hooin (Pengadilan Negeri), sedangkan hakim atau jaksa yang memeriksanya adalah hakim dan jaksa Jepang, namum putusan pengadilan terhadap perkara yang terjadi untuk orang-orang Jepang dijalankan oleh kantor atau pegawai

74 Ibid.,hal. 39.

75 Rechterlijk pardon adalah kemungkinan pembebasan seseorang dari hukuman jika ia sendiri yang

(11)

yang ditunjuk olehGunseikan(Pejabat Tinggi Pemerintah Balatentara).

Pengusutan dan penuntutan di pengadilan masa penjajahan Jepang dilakukan oleh

Kensatu Kyoku (Kejaksaan) yang kedudukannya tidak dibawah asisten Resident

namun berada di bawah Saiko Kensatu Kyoku Tyo (dahulu disebut sebagai Procure General) dan sesudah dihapuskannya Saiko Hooin (Peradilan Agung) kemudian kedudukan Kensatu Kyoku berada di bawah Kootoo Kensatu Tyo. Adapun sebagai pengawas terhadap kinerja hakim dan peradilan dilakukan oleh Sihoobutyo (Kepala Departemen Kehakiman) yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: Syomuka (perkara umum),Minzika(perkara perdata), danKeizika(perkara pidana).

Pada intinya bahwa perubahan-perubahan yang dilakukan dalam periode pendudukan Jepang dilakukan dengan mengganti warna Belanda dengan warna Jepang, sembari disisi lain, menghilangkan hak-hak istimewa orang Belanda dan Eropah lainnya, Undang-Undang pendudukan Belanda masih dapat diberlakukan asalkan tidak bertentangan dengan militer Jepang. Pembaharuan yang dilakukan masa pendudukan Jepang di bidang peradilan di Indonesia antara lain:76

a. Penghapusan dualisme atau pluralisme tata peradilan, sehingga hanya ada satu sistem saja untuk semua golongan penduduk (kecuali untuk orang Jepang, karena orang Jepang di Indonesia menggunakan aturan Jepang). Semua badan pengadilan (kecuali Residentiegerecht, yang khususnya untuk orang Belanda dan Eropah), dengan nama yang diganti dengan istilah Jepang;

b. Unifikasi kejaksaan, fungsi officieren van justitie (yang bekerja dibawah arahan hukum acara pidana untuk orang-orang Eropah) disatukan dengan fungsi jaksa untuk orang-orang pribumi ke dalam Kensatzu Kyoku, yang

76 Muhammad Yasin dan Herlambang Perdana, YLBHI,Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia,(Jakarta:

(12)

diorganisasi menurut tiga tingkat peradilan;

c. Penghapusan pembedaan polisi kota dan polisi pedesaan/lapangan;

d. Pembentukan lembaga pendidikan hukum, khususnya untuk menghasilkan hakim dan jaksa;

e. Pengisian secara serentak jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum oleh orang-orang pribumi.

2. Bantuan Hukum Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, arti dari pada bantuan hukum menjadi lebih luas. Landasan yuridis bantuan hukum saat kemerdekaan tetap pada Herziene Inlandsch Reglement (HIR) pada Pasal 250 dimana pemberian bantuan hukum untuk terdakwa yang diancam hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Pelembagaan bantuan hukum di Indonesia dimulai sejak Zeyle Maker membentuk Biro Bantuan Hukum kepada rakyat yang tidak mampu di Rechts Hogeschool (RHS) Jakarta pada tahun 1940, pengelolaannya oleh Alwi St. Osman dan Elkana Tobing. Kemudian pada tahun 1953, Ting Swan Tiong mendirikan Sin Ming Hui atau dikenal dengan Tjandra Naya, suatu organisasi sosial dari pada orang-orang Indonesia keturunan Cina, yang memberi Bantuan Hukum dalam setiap perkara kepada anggotanya. Dengan demikian mengenai Bantuan Hukum untuk anggota Tjandra Naya tidak terbatas kepada perkara yang diancam hukuman mati saja, tetapi diberikan dalam segala macam perkara, meskipun ada batasan lain, yaitu bahwa bantuan hukum hanya diberikan kepada suatu golongan keturunan Cina saja.77 Pada Tahun 1962, Ting Swan Tiong mengusulkan

kepada Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk mendirikan Biro Konsultasi Hukum dan mendapat respon positif pada 2 Mei 1963. Pada tahun 1968 Biro

(13)

Konsultasi Hukum yang sudah dibentuk di FH UI dirubah menjadi Lembaga Konsultasi Hukum, dan berubah lagi pada tahun 1974 menjadi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH).78

Pada tahun 1967, Mochtar Kusuma Atmadja mendirikan Biro Bantuan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Pajajaran Bandung.79 Kemudian dilanjutkan dengan

pendirian LBH di tahun 1971 yang dipelopori oleh Adnan Buyung Nasution dan terjadi perubahan di bawah suatu yayasan (YLBHI) pada tahun 1980. Pada tahun 1974, Bapak Ilyas, Arifin, Ruslan, Hotma mendirikan Biro Bantuan Hukum di Universitas Sumatera Utara dengan fungsi mengadakan penyuluhan hukum atau memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat dan membantu para mahasiswa untuk pelaksanaan kuliah kerja nyata. Berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud No. 0325/U/1994 yang menyebutkan bahwa di setiap Fakultas Hukum terdapat sistem Pendidikan dengan pendekatan terapan, Biro Bantuan Hukum USU berubah menjadi Unit Bantuan Hukum dengan ketua Alm. Syahmenan dan fungsinya juga berubah menjadi Unit Litigasi (UL), Unit Non Litigasi (UNL), Unit Bantuan Hukum (UBH).80

Kemerdekaan pada tahun 1950-an, terdapat peraturan mengenai notaris dan pengacara yang diatur dalam Pasal 133 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 dimana dimuat tentang perihal pengawasan tertinggi oleh Mahkamah Agung terhadap para notaris dan pengacara, namun mengenai bagaimana saja cara atau kewajiban dalam pelaksanaan pengawasan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini. Pada tahun 1965, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 sudah tidak diberlakukan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 dimana pada Pasal 54 juga dimuat perihal pengawasan tertinggi oleh Mahkamah Agung yang dilakukan terhadap para notaris dan penasihat hukum (perubahan dari pengacara). Selanjutnya

78 Mohammad Mahfud MD., Sunaryati Hartono, dkk.,Op. Cit., hal. 903. 79 Muhammad Yasin dan Herlambang Perdana,Op. Cit.,hal. 463.

(14)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 tidak diberlakukan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 namun Undang-Undang ini menghilangkan atau tidak memuat mengenai pengawasan tertinggi tersebut.81

Pada tahun 1970-an, pemerintah telah memperhatikan masalah Bantuan Hukum dimana dikeluarkannya beberapa peraturan yang memuat unsur Bantuan Hukum, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang mengatur ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman, dan tambahan Lembaran Negara Nomor 2951 yang oleh Oemar Senoadji berpendapat:

“Ia mengandung prinsip-prinsip yang kelak memerlukan pelaksanaannya dalam perundang-undangan lain. Ia memberikan pengarahan untuk hukum acara, Hukum Acara Pidana khususnya kelak, sedang dalam pengarahan tersebut kadang-kadang ia sudah memberikan dasar-dasarnya yang kelak ia harus mendapat uitwerking,82 tidak dapat diubah lagi atau ia memerlukan sekedar sesuatu pelaksanaan belaka.

Akan tetapi, bagaimanapun juga, pengarahan khususnya dalam hukum acara pidana yang akan datang telah menunjukkan gambarannya dikemudian hari, ia mengandung prinsip-prinsip yang sesuai dengan rule of the law dengan hubungannya dengan hukum acara pidana.”83

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 khususnya di dalam Bab VII diatur perihal Bantuan Hukum, yang mencakup Pasal 35 sampai dengan Pasal 38. Meskipun memuat hanya pokok-pokoknya saja, akan tetapi di dalam Pasal-Pasal tersebut bantuan hukum diakui eksistensinya secara juridis. Setiap orang yang tersangkut perkara hukum berhak memperoleh Bantuan Hukum, hal ini dianggap perlu karena setiap orang wajib dilindungi dan diberikan haknya dalam proses peradilan dan juga pencerminan seseorang tertuduh dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sesuai dengan perikemanusiaan, maka seorang tertuduh harus diperlakukan sesuai dengan martabatnya sebagai manusia dan selama belum terbukti

81 Soerjono Soekanto,op. Cit., hal. 86.

82 Uirwerkingadalah arti kata efek, dalam hal ini adalah aturan pelaksanaan atau peraturan turunan dari

undang-undang, misalnya PP dan Permen.

(15)

kesalahannya harus dianggap tidak bersalah dan karena itu ia harus diperbolehkan mendapatkan Bantuan Hukum sejak ia ditangkap atau ditahan namun tetap sesuai peraturan (hukum acara pidana) dan tidak menyulitkan jalannya penyidikan (pemeriksaan). Penasihat dalam memberikan Bantuan Hukum diharapkan dapat bekerjasama dalam melancarkan penyelesaian perkara dengan mewujudkan kebenaran yang ada tanpa harus menutupi kasalahan tertuduh.84

Apabila hak tiap orang dalam Bantuan Hukum dan asas praduga tak bersalah sudah diatur lebih lanjut dalam peraturan turunan, maka dapat dibayangkan bahwa akan diperlukan lebih banyak tenaga-tenaga Advokat atau pengacara dalam memenuhi kebutuhan Bantuan Hukum.85

Pada tahun 1978, dikeluarkan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1978 Tentang GBHN yang didalamnya memuat bahwa pembangunan di bidang hukum di Indonesia didasarkan atas landasan sumber tertib hukum seperti terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang untuk mencapai tujuan ketertiban dan kepastian hukum juga memperlancar pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang, oleh sebab itu pemerintah melakukan beberapa kegiatan, kegiatan tersebut diantaranya sebagai berikut:

a. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan antara lain mengadakan pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum masyarakat,

b. Menertibkan badan-badan penegak hukum sesuai fungsi dan wewenangnya masing-masing,

c. Meningkatkan kemampuan dan kewibawaan aparat penegak hukum,

84 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 35 sampai 38.

85 Suardi Tasrif,Pemberian Bantuan Hukum Oleh Fakultas Hukum dan Kepengacaraan, Pemberian

(16)

d. Membina penyelenggaraan Bantuan Hukum untuk golongan masyarakat yang kurang mampu.

Selain itu peningkatan kesadaran hukum masyarakat penting untuk diupayakan agar masyarakat mengerti dan memahami hak dan kewajibannya dan juga perlu untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum dalam menjalankan tugasnya dengan memperhatikan penegakan hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan UUD 1945. Berkenaan tentang hak dan kewajiban masyarakat di bidang hukum maka dalam usaha pembangunan hukum nasional perlu ditingkatkan langkah-langkah untuk penyusunan perundang-undangan yang menyangkut hak dan kewajiban asasi warga negara dalam rangka mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.86

Aturan yang dirumuskan dalam GBHN sifatnya belum menyelesaikan masalah yang dihadapi dimana belum terdapat peraturan pelaksanaan mengenai bantuan hukum tersebut, Adnan Buyung Nasution dalam bukunya keluaran tahun 1978 bependapat bahwa sejak lahirnya Undang-Undang Pokok tentang Kekuasaan Kehakiman yang baru, hak bantuan hukum atau the right to counsel ini sudah mendapatkan pengakuan dan jaminan yang lebih pasti. Perbedaan pokok yang utama adalah bahwa hak bantuan hukum itu sudah diberikan “sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan” dan bukan lagi hanya di depan persidangan. Praktek peradilan yang terjadi, hak menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum itu (the right of legal assistance atau the right to counsel dikenal sebagai hak bantuan hukum atau hak untuk mendapatkan penasihat) belum dapat berjalan dengan lancar, oleh karena pihak kepolisian dan kejaksaan umumnya masih menolak memberikan kesempatan tersebut. Alasan utama yang diberikan sekarang adalah

(17)

karena sampai sekarang belum ada peraturan-peraturan pelaksanaan (implementary regulation) yang mengatur lebih lanjut tentang cara-cara pelaksanaan hak bantuan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang tersebut. Alasan yuridis ini memang ada dasarnya, oleh karena dalam Undang-Undang yang bersangkutan disebutkan bahwa hak bantuan hukum tersebut akan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Sayang sekali janji pemerintah tersebut sampai saat itu belum terpenuhi.87

Pemenuhan hak setiap orang dalam peradilan terhadap bantuan hukum dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02.UM.09.08 Tahun 1980 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Hukum dan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01.UM.08.10 Tahun 1981 Tentang Perubahan dan Perbaikan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02.UM.09.08 Tahun 1980. Dasar pertimbangan diundangkannya peraturan tersebut adalah bahwa dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh keadilan, perlu adanya pemerataan bantuan hukum khusus bagi mereka yang tidak atau kurang mampu, dan penyelenggaraan pemerataan bantuan hukum melalui Badan Peradilan Umum dilaksanakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan untuk itu diperlukan petunjuk pelaksanaan Menteri Kehakiman.88

Pada sekitar tahun 2000, kegiatan bantuan hukum gratis bagi si miskin sempat mengalami kemandekan (stagnasi). Hal ii tidak dapat dipisahkan dengan adanya larangan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat pada Pasal 3 ayat (1) huruf c menyebutkan bahwa untuk dapat diangkat sebagai Advokat yang menyebutkan bahwa untuk dapat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan, tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara, kemudian dipertegas dengan sanksi pada Pasal 31 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja

(18)

menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini (UU No. 18 Thn. 2003), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima juta rupiah).89 Selanjutnya ketentuan Pasal 31

Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dibatalkan sehubungan dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No: 006/PUU-II/2004 Tanggal 13 Desember 2004.

Pemerintah mulai berperan aktif dengan diundangkannya Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, perlindungan terhadap hak-hak dan kewajiban hukum kepada orang atau kelompok orang miskin mulai dipehatikan dengan suatu program pelaksana yang diatur dalam turunan Undang-Undang Bantuan Hukum. Program Bantuan Hukum tidak dapat dilaksanakan secara pasif atau menunggu permohon Bantuan Hukum (service station), Program Bantuan Hukum harus aktif yaitu dalam arti pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum dengan memberikan pendidikan hukum secara nonlitigasi berupa penyuluhan hukum agar masyarakat mengerti dan memperjuangkan hak dan kewajiban hukumnya.90

B. Beberapa Peraturan yang Berkaitan Bantuan Hukum.

Peraturan yang berkenaan dengan masalah bantuan hukum di Indonesia mengalami banyak perubahan, perubahan tersebut saling berkaitan meskipun peraturan yang lama tidak diberlakukan lagi. Peraturan yang peneliti maksudkan disini adalah berupa pemberian bantuan hukum kepada massyarakat miskin atau pemberian bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Diantara peraturan yang mengatur tentang bantuan hukum sebagai jaminan keadilan dalam

(19)

melindungi hak-hak masyarakat miskin atau tidak mampu tersebut adalah:

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Lahirnya Undang-Undang tentang bantuan hukum telah dinantikan oleh sebagian besar Pemberi Bantuan Hukum di Indonesia, karena undang-undang tersebut dinilai sebagai kejelasan suatu aturan khusus tentang bantuan hukum yang berorientasi pada perubahan sosial dimana memperhatikan jaminan hak konstitusi setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta adanya perlakuan yang sama dihadapan hukum dalam pemberian bantuan hukum bagi orang miskin, juga merupakan perlindungan hak dan kewajiban para pelaksana bantuan hukum.

Undang-Undang Bantuan Hukum lahir atas pertimbangan Pasal 20 UUD 1945 yang menyatakan bahwa lahirnya Undang-Undang Bantuan Hukum merupakan persetujuan bersama antara DPR dan Presiden atas RUU Bantuan Hukum, tiap anggota DPR berhak mengajukan usul terhadap RUU Bantuan Hukum Pasal 21 UUD 1945. Terhadap Undang-Undang Bantuan Hukum yang telah disahkan yang merupakan persetujuan dari DPR dan Presiden, berarti Negara harus lebih fokus bahwa kewenangan yang berkaitan dengan bantuan hukum harus menggunakan Undang-Undang Bantuan Hukum, bukan merupakan kewenangan Judikatif lagi seperti yang dijelaskan dalam Ketentuan Peralihan pada Bab X pada Pasal 22 sampai 23 bahwa penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum dari MA, Polri, Kejaksaan, dan instansi lainnya tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

(20)

pelaksanaan pemberian bantuan hukum. Pasal 28d ayat (1) UUD 1945 mengakui hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan hukum yang sama pada tiap orang sebagaimana telah di isyaratkan dalam Undang-Undang Bantuan Hukum pada Pasal 12 yang memuat Penerima Bantuan Hukum mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai atau mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai aturan.

Pasal 28h ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa tiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan yang dalam Undang-Undang Bantuan Hukum tersirat dalam aturan tentang permohonan Penerima Bantuan Hukum, dimana terdapat ketentuan Bab VI Pasal 14 sampai 15 Undang-Undang Bantuan Hukum dipermudah dalam aturan khusus pada Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 sampai Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 terhadap terhadap pemohon yang tidak dapat tulis baca dan tidak memiliki identitas kependudukan.

(21)

Menteri dalam melaksanakan tugas berwenang mengawasi dan memastikan terhadap segala pelaksanaan bantuan hukum dan melakukan verifikasi dan akreditasi sebagai kelayakan Pelaksana Bantuan Hukum.

Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) UUD 1945 bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, ketentuan sebagaimana yang dimaksud telah diatur dalam Undang-Undang Bantuan Hukum.

(22)

Setelah Undang-Undang Bantuan Hukum diundangkan, Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Ham pada 6 Februari 2013 mengundangkan Peraturan Menteri Hukum dan Ham No. 3 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan yang memberikan bantuan hukum kepada orang atau kelompok orang miskin.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2013 tersebut mengatur pelaksanaan pemberian bantuan hukum yang dinilai masih banyak pengaturan yang belum jelas pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang ditakutkan pemberian bantuan hukum akan melaksanakan kewajibannya dengan tidak maksimal, hal menarik yang dibahas adalah mengenai standarisasi bantuan hukum yang didalamnya mengatur standar bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, standar pelaksanaan bantuan hukum, standar pemberian bantuan hukum, dan standar pelaporan pengelolaan anggaran Pemberi Bantuan Hukum.

(23)

Orkemas.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum adalah peraturan yang dibuat pemerintah guna keperluan pelaksanaan Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 ini diundangkan pada 23 Mei 2013 yang secara garis besar memuat sebagian ketentuan-ketentuan yang telah dibahas dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Menteri sebagai penyelenggara bantuan hukum dalam tahun yang sama mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 22 Tahun 2013 ini diundangkan pada 20 Juni 2013 dimana pembuatannya bertujuan untuk pelaksanaan ketentuan Pasal 17, Pasal 23 ayat (4), Pasal 29 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013.

(24)

Standar litigasi pada Pasal 3 Permen 22 Tahun 2013 dibedakan dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara. Pemberian Bantuan Hukum pada Pasal 4 dilakukan oleh Advokat berstatus sebagai pengurus atau yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. Pada perkara pidana sesuai dengan Pasal 5 bahwa penerima adalah tersangka atau terdakwa, tahapan pemberian dimulai sejak penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dan atau upaya hukum. Pada perkara perdata Pasal 6 menjelaskan penerima adalah penggugat dan tergugat.

Standar nonlitigasi pada Permen 22 Tahun 2013 Pasal 9 dimana pemberi dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa FH. Nonlitigasi berupa pemberian penyuluhan, konsultasi, investigasi kasus, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pemberdayaan masyarakat, pendampingan diluar pengadilan, drafting dokumen hukum.

PP No. 42 Tahun 2013 Pasal 23 ayat (4) tentang tata cara pengajuan rencana anggaran bantuan hukum ditetapkan dalam Permen No. 22 Tahun 2013 Pasal 37 sampai 41 menyatakan bahwa Pemberi Bantuan Hukum mengajukan rencana anggaran Bantuan Hukum secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional yang selanjutnya disingkat BPHN. Pengajuan tersebut dengan menyerahkan formulir proposal pengajuan anggaran dengan memuat identitas Pemberi, nama, tujuan, deskripsi program, target pelaksanaan, output yang diharapkan, jadwal pelaksanaan, dan rincian biaya program.

(25)

pencairan anggaran penanganan bantuan hukum. Permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah yang kemudian di sampaikan Kepala BPHN berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Penetapan jawaban atas permintaan pencairan anggaran disampaikan melalui pos, faksimile atau surat elektronik lainnya.

PP No. 42 Tahun 2013 Pasal 31 ayat (3) tentang tata cara pelaporan pelaksanaan anggaran bantuan hukum ditetapkan dalam Permen No. 22 Tahun 2013 Pasal 46 sampai 51 yang menyatakan bahwa laporan wajib disampaikan kepada Menteri melalui Kepala BPHN dengan tembusan kepada Kepala Kemenkumham Wilayah secara triwulan, semesteran, dan tahunan per 15 Desember sebagai pertanggung jawaban pengelolaan anggaran baik dari negara maupun dari sumber lainnya yang sah. Laporan yang disampaikan berupa realisasi anggaran, posisi keuangan program bantuan hukum, laporan kinerja pelaksanaan, dan catatan atas laporan pengelolaan anggaran bantuan hukum. Laporan yang disampaikan dengan menggunakan pembukuan akuntansi berupa jurnal, buku besar, dan buku pengawas kredit anggaran. Laporan yang diserahkan kemudian diperiksa oleh Panitia Pengawas Daerah yang berkedudukan di Kemenkumham Wilayah, hasil pemeriksaan disampaikan kepada Menteri paling lama 10 hari sejak diterima.

(26)

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi dalam penyelenggaraan peradilan secara adil.

Bantuan hukum dalam Undang-Undang kekuasaan kehakiman terdapat pada Bab XI dalam Pasal 56 dan 57. Pasal 56 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara hukum berhak memperoleh jasa hukum secara cuma-cuma yang meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan. Penjabaran dari kalimat tersebut merupakan tentang hak-hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu perkara untuk mendapatkan bantuan hukum dari Pemberi Bantuan Hukum, sesuai dengan sifat dan hakekat dari suatu negara hukum yang menempatkan supremasi hukum diatas segalanya yang berfungsi sebagai pelindung dan pengayom terhadap semua warga masyarakat disamping adanya jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

(27)

Pasal 56 ayat (2) menjelaskan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu dalam hal ini adalah orang perorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu dan memerlukan jasa hukum untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum yang dihadapinya. Pengaturan mengenai kriteria seseorang yang secara ekonomis tidak mampu dan memerlukan jasa hukum harus diperjelas, tidak hanya karena seseorang memiliki jaminan kesehatan masyarakat atau dokumen lain yang menyatakan ia miskin lantas ia dapat langsung dikategorikan orang yang berhak mendapatkan bantuan hukum. Apabila seseorang secara ekonomis kekurangan namun ia memiliki harta warisan di daerah lain, ini akan menjadi permasalahan dimana ia dapat dikategorikan layak mendapat bantuan hukum.

Pasal 57 ayat (1) menjelaskan bahwa pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum sebagai landasannya Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum jo. Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2005 Tentang PengesahanInternational Contenant On Civil And Political Rights(Konvenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan sehingga perlu diwujudkan adanya lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat.

(28)

Undang-Undang No. 8 Tahun 2004, dan perubahan kedua Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum perlu dilakukan karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kebutuhan hukum masyarakat dari sisi bantuan hukum sangat penting untuk mencapai peradilan yang merdeka dan adil, maka dari itu Undang-Undang peradilan umum mengatur dalam Pasal 68B yang menjelaskan bahwa bantuan hukum berhak diperoleh oleh siapa saja yang tersangkut perkara hukum, dan biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu ditanggung oleh negara. Undan-Undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum Pasal 68B:

C. Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

D. Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

E. Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersangkutan.

Kemudian dalam Pasal 68C menyebutkan pembentukan Pos Bantuan Hukum yang memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi siapa saja yang tidak mampu yang sedang tersangkut perkara hukum sampai putusannya memperoleh kekuatan hukum tetap. Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum Pasal 68C:

(1) Pada setiap Pengadilan Negeri dibentuk Pos Bantuan Hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum. (2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara

(29)

(3) Bantuan Hukum dan Pos Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Wadah bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu atau orang miskin dalam membayar jasa Advokat yang sedang mengalami masalah hukum baik sebagai penggugat maupun tergugat di Pengadilan adalah Pos Bantuan Hukum yaitu dimana ruang yang disediakan oleh dan pada setiap Pengadilan bagi Advokat Piket dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada Pemohon Batuan Hukum untuk pengisian formulir permohonan bantuan hukum, bantuan pembuatan dokumen hukum, advis atau konsultasi hukum, memberikan rujukan lebih lanjut tentang bantuan jasa Advokat. Bantuan Jasa Advokat adalah jasa hukum secara cuma-cuma yang meliputi menjalankan kuasa yang meliputi mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan Pemohon Bantuan Hukum dalam perkara pidana atau perkara perdata, yang diberikan oleh Advokat berdasarkan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri.91

10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Lembaga peradilan agama yang bersih dan berwibawa dalam menegakkan hukum memenuhi keadilan di masyarakat perlu diwujudkan dengan adanya suatu kekuasaan yang merdeka dalam penyelenggaraan peradilan agama.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 telah mengalami perubahan pertama menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, selanjutnya mengalami perubahan kedua menjadi Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama

91 Kelompok Kerja Paralegal,Working Paper: Kritisi RUndang-Undang Bantuan Hukum dari Aspek

(30)

yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bantuan hukum dalam Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama termuat dalam Pasal 60B yang menjelaskan bahwa bantuan hukum berhak diperoleh setiap orang yang tersangkut perkara hukum, bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu biayanya ditanggung oleh negara dengan syarat melampirkan bukti tidak mampu. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama Pasal 60B:

E. Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

F. Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

G. Pihak yang tidak mampu sebagimana yang dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersangkutan.

Selanjutnya bantuan hukum juga termuat dalam Pasal 60C yang menjelaskan pos bantuan hukum dibentuk di tiap pengadilan agama untuk pelayanan bantuan hukum pada semua tingkat peradilan bagi pencari keadilan yang tidak mampu hingga memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama Pasal 60C:

(1) Pada setiap pengadilan agama dibentuk Pos Bantuan Hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum. (2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara

cuma-cuma pada setiap tingkat peradilan sampai putsan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.

(31)

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Lembaga peradilan tata usaha negara yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi keadilan masyarakat perlu diwujudkan dengan suatu kekuasaan yang merdeka dan berkeadilan dalam penyelenggaraan peradilan tata usaha negara.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 mengalami perubahan pertama menjadi Undang-Undang No. 9 Tahun 2004, selanjutnya perubahan kedua menjadi Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara atas pertimbangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.

Bantuan hukum dalam peradilan tata usaha negara termuat dalam Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 pada Pasal 57 yang menjelaskan hak untuk didampingi dan diwakili oleh kuasa. Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 57:

E. Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa orang kuasa.

F. Pemberian kuasa dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus atau dapat dilakukan secara lisan di persidangan.

G. Surat Kuasa yang dibuat di luar negeri bentuknya harus memenuhi persyaratan di negara yang bersangkutan dan diketahui oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara tersebut, serta kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi.

(32)

1) Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan untuk bersengketa dengan cuma-cuma.

2) Permohonan diajukan pada waktu penggugat mengajukan gugatannya disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah di tempat keiaman pemohon.

3) Dalam keterangan tersebut harus dinyatakan bahwa pemohon itu betul-betul tidak mampu membayar biaya perkara.

Selanjutnya dalam Pasal 61 menjelaskan bahwa kewajiban pengadilan dalam menetapkan permohonan berperkara dengan cuma-cuma. Undang-Undang No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 61:

(1) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 harus diperiksa dan ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa diperiksa.

(2) Penetapan ini diambil di tingkat pertama sampai terakhir.

(3) Penetapan Pengadilan yang telah mengabulkan permohonan penggugat untuk bersengketa dengan cuma-cuma di tingkat pertama juga berlaku di tingkat banding dan kasasi.

12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia sangat diperlukan dalam menunjang kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar.

(33)

berkewajiban memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasal 22:

5. Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

6. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Bantuan hukum dalam KUHAP diatur dalam Bab VI pada Pasal 54 yang menjelaskan tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Pasal 54: Guna kepentingan pembelaan, tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Kemudian Pasal 56 menjelaskan tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi tidak mampu yang diancam pidana liama tahun atau lebih wajib mendapat penasihat hukum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Pasal 56:

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

(34)

dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

Adapun pengaturan lebih lanjut tentang prosedur bantuan hukum dibahas dalam Bab VII KUHAP dimana pada Pasal 69 dan 74 mengatur tentang hubungan hak penasihat hukum dengan kliennya.

C. Mekanisme Pemberian Bantuan Hukum

Pemberian bantuan hukum diselenggarakan berdasarkan asas keadilan dimana menempatkan hak dan kewajiban setiap orang (miskin) secara proporsional bebas dari diskriminasi dalam menghadapi masalah hukum. Undang-Undang Bantuan Hukum sebagai pedoman penyelenggaraan bantuan hukum di seluruh wilayah Indonesia diharapkan mampu menjamin kepastian hukum secara adil dan merata dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum.

Pendapat tentang adil dan merata, maka berhubungan dengan asas kesebandingan oleh Kranenburg, Asas kesebandingan telah dijadikan prinsip dalam GBHN pada BAB II sub C point 4 yang menyebutkan bahwa azas adil dan merata, ialah bahwa hasil-hasil materiil dan spirituil yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati merata oeh seluruh bangsa dan tiap-tiap warga negara berhak menikmati hasil-hasil pembangunanitu sesuai dengan nilai dharma bhakti yang diberikannya kepada Bangsa dan Negara.92

Bantuan hukum diselenggarakan oleh menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemberi Bantuan Hukum yang memenuhi syarat sebagaimana termuat dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum Pasal 1 ayat (3) adalah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan

92 Badan Kontak Profesi Hukum Lampung,Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan,

(35)

undang-undang ini.

Pelaksanaan pemberian bantuan hukum dimulai dari pengajuan permohonan bantuan hukum oleh setiap orang miskin kepada Pelaksana Bantuan Hukum, permohonan bantuan hukum yang diajukan harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Bantuan Hukum Pasal 14 dan Pasal 15. Dalam Pasal 14 dijelaskan bahwa orang atau kelompok orang miskin dapat mengajukan permohonan bantuan hukum secara tertulis yang memuat isi paling sedikit identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang sedang dihadapi beserta dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dimohonkan, pemohon bantuan hukum tersebut dapat meminta formulir yang disediakan oleh lembaga atau organisasi Pelaksana Bantuan Hukum.

Identitas diri sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Bantuan Hukum Pasal 14 harus melampirkan fotokopi kartu tanda penduduk atau dokumen pengganti keterangan domisili yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa atau pejabat yang berwenang di tempat tinggal pemohon.

(36)

menyebutkan lurah, kepala desa atau pejabat setingkat sesuai dengan domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan miskin atau dokumen lain untuk keperluan penerimaan bantuan hukum.

Masyarakat miskin yang dalam hal ini kebanyakan gelandangan dan tidak menutup kemungkinan masyarakat yang tempat tinggalnya terpencil dengan permasalahan tidak memiliki identitas, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 mewajibkan Pelaksana Bantuan Hukum yang dimohonkan bantuan hukum dapat membantu dalam memperoleh surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lainnya dari instansi yang berwenang sesuai dengan domisili Pemberi Bantuan Hukum yang diketahui oleh lurah atau kepala desa. Instansi yang ditunjuk wajib mengeluarkan surat keterangan alamat sementara atau dokumen penunjang lainnya untuk keperluan penerimaan bantuan hukum. Pengeluaran Surat keterangan alamat sementara oleh pejabat daerah yang berwenang akan banyak menimbulkan polemik, misalnya tentang seberapa kuat dasar hukum berlakunya surat keterangan alamat sementara tersebut. Pemerintah seharusnya lebih mempertajam tentang pemberlakuan penggunaan surat keterangan alamat sementara, ini dikhawatirkan akan menjadi suatu masalah urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa menuju kota dimana masalahnya Penerima Bantuan Hukum tersebut akan menjadikan surat keterangan alamat sementara tersebut sebagai landasan hukum status kependudukannya dikota.

(37)

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dokumen yang berkaitan dengan masalah hukum yang dimohonkan juga harus disertakan karena merupakan alat bukti yang digunakan dalam setiap proses beracara guna terciptanya advokasi yang mencerminkan keadilan terhadap pemohon sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dokumen tersebut diserahkan secara langsung oleh pemohon atau boleh dengan surat kuasa pemohon ke kantor Pelaksana Bantuan Hukum pada hari dan jam kerja. Setelah menerima dokumen permohonan, Pelaksana Bantuan Hukum wajib memeriksa dengan cara mendengarkan uraian dan menganalisis dokumen yang diajukan oleh pemohon. Setelah memeriksa dokumen, Pelaksana Bantuan Hukum harus menjelaskan tentang masalah hukum beserta resiko yang mungkin akan dihadapi pemohon bantuan hukum.

(38)

Hukum dan Hak Asasi Manusia yang terdiri atas wakil dari unsur Kantor Wilayah Kementerian dan biro hukum pemerintah daerah provinsi. Adapun penjelasan Panitia Pengawas Daerah akan dibahas lebih lanjut dalam Bab IV Huruf D nomor 4 yang membahas tentang pengawas bantuan hukum.

Permohonan yang diterima oleh Pemberi Bantuan Hukum dapat memberikan bantuan hukumnya sesuai dengan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum wajib memberitahukan dasar hukum terhadap penangan kasus yang akan diselesaikan, jam pelayanan dalam pemberian bantuan hukum, personalia dan struktur organisasi, dan jenis layanan yang diberikan. Pemberi Bantuan Hukum haruslah mampu menjamin keadilan yang akan diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum lewat advokasinya dengan memperhatikan sumber daya manusia Pemberi Bantuan Hukum berupa petugas yang berkompeten dan profesional ditambah sarana pelayanan hukum yang layak untuk menghindari adanya rasa diskriminasi Penerima Bantuan Hukum.

D. Pemberian Bantuan Hukum Dalam Proses Hukum Pidana.

Undang-undang yang disahkan tentang bantuan hukum adalah suatu peraturan yang mengatur tertibnya pelaksanaan bantuan hukum dengan syarat-syarat pemberian bantuan hukum, hal ini karena terdapat banyak orang yang memiliki keahlian dalam bidang hukum dan ingin memberikan bantuan hukum.

(39)

mendengarkan dan melihat pemeriksaan, yang diatur dalam Pasal 69 hingga Pasal 74 dan Pasal 115 ayat (1), dan Pasal 156 KUHAP.93

Pemeriksaan tersangka di muka persidangan Pengadilan Negeri, maka penasihat hukum selama pemeriksaan terdakwa berjalan bersikap aktif, artinya kehadiran penasihat hukum dapat menggunakan hak-haknya seperti yang dimiliki oleh hakim dan jaksa, yakni hak bertanya jawab, termasukcross examination94, hak mengajukan pembuktian: baik saksi yang mengentengkan (saksi a de charge) maupun surat-surat dan alat bukti lainnya, hak mengucapkan pembelaan (pledooi). Dalam hal demikian posisi penasihat hukum sebagai procurator dan sekaligus sebagai pleiter atau

verdediger atau pembela.95 Pada pemeriksaan di persidangan yang dipakai ialah

sistem acusatoir, dimana terdakwa mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut umum, sedangkan hakim berada di atas kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara pidana antara mereka menurut peraturan hukum pidana yang berlaku.96

Pada acara pemeriksaan cepat, yakni acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Pada acara pemeriksaan ringan yang diancaman dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan

93 Martiman Prodjohamidjojo,Penasihat dan Organisasi Bantuan Hukum,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984),

hal. 19.

94 Cross examination(pemeriksaan silang) adalah pemeriksaan silang adalah interogasi saksi dipanggil oleh

lawan. Hal ini didahului dengan pemeriksaan langsung (dikenal sebagai pemeriksaan-in-chief) dan dapat diikuti olehredirect. Tujuan utama pemeriksaan silang yang untuk memperoleh fakta-fakta baik dari saksi, atau untuk mendakwa kredibilitas saksi bersaksi untuk mengurangi berat kesaksian yang tidak menguntungkan. Pemeriksaan silang sering menghasilkan bukti penting dalam uji coba, terutama jika saksi bertentangan kesaksian sebelumnya. Pemeriksaan silang dianggap sebagai komponen penting dari juri pengadilan karena dampak itu pada pendapat hakim dan juri. Beberapa pengacara praktek hukum pengadilan atau litigasi yang kompleks dan biasanya merujuk kasus tersebut kepada orang-orang yang memiliki waktu, sumber daya dan pengalaman untuk menangani sidang yang kompleks dan komitmen yang terlibat untuk menyelesaikan sidang berhasil. Beberapa pengacara mendapatkan praktek yang diperlukan untuk mengembangkan teknik yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan yang efektif saksi pemeriksaan silang. Terjemahan dari http://en.wikipedia.org/wiki/cross examination, Sabtu, 29 November 2014, 11.36 WIB.

95 Martiman Prodjohamidjojo,Penasihat dan Bantuan Hukum Indonesia,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987),

hal. 16.

96 Martiman Prodjohamidjojo,Kedudukan Tersangka dan Terdakwa dalam Pemeriksaan,(Jakarta: Ghalia

(40)

atau denda setidak-tidaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan.97

Pelaksana Bantuan Hukum pada awalnya memberikan penjelasan kepada tersangka selaku Penerima Bantuan Hukum tentang permasalahan hukum dan dasar peraturan yang akan diberlakukan. Menurut keterangan Penerima Bantuan Hukum atas nama FM yang diputus Pengadilan Negeri Medan Perkara No. 502/Pid.B/2014/PN Medan, mengaku tidak mengetahui tentang prosedur beracara di pengadilan, pihak Penerima Bantuan Hukum merasa bersyukur telah dibantu negara dengan memberikan pengacara negara selaku pendamping (Pelaksana Bantuan Hukum). Ketika peneliti menanyakan prosedur apakah yang telah dijalani kepada pihak Penerima Bantuan Hukum hanya memberikan penjelasan bahwa tidak mengetahui dan mengikuti saja prosedur yang harus dijalani, pihak Penerima Bantuan Hukum pasrah akan keputusan yang diberikan oleh hakim pada sidang putusan di pengadilan.98 Pengakuan pihak Penerima Bantuan Hukum tersebut senada dengan

Adnan Buyung Nasution yang menyatakan bahwa si miskin bahkan tidak menyadari dan tidak tahu bahwa mereka mempunyai hak dan kewajiban hukum, jangankan tahu untuk mencari upaya hukum bahkan mereka yang tahupun tidak mempunyai keberanian moral untuk mempergunakannya yang dipengaruhi oleh sikap mental dan nilai-nilai masyarakat.99 Hal ini menjadi pertanyaan bagi peneliti, apakah pelaksanaan

pemberian bantuan hukum tersebut telah sesuai prosedur dan memberikan keadilan bagi Penerima Bantuan Hukum.

Menurut Abdul Ghofur Anshori, tujuan akhir hukum adalah keadilan. Oleh karena itu, segala usaha yang terkait dengan hukum mutlak harus diarahkan untuk menemukan sebuah sistem hukum yang paling cocok dan sesuai dengan prinsip

97 Ibid.,hal. 29.

98 Opeh, wawancara oleh peneliti, Medan, 25 September 2014.

99 Adnan Buyung Nasution,The Extension of Legal Services to the Poor: The Role of the Lawyer in

(41)

keadilan. Hukum harus terjalin erat dengan keadilan, hukum adalah undang-undang yang adil, bila suatu hukum konkrit, yakni undang-undang bertentangan dengan prinsip keadilan, maka hukum itu tidak bersifat normatif lagi dan tidak dapat dikatakan sebagai hukum lagi.100 Pendapat tersebut berkaitan erat dengan

pelaksanaan pemberian bantuan hukum dimana harus menciptakan rasa keadilan. Menurut H. Zulfahmi sebagai Hakim yang juga menjabat selaku Wakil Ketua Pengadilan Negeri Medan, selama ini praktek dalam menangani sidang perkara bantuan hukum dari pihak terdakwa tidak mengajukan eksepsi, terdakwa yang diancam sanksi pada perkara bantuan hukum tidak membantah akan tuduhan yang ditujukan.101 Hal tersebut menjadi tanda tanya oleh peneliti apakah pendamping dan

terdakwa mengetahui akan hak-hak mereka dan apakah tahap-tahap acara pesidangan telah dilakukan sesuai prosedur.

Tahapan persidangan umumnya dilaksanakan dalam 4 tahap dengan tata urutan persidangan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Tata urutan persidangan di Pengadilan Negeri adalah:102

1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu ditutup untuk umum),

2. Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas,

3. Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima salinan surat dakwaan,

4. Terdakwa ditanya apakah dalam keadaan sehat dan bersedia diperiksa di depan

100 Abdul Ghofur Anshori.Op. Cit., hal. 53.

101 Zulfahmi, wawancara oleh peneliti, Medan, 5 September 2014.

102 http://katanewss.wordpress.com/2013/03/23/tata-urut-persidangan-pidana-di-pengadilan-negeri/, Jum’at,

(42)

persidangan,

5. Terdakwa ditanya apakah didampingi oleh penasihat hukum, 6. Penuntut Umum membacakan surat dakwaan,

7. Terdakwa ditanya apakah mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan, jika mengajukan eksepsi maka sidang harus ditunda,

8. Jaksa Penuntut Umum ditanya apakah mengajukan replik atas eksepsi terdakwa, 9. Majelis Hakim membacakan putusan sela,

10. Apabila eksepsi ditolak maka dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara (pembuktian),

11. Penuntut umum mengajukan saksi-saksi (dimulai dari saksi selaku korban/ saksi korban adalah yang memberatkan),

12. Memeriksa saksi yang meringankan bila ada, 13. Pemeriksaan terhadap terdakwa,

14. Tuntutan (requisitoir), 15. Pembelaan (pledoi),

16. Replik oleh Penuntut Umum, 17. Duplik,

18. Putusan perkara oleh Majelis Hakim.

Acara pemeriksaan di Pengadilan dapat dibedakan dalam acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat. Acara pemeriksaan biasa dapat dijelaskan prosedurnya sesuai dengan penjelasan tata urutan persidangan di Pengadilan Negeri diatas. Sedangkan acara pemeriksaan singkat atau acara sumier

(43)

langsung mengajukan ke depan persidangan, JPU disini tidak wajib membuat BAP namun hanya berupa lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan.103

Dasar pemikiran mengenai praktek persidangan di pengadilan yang telah diteliti perlu untuk dibahas pentingnya pengetahuan akan hak-hak tersangka atau terdakwa yang perlu diketahui oleh Pelaksana Bantuan Hukum guna memberikan pendampingan.

Clarence J. Dias berpendapat bahwa pelayanan hukum dapat dilakukan mencakup beberapa kegiatan, yang meliputi:104

1. Pemberian Bantuan Hukum,

2. Pemberian bantuan untuk menekan tuntutan agar suatu hak yang diakui oleh hukum, tapi selama ini tidak pernah diimplementasikan tetap di hormati.

3. Usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran agar kebijaksanaan hukum yang menyangkut kepentingan orang miskin dapat diimplementasikan secara lebih positif dan simpatis,

4. Usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran serta kelayakan prosedur di pengadilan dan di aparat-aparat lain yang menyelesaikan sengketa melalui usaha perdamaian.

5. Usaha-usaha untuk memudahkan pertumbuhan dan perkembangan hak-hak di bidang yang belum dilaksanakan atau diatur dalam hukum secara tegas.

6. Pemberian bantuan-bantuan yang diperlukan untuk menciptakan hubungan kontraktual badan-badan hukum atau ormas-ormas yang sengaja dirancang untuk memaksimalkan kesempatan dan kemanfaatan yang telah diberikan oleh hukum.

103 Martiman Prodjohamidjojo,Pemeriksaan di Persidangan Pengadilan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983).

hal. 28.

Referensi

Dokumen terkait

60 Peminat-peminat bola sepak hadir ____________ sokongan dan tepukan gemuruh kepada. pasukan Perlis Stadium

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh mitra, maka tim dosen fakultas ekonomi melakukan pengabdian dengan memberikan pelatihan pengelolaan BUMDes yang baik serta

Penelitian Falikhatun (2007) menghasilkan bahwa variabel informasi asimetri mempunyai pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran

Berdasarkan faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja sistem informasi akuntansi perusahaan diatas, maka faktor yang digunakan untuk mengukur kinerja sistem

-empat puluh= petang puluh, sekawan welas.. -enak=

Metode pembelajaran aktif-reflektif pada dasarnya meminta semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran yaitu guru dan siswa untuk memiliki kemampuan

memeriksa/mengetahui/menentukan kandungan dari suatu sampel dengan tujuan tertentu. Rangkaian pekerjaan tersebut dapat berupa penentuan kadar suatu komponen, komposisi,

Data koordinat X,Y, dan Z diperoleh dari hasil pengukuran terestris menggunakan Total Station Leica FlexLine kemudian data tersebut diolah menggunakan Software