• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku “Ngelem” Pada Anak Jalanan (Studi Kasus Anak Jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurhan Sempakata Kecamatan Medan Selayang).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku “Ngelem” Pada Anak Jalanan (Studi Kasus Anak Jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurhan Sempakata Kecamatan Medan Selayang)."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU “NGELEM” PADA ANAK JALANAN

(Studi Kasus Anak Jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang)

SKRIPSI

Oleh:

MUTIARA GINTING NIM 070901049 Departemen Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

BERITA ACARA PENGESAHAN

Telah selesai diberikan bimbingan dalam penulisan skripsi sehinggga naskah skripsi ini telah memenuhi syarat dan dapat disetujui untuk dipertahankan dalam ujian skripsi, oleh:

Nama : Mutiara Ginting

NIM : 070901049

Departemen : Sosiologi

Judul Skripsi : Perilaku “Ngelem” Pada Anak Jalanan

(Studi Kasus Anak Jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurhan Sempakata Kecamatan Medan Selayang)

PENGUJI I PENGUJI II

Dra. Rosmiani, MA Dra. Lina Sudarwati, M. Si

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN

Dra. Lina Sudarwati, M.Si DEKAN

(3)

KATA PENGANTAR

Kemuliaan bagi Allah yang Esa yang Maha kasih dan adil. Oleh karena anugrah-Nya semata, saya dapat menyelesaikan tugas saya sebagai mahasiswa S1 di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Saya sangat bersyukur oleh bimbingan-Nya melalui doa, firman dan dukungan orang-orang di sekeliling saya, Ia menyatakan kehendak-Nya dalam mengarahkan saya sebagai mahasiswa yang takut akan Allah.

Dalam pengerjaan skripsi ini, saya menyadari keterbatasan saya dalam hal pengetahuan, pengalaman dan kelemahan lainnya sebagai mahasiswa. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi saya untuk selalu berjuang memberikan yang terbaik sebagai mahasiswa. Saya menyadari penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, doa dan kerja sama dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materil. Oleh sebab itu, saya mengucapkan trimakasi kepada:

(4)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati M.Si, selaku dosen pembimbing dan ketua Departemen Sosiologi yang membantu saya dalam menyelesaikan skripsi. Beliau yang telah memberikan pengajaran yang sangat berarti selama saya menjadi seorang mahasiswa sehingga saya mengerti bagaimana seharusnya mahasiswa yang berprestasi yang tidak hanya menguasai teori, tetapi juga aplikasi di lapangan.

3. Ibu Dra. Rosmiani MA, selaku dosen wali saya, yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam belajar. Beliau juga telah memberikan banyak pemahaman dan mengajarkan banyak ilmu selama saya menjadi mahasiswa. 4. Bapak Prof. Badarudin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yang juga pernah membimbing saya dalam memahami sosiologi. 5. Seluruh dosen pengajar Departemen Sosiologi yang telah membimbing saya

selama saya menjadi mahasiswa.

6. Seluruh pegawai departemen dan pendidikan yang membantu dan mendukung proses penyelesaian studi dalam urusan administrasi di Departemen dan Pendidikan.

(5)

8. Adik-adik rohaniku yang sangat aku kasihi di dalam Allah, yaitu Joel Isahya (Rebekka Purba, Rina Maria Hutagaol, Sarah Rogatianni Artati Gultom dari Komunikasi 2009) dan Calvari Evangelion (Sri Handayani Ginting, Irma Sinurat, Yolanda Sembiring dari Sosiologi 2010). Terimakasih atas perhatian, dukungan, doa dan kasih sayang kalian. Kakak sangat bersyukur kepada Allah setiap kali kakak mengingat kalian. Dan inilah doa kakak, semoga kasih kalian makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kalian dapat memilih apa yang baik, supaya kalian tetap suci dan penuh dengan buah kebenaran untuk memuliakan dan memuji Allah.

9. TPP (Tim Pengurus Pelayanan) UKM KMK USU UP PEMA FISIP 2010 dan terkhusus TPP 2011 (Senti, Rosmeri, Lenta, Sarah, Mian, Siska, Rebekka, Arnold, Damai, Rina, Mercy). Terimakasih atas dukungan, kasih dan doa teman-teman. Semoga kita dapat menjadi alumni-alumni yang takut akan Tuhan dan menjadi terang dimanapaun Allah menempatkan kita.

10.Seluruh keluarga besar UKM KMK USU dan UKM KMK UP PEMA FISIP, semoga menghidupi visi Allah dan terus bergiat dalam mengerjakan Amanat Agung Allah.

11.Seluruh teman-teman mahasiswa Departemen Sosiologi, terkhusus stambuk 2007 terimakasih atas kebersamaannya.

(6)

13.Seluruh anak-anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti yang telah menjadikan saya sebagai seorang kakak untuk mereka. Semoga mereka dapat menjadi lebih baik, baik dari akhlak dan kehidupan ke depannya.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL……… ix

ABSTRAK……….. x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………..….. 1

1.2 Rumusan Masalah……….………..… 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 5

1.4 Definisi Konsep………... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Anak Jalanan ………..……… ….. 8

2.2 Anak dalam Aspek Sosiologis………... 11

2.3 Sosialisasi dalam Pembentukan Perilaku………...12

2.3.1Jenis Sosialisasi………. 13

2.3.2Tipe Sosialisasi………... 15

2.3.3Pola Sosialisasi………... 16

2.3.3.1Proses Sosialisasi Menurut George Herbert Mead…………... 16

(8)

2.3.3.3Agen Sosialisasi………. 21

2.3.4Penyimpangan Sosial dalam Masyarakat……….. 25

2.3.4.1 Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial………. 25

2.3.4.2 Latar Belakang Terjadinya Penyimpangan Sosial………….. 26

2.3.4.3 Faktor-faktor Terjadinya Penyimpangan Sosial………. 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………... 29

3.2 Lokasi Penelitian……… 30

3.3 Unit Analisis dan Informan……… 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data………. 31

3.5 Interpretasi Data……….. 32

3.6 Jadwal Kegiatan……….. 33

3.7 Kesulitan Penelitian………. 34

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 35

4.1.1 Keadaan Geografis………. 35

4.1.2 Keadaan Penduduk………... 36

4.2 Profil Informan……… 40

4.2.1 Profil Anak Jalanan……… 40

(9)

4.3 Penyebab Anak Tinggal di Jalanan……….. 51

4.3.1 Faktor Internal Anak Tinggal di Jalanan……….. 51

4.3.2 Faktor Eksternal Anak Tinggal di Jalanan ……….. 54

4.4 Kategori atau Status Anak di Jalan Ngumban Surbakti………... 62

4.5 Ngelem Menjadi Bagian dari Aktifitas Anak Jalanan di Jalan Ngumban Surbakti………... 64

4.5.1 Kebiasaan Sehari-hari Anak Jalanan……….... 65

4.5.2 Kondisi Tempat Tinggal Anak Jalanan……… 67

4.5.3 Pola Interaksi Anak Jalanan Tidak Terlepas dari Perilaku Ngelem dan Prilaku Menyimpang Lainnya……… 68

4.6 Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Jalanan Cenderung Menghirup Lem…...……….. 70

4.6.1 Ngelem Dapat Memberikan Rasa Tenang dan Menimbulkan Halusinasi Meskipun Hanya Sesaat………... 70

4.6.2 Pengaruh Teman Sebaya dan Rasa Keingintahuan Untuk Ikut Mencoba……….. 71

4.6.3 Harga Lem yang Murah dan Mudah Dicari………. 72

4.6.4 Ketergantungan Menghirup Lem (Ketagihan)………. 73

4.6.5 Perilaku Ngelem Sebagai Bentuk Kebersamaan di Kalangan Anak Jalanan……… 74

4.7 Ngelem Sebagai Perilaku Menyimpang………... 77

(10)

4.7.2 Perilaku Ngelem Anak Jalanan Berdampak Negatif Bagi Kehidupan Sosial …… ………... 80

BAB V PENUTUP

5.1Kesimpulan………...83

5.2Saran……….84

DAFTAR PUSTAKA………... 87

(11)

DAFTAR TABEL

4.1 Data Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan Selayang 4.2 Etnis Penduduk di Kelurahan Sempakata Tahun 2008

4.3 Agama Penduduk di Kelurahan Sempakata Tahun 2008

4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan Sempakata Tahun 2008

4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Sempakata Tahun 2008

(12)

ABSTRAK

Anak jalanan berbeda dengan anak-anak pada umumnya yang tinggal dan hidup bersama orangtua yang memberikan perhatian dan kasih sayang. Anak jalanan merupakan anak-anak yang termarginalisasi karena tidak menerima perlakuan yang seharusnya mereka terima dan rasakan baik dari keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dari agen-agen sosial lainnya. Kehidupan tanpa aturan seringkali menjadi perlakuan yang mereka perlihatkan akibat kurangnya pendidikan yang mereka terima. Demikian pula halnya dengan perilaku menyimpang yang mereka lakukan sebagai pelarian dari kurangnya perhatian yang mereka harapkan. Perilaku ngelem merupakan salah satu perilaku menyimpang yang seringkali dilakukan oleh anak-anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang.

Ada beberapa faktor anak jalanan melakukan perilaku ngelem, seperti ngelem dapat memberikan rasa tenang dan menimbulkan halusinasi meskipun hanya sesaat, terpengaruh oleh teman sebaya dan keingintahuan untuk ikut mencoba, harga lem yang murah dan mudah didapat, rasa ketergantungan terhadap lem (ketagihan), serta perilaku ngelem yang dianggap sebagai bentuk kebiasaan yang menyenangkan di kalangan anak jalanan.

(13)

ABSTRAK

Anak jalanan berbeda dengan anak-anak pada umumnya yang tinggal dan hidup bersama orangtua yang memberikan perhatian dan kasih sayang. Anak jalanan merupakan anak-anak yang termarginalisasi karena tidak menerima perlakuan yang seharusnya mereka terima dan rasakan baik dari keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dari agen-agen sosial lainnya. Kehidupan tanpa aturan seringkali menjadi perlakuan yang mereka perlihatkan akibat kurangnya pendidikan yang mereka terima. Demikian pula halnya dengan perilaku menyimpang yang mereka lakukan sebagai pelarian dari kurangnya perhatian yang mereka harapkan. Perilaku ngelem merupakan salah satu perilaku menyimpang yang seringkali dilakukan oleh anak-anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang.

Ada beberapa faktor anak jalanan melakukan perilaku ngelem, seperti ngelem dapat memberikan rasa tenang dan menimbulkan halusinasi meskipun hanya sesaat, terpengaruh oleh teman sebaya dan keingintahuan untuk ikut mencoba, harga lem yang murah dan mudah didapat, rasa ketergantungan terhadap lem (ketagihan), serta perilaku ngelem yang dianggap sebagai bentuk kebiasaan yang menyenangkan di kalangan anak jalanan.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Situasi krisis ekonomi yang tidak kunjung usai mengakibatkan permasalahan sosial di berbagai negara, termasuk Negara Indonesia yang dampaknya di rasakan di wilayah Sumatera Utara salah satunya di kota Medan. Salah satu masalah sosial di kota Medan yang membutuhkan pemecahan segera adalah perkembangan jumlah anak jalanan yang belakangan ini semakin mencemaskan masyarakat. Anak-anak jalanan tersebut membutuhkan perhatian khusus karena tidak hanya rawan terhadap perlakuan buruk bagi diri anak tersebut, tetapi juga memunculkan penyimpangan

sosial yang ditimbulkan dari diri anak-anak jalanan itu sendiri.

(15)

Eksploitasi dan ancaman adalah dua hal yang sekaligus dialami oleh anak jalanan. Mereka sudah terbiasa mengalami tipuan oleh teman sendiri, caci maki bahkan menjadi korban pelecehan seksual oleh orang yang lebih dewasa, dipukuli petugas, hingga barang dagangan dirampas oleh preman. Peristiwa demi peristiwa kekerasan yang dihadapi anak jalanan justru mencerminkan adanya kecenderungan menjadikan anak-anak jalanan sebagai objek kekerasan dari pemegang otoritas, seperti orang tua, preman, orang yang lebih dewasa dan petugas keamanan. Kekerasan yang sering terjadi pada anak jalanan akan memberikan dampak atau pengaruh dalam kehidupan anak jalanan tersebut. Maka tidak jarang anak jalanan cenderung untuk terjerumus dalam tindakan menyimpang. Salah satu perilaku yang popular menyimpang adalah “ngelem”, yang secara harafiah berarti menghirup lem.

Istilah ngelem baru dikenal oleh anak jalanan kota Medan pada awal tahun 1996, yang mereka adopsi dari anak jalanan di kota-kota di pulau Jawa. Pengadopsian ngelem itu sendiri dilakukan ketika adanya kegiatan ataupun pertemuan antara anak jalanan kota Medan dengan anak jalanan di kota-kota di Pulau Jawa, yang awalnya ingin tahu dan ingin coba-coba. Selain dengan kegiatan atau pertemuan tersebut, mobilitas dari anak jalanan itu sendiri juga memberikan kontribusi pengetahuan dalam mensosialisasikan ngelem kepada anak jalanan lainnya. Perilaku ngelem tersebut menjadi populer pada tahun 1998 dan hingga saat ini, perilaku tersebut tengah menjadi salah satu fenomena dalam kehidupan masyarakat kota Medan.

(16)
(17)

atau tidak. Kebiasaan ini yang membuat munculnya semboyan, biar tidak makan asalkan ngelem. Selain itu, tidak jarang pula, sebagian besar uang yang mereka peroleh dari hasil banting tulang, mulai dari mengamen, asongan, nyemir hingga pengemis, seluruhnya digunakan hanya untuk ngelem. (http://www.kksp.or.id/id/cetak.php?id=16, diakses 7 Januari 2011, pukul 19:42 WIB).

Ngelem dijadikan sebagai pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri anak, seperti marah, suntuk, kesal dan lain-lain. Tindakan ngelem juga terkadang dijadikan semacam syarat bagi anak untuk diterima dalam pergaulan ataupun komunitas tertentu. Jika tidak ngelem akan dijuluki pengecut atau tidak gaul. Ada semacam tekanan sosio-kultural seperti rasa bangga bila ngelem. Secara fisik ngelem dianggap memungkinkan untuk menghilangkan rasa lapar, kelelahan dan juga rasa sakit terhadap penyakit yang dideritanya. Sementara secara psikis bisa menghilangkan rasa cemas, depresi dan stres.

(18)

penyebab munculnya kebiasaan perilaku ngelem tersebut pada anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Mengapa anak jalanan cenderung melakukan perilaku ngelem?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab:

1.3.1.1 Masalah anak jalanan

1.3.1.2 Penyebab anak jalanan cenderung melakukan perilaku ngelem

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat maupun pemerintah.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

(19)

anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang

1.4 Definisi Konsep

1.4.1 Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan, berusia antara 5 sampai dengan 17 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan dan umumnya memiliki penampilan yang tidak terurus. Dalam penelitian ini anak jalanan yang diteliti adalah anak jalanan yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan dan masih memiliki hubungan dengan keluarga maupun yang telah memutuskan hubungan dengan keluarganya.

1.4.2 Ngelem merupakan suatu kegiatan menghirup aroma lem plastik atau lem perabotan alat rumah tangga yang terbuat dari bahan plastik secara berkelanjutan sehingga berpengaruh pada emosional pemakainya.

1.4.3 Perilaku adalah suatu tindakan atau aktifitas yang dilakukan akibat rangsangan dari lingkungannya dan dapat diamati secara langsung. Dalam hal ini yang dimaksud adalah perilaku anak jalanan yang tampak sebagai akibat dari aktifitas mereka sebagai penghisap lem. 1.4.4 Keluarga adalah orang yang pernah mengasuh, mendidik dan merawat

(20)

1.4.5 Penyimpangan sosial merupakan segala bentuk tingkah laku anak jalanan yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan bersifat tidak dikehendaki oleh orang banyak karena dapat dianggap berbahaya, merugikan dan mengganggu kesejahteraan masyarakat. Penyimpangan sosial yang dilakukan anak jalanan adalah perilaku ngelem maupun perilaku-perilaku lainnya yang tidak sesuai norma yang ditimbulkan oleh anak-anak jalanan pelaku ngelem. 1.4.6 Teman sebaya merupakan anak-anak jalanan yang dalam aktifitasnya

memiliki kebiasaan yang sama di jalanan dan berada di sekitar anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti yang juga melakukan kegiatan ngelem.

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anak Jalanan

2.1.1 Anak Jalanan

(22)

sangat lemah, tersubordinasi dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.

Sebagai bagian dari pekerja anak (child labour), anak jalanan bukanlah kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam dan dapat dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orang tua atau orang dewasa terdekat, waktu dan jenis kegiatannya di jalanan, serta jenis kelaminnya. Secara garis besar anak jalanan terbagi atas tiga kategori, yaitu (Bagong dan Sri, 2002: 41) :

1. Children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang harus ditanggung dan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu:

(23)

b. Anak-anak yang tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.

2. Children of the street, yaitu anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi dan ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya. Ada beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya kekerasan, sehingga lari atau pergi dari rumah. Anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial-emosional, fisik maupun seks.

3. Children from families of the street yaitu anak yang keluarganya memang di jalanan yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.

2.1.2 Lingkungan Sekitar Anak Jalanan Mempengaruhi Timbulnya Perilaku Ngelem

(24)

benar-benar lari dan tidak kembali selama setahun dua tahun lebih. Setelah di jalanan, proses tahap kedua yang harus dilalui anak jalanan adalah inisiasi. Pada proses inilah biasanya untuk anak-anak jalanan yang masih baru akan menjadi objek pengompasan anak jalanan yang lebih dewasa. Barang-barang mereka yang relatif masih bagus akan diambil secara paksa. Selain itu, mereka juga tidak jarang dipukuli oleh teman sesama anak jalanan yang telah lebih dahulu hidup di jalanan dan diajak untuk melakukan hal-hal yang biasanya mereka lakukan di jalanan, seperti merokok, minum minuman keras, maupun ngelem. Kebiasaan tersebut mengakibatkan anak-anak jalanan terlibat pada tindakan-tindakan kriminal, seperti mengompas dan mencuri karena keterbatasan uang untuk bisa merasa senang (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_jalanan, diakses 30 November 2010, pukul 09:30 WIB).

Tantangan kehidupan yang dihadapi para anak jalanan mengakibatkan anak jalanan seringkali melanggar aturan atau norma dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai kasus, anak jalanan sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dan stigma atau stereotip sebagai pengganggu ketertiban. Perilaku mereka merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial dan keterasingan mereka dalam masyarakat.

2.2 Anak dalam Aspek Sosiologis

(25)

pendidikan dan sosialisasi, pengajaran tanggung jawab sosial, peran-peran sosial untuk menjadi bagian masyarakat (Abu, 2006: 27). Jadi, menurut kodratnya, anak manusia adalah mahkluk sosial, dapat dibuktikan dimana ketidakberdayaannya terutama pada masa bayi dan kanak-kanak yang menuntut adanya perlindungan dan bantuan dari orang tua. Anak selalu membutuhkan tuntunan dan pertolongan orang lain untuk menjadi manusia yang bulat dan paripurna.

Anak manusia tidak dapat hidup tanpa masyarakat atau tanpa lingkungan sosial tertentu. Anak dilahirkan, dirawat, dididik, tumbuh, berkembang dan bertingkah laku sesuai dengan martabat manusia di dalam lingkungan cultural sekelompok manusia. Anak tidak akan terlepas dari lingkungan tertentu, karena anak sebagai individu tidak mungkin bisa berkembang tanpa bantuan orang lain. Kehidupan anak bisa berlangsung apabila ia ada bersama orang lain. Anak manusia bisa memasuki dunia manusia jika dibawa atau dimasukkan ke dalam lingkungan manusia sehingga memperoleh pemahaman akan pendidikan.

2.3 Sosialisasi dalam Pembentukan Prilaku

(26)

harus dijalankan oleh individu (http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi, diakses 30 November 2010, pukul 09:20 WIB).

Perilaku menyimpang dari norma-norma umum pada masyarakat merupakan produk dari proses sosialisasi. Proses tersebut berlangsung secara progresif, tidak sadar, berangusr-angsur dan berkesinambungan. Akibatnya, semua bentuk pelanggaran terhadap norma-norma sosial dirasionalisir secara progresif, dibenarkan dan akhirnya dijadikan pola tingkah laku sehari-hari.

Perilaku ngelem yang dilakukan oleh anak jalanan tidak terlepas akibat dari adanya sosialisasi yang berjalan dengan tidak baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Sosialisasi dalam keluarga dianggap berjalan dengan tidak baik, ketika peran keluarga sebagai orang terdekat pada anak, kurang atau tidak berfungsi sama sekali seperti apa yang dharapkan dan dibutuhkan oleh anak. Sedangkan pada lingkungan sekitar, sosialisasi juga tidak jarang dilakukan untuk mengajarkan hal-hal buruk untuk mengajak orang lain melakukan tindakan menyimpang salah satunya perilaku ngelem di kalangan anak jalanan.

2.3.1 Jenis sosialisasi

(27)

sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal (M. Poloma, 2000: 238).

2.3.1.1 Sosialisasi primer

Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya (T.O. Ihromi, 1999:32).

Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

2.3.1.2 Sosialisasi sekunder

(28)

kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang

diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

2.3.2 Tipe sosialisasi

Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. Misalnya, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tidak sama. Di sekolah, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada.

(29)

untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

2.3.3 Pola sosialisasi

Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku

baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.

2.3.3.1 Proses sosialisasi Menurut George Herbert Mead

(30)

2.3.3.1.1 Tahap Persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.

Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.

2.3.3.1.2 Tahap Meniru (Play Stage)

(31)

Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other).

2.3.3.1.3 Tahap Siap Bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

2.3.3.1.4 Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage/Generalized other)

(32)

Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

2.3.3.2 Konsep Diri Menurut Charles H. Cooley

Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurutnya, Konsep diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.

2.3.3.2.1 Kita Membayangkan Bagaimana Kita di Mata Orang Lain

(33)

2.3.3.2.2 Kita Membayangkan Bagaimana Orang Lain Menilai Kita

Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu menganggapnya lebih dalam segala hal dan selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. Misalnya, orang yang dibanggakannya atau teman-temannya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai persaingan dan selalu memamerkannya kepada orang lain. Pandangan ini dapat berakibat buruk bagi diri si anak maupun orang-orang di sekitarnya. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal tanpa ia sadari atau mungkin ia sadari, ia tidak lebih baik dari orang lain.

2.3.3.2.3 Bagaimana Perasaan Kita sebagai Akibat dari Penilaian Tersebut

(34)

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

2.3.3.3 Agen sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minuman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mungkin saja mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.

(35)

masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.

2.3.3.3.1 Keluarga

Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu

rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). Peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.

2.3.3.3.2 Teman pergaulan

(36)

bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.

Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan. Anak-anak rawan terhadap tekanan teman sebaya (Sal Severe, 2001:254).

2.3.3.3.3 Lembaga Pendidikan Formal (sekolah)

(37)

tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.

2.3.3.3.4 Media massa

Kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Penayangan acara SmackDown, di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya. Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.

2.3.3.3.5 Agen-agen lain

(38)

membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.

2.3.4 Penyimpangan Sosial dalam Masyarakat

Penyimpangan sosial merupakan suatu bentuk perilaku yang dilakukan oleh seorang atau lebih, yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Ukuran yang menjadi dasar adanya penyimpangan bukan baik atau buruknya, benar atau salahnya menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran norma dan nilai sosial suatu masyarakat. (http://ips-mrwindu.blogspot.com/2009/04/penyimpangan-sosial-dalam-masyarakat.html, diakses 7 Januari 2011, pukul 12:56 WIB).

2.3.4.1 Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial

(39)

kelompoknya yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

2.3.4.1.2 Bentuk penyimpangan menurut sifatnya, yaitu penyimpangan bersifat positif dan penyimpangan bersifat negatif. Penyimpangan bersifat positif, terarah pada nilai sosial yang berlaku dan dianggap ideal dalam masyarakat dan mempunyai dampak yang bersifat positif. Cara yang dilakukan seolah-olah menyimpang dari norma padahal tidak. Sedangkan penyimpangan bersifat negatif berwujud dalam tindakan yang mengarah pada nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan dianggap tercela dalam masayarakat.

2.3.4.2 Latar Belakang Terjadinya Penyimpangan Sosial

2.3.4.2.1 Seseorang mengalami kesulitan dalam hal komunikasi ketika bersosialisasi. Artinya, individu tersebut tidak mampu mendalami norma-norma masyarakat yang berlaku.

2.3.4.2.2 Penyimpangan juga dapat terjadi apabila seseorang sejak masih kecil mengamati bahkan meniru perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang dewasa.

(40)

pengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi dan faktor agama.

2.3.4.2.4 Adanya pertentangan antar agen sosialisasi. Pesan-pesan yang disampaikan antara agen sosialisasi yang satu dengan agen sosialisasi yang lain kadang bertentangan, misalnya : orang tua mengajarkan merokok itu tidak baik, sementara iklan rokok begitu menarik, dan anak memiliki kelompok teman sebaya yang pada umumnya merokok, sehingga jika ia mengikuti pesan orang tuanya ia akan menyimpang dari norma kelompoknya, lama-lama anak tersebut akan menjadi perokok

(41)

2.3.4.3 Faktor-faktor Penyebab Penyimpangan Sosial

2.3.4.3.1 Faktor dari dalam, yaitu: intelegensi atau tingkat kecerdasan, usia, jenis kelamin dan kedudukan seseorang dalam keluarga. Misalnya: seseorang yang tidak normal dan pertambahan usia.

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

(43)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di jalan Ngumban Surbakti. Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah:

3.2.1 Di Jalan Ngumban Surbakti terdapat sebuah bangunan berupa kamar atau ruangan yang dijadikan sebagai tempat tinggal atau tempat berkumpulnya anak-anak jalanan untuk menghirup lem.

3.2.2 Jalan Ngumban Surbakti merupakan salah satu jalan yang berdekatan dengan simpang pos yang merupakan tempat para anak jalanan sering mencari uang, baik sebagai pengemis, pengamen, penjual koran dan lain sebagainya yang bisa dilakukan oleh para anak jalanan untuk memperoleh uang.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah anak-anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang.

3.3.2 Informan

Adapun informan dari penelitian ini adalah:

3.3.2.1 Para anak jalanan yang memiliki kebiasaan menghirup lem di sekitar jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang

(44)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpul dalam penelitian ini diperoleh dari:

3.4.1 Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk mengamati objek di lapangan meliputi anak jalanan yang melakukan tindakan ngelem di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang.

3.4.2 Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung ataupun tanya jawab dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang fenomena ngelem pada anak jalanan di Jalan Ngumban Surbakti Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang.

(45)

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja oleh data, mengorganisasikan data, memilah–milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

(46)

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

BULAN

Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1

Pengajuan

Judul Proposal             2 ACC Judul             3

Penyusunan

Proposal             4

Penyerahan

Proposal Awal             5 Bimbingan Proposal             6 ACC Seminar             7 Persiapan Seminar             8 Seminar Proposal             9

Perbaikan Proposal

(Bab I,II,III)            

10 Penyusunan Pedoman Wawancara            

11 Izin Ke Lapangan                                                             12

Penelusuran data

historis                                                                                                 13

Wawancara dan

observasi                                                                                                             14 Analisa data                                                                                                            

(47)

3.7 Kesulitan Penelitian

Adapun beberapa kesulitan yang dialami peneliti ketika berada di lapangan, diantaranya:

1. Peneliti pernah diusir dan dimarahi oleh pemilik rumah anak-anak jalanan, yaitu orang yang menyewakan tempat dimana anak jalanan tidur dan juga merupakan orang yang menjual lem serta menyewakan gitar ataupun kemoceng yang sering digunakan anak jalanan untuk mencari uang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pemilik tersebut merasa khawatir bahwa ia akan mendapat kerugian dari hasil wawancara peneliti terhadap anak jalanan. 2. Peneliti mendapat kesulitan dalam memperoleh data dari kantor Lurah tentang

deskripsi lokasi penelitian. Ada beberapa pegawai yang tidak menginginkan peneliti dapat meneliti di daerah lokasi penelitian. Mereka merasa bahwa tidak terdapat anak jalanan di sekitar jalan Ngumban Surbakti, meskipun peneliti pada saat itu telah melakukan wawancara secara langsung dengan anak jalanan.

(48)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis

[image:48.595.136.529.531.691.2]

Ngumban Surbakti merupakan jalan yang terletak di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang. Luas wilayah Medan Selayang adalah 7,78 km² dan terletak di atas permukaan laut setinggi 30 m. Medan Selayang berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal di sebelah Utara, Kecamatan Medan Selayang di sebelah Selatan, Kecamatan Medan Baru di sebelah Barat dan Kecamatan Medan Tuntungan di sebelah Timur. Luas wilayah dirinci per kelurahan di Kecamatan Medan Selayang tahun 2007 adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Data Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan Selayang

No Kelurahan Luas (km)

Persentase Terhadap Luas Kecamatan

1 Sempakata 5.1 21.44

2 Beringin 0.79 3.32

3 PB Selayang I 7 29.42

4 PB Selayang II 1.8 7.57

5 Tanjung Sari 5.1 21.44

6 Asam Kumbang 4 16.81

Kecamatan Medan

Selayang 23.79 100

(49)

Jalan Ngumban Surbakti merupakan jalan yang berbatasan dengan Simpang Pos dan Jalan Setia Budi Medan. Kedua persimpangan jalan ini merupakan simpang yang sangat sering di lalui oleh banyak kendaraan, terkhusus untuk Simpang Pos yang merupakan pertemuan antar-simpang pada tiga jalan yaitu Jalan Jamin Ginting, Jalan Ngumban Surbakti dan Jalan A.H. Nasution yang menjadi tempat strategis bagi anak-anak jalanan untuk mencari uang sebagai pengamen maupun pembersih kaca mobil.

4.1.2 Keadaan Penduduk

[image:49.595.184.464.583.688.2]

Berdasarkan data dari badan pusat statistik kota Medan, jumlah penduduk Kelurahan Sempakata pada tahun 2007 mencapai 8.877, diantaranya 4540 adalah laki-laki dan 4337 adalah perempuan. Pada tahun 2008, jumlah penduduk bertambah sehingga menjadi 11.091, diantaranya 5642 adalah laki-laki dan 5448 orang adalah perempuan. Jumlah keluarga mencapai 2380 keluarga. Penduduk dimayoritasi oleh etnis suku batak karo dan agama Islam. Sumber penghasilah utama sebagian besar penduduk adalah dalam bentuk jasa.

Tabel 4.2 Etnis Penduduk di Kelurahan SempakataTahun 2008

No Etnis Jumlah Persentase

1 Batak Karo 5049 45,52

2 Batak 3375 30,43

3 Jawa 1078 9,72

4 Dll 1589 14,33

Total 11091 100

(50)
[image:50.595.179.394.208.330.2]

Sedangkan komposisi mata pencaharian penduduk di Kelurahan Sempakata tahun 2008 adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3 Agama Penduduk di Kelurahan SempakataTahun 2008

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 5782 52,13

2 Kristen 3433 30,95 3 Katholik 1876 16,92

4 Hindu 0 0

5 Budha 0 0

Total 11091 100

Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Sempakata Tahun 2008

Adapun tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Sempakata adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan SempakataTahun 2008

No Pendidikan Jumlah

1 Belum Sekolah 1318

2 Usia 7-45 Tahun Tidak Pernah Sekolah 0 3 Pernah Sekolah SD Tetapi Tidak Tamat 103

4 Tamat SD/ Sederajat 1755

5 SLTP/Sederajat 2210

6 SLTA/Sederajat 1935

7 D-1 911

8 D-2 1013

9 D-3 880

10 S-1 816

11 S-2 122

12 S-3 28

[image:50.595.143.477.453.698.2]
(51)
[image:51.595.177.456.232.563.2]

Berikut ini adalah komposisi mata pencaharian penduduk di kelurahan Sempakata.

Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Sempakata Tahun 2008

No Mata Pencaharian Pokok Jumlah Persentase

1 Buruh/Swasta 1338 42,87

2 Pegawai Negeri 478 15,31

3 Pengrajin 22 0,70

4 Pedagang 332 10,64

5 Penjahit 28 0,90

6 Tukang Batu 87 2,79

7 Tukang Kayu 54 1,73

8 Peternak 0 0

9 Nelayan 0 0

10 Montir 58 1,86

11 Dokter 14 0,45

12 Supir 267 8,55

13 Pengemudi Bajai 0 0

14 Pengemudi Becak 165 5,29

15 TNI/Polri 23 0,74

16 Pengusaha 76 2,44

17 Becak Bermotor 179 5,73

Total 3121 100

Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Tahun 2008

(52)

11.126 jiwa orang. Jumlah kepala keluarga yang berada dalam kondisi kemiskinan ada sebanyak 2.002 keluarga dan 185 keluarga prasejahtera. 4.2 Profil Informan

Anak jalanan yang menjadi informan berjumlah 10 (sepuluh) orang. Berikut ini data anak jalanan tersebut.

Tabel 4.6 Data Anak Jalanan Berdasarkan Usia, Pendidikan Terakhir, Asal dan Status

No Nama Usia

(Tahun) Pekerjaan

Pendidikan

Terakhir Asal

Status di Jalanan 1 Hendra 17 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 5 SD Kabanjahe

Children of The Street

2 M. Faisal 12 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 4 SD

Pekan Baru

Children of The Street

3 Lamhot 16 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil, Ngesot 1 SMP Medan

Children on The

Street

4 Jefri 13 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 1 SD Medan

Children on The

Street

5 Perando 15 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 6 SD Medan

Children on The

Street

6 Agus M. 16 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 4 SD Medan

Children of The Street

7 Pide 17 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 3 SD Medan

Children of The Street

8 Herdin 16 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 3 SMP Medan

Children of The Street

9 Rian 17 Ngamen, Pembersih Kaca Mobil

Tidak Ada

Keterangan Medan

Children of The Street

10 Harjono 15 Ngamen, Pembersih

Kaca Mobil 4 SD

Dolok Sanggul

Children on The

Street

(53)

Kesepuluh anak jalanan tersebut, berjenis kelamin laki-laki dan memiliki kebiasaan ngelem. Pada umumnya, mereka tinggal dan sering berkumpul di lokasi penelitian. Namun meskipun demikian, mereka tinggal secara tidak menetap dan lebih sering berpindah-pindah tempat. Salah satu diantara anak jalanan yaitu Rian beberapa hari setelah diwawancarai tidak lagi tinggal di lokasi penelitian akibat merasa takut ditangkap oleh oknum polisi sesaat setelah melakukan pencurian. Berikut ini profil dari sepuluh anak jalanan yang menjadi informan penelitian ditambah dengan 2 (dua) informan lainnya yaitu keluarga dari anak jalanan tersebut.

4.2.1 Profil Anak Jalanan

4.2.1.1 Hendra Syahputra Nauli Manik (17)

Hendra Syahputra Nauli Manik adalah seorang anak yang berasal dari Kabanjahe, Tanah Karo. Ia merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara. Anak jalanan yang hanya menikmati pendidikan sekolah dasar kelas 5 SD ini, mempunyai seorang kakak yang telah menikah dan memiliki seorang anak. Anak kakaknya tinggal bersama ibunya di Kabanjahe sedang kakaknya tersebut bekerja di Aceh dan suami kakaknya tersebut bekerja di Pancur Batu.

(54)

masih di dalam kandungan. Ibunya juga telah pernah menikah untuk kedua kalinya namun kembali bercerai karena ayah tirinya pernah memukili ibunya. Di kabanjahe ia pernah bekerja sebagai tukang pembersih motor di door smeer, namun karena alas an gaji yang tidak jelas dan tidak dapat bebas membuat Hendra memutuskan untuk berhenti bekerja.

Hendra telah tinggal di jalanan sejak tahun 2005. Ia memilih tinggal di jalanan karena merasa bosan di rumah dan kesepian. Di jalanan, ia bekerja sebagai pengamen dan pembersih kaca mobil. Ia telah menghisap lem sejak tahun 2008. Biasanya ia menghirup lem 2 kaleng dalam satu hari.

4.2.1.2 Muhamad Faisal Kery Syahputra (12)

Muhammad Faisal Keri Syahputra (Faisal/Keri) berasal dari keluarga yang bermasalah. Ayah kandungnya berada di Penjara, ketika ibunya menikah lagi.Ibu kandung dan ayah tirinya tinggal di Pekan Baru. Ayah kandungnya masuk ke penjara akibat tindakan pencurian dan pemukulan. Keri merupakan anak kedua dari dua bersaudara kandung. Saudara pertamanya meninggal pada saat masih bayi karena sakit. Namun, Keri memiliki saudara tiri berjumlah empat orang.

(55)

Pekan Baru ke tempat orang tuanya dan ia mulai lari dari Pekan Baru ke Medan dengan menumpang bus. Beberapa lama tinggal di Medan, Keri pernah di pukuli orang dan diantar oleh polisi ke Tanjung Balai, di rumah bibinya. Namun, ia kembali tinggal di jalanan di Tanjung Balai dan mencoba menumpang kereta api untuk kembali di jalanan Kota Medan. Setelah lama tinggal di jalanan di kota Medan, kemudian ia mencoba pergi ke Tanjung Balai tempat bibi (adik tiri ibunya) kembali. Oleh karena ia tidak menemukan tempat tinggal bibinya karena bibinya sudah pindah, ia kembali lagi ke Medan dan tinggal sebagai anak jalanan di Kota Medan. Ia sendiri sudah tidak mengingat sejak kapan ia mulai melakukan ngelem karena sudah terlalu lama.

4.2.1.3 Lamhot Sirait (16)

Lamhot Sirait merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Ia berasal dari Medan. Ia pernah sekolah sampai pada kelas 1 SMP. Namun, karena alasan cabut dan pernah di pukul oleh guru ia memilih untuk tidak lagi sekolah. Ibunya bekerja di Malaysia sebagai pelayan rumah makan sedangkan ayahnya sudah meninggal karena penyakit TBC.

Keluarganya tinggal di Jalan Seular Baru Gang Mandosi No.8. Tetapi, setelah di kunjungi ke lokasi, keluarganya sudah pindah ke daerah Brayan. Lamhot tidak tahu pasti keberadaan keluarganya, karena informasi pindahnya keluarganya diperoleh dari tetangga.

(56)

restoran tersebut. Lamhot berada di jalanan sejak tahun 2009 dan ia makan dan tinggal di jalanan. Ia bekerja sebagai tukang ngamen dan membersihkan kaca mobil. Ia mengenal lem dari teman- teman sebaya yang juga berada di jalanan dan melihat berita di TV. Dalam satu hari ia bisa menghirup lem sebanyak 5 kaleng bahkan lebih.

4.2.1.4 Jefri Ali Syahputra Sitorus (13)

Jefri Ali Syahputra Sitorus merupakan anak yang pernah dititipkan kepada seorang nenek, yang dia tidak kenal siapa nenek tersebut. Ibunya menitipkannya pada nenek tersebut karena ibunya bekerja di Malaysia, sedangkan ayahnya telah meninggal karena peristiwa tabrakan. Ibunya tidak menitipkan Jefri pada keluarganya karena keluarganya mengalami perselisihan. Pada saat itu, usia Jefri masih 5 tahun.

(57)

Tebing, namun ia tetap memilih untuk tinggal di jalanan dan bekerja sebagai tukang pembersih mobil dan ngamen di jalanan. Dalam satu hari, Jefri bisa menghasilkan Rp 21.000,-. Dia biasanya menghirup lem sebanyak 2 kaleng dalam satu hari.

4.2.1.5 Perando Panjaitan (15 tahun)

Perando Panjaitan merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ibunya bekerja sebagai tukang botot dan ayahnya sebagai supir Fuso, truk pengangkut pasir. Ia berasal dari Medan. Orang tuanya tinggal di wilayah Simalingkar B kota Medan. Ia pernah sekolah kelas 6 SD, tetapi putus sekolah karena terpengaruh oleh teman yang tinggal di dekat lingkungan tempat tinggalnya yang merupakan anak jalanan. Oleh karena hal itu, Perando mulai tertarik untuk mencari uang di persimpangan jalan dan terbiasa tinggal di jalanan bersama teman-tamannya. Ia menjadi terbiasa dengan kehidupan di jalanan karena ia sering merasakan kesepian ketika berada di rumah.

(58)

4.2.1.6 Agus Maulana Chaniago (16)

Agus Maulana Chaniago berasal dari Medan. Ia anak ketiga dari empat bersaudara. Ibu dan ayahnya sudah lama bercerai, sejak ia masih kecil. Ibunya seorang ibu rumah tangga sedangkan ayahnya sudah menikah lagi dengan istri keduanya dan tinggal di daerah Binjai.

Agus berada di jalanan sejak usia 5 tahun, namun pada saat itu, ia masih tinggal bersama keluarganya dan masih menjalani sekolah hingga kelas 4 SD. Ia mulai cabut dan pada akhirnya putus sekolah karena ia merasa sudah bisa mecari uang dengan cara mengamen dan membersihkan kaca mobil di jalanan. Ia mulai menghirup lem sejak usia delapan tahun. Ia melakukannya karena terpengaruh oleh teman-temannya yang juga merupakan anak jalanan. Dalam satu hari, ia menghirup lem sebanyak 2 kaleng.

4.2.1.7 Pide (17)

Pide berasal dari Marindal, Medan Amplas. Ia merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Kedua orang adiknya juga tinggal di jalanan bersama dengannya. Ia dan kedua adiknya biasanya mencari uang berpindah-pindah tempat. Sedangkan adiknya yang paling kecil tinggal bersama ayahnya.

(59)

dimana keberadaan ibu kandungnya saat ini. Ia berharap untuk dapat bisa pulang ke rumah ayahnya, tetapi, sering di usir dari rumah ayahnya karena alasan ibu tirinya tidak suka dengan mereka. Di jalanan ia bekerja sebagai tukang ngamen dan membersihkn kaca mobil. Ia menghirup lem sejak tahun 2004 karena di ajari oleh teman-teman sebayanya di jalanan.

4.2.1.8 Herdin (16)

Herdin merupakan anak yang sudah sering mengamen di jalanan sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Ia yang mengaku tamatan SMP ini, sudah tidak ingat lagi sejak usia berapa tahun ia hidup dan tinggal di jalanan. Namun, ia sering mengamen setelah ia pulang dari sekolah dasar hingga ia tamat SMP. Herdin merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara. Ia mengatakan bahwa orang tuanya telah lanjut usia dan memiliki cucu. Ia memperkirakan usia ayahnyaekitar 60 tahun. Orangtuanya tinggal di Brayan Medan.

(60)

4.2.1.9 Rian Michael Handoko (17)

Rian merupakan anak yang tinggal di jalanan sejak usia 10 tahun. Ia memiliki seorang ibu dan ayah tiri yang tinggal di Helvetia karya 7 Medan. Rian memiliki saudara kandung 4 orang dan 9 orang saudara tiri. Ibunya menikah untuk kedua kalinya karena ayah kandungnya telah meninggal akibat over dosis karena mencoba bunuh diri akibat diketahui dan dimarahi oleh keluarga karena telah menikah dengan perempuan lain di Aceh. Pada saat itu, ayah Rian sedang bekerja di Aceh.

Semenjak Rian memiliki ayah tiri, ia merasa ibunya memiliki perilaku yang kejam. Ayah tiri Rian masih memiliki istri yang sah dengan 1 orang anak ketika menikah dengan ibu Rian. Ayah tiri Rian bekerja sebagai supir Angkot 135. Istri dari ayah tirinya tinggal di daerah Simalingkar B Medan. Orangtua Rian pernah bertengkar dengan istri pertama dari ayah tiri Rian karena tidak senang dengan ibu Rian. Rian merasa bahwa orangtuanya tidak menyayanginya dengan baik. Rian pernah mencoba bunuh diri dengan menyiram tubuhnya dengan minyak, namun karena diketahui oleh tetangga ia pun dicegah. Ia hanya merasakan kasih sayang dari kakeknya (orangtua dari ibunya) yang memberikan perhatian untuknya.

(61)

kakek (yang ia sebut opung) menghubungi keluarga Rian yang di Jakarta (yang ia sebut Uda) untuk mengantar Rian pulang ke Medan. Sesampainya di Medan, Rian memilih untuk hidup di jalanan, ia mulai mencari uang dengan mengamen dan terbiasa dengan rokok, ngelem dan minum minuman keras.

4.2.1.10 Harjono Situmorang (15)

Harjono Situmorang pernah sekolah sampai kelas 4 SD. Ia berasal dari wilayah Dolok Sanggul di jalan Matiti. Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak ia masih kecil. Dia sudah 8 tahun berada di jalanan. Dia merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Ketiga abangnya tinggal di Sibolga, Jambi dan di Pekan Baru. Sedangkan adik-adiknya berada di Pekan Baru bersama abangnya. Dia tidak mau ikut dengan abangnya karena dia sendiri yang memilih hidup di jalanan.

Sebelum ia tinggal di jalanan, ia pernah bekerja membawa orang buta yang merupakan keluarga yang ia sebut sebagai “nantulang”. Orang buta ini tinggal di Simpang Limun Air Bersih Medan. Ia memilih tinggal di jalanan karena tidak menyukai pekerjaan yang disuruh oleh keluarganya tersebut. Dalam satu hari, Harjono dapat menghirup lem satu sampai dua kaleng.

4.2.2 Profil Keluarga Anak Jalanan 4.2.2.1 Ibu Diana Silalahi (40)

(62)

dengan pukul 17.00 WIB, dengan penghasilan dalam satu hari sebesar Rp. 45.000,-. Namun, terkadang tidak memiliki penghasilan jika ia tidak bekerja di lading orang. Ia tinggal di sebuah rumah kontrakan yang terbuat dari papan, bersama satu orang cucu yang lahir dari anak pertamanya, yang masih balita dan 1 orang keponakannya yang duduk di bangku sekolah menengah. Mereka tinggal di Jalan Kampus UKA Kabanjahe. Perawatan cucu dan keponakannya di kirim dari anak dan keluarganya.

Wanita yang mengaku tidak sempat tamat sekolah dasar ini pernah menikah dua kali. Pernikahan pertamanya berakhir karena suaminya pergi meninggalkannya saat ia sedang mengandung Hendra. Sedangkan pernikahan keduanya berakhir karena keluarganya tidak menyukai suami keduanya karena sering memukuli dirinya. Ia beragama Kristen sedangkan Hendra beragama Islam, mengikuti agama suami pertamanya.

(63)

4.2.2.2 Ima Nasution (22)

Ima merupakan keluarga yang dianggap oleh Muhammad Faisal Keri Syahputra (Keri). Ia bekerja sebagai ibu rumah tangga dan memiliki dua orang anak. Anaknya yang pertama berumur dua tahun tiga bulan dan yang kedua berumur satu tahun satu bulan. Suaminya bekerja sebagai seorang nelayan. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan yang terbuat dari papan di Jalan Kampung Baru Gang Sentosa Tanjung Balai. Ima yang merupakan ibu muda yang hanya tamatan SMP ini adalah adik tiri dari ibu kandung Keri karena memiliki satu ibu yang sama dari ayah yang berbeda dengan ibu kandung Keri. Hubungan Ima dengan orangtua Keri berjalan dengan tidak baik. Ayah kandung Keri pernah beberapa kali sering menghubungi Ima dan merayu Ima meskipun Ima sudah menikah. Ia mengaku bahwa hubungannya dengan orangtua Keri sudah putus hubungan karena persoalan keluarga.

(64)

4.3 Penyebab Anak Tinggal di Jalanan

Penyebab anak di jalanan dapat disebabkan karena faktor dari dalam diri anak (internal) maupun faktor dari luar diri seorang anak (eksternal). Faktor internal berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menanggapi lingkungannya dan semua pengaruh dari luar. Tindakan yang mereka lakukan merupakan reaksi yang salah dari proses belajar, seperti: krisis identitas dan kontrol diri yang lemah. Sedangkan faktor eksternal sebagai faktor sosiologis yaitu semua perangsang dan pengaruh dari luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak jalanan.

(http://masrifatinanani.student.umm.ac.id/2010/07/30/beberapa-macam-kenakalan-remaja/, diakses 19 Juni 2011, pukul 17:14 WIB).

4.3.1 Faktor Internal Anak Tinggal di Jalanan 4.3.1.1 Ingin Mandiri

Keinginan mandiri merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Sifat ini sering mendominasi perilaku seseorang dengan tanpa sadar. Keinginan mandiri pada anak jalanan sering muncul karena pengaruh ekonomi keluarga yang dianggap kurang mendukung kebutuhan mereka. Berikut hasil dari wawancara dengan seorang anak jalanan yang mengaku hidup di jalanan karena keiinginan diri sendiri.

(65)

Hal yang sama juga diperoleh dari anak jalanan lainnya yang mengaku ke jalanan karena keinginan sendiri, untuk hidup senang dengan teman-teman jalanan lainnya. Berikut hasil wawancara dengan anak jalanan.

“Aku ke jalanan nyari-nyari pengalaman. Gak mau nyusahin mamakku. Mamakku pernah jemput aku ke jalanan, waktu dia pulang dari Malaysia. Mamakku baik. Aku ajanya yang bandal. Kuakui aku memang bandal.” (Jefri, 13)

Keinginan diri untuk hidup mandiri dan tidak tergantung pada keluarga, mengakibatkan anak-anak jalanan terbiasa hidup tanpa aturan di jalanan. Hal ini mendorong komunitas anak jalanan cenderung tidak mendapat pendidikan yang benar tentang aturan ataupun norma di dalam masyarakat.

4.3.1.2 Kehendak Ingin Bebas

(66)

“Aku untuk sementara aku ngamen. Untuk sementara biar bebas. Kalau ga senang aku sakit. Kalau senang aku, gembira banyak kawan. Aku dah pernah kerja di door smeer. Kek mana rasanya sakit. Dah gajinya ga jelas, libur ga bisa, main-main ga bisa. Istilahnya door smeer ni kan minggu kan libur, senin sampai sabtu kerja kras, minggu senang-senang, buat senang.” (Hendra, 17)

Hal yang sama juga disampaikan oleh anak jalanan lainnya, seperti berikut ini.

Gak enak di rumah. Di situ-situ aja. Kek gitu terus, kek gitu terus. (Harjono, 15)

Anak jalanan juga beranggapan bahwa aturan akan menyebabkan mereka terkekang dan membatasi kehendak bebas mereka. Sementara dalam aturan masyarakat ada banyak aturan yang membatasi kehendak bebas tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan mereka seringkali melanggar norma dan nilai masyarakat.

(67)

4.3.2 Faktor Eksternal Anak Tinggal di Jalanan 4.3.2.1 Faktor Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama terjadinya sosialisasi yang membentuk pribadi seorang anak. Di dalam keluarga seorang anak mengenal cinta, kasih sayang, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan, agama dan pendidikan. Peranan keluarga sangat penting bagi tumbuh dan kembang jiwa anak, pembentukan watak dan menjadi unit sosial terkecil yang menjadi pondasi utama bagi perkembangan anak. Kekacauan dalam keluarga dapat ditafsirkan sebagai pengaruh pecahnya unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberaa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya (Su’adah, 2005:151). Ada beberapa hal yang mempengaruhi sehingga anak memilih tinggal di jalananan dan melakukan perilaku ngelem, yaitu masalah ekonomi keluarga, rumah tangga berantakan, penolakan dari orangtua, dan pengaruh buruk orangtua.

4.3.2.1.1 Masalah Ekonomi Keluarga

Masalah ekonomi menjadi faktor yang dominan seorang anak pergi ke jalanan. Dari sepuluh informan yang diteliti, seluruh informan berasal dari anak yang keluarganya memiliki masalah ekonomi. Berikut hasil wawancara dengan anak jalanan.

(68)

Hal yang sama juga disampaikan oleh anak jalanan lainnya yang diusir orangtuanya agar tinggal di jalanan.

“Kami pagi-pagi di rumah ga dikasi makan. Anak kandungnya dibiarinkannya di jalanan.Cuman anak tirinya yang dikasi makan. Bapak narik becak mesin. Mamak tiriku gada kerja.” (Pide, 17)

Masalah ekonomi juga mempengaruhi orangtua atau keluarga untuk membiarkan anak bekerja di jalanan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari salah seorang orangtua anak jalanan yang mengizinkan anaknya bekerja di jalanan.

“Aku tahu dia di jalanan. tapi yang kutahu dia jual-jual rokok. Dulu pernah dia kusuruh kerja di door smeer, tapi lari dia ke jalanan. Dah berapa kali dia kujemput pulang, tapi lari-lari aja.” (Orangtua Hendra/Ibu Diana S., 40)

4.3.2.1.2 Rumah Tangga Berantakan (Broken Home)

(69)

“Bapakku meninggal karena over dosis makan obat kak. Dia makan obat karena ketauan uda kawin lagi kak. Sekarang mamakku pun uda kawin pulak sama suami orang. Dah kek gitukan, dari situlah aku pingin mau mati aku.” (Rian, 17)

Rumah tangga yang berantakan dapat mempengaruhi anak menjadi tertekan, emosi dan merasa terluka, kemudian muncullah konflik batin dan kegalauan jiwa sehingga anak menjadi tidak betah tinggal di rumah. Berikut ini, hasil wawancara dari seorang anak jalanan yang kedua orangtuanya telah bercerai dan sering menitipkan anak tersebut kepada keluarganya.

“Aku ibaratnya dioper-oper. Pertama di rumah nenek di Tebing Tinggi. Terus di di Pekan Baru di Duri. Yang ke tiga itulah yang di Tanjung Bale. Mamak ama bapak dah pisah gara-gara bapak masuk penjara karena mukul orang. Bapak jahat. Mamak udah punya suami lagi. Anaknya empat. Gak enak tinggal sama mamak. Kan udah ada suami baru, ada anaknya lagi 4 orang.” (Faisal,12)

(70)

4.3.2.1.3 Penolakan Keluarga

Ada orang tua yang tidak dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Orang tua ingin melanjutkan hidupnya seperti kebiasaannya yang lama bersenang-senang sendiri sama seperti sebelum menikah. Mereka tidak memikirkan tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Anak dianggap sebagai beban dalam kehidupan mereka. Berikut hasil wawancara dari anak jalanan yang mengaku diusir oleh ayahnya dari rumah setelah ayahnya menikah lagi.

“Aku di jalanan sama adiku, 2 orang. Satu sama samaku. Satu ngesot....pura-pura puntung di lampu merah USU. Kami diusir dari rumah karena pengaruh mamak tiri aku, tiap hari ngadu, ada sikit aja salah, ngadu. Anak mamak tiriku 3 dari bapak kandung. Bapak kejam kali, kami ini, dibiarkan di jalan. “Cari bapak kau, cari mamak kau. Jangan disini kau, gak ada harta kau disini”, kata bapak.” (Pide,17)

(71)

“Dia ini, acam udah ga diperhatikan mamaknya lagi. Orang dah kawin pulaknya mamaknya kan. Lahir lagi adik tirinya 4 orang udah. Mungkin merasa gak diperhatikan dia, makanya lari dia ke jalanan.” (Ima, 22)

Dalam keadaan dimana tidak adanya keharmonisan maka tidak akan terdapat ketenangan sehingga membuat perkembangan jiwa anak menjadi terhambat. Anak-anak menjadi terhina dan menanam kebencian pada orang tua untuk mengobati kekecewaan batinnya, anak hidup berandalan dan melakukan ngelem sebagai pelarian.

4.3.2.1.4 Pengaruh Buruk dari Keluarga

Sikap buruk orang tua atau keluarga dengan melakukan tindakan kriminal (senang berjudi, mengkonsumsi obat terlarang, senang berjudi, kebiasaan meminum minuman keras, bersikap otoriter, dan lainnya) dapat memberikan pengaruh negatif pada anak. Anak terpengaruh untuk melakukan tindakan kriminal dan anti-sosial. Berikut hasil wawancara dengan seorang anak jalanan yang mengaku ke jalanan karena orangtuanya bercerai akibat ketidakharmonisan dalam keluarga. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang anak jalanan yang mengaku bahwa ibunya lari karena dipukul ayahnya.

(72)

Keadaan keluarga yang serba tidak menentu, kisruh, kacau, dan tanpa aturan ataupun disiplin merupakan tindakan yang tidak mendidik sehingga menyebabkan anak menjadi tidak terkendali dan frustasi. Berikut hasil wawancara dengan seorang anak jalanan yang tidak merasakan perhatian dari orangtuanya.

“Waktu kecil sejak punya bapak tiri, mamaku acam anak tiri aku dibuatnya. Kan gini ketiduranlah aku kan di rumah, jadi kesiangan aku. Merepet-merepet dia. Kau acam di jalan kau. Dibilangnya, anak sial aku. Ginilah, kak. Punya bapak tiri jadi merana hidup awak. Aku pernah kusiram pake minyak tanah badanku. Tapi di halangin tetanggaku. Aku gitu kak, pala dah sakit kali hatiku sama orangtuaku. Memang dia ngelahirkan aku. Tapi ga tahan aku. Aku bagusan mati aja biar jumpa sama bapak kandungku.” (Rian, 17)

Keadaan ini akan menyebabkan anak-anak mencari suatu ketenangan dan mencari tempat yang membuat dirinya dihargai yaitu dengan menghisap lem dan bergaul dengan para anggota gang yang merasa memiliki perasaan senasib dengan dirinya.

4.3.2.1.5 Fungsi Sekolah Tidak Berjalan dengan Baik

(73)

yang berwatak baik. Pada sisi lain, anak-anak yang masuk sekolah, ada yang berasal dari keluarga yang kurang memperhatikan kepentingan anak dalam belajar yang kerap kali mempengaruhi anak lainnya.

Adanya pendidik yang marah kepada anak didiknya yang tidak jarang mengakibatkan anak tertekan, sikap pendidik yang tidak adil, hukuman atau sanksi-sanksi yang kurang menunjang pendidikan, ancaman dan terjadinya disharmonisasi antara pendidik dan anak didik juga mempengaruhi perilaku anak. Berikut hasil wawancara dengan seorang anak jalanan yang mengaku menyimpan kesan buruk ketika masih sekolah.

“Aku pernah sekolah, SMP kelas 1. Putus sekolah, karena kubilang, buk permisi dulu ya buk aku mau ke rumah dulu mau ngambil minum, rupanya gak balik-balik aku ke sekolah. Di telanjangi aku, di pukuli mamakku aku pake tali pinggang karena ga sekolah lagi. Aku gak bale-balek lagi ke sekolah karena habis uang jajan aku. Aku pernah dipukul guru pake apa namanya acam rol itu yang besar itu, karena gak pande aku belajar.” (Lamhot, 16)

(74)

mereka membentuk dirinya menjadi sebuah kelompok dengan tinggal di jalanan. Anak mulai suka bolos sekolah dan menjadi menyukai hidup bebas tanpa aturan. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang anak jalanan yang lebih tertarik dengan kehidupan di jalanan daripada sekolah.

“Aku putus sekolah gara-gara di ajak kawan nyari duit di lampu merah. Dia anak jalanan juga. Aku biasanya, ke Simpang Pos, Juanda, Simpang kampus. Mamaku ga nyariin lagi. Pernah dicariin aku, pigi lagi aku. Tanya mamaku, “Kenapa kau ga pulang?” Malas awak gada kawan di rumah. Mamaku nyari botot. Bapakku supir truk Fuso ngangkat pasir.” (Perando, 15)

Kurangnya perhatian mengakibatkan anak menjadi pergi ke jalanan untuk mengekspresikan diri sendiri serta mengikuti cara hidup anak jalanan. Mereka melakukan perilaku ngelem sebagai proses sosialisasi yang mereka peroleh dari anak-anak jalanan lainnya yang menjadi kelompok baru mereka.

4.3.2.1.6 Faktor Lingkungan Sekitar

(75)

anak-anak jalanan yang tinggal diantara anak-anak-anak-anak lainnya yang memiliki perilaku menyimpang. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang anak jalanan penghisap lem yang turun ke jalanan karena terpengaruh oleh teman sepermainannnya.

“Aku udah 3 tahun di jalanan, sejak umur 12 tahun. Diajak kawan dekat rumah ke lampu merah kak. Nyari duit. Dah tau aku nyari duitnya, nyapu ya kan, jadi malas sekolah. Cabut terus. ” (Perando, 15)

Hal yang sama juga diperoleh dari seorang anak jalanan lainnya yang mengaku tinggal di jalanan dan ngelem karena terpengaruh dari lingkungan, seperti berikut.

“Aku sejak umur 5 tahun udah di jalanan. Pulang sekolah, ngamen. Gara-gara nengok-nengok kawan jadi terpengaruh-terpengaruh gitu. Umur 8 tahun, aku ngelem. Kunengok-nengok kawan, terpengaruh gitu.” (Agus Maulana, 16)

Untuk menghindari hal tersebut, anak harus mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang dari orang-orang terdekatnya serta pendidikan aga

Gambar

Tabel 4.1 Data Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan
Tabel 4.2 Etnis Penduduk di Kelurahan SempakataTahun 2008
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan SempakataTahun 2008
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di
+7

Referensi

Dokumen terkait

saat mendengar suara gaduh atau hal yang aneh anda rasakan pada tubuh anda pada tahap akan memasuki alam mimpi ( proses Lucid Dream ) abaikan saja ,tetap tenang ikuti saja

mogok  kerja  ini  tetap  dibatasi.  Memang  dalam  suatu  pemogokan  sudah  dapat  dipastikan  akan  mengakibatkan  terganggunya  ketertiban  umwn  dan  proses 

Segala puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidyah-Nya yang telah dilimpahkan dan dikaruniakan kepada penulis sehingga dapat menuangkan sebuah

Luas CA Situ Patengan yang hanya 21,18 ha dan letaknya yang berbatasan dengan kawasan perkebunan dan kawasan hutan produksi Perum Perhutani, dapat menjadi ancaman bagi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika peserta didik yang diajar dan tidak

Islam dalam keluarga dengan kecerdasan emosional peserta didik.

.HSHPLOLNDQ PDQDMHPHQ ULVLNR SHUXVDKDDQ PHQHPSDWL SHULQJNDW NHWLJD GDODP WLQJNDW LPSOHPHQWDVL (50 +DO LQL PHQXQMXNNDQ EDKZD SDUD SHPLPSLQ SHUXVDKDDQ WXUXW PHQJDPELO EDJLDQ

Salah satu media pembelajaran yang bisa dimanfaat adalah aplikasi Videoscribe dan aplikasi pemodelan 3 dimensi.Videoscribe adalah aplikasi untuk membuat media