Rangkuman Fiqh Riba Gharar
Kuliah 1: Riba (Qardh)Ragam Riba dalam Kitab Turats
Literatur pada kitab-kitab turats menjelaskan ragam dan jenis riba dengan berbagai versi bermacam-macam.
• Sebagian ulama menyebutkan dengan 2 jenis riba yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl • Sebagian ulama lainnya dengan 3 jenis riba yaitu riba nasi’ah, riba fadhl dan riba yad • Sebagian yang lainnya menyebutkan riba nasa’ dan riba sharf
Apabila disimpulkan dengan klasisfikasi umum maka riba terbagai menjadi dua yaitu riba qardh dan riba buyu’ yang mencakup riba fadhl dan riba nasi’ah
Perbedaan Nama tidak pada Substansial
• Perbedaan dalam klasifikasi penamaan riba bukanlah pada hal substansial akan tetapi hanya pada peng-istilahan saja sebagaimana kaidah fiqh
•
ْيِناَبَملا َو
ِظاَفْلَلأِل
َل
ْيِناَعَملا َو
ِد ِصاَقَمْلِل
ِتاَف ُّرَصَّتلا
يِف
ة َرْبِعلا
• Pengibaratan dalam Tindakan adalah tertuju pada tujuan dan makna, bukan padaistilah-istilah dan konstruk.
•
ِحَلاِطْصِلا
يِف
َةَحاَش م
َل
• Tidaklah ada perdebatan dalam peng-istilahanApa yang dimaksud dengan Riba?
• Secara bahasa al-ziyadah dan nama„ : tambahan an berkembang (tumbuh)
• Secara istilah : pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual-beli maupun utang-piutang secara batil ataupun bertentangan dengan syariah.
Riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya imbalan atau pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal pada pinjam-meminjam secara batil.
Hal-hal yang dilarang dalam Mu’amalah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata:
“Selama dalam akad (jual beli) tidak terdapat unsur kezhaliman, gharar, dan riba, maka pada asalnya akad tersebut sah” (Syarhul Mumti, Jilid IX, Hal 120)
1. Kezhaliman: penipuan, pemaksaan, najsy, ihtikar, dsb 2. Gharar: ketidakjelasan, maysir (judi), dsb
3. Riba: Riba Al-Qardh, Riba Buyu’, Inah, dsb
Pembagian Jenis Riba
1. Riba Al-Qardh (riba dalam hutang piutang)
• Disebut juga riba jahiliyyah, yaitu pertambahan dalam hutang sebagai imbalan tempo pembayaran (ta‟khir), baik disyaratkan ketika jatuh tempo pembayaran atau di awal peminjaman
• Diharamkan oleh seluruh ulama tanpa terkecuali karena tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghunmi) dan hasil usaha muncul bersamaan dengan biaya (al kharja bil dhaman)
2. Riba Buyu‟ (riba dalam jual beli barang ribawi spt. Emas, perak,gandum,kurma,garam, dsb yang miliki kesamaan dengan barang- barang tersebut)
• Riba Fadhl: tambahan dari segi barang/alat tukar
• Riba Nasi‟ah: Tambahan dari segi waktu penyerahan barang / alat tukar
Substansi Riba Al-Qardh
• Riba qardh adalah riba yang terjadi pada transaki utang-piutang
• Riba qardh diharamkan oleh seluruh ulama tanpa terkecuali, sesuai dengan nash dan ijma ulama karena tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersamaan dengan biaya (al-kharaj bil dhaman), dan mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalannya waktu.
•
Riba qardh juga sering disebut riba nasiah atau duyun yang merupakan satu-satunya jenis riba yang diketahui oleh bangsa Arab jahiliah. Riba ini diambil sebagai kompensasi penangguhan pembayaran utang yang jatuh tempo, baik utang tersebut merupakan harga barang yang belum dibayar ketika akad maupun merupakan utang dari pinjaman.Hukum Riba Qardh
• Berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ ulama Riba Qardh (Jahiliyyah/nasi’ah) ini diharamkan.
• Ancaman bagi pelaku riba ْنِإَف ْمَل او لَعْفَت او نَذْأَف ب ْرَحِب َنِم َّالل ِ ِھِلو س َر َو ۖ ْنِإ َو ْم تْب ت ْم كَلَف سو ء ر ْم كِلا َوْمَأ َل َنو مِلْظَت َل َو َنو مَلْظ ت (279: (ةرقبلا
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
• Ayat ini merupakan ancaman yang sangat tegas dari Allah SWT kepada pelaku riba, yakni peperangan (baik dunia dan akhirat). Bagi mereka yang telah mengetahui dan terus menerus melakukan praktik riba maka tidak lain adalah peperangan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Tujuan Pelarangan Riba Qardh
1. Uang menjadi alat tukar dalam sirkulasi barang dan jasa, maka uang tidak boleh menjadi komoditi yang diperjualbelikan dan melahirkan uang, tetapi uang didapatkan dengan kerja dan produktifitas.
2. Mencegah para rentenir berbuat dzalim kepada penerima pinjaman, karena praktik riba berarti pemberi pinjaman mengeksploitasi penerima pinjaman dengan meminta Bunga atas pinjaman yang diberikan.
3. Terjadi pelanggaran pada “Kullu Qardhin Jarra Naf’an fahuwa riba” (setiap pinjaman yang memberikan manfaat kepada kreditor adalah riba)
Lingkup Riba Qardh
• Riba qardh berlaku pada barang ribawi atau barang non ribawi.
1. Jika manfaat atau kelebihan (tambahan) atas pinjaman diperjanjikan atau dipersayaratkan dalam akad itu, maka menjadi riba.
2. Jika manfaat atau kelebihan (tambahan) tidak dipersyaratkan (diberikan secara sukarela), maka menjadi hibah atau sedekah. (setelah masa)
3.
Jika memberikan hadiah sebelum masa pelunasan, maka ini termasuk riba jika terkait dengan pinjaman yang diterimanya (terapat pengecualian ‘urf)Praktik Riba Qardh Kontemporer
1. Produk bank konvensional seperti pembayarna Bunga tabungan, deposito, giro dan lainnya yang berbasis utang.
2. Lembaga Pembiayaan konvensional seperti kredit pembiayaan kendaraan bermotor (KPB)
3. Kredit Perumahan Rakyat Konvesional
• Pada intinya kontrak dengan bentuk Fixed & predetermined rate dalam utang piutang
Alternatif Halal
Fatwa Seputar Riba Qardh
▪ Fatwa DSN-MUI No.01/IV/2000 tentang Giro, Tabungan
▪ “Giro yang tidak dibenarkan secara Syariah yaitu giro yang berdasarkan perhitungan Bunga”
▪
“Tabungan yang tidak dibenarkan secara Syariah yaitu Tabungan yang berdasarkan perhitungan Bunga”Kuliah 2: Riba (Buyu’) Substansi Riba Buyu
• Riba Buyu’ adalah riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang berbeda kualitas atau kuantitas atau berbeda waktu penyerahannya (tidak tunai). • Riba Buyu’ juga disebut riba fadhl yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi ketentuan sama kualitas (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bin sawa-in) dan waktu penyerahan (yadan bi yadin)
• Jual beli atau pertukaran semacam ini mengandung gharar, yaitu ketidakadilan bagi kedua belah pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidak- jelasan ini dapat menimbulkan tindakan dzalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak-pihak lain.
Hukum dan Dalil Riba Buyu’
Hukum dari riba buyu’ adalah haram, akan tetapi terjadi perbedaan dalam penentuan akan illat-nya.
▪ Pada Riba Qardh, dalil pelarangannya adalah qath’i dilalah dan ijma’ ulama, sedangkan riba buyu’ ulama berbeda dalam penentuannya karena perbedaan dalam ‘illat barang-barang ribawi. Hadits Rasulullah SAW terkait dengan pertukaran barang ribawi:
ْنَع َةَداَب ع ِنْب ِتِماَّصلا َلاَق َلاَق لو س َر َّالل ِ ىَّلَص َّالل َلَع ْی ِھ َمَّلَس َو بَھَّذلا َھَّذلاِب ِب ةَّضِفْلا َو ِةَّضِفْلاِب ُّر بْلا َو ر بْلاِب ِعَّشلا َو ی ر ِعَّشلاِب ی ِر رْمَّتلا َو ِرْمَّتلاِب حْلِمْلا َو ِحْلِمْلاِب الاْثِم لْثِمِب اءا َوَس ءا َوَسِب َی ااد ِب َی د اَذِإَف ْتَفَلَتْخا ِهِذَھ ْلا َ فاَنْص ِبَف ی َكاو ع ْی َف ْم تْئِش اَذِإ َناَك َی ااد ِب َی د -هاور ملسم غو ی هر
Dari 'Ubadah bin Shamit dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak mengapa jika dengan takaran yang sama, dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya.“ (Hr. Muslim dan lainnya)
‘Illat Riba Buyu’
• Dari penjelasan para ulama kontemporer, pendapat terkiat ‘illat yang paling kuat dari adalah:
1. ‘Illat jenis mata uang adalah Tsamaniyyah (keberadaannya sebagai mata uang).
2. ‘Illat jenis makanana adalah tha’m: yakni setiap jenis makanan walaupun bukan makanan pokok dan tidak menguatakan, misal roti, beras dan lainnya.
• Pendapat yang kuat terdapat 2 kaidah dalam Riba Al-Buyu’
- Jika ada pertukaran (jual beli) antara satu jenis barang ribawi, maka harus taqabudh dan tamatsul, jika tidak, maka itu termasuk riba fadhl.
- Jika ada pertukaran antara dua jenis barang ribawi yang berbeda, maka harus taqabudh (boleh menetapkan margin). Jika tidak, maka termasuk riba nasa’.
Tujuan Pelarangan Riba
1. Menghindari penipuan dan kerugian atas masyarakat, yaitu dimungkinkannya terdapat tambahan pada salah satu barang yang dipertukarkan.
2. Menghindari gharar yaitu ketidakadilan dan ketidakjelasan bagi kedua belah pihak dalam pertukaran.
3. Uang untuk tetap menjadi pengukur nilai dan standart satuan, bukan sebagai komoditas untuk diperjual-belikan. Dengan ini maka akan memunculkan produktifitas dalam ekonomi dan perdagangan.
Praktik Riba Buyu’ dalam Bisnis Kontemporer
Bentuk-bentuk transaksi valas yang diharamkan sebagai berikut:
a) Transaksi Forward, transaksi pembelian dan penjualan valas dengan nilai yang telah ditetapkan pada saat sekarang dan berlaku untuk waktu yang akan datang antara 2 × 24 jam sampai satu tahun
b) Transaksi Swap, kontrak pembelian atau penjuaan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward.
c) Transaksi Option, kontrak untuk memperoleh hal dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga an jangka waktu atau tanggal akhir tertentu
Kuliah 3: Ba’i Al-Inah Substansi Ba’I Al-Inah
• Secara bahasa : jual beli dan uang cash. Ba‟ Al-Inah secara istilah adalah seseorang membeli barang secara tidak tunai dengan kesepakatan akan menjualnya kembali kepada penjual pertama dengan harga lebih kecil secara tunai
Contoh : Budi menjual barang kepada Bambang dengan harga Rp. 1.000.000,- secara kredit selama tiga bulan. Kemudian Budi membeli barang tersebut dari Bambang dengan harga Rp. 750.000,- secara kontan. Motivasi Budi dalam transaksi Ba‟I Al-Inah bukan mendapatkan barang tetapi mendapatkan uang.
Substansi Tawarruq
- Secara bahasa : dirham/uang
- Secara istilah : seseorang membeli barang secara tidak tunai dan menjualnya kembali kepada selain penjual pertama secara tunai
3 Karateristik Tawarruq
1. Pembelian barang secara angsur 2. Penjualan kembali secara tunai
3. Penjualan kepada selain penjual pertama tanpa perjanjian dan tanpa disyaratakan Tawarruq pernah terjadi dalam zaman Rasulullah saw. Dan berbeda dengan tawarruq munadzam yang terjadi saat ini.
Apa itu Tawarruq Munadzam?
Dimana seseorang membeli barang ecara tidak tunai dan menjualnya kemabli kepada selain penjual pertama secara tunai tetapi sudah disyaratkan.
Contoh : Bank A (kekurangan likuiditas) mengajukan pembiayaan kepada Bank B untuk membeli suatu barang. Bank B membeli barang dari pasar komoditas barang tersebut. Bank B menjual barang tsb kepada Bank A dengan akad murabahah tidak tunai. Bank A mewakilkan kepada Bank B untuk menjualkan barang tsb kepada Bank C dengan harga tunai. Bank B menyerahkan uang tunai kepada bank A (penjelasan Prof Amin Ad-dahir)
Perbandingan Bai’ Al-Inah, Tawarruq, dan Tawarruq Munadzam
Ketentuan Hukum Ba’I Al-Inah
- Hukumya HARAM
- Rasulullah SAW bersabda : Apabila manusia melakukan jual beli inah maka Allah Swt akan menurunkan musibah dan tidak akan mengangkatnya kembali kecuali mereka kembali (komitmen) kepada agama mereka (HR Ahmad)
Madzhab Hanafiyah, Syafiiyah, Malikiyah dan Hanabilah sepakat bahwa Bai Al-Inah (yang diperjanjikan) hukumnya Haram karena termasuk hilah ribawiah
Ketentuan Hukum Tawarruq
- AAOIFI, lembaga fikih islam Rabitah Alam Islam dan DSN MUI menyatakan bahwa Tawarruq Fikhi hukumnya boleh menustu syara. Tetapi kebolehan jual beli ini disyaratkan pembeli (petama) tidak menjual barang kepada penjual pertama baik secara langsung atau melalui perantara.
Ketentuann Hukum Tawarruq Munadzam
Ada 4 Pendapat :
1. Menurut Rafiq dan Mukhtar Salam, jika pihak-pihak dalam tawarruq saling mengetahui bahwa yang diinginkan pembeli adalah uang bukan barang, maka hukumnya haram
2. Menurut Prof Ad-Dharir, tawarruq munadzam haram karena bank selaku penjual barang kepada nasabah, wajib menjadi wakil nasabah untuk menjual barang tersebut secara tunai.
3. Tawarruq Munadzam tidak termasuk tawarruq yang dibolehkan imam syafii karena kedua akad yang terjadi ada kaitannya
4. Menurut Islam Buli, Tawarruq munadzam haram karena melanggar qabd syari (serah terima)
Tawarruq Munadzam yang Diperbolehkan
• Lembaga Keuangan Syariah (LKS) hanya boleh menggunakan tawarruq karena kebutuhan yang menutupi kekurangan likuiditas dan meminimalisir resiko likuiditas lembaga (bukan individu). Jika LKS menggunakan tawarruq, maka tidak boleh diwakilkan kepada pihak lain untuk menjual barang tersebut. • Tawarruq bukan produk investasi atau pembiayaan. Untuk memahami lebih
Kuliah 4: Gharar
Substansi Gharar
Ulama Fiqih menyatakan, gharar adalah sifat dalam muamalah yang menyebabkan sebagaian rukunnya tidak pasti (mastur al-‟Aqibah) Secara operasional, gharar bisa diartikan ; kedua belah pihak dalam transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi obyek transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga pihak kedua dirugikan.
Hukum Gharar
Ulama Fiqih menyatakan, gharar adalah sifat dalam muamalah yang menyebabkan sebagaian rukunnya tidak pasti (mastur al-‟Aqibah) Secara operasional, gharar bisa diartikan ; kedua belah pihak dalam transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi obyek transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga pihak kedua dirugikan.
Tujuan Pelarangan Gharar
Larangan gharar memiliki tujuan (maqshad). Kasus pada objek akad yang terindikasi gharar di dalamnya, misal system ijon, obyek akadnya tidak pasti exist (ada) dan tidak pasti diterima pembeli atau harga dan uang tidak pasti diterima penjual sehingga tujuan pelaku akad untuk melakukan transaksi menjadi tidak tercapai dalam transaksi mu’awadhat.
1. Terhindar dari penipuan 2. Terhindar dari kecurangan 3. Terhindar dari kedzaliman 4. Terhindar dari kerugian
5. Terhindar dari perselisihan dan permusuhan
6. Agar terlindungi kedua belah pihak dalam transaksi
Kriteria Gharar
1. Gharar terjadi pada akad mu‟awadhah
beli, akad ijarah (akad sewa menyewa), akad syirkah (akad bagi hasil), dan akad-akad yang lain. Hal ini karena gharar yang terjadi dalam akadakad sosial(akad-akad tabarru‟at) itu tidak mengakibatkan perselisihan(khushumah) karena penerima dana sosial (tabarru)
2. Termasuk Gharar Berat
Gharar ada 2: Fakhish dan yasir. Gharar Fakhish adalah Gharar yang bisa dihindarkan dan menimbulkan perselisihan diantara para pelaku akad.Gharar jenis ini berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan tempat,oleh karena itu standar gharar ini dikembalikan kepada„urf(tradisi). - Contoh : menjual buah-buahan yang belum tumbuh, menyewakan (ijarah) suatu manfaat barang tanpa batas waktu, memesan barang (akad salam) untuk barang yang tidak pasti ada pada waktu penyerahan.
3. Gharar yang diharamkan adalah garar yang terjadi pada obyek akad, sedangkan gharar terjadi pada pelengkap obyek akad itu dibolehkan.
Misal : Misal: seseorang menjual buah-buahan yang belum nampak buahnya. Jika yang menjadi obyek jual adalah buah-buahannya, maka transaksi ini fasid (tidak sah) karena ada unsur ghararnya ; karena kemungkinan pohon itu tidak berbuah.
4. Tidak ada kebutuhan (hajat) syar‟I terhadap akad
Yang dimaksud dengan hajat adalah sebuah kondisi – di mana – setiap orang diperkirakan mendapatkan kesulitan (masyaqqah), dan jika tidak melakukan transaksi gharar tersebut, baik kebutuhan (hajah) itu bersifat umum ataupun khusus
Pengaruh Gharar terhadap Akad
• Gharar Dalam Shigat Akad
a) Menggabungkan dua transaksi dalam satu transaksi, misal jual beli cicil dan tunai tanpa menentukan salah satu pilihan.
b) Akad jual beli atas obyek yang tidak pasti, seperti bai’ hashah, yaitu jual beli dengan cara melempar kerikil ke objek dan yang terkena lemparan maka itu yang akan dibeli.
• Gharar Dalam Objek Akad
a) Gharar yang terjadi pada objek (mutsman) akad. Bentuk dan jenis tidak diketahui (majhul), tidak ditentukan objeknya, sifat objeknya tidak diketahui, jumlahnya tidak diketahui.
b) Gharar yang terjadi pada harga (tsaman). Jual beli tanpa menyebut harga, yang tidak ada, mata uang yang tidak tersebut.
c) Waktu akadnya tidak diketahui. Waktu penyerahan, kepastian pengiriman dll.
d) Objek akad belum ada, belum dimiliki, objek akad tidak bisa diserahterimakan, atau tidak bisa taqabuth
e) Objek akadnya tidak bisa dilihat (bai al-’ain al ghaibah)
• Akad Tautsiqat
a) Dalam akad rahn dan kafalah itu boleh ada unsur gharar karena hanya akad pelengkap.
b) Dalam akad wakalah Unsur gharar dibolehkan dalam akad wakalah jika ada tanda (qarinah) atau ‘urf yang menentukan obyek wakalah.
c) Setiap syarat yang mengandung unsur gharar dalam shigat akad atau obyek akad, maka akad tersebut menjadi fasid (tidak sah).
Fatwa Seputar Gharar
• Asuransi konvensional itu tidak dibolehkan dalam Islam karena ada praktik terlarang (gharar, maisir & riba) , diantara yang paling dominan dan menjadi karakteristik konvensional adalah gharar.
• Oleh karena itu transaksi syariah di design dengan akad tabarru’ sebagai alternatif dari gharar.
Kuliah 5: Jual Beli Piutang (Bai’ Al-Kali Bi Al-Kali) Substansi Bai’ Al-Kali Bi Al-Kali
• Dari segi bahasa, Kali‟ memiliki arti yang tertunda (deferred), sehingga dapat diartikan sebagai hutang (debt).
• Istilah bai‟ al-kali‟ bil-kali‟ sering digunakan untuk transaksi jual beli piutang. • Secara teknis istilah ini merupakan sinonim dengan Bai‟ Al-Dayn, yang berarti
penjualan hak hutang (payable right).
Ketentuan Hukum Jual Beli Piutang
• Istilah bai’ al-kali bi al-kali diambil dari hadits Rasulullah Saw.:
ِنَع ِنْبا َرَمَع َي ِضَر الل ھْنَع َلاَق : يَھَن ل ْو س َر الل ْنَع َب ْی ِع ِئِلاَكْلا ِئِلاَكْلاِب ها َو َر قا َحْسِإ , را َّزَبْلا َو داَنْسِإِب ِعَض ی ف
Ibnu Umar R.a berkata : ‘Rasulullah Saw melarang jual beli piutang denganharga tidak tunai’. Hr. Ishaq dan Al-Bazzar dengan sanad yang dhaif. Derajat hadits ini Dhaif (Musa bin Ubaidah – perawi matruk) akan tetapi Ijma’ Ulama akan isi (matan) hadits ini.
• Diantara para ulama yang meriwayatkan ijma’ ulama tentang hukum bai’ al-kali bi al-kali adalah Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Rusyd, Ibnu Quddamah, Ibnu Taimiyah dan As-Subki. • Ijma’ inilah yang menjadi sandaran dalam hukum al-kali’ bil kali’ itu haram.
Bahasan Bai’ bai’ al-kali’ bil kali’ (bahasan rumit)
• Ulama Ijma’ dalam keharaman bai’ al-kali’ bil kali’ akan tetapi berbeda pendapat pada praktik dan bentuk-bentuknya.
• Mengurai bentuk-bentuk bai’ al-kali bi al-kali’ dalam kitab-kitab turats tidak mudah karena bentuk-bentuk bai’ al-kali bai al-kali yang diperluas, penukilan pendapat yang berbeda-beda dengan istilah masing-masing madzhab yang berbeda- beda pula. • Para ulama menjelaskan Illah diharamkannya bai’ Al-kali’ bil Kali’ yaitu:
1) Isytighal Adz-dzimmatain
2) Gharar – Harga dan barang belum pasti ada/ belum jelas serah –terimanya 3) Riba nasi’ah dikarenakan termasuk Sharf
Ruang Lingkup Pihak yang Terlibat
Bentuk-bentuk Bai’ Kali’ Bil Kali’
1. Jual piutang kepada debitur/tidak secara tidak tunai (haram menurut ijma’ ulama) 2. Jual piutang kepada debitur secara tunai (terjadi khilaf antar ulama).
3. Jual piutang kepada selain debitur secara tidak tunai (haram menurut ijma ulama) 4. Jual piutang kepada selain debitur secara tunai. (banyak paktik terjadi di
lembaga-lembaga keuangan) – khilaf
Praktik Asset Buy Menurut Fatwa DSN
• LKS A menjual piutangnya yang ada pada nasabahnya (biasanya: akibat jua beli murabahah) kepada LKS B dengan harga pokok (tanpa margin). Kemudian LKS B (melalui LKS A) akan menagih piutang tersebut dari nasabah senilai pokok ditambah margin. • Transaksi ini termasuk riba buyu’/riba nasiah dan seluruh ulama yang berbeda pendapat
dalam bai’ ad-dain al-muajjal lighairi al-debitur bi tsamani hal, tetapi dalam transaski sharf ini akan sepakat bahwa transaksi diharamkan karena tidak ada taqabudh.
• Kesimpulan ini juga yang menjadi kesepakatan nadwah al-baraka, maka transaksi ini adalah transaksi sharf, dan disyaratkan tamatsul dan taqabudh.
Kuliah 6: Ihtikar (Rekayasa dalam Supply)
Substansi Ihtikar
Mazhab Syafi‟i dan Hambali mendefinisikan ihtikar sebagai : “Menimbun barang
yang telah dibeli pada saat harga bergejolak tinggi untuk menjualnya dengan harga yang lebih tinggi pada saat dibutuhkan oleh penduduk setempat atau lainnya“
Secara operasional, Ihtikar/ monopoli (Rekayasa pasar dalam supply) adalah
“penjual atau produsen mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik‟.
Ketentuan Hukum dan Dalil Larangan Ihtikar
Ihtikar diharamkan dalam Islam sesuai dengan hadis-hadis Rasululah saw, di antara hadis-hadis tersebut adalah :
• Hadis Abi Umamah , diriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata :
“Rasulullah Saw. Melarang memonopoli makanan”
• Hadis Said bin al-Musayyib, diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib, ia berkata
: “RasulullahSaw. Bersabda; Barangsiapa melakukan monopoli, maka ia berdosa”
Maqashid dan ‘Illat Larangan Ihtikar
• Pada hakikatnya ‘illat diharamkan ihtikar adalah karena ihtikar membahayakan hajat dan kepentingan masyarakat umum karena masyarakat umum tidak lagi mendapatkan produk dan barang yang dibutuhkan oleh mereka.
• Praktik ini bertentangan dengan transaksi bisnis yang harus mengikuti kaidah
supply and demand (penawaran dan permintaan) secara natural dan alami. Hal
inilah yang diungkapkan dalam Al-Quran.
• Monopoli juga mengurangi produksi, dan pada saat yang sama mengurangi produktivitas kerja
Kriteria Ihtikar yang Diharamkan
1. Mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stok atau entri barriers 2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi disbanding dengan harga sebelum munculnya
kelangkaan
3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan 2 dilakukan.
Kuliah 7: Bai’ Najasy’ (Rekayasa dalam Demand) Substansi Bai’ Najasy
• Bai’ najasy (Rekayasa pasar dalam demand) yaitu bila seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu naik.
• Contoh lain misalnya, seoang pedagang dalam rangka menaikkan harga jual barangnya, maka ia membuat beberapa order fiktif terhadap barang dagangannya. Order tersebut digunakannya sebagai bargaining power dalam transaksi mereka terhadap para konsumennya sehingga mereka bisa menentukan harga yang tinggi terhadap konsumennya.
Ketentuan Hukum dan Dalil Larangan Bai’ Najasy
• Bai’ najasy hukumnya diharamkan dalam Islam sesuai dengan hadits Rasulullah Saw: • Hadits Abi Hurairah,
ِثیِدَح يِبَأ َة َرْی َر ھ يضر الل هنع َّنَأ َلو س َر َِّاللّ ىلص الل هیلع ملسو َلاَق : { َمَنَغْلااو ُّر صَت َل َو, داَبِل ر ِضاَح عیِبَی َل َو, او شَجاَنَت َل َو, ضْعَب ِعْیَبىَلَع ْم ك ضْعَب عیِبَی َل َو, َناَب ْك ُّرلااوُّقَلَت َل } • Yang artinya : Dari Abi Hurairah r.a, bahwa Rasulullah Saw bersabda :
‘Jangan melakukan talaqqi rukban, jangan membeli sesuatu yang sudah dibeli saudaranya, jangan melakukan jual beli najasy, jangan melakukan hadir li bad, jangan melakukan tashriyatul ghanam’.
• Hadits di atas menegaskan bahwa transaksi dan praktik bai’ najasy itu dilarang dalam Islam. Maksud larangan tersebut adalah haram, karena akibat negatif (mafsadah) praktik najasy terhadap pasar dan masyarakat secara luas.
Penjelasan Bai’ Najasy’ dalam Fatwa DSN
Secara lebih detail, dalam fatwa ini dijelaskan praktik-praktik bai’ najasy, yaitu sebagai berikut:
• Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek diawali oleh pergerakan harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi.
• Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatuEfek yang diawali oleh pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator.
• Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran Palsu), yaitu adanya 1 (satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga