• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEMARAN Salmonella sp. DALAM DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK CHRISNA NURFITRIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENCEMARAN Salmonella sp. DALAM DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK CHRISNA NURFITRIANI"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENCEMARAN Salmonella sp. DALAM DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN

PENYEBERANGAN MERAK

CHRISNA NURFITRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pencemaran Salmonella sp. dalam Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah karya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

Chrisna Nufitriani NIM B04062380

(3)

CHRISNA NURFITRIANI. Pencemaran Salmonella sp. dalam Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak. Dibawah bimbingan TRIOSO PURNAWARMAN dan USAMAH AFIFF.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan Salmonella sp. sebagai indikator keamanan pada daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak. Penelitian ini menggunakan 53 sampel daging ayam beku berasal dari Jakarta (16 sampel), Bekasi (11 sampel ), Bogor (8 sampel), dan Serang (18 sampel). Keberadaan bakteri Salmonella sp. ditemukan pada sampel yang berasal dari daerah Serang yaitu dua sampel dengan total persentase 3.77% dari 53 sampel daging ayam beku. Persentasi pada daerah Serang adalah 11.1% dari 18 sampel, sedangkan pada daerah Jakarta, Bekasi, dan Bogor tidak ditemukan Salmonella sp. Berdasarkan SNI 01-7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam beku harus negatif.

(4)

CHRISNA NURFITRIANI. Contamination of Salmonella sp. in Frozen Chicken Meat Transported Through Merak Port. Under direction of TRIOSO PURNAWARMAN and USAMAH AFIFF.

ABSTRACT

This study aims to determine the presence of Salmonella sp. as a safety indicator on frozen chicken meat transported through Merak port. This study used 53 samples of frozen chicken meat from Jakarta, Bekasi, Bogor, and Serang. The number of the samples 16, 11, 8, and 18 respectively. Two samples from Serang (3.77% of 53 samples) are found positive Salmonella sp., while from Jakarta, Bekasi and Bogor are negative. Total percentage samples from Serang positive Salmonella sp. is 11.1% of 18 samples. Based on SNI 01-7388-2009 about the Maximum Contaminant Limit of Microbes in the food, the presence of Salmonella sp.in frozen chicken meat should be negative.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(6)

PENCEMARAN Salmonella sp. DALAM DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN

PENYEBERANGAN MERAK

CHRISNA NURFITRIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(7)

Judul Skripsi : Pencemaran Salmonella sp. dalam Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak Nama : Chrisna Nurfitriani

NIM : B04062380

Program Studi : Kedokteran Hewan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. drh. H. Trioso Purnawarman, M.Si Drh. Usamah Afiff, M.Sc

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

Wakil Dekan FKH IPB

Drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet NIP : 19630810 198803 1 004

(8)

PRAKATA

Puji syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan pertolongan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “ Pencemaran Salmonella sp. dalam Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr. drh. H. Trioso Purnawarman, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, ilmu, pengarahan dan waktu yang telah diluangkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Drh. Usamah Afiff, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, ilmu pengarahan, nasehat, motivasi dan selalu meluangkan waktu sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Drh. Titiek Sunartatie, MS yang telah membantu dan memberikan pengarahan selama penelitian, serta drh. Melani Wahyu Adiningsih, M.Si yang telah memfasilitasi Penulis sehingga penelitian ini dapat berlangsung.

4. Kedua orangtua tercinta H. Cecep Suhendar dan Hj. Lili Sulaeni, suami Ipda Pol Arif Ardian Eka Buwono, anak Fawwaaz Muhammad Satria Buwono, adik Ghina Indriani, dan keluarga besar yang tidak henti-hentinya mendoakan, mencurahkan kasih sayang, pengorbanan, dan dukungan yang diberikan.

5. Teman–teman dan semua pihak yang telah membantu, mendukung dan memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan dengan semestinya.

Bogor, Januari 2012 Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Chrisna Nurfitriani lahir di Bandung pada tanggal 27 November 1988 dari pasangan bapak bernama H. Cecep Suhendar dan ibu bernama Hj. Lili Sulaeni. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, memiliki adik bernama Ghina Indriani. Penulis adalah seorang istri dari Ipda Arif Ardian Eka Buwono dan seorang ibu dari Fawwaaz Muhammad Satria Buwono.

Penulis lulus dari SD Islam As-Shofa Pekanbaru, Riau pada tahun 2000 dan kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor serta lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor dan penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2007, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Petanian Bogor.

Selama masa perkuliahan penulis menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB periode 2007-2008 dan periode 2008-2009 di Bidang Zoonosis, Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat (ZoLipMask), serta menjadi anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA). Pada tahun 2008 sempat menjadi Bendahara INTROVET angkatan 44.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam ... 4

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam ... 6

Salmonella sp. ... 7

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Disain Penelitian ... 11 Alat Penelitian ... 12 Bahan-Bahan Penelitian ... 12 Metode Pengujian... 12 Interpretasi Salmonella sp. ... 18 Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

SIMPULAN DAN SARAN ... 24

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil Uji Salmonella pada TSIA dan LIA ... 14 2. Reaksi biokimia Salmonella sp. ... 18 3. Kriteria penentuan non Salmonella sp. ... 19 4. Keberadaan Salmonella sp. dalam daging ayam beku berdasarkan

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Salmonella sp.dilihat dengan mikroskop elektron ... 8

(13)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman.

Pangan dibedakan menjadi tiga, yaitu pangan segar, pangan olahan tertentu, dan pangan siap saji. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan, misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar. Pangan olahan tertentu adalah makanan / pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

Daging ayam sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, apabila dibandingkan dengan daging sapi. Konsumsi daging ayam akan semakin bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan perekonomian masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani.

Selain sebagai bahan makanan yang bernilai gizi tinggi daging ayam merupakan hasil ternak unggas yang mudah rusak (busuk), sehingga menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan dapat bertindak sebagai pembawa beberapa jenis penyakit yang membahayakan bagi manusia, sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap produsen yang menyediakan produk daging ayam beku.

Perdagangan global saat ini membawa dampak pada produk pangan, terutama produk peternakan. Salah satu dampak dari perdagangan global adalah adanya isu keamanan pangan. Isu tersebut dapat menurunkan minat masyarakat

(14)

2

untuk mengkonsumsi produk asal ternak, sehingga perlu dilakukan pengawasan dalam penanganan daging ayam beku secara baik, agar daging ayam beku yang dihasilkan aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

Frekuensi daging ayam yang dilalulitaskan melalui pelabuhan penyeberangan Merak sangat tinggi, terutama dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. Pada tahun 2007, jumlah daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui pelabuhan penyeberangan Merak adalah sejumlah 3 035 753 kg dengan frekuensi 459 kali. Daging ayam beku tersebut berasal dari daerah Bekasi, Bogor, Cianjur, Cibitung, Jakarta dan Serang. Sementara daerah tujuannya adalah Jambi, Lampung, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Aceh, Bangka, Bengkulu dan kota-kota besar lainnya di pulau Sumatera (Anonim 2007).

Daging ayam beku biasanya diawetkan dengan cara pendinginan, sehingga mikroorganisme yang sering tumbuh pada daging ayam beku biasanya sebagian besar tergolong dalam mikroorganisme psikrofilik, yaitu mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan 5-15 °C, dengan suhu minimum 0 °C dan suhu maksimum 20 °C. Menurut Frazier dan Westhood (1978) Salmonella sp. dapat tumbuh antara suhu 6.7-45 °C, sedangkan suhu optimum untuk berkembangbiak adalah 37 °C.

Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar mikroorganisme patogen (Riemann dan Byan 1979). Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi makanan, seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Clostridium botulinum, dan Salmonella sp.

Cemaran Salmonella sp. paling sering dikaitkan dengan daging ayam, apabila dibandingkan dengan daging sapi, karena induk ayam yang terinfeksi Salmonella sp. secara transovarial (melalui indung telur) dapat menularkan bakteri tersebut melalui produk ternaknya. Ketidakamanan daging ayam di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: tingkat pengetahuan peternak tentang cemaran mikroba, kebersihan kandang, serta sanitasi air dan pakan. Sanitasi yang kurang baik dapat menyebabkan cemaran mikroba patogen meningkat salah satunya Salmonella sp. (Tarmudji 2008).

(15)

3

Berdasarkan SNI No. 01-7388-2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan, pangan yang tercemar Salmonella sp. apabila tertelan dapat mengakibatkan infeksi usus yang diikuti oleh diare, mual, kedinginan, dan sakit kepala. Lebih dari 50 000 kasus keracunan pangan di Amerika Serikat pertahunnya disebabkan oleh Salmonella sp. Kasus yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya terjadi jika manusia menelan pangan yang mengandung Salmonella sp. dalam jumlah yang signifikan. Jumlah Salmonella sp. yang dapat menyebabkan salmonellosis yaitu antara 107-109 sel/g. Di Amerika Serikat Salmonella thypimurium dan Salmonella Enteriditis adalah jenis Salmonella sp. yang paling umum sebagai penyebab utama salmonellosis.

Pencemaran mikroba selama proses pendistribusian dapat terjadi karena faktor-faktor seperti: tidak dihidupkannya pendingin udara pada angkutan pembawa ataupun suhu yang tidak sesuai, alat angkut yang kurang bersih, kemasan yang tidak tertutup rapat, sehingga mengakibatkan daging ayam mudah tercemar mikroba patogen. Berdasarkan SNI No. 01-7388-2009 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan, jumlah bakteri Salmonella sp. pada daging ayam segar dan beku harus negatif. Cemaran mikroba pada daging ayam beku selama proses pendistribusian perlu dilakukan pembuktian secara laboratorium, sehingga dapat menentukan cemaran Salmonella sp. dari segi kualitatif.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri Salmonella sp. pada daging ayam beku sebagai indikator keamanan pangan pada daging ayam beku.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah tentang keamanan pangan pada daging ayam beku yang dilalulintaskan antar pulau.

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA Daging ayam

Daging secara umum didifinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Otot pada hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan atau penyembelihan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Karkas broiler adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulu, tanpa kepala, leher, kaki, dan jeroan (Siregar et al. 1982).

Daging unggas dapat berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon), dan anak ayam (chick) (Soeparno 1992). Menurut Standar Nasional (SNI) nomor 01-3924-2009 tahun 2009 tentang Mutu Karkas dan Daging Ayam, disebutkan karkas ayam pedaging adalah bagian ayam pedaging setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya. Cara pemotongannya dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part atau cut put), dan debond yaitu karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit. Sementara berdasarkan cara penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar dan karkas beku. Karkas segar adalah karkas yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 4 hingga 5 °C, sedangkan karkas beku adalah karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara -12 °C sampai dengan -18 °C.

Pada industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan cepat yang akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Selain itu, proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freeze shock) pada mikroorganisme dan tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dengan perubahan suhu sehingga mengurangi resiko pertumbuhan mikroorganisme selama proses pembekuan berlangsung. Bahan pangan yang akan dibekukan diletakkan dalam blast freezer dengan suhu -30 sampai -40 °C dengan kecepatan 2-3 m/detik. Pembekuan daging

(17)

5

harus dilakukan setelah proses rigor mortis berlangsung. Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan, maka rigor mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed). Proses tersebut dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw rigor akan banyak kehilangan cairan daging (jus daging) dan relatif keras (liat atau alot). Agar daging/karkas dapat segera dibekukan setelah proses pemotongan, maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada proses pemotongan. Daging ayam yang telah beku kemudian dipindahkan ke cold storage. Distribusi daging ayam beku dilakukan dengan mengunakan kendaraan yang memiliki boks pendingin dengan suhu -18 °C (Lukman 2010).

Komposisi daging ayam menurut Campbell dan Lasley (1975) yang dikutip Anggorodi (1979) terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7% lemak dan 1% abu. Forrest et al (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat, sulfur, klorida, dan yodium.

Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang tinggi pada daging disebabkan oleh asam amino esensial yang lengkap. Asam amino esensial yang terkandung dalam daging sangat dibutuhkan dalam makanan manusia, yang terdiri dari arginin, sistin, histidin, isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, tirosin, dan valin (Mountney dan Parkhurst 1995).

Secara umum, protein yang terdapat dalam daging ayam terdiri atas tiga bagian yaitu : protein yang terdapat di dalam miofibril, merupakan gabungan dari aktin dan miosin, sehingga disebut aktinmiosin; protein yang terdapat di dalam sarkoplasma, yaitu albumin dan globulin; dan protein yang terdapat di dalam jaringan ikat, yaitu kolagen dan elastin (Murtidjo 2003).

Selain kaya protein, daging juga mengandung energi yang ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam serabut-serabut otot. Daging juga mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak. Kolesterol memegang peranan penting dalam fungsi organ tubuh. Kolesterol juga berguna dalam menyusun

(18)

6

jaringan otak, serat syaraf, hati, ginjal, dan kelenjar adrenalin. Daging ayam juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Daging ayam merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah vitamin C (Anonimus 2004).

Kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup faktor penentu kualitas daging adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan, sedangkan setelah hewan dipotong kualitas daging dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi mikroba (Murtidjo 2003).

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam

Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ayam beku ada dua, yaitu (a). Faktor intrinsik, misalnya nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat; (b). Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging (Fardiaz 1992). Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab apabila temperatur mencapai suhu optimum yaitu 37 °C, maka semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah penyembelihan pH daging turun menjadi 5.6-5.8, pada kondisi ini bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik dan cepat (Ramli 2001). Untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan air, jika terlalu kering bakteri tersebut akan mati (Gibson 1996).

Menurut Quinn et al. (2002), foodborne diseases yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme dan dapat menimbulkan penyakit, sedangkan keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresikan ke

(19)

7

dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan.

Salah satu persyaratan dari kualitas daging ayam adalah bebas dari bakteri patogen. Banyak kasus penyakit yang disebabkan akibat cemaran bakteri patogen pada daging ayam. Baumler et al. (2000) menyatakan bahwa ditemukan penyakit yang disebabkan oleh Salmonella Enteritidis yang ditularkan melalui daging ayam, telur dan produk olahan dari ayam.

Titik dan Rahayu (2007) melaporkan beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa ketidakamanan daging unggas dan produk olahannya di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tingkat pengetahuan peternak, kebersihan kandang, serta sanitasi air dan pakan. Menurut Soeparno (1992) kontaminasi mikroba dapat terjadi melalui permukaan daging selama proses mempersiapkan daging, yaitu proses pembelahan karkas (pemotongan karkas), pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran.

Proses pengeluaran jeroan memberikan banyak kesempatan bagi mikroba untuk mengkontaminasi daging, baik yang berasal dari usus maupun feses yang dapat dipindahkan dari karkas ke karkas melalui pisau, peralatan lain (kapak), dan tangan pekerja. Kontaminan tidak hanya terdapat pada bagian luar karkas, tetapi juga pada permukaan rongga karkas (Dirjennak 1992).

Salmonella sp.

Mikroba ini diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobactericeae

Genus : Salmonella ( Anonim 2009)

Genus Salmonella pertama kali diperkenalkan oleh Daniel Elmer Salmon seorang ahli patologi Amerika. Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang langsing, tidak membentuk spora, memiliki flagela dan bersifat Gram negatif. Salmonella hanya memiliki dua spesies yaitu itu Salmonella bongori dan

(20)

8

Salmonella enterica dan mempunyai lebih dari 1800 serotipe yang semuanya bersifat patogen, dimana beberapa serotipe mempunyai induk semang spesifik (Anonim 2009).

Gambar 1 Salmonella sp. dilihat dengan mikroskop elektron (Anonim 2009).

Salmonella enterica memiliki enam subspesies, yaitu Salmonella enterica subsp. Enterica, Salmonella enterica subsp. Salamae, Salmonella enterica subsp. Arizonae, Salmonella enterica subsp. Diarizonae, Salmonella enterica subsp. Houtenae, dan Salmonella enterica subsp. Indica (Anonim 2011).

Jenis Salmonella yang menyerang manusia antara lain Salmonella thypi dan Salmonella paratyphi, jika terinfeksi akan menimbulkan tanda-tanda gangguan pencernaan serta deman tifus dan paratifus. Salmonella dublin menyerang ternak sapi, Salmonella abortus equi menyerang kuda, Salmonella thyphimurium terutama itik dan rodensia, sedangkan Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum menyerang ayam (Anonim 2004).

Salmonella pullorum menyebabkan penyakit diare putih yang terjadi pada unggas. Penyakit ini bersifat sistemik akut pada ayam muda. Penyakit pullorum ini dapat menyebar secara vertikal yaitu unggas yang terinfeksi melalui transovarial dan secara horizontal yaitu unggas terinfeksi oleh unggas lain. Tanda klinis yang terlihat, biasanya pada anak ayam muda berumur 3 minggu yaitu terlihat berak putih dan kematian pada anak ayam tidak lama setelah menetas. Untuk mengendalikan penyebaran penyakit pullorum dapat dilakukan dengan cara menghilangkan unggas yang terinfeksi.

Salmonella sp. memerlukan kondisi seperti suhu, pH dan kelembaban yang sesuai untuk hidup dan berkembangbiak. Salmonella dapat tumbuh antara suhu 6.7-45 °C, sedangkan suhu optimum untuk berkembangbiak adalah 37 °C

(21)

9

(Frazier dan Westhood 1978). Menurut Christie dan Christie (1977) Salmonella sp. berhenti berkembangbiak pada suhu 5 °C, sedangkan pada suhu 55 °C masih dapat hidup selama 1 jam dan pada suhu 60 °C selama 15-20 menit, kecuali Salmonella senftenberg dapat bertahan hidup sampai suhu 71.1 °C. Frazier (1978) menyatakan bahwa Salmonella sp. dalam daging ayam tidak berkembang biak pada suhu 6.7-7.8 °C, sedangkan pada masakan salad, daging babi, dan dalam “custard” (campuran susu, telur, dan gula yang dimasak) Salmonella sp. masih dapat berkembang biak pada suhu di atas 10 °C.

Habitat utama Salmonella sp. pada tubuh penderita adalah di dalam saluran pencernaan. Selain dari pada itu Salmonella sp. juga dapat ditemukan pada bagian tubuh lainnya dari penderita, seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung, paru-paru, urat daging, sumsum tulang, dan periosteum. Salmonella sp. yang menyerang alat reproduksi pada kuda dapat menyebabkan abortus khususnya pada unggas akan menginfeksi ovarium dan ova-nya.

Menurut Hariyadi (2005), Salmonella sp. merupakan bakteri indikator keamanan pangan, artinya karena semua serotipe Salmonella sp. yang diketahui di dunia ini bersifat patogen, sehingga adanya bakteri ini dalam pangan dianggap membahayakan kesehatan. Salmonella sp. menyebabkan penyakit yang biasa disebut dengan salmonellosis. Salmonellosis bersifat zoonosis artinya penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Salmonella sp. menular ke manusia melalui bahan pangan yang berasal dari hewan ternak yang terinfeksi oleh bakteri tersebut (Tarmudji 2008).

Salmonella sp. yang tertelan biasanya gejala tidak akan langsung dirasakan penderita, akan terdapat masa jeda yang merupakan masa inkubasi dari Salmonella sp. penyebab penyakit tersebut. Masa jeda ini dapat bervariasi mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari, bergantung pada jumlah Salmonella yang tertelan. Selama masa inkubasi, Salmonella sp. bergerak masuk melalui perut menuju usus, menempel pada sel-sel pelapis usus dan mulai berkembang biak (membelah diri). Beberapa Salmonella sp. tetap tinggal di dalam usus, beberapa lagi mulai menyerang jaringan tubuh yang lebih dalam. Banyaknya jenis mikroba yang dapat menyebabkan diare, demam dan nyeri perut, menyulitkan dalam proses mendiagnosis. Oleh karena itu, untuk menentukan Salmonella sp. sebagai

(22)

10

penyebabnya harus melalui uji laboratorium dan terdeteksi adanya bakteri tersebut, selanjutnya dilakukan serotipe untuk menentukan tipe spesifik yang patogen (Tarmudji 2008).

(23)

11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai dengan Oktober 2008. Tempat penelitian dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Disain Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak pada Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon-Banten.

Sampel daging ayam beku berasal dari Jakarta (16 sampel), Bekasi (11 sampel), Bogor (8 sampel), dan Serang (18 sampel). Perbedaan jumlah sampel ini berdasarkan persentase jumlah daging ayam beku dari masing-masing daerah yang masuk melalui pelabuhan penyeberangan Merak.

Pengambilan sampel ditentukan menggunakan metode random sederhana dan proporsional. Menurut Thrusfield (2005) untuk menghitung besaran sampel menggunakan rumus:

n = 4PQ L2 Keterangan :

n = besaran sampel yang digunakan P = asumsi prevalensi

Q = (1-P)

L = galat yang diinginkan

Dengan tingkat konfidensi 95% dan galat yang diinginkan 0.05 serta asumsi prevalensi untuk Salmonella sp. 3.4% maka didapat:

n = 4 x 0.034 x 0.966 (0.05)2

(24)

12

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan petri, pipet volumetrik 1 ml, 5 ml, 10 ml, 20 ml, tabung reaksi steril dan penutup, inkubator 35 °C, stomacher, penangas air, gunting stainless, gelas ukur 250 ml, pinset, plastik timbang steril, botol media, jarum inokulasi (ose), pembakar/bunsen, pH meter, timbangan, pengocok tabung (vortex mixer), autoclave, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), dan freezer.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan berupa lactose broth (LB), tetrathionate broth (TTB), rappaport vassiliadis broth (RVB), xylose lysine deoxycholate agar (XLDA), hektoen enteric agar (HEA), bismuth sulfite agar (BSA), triple sugar iron agar (TSIA), lysine iron agar (LIA), lysine decarboxylase broth (LDB), kalium cyanide broth (KCNB), methyl red-voges proskauer (MR-VP), simmons citrate agar (SCB), tryptose broth (TB), sulphite indol motility (SIM), malonate broth, urea broth, reagents Kovac’s, phenol red lactose broth, phenol red sucrose broth, kristal kreatin, larutan bromcresol purple oxy 0.2%, ɑ-naphtol, zat warna Gram, KOH 40%, NaCl fisiologis, dan alkohol 70%.

Metode Pengujian

Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kualitatif yang mengacu kepada SNI 01-2897-2008 tahun 2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Bakteri dalam Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil Olahannya.

Daging ayam beku yang akan diuji di thawing terlebih dahulu di dalam kotak es dengan suhu ±4 °C hingga lunak. Kemudian sampel daging ayam sebanyak 25 g dikoleksi dengan cara memotong bagian dada ayam menggunakan gunting stainless steril dengan kedalaman 0.5-1.0 cm dari permukaan daging ayam (Lukman 2010).

(25)

13

Cara Kerja Prinsip:

Pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan 1) pra-pengayaan (pre-enrichment), 2) pengayaan (enrichment) dilanjutkan dengan 3) uji biokimia. 1) Pra-pengayaan

a) Sebanyak 25 g sampel ditimbang, kemudian dimasukkan dalam plastik steril dan ditambahkan 225 ml LB kemudian di stomacher selama ± 2 menit dengan kecepatan 230 rpm.

b) Kemudian suspensi di cek pH-nya, bila < 6.6 sesuaikan sampai 6.8±2 dengan menambahkan NaOH 1 N steril.

c) Suspensi dipindahkan ke dalam Erlenmeyer atau wadah steril, Lalu diinkubasi pada temperatur 35±1 °C selama 24 jam.

2) Pengayaaan

a) Biakan pra-pengayaan diaduk perlahan kemudian diambil dan dipindahkan masing-masing 1 ml suspensi ke dalam 10 ml media TTB, sedangkan untuk media RVB dipindahkan 0.1 ml suspensi ke dalam 10 ml media RVB.

b) Sampel dengan dugaan cemaran Salmonella sp. rendah (low microbial load) dilakukan inkubasi pada temperatur 42±0.2 °C selama 24±2 jam untuk media RV. Sedangkan, untuk media TTB diinkubasikan pada temperatur 35±2 °C selama 24±2jam.

Isolasi dan Identifikasi

a) Media pengayaan yang telah diinkubasi dengan menggunakan jarum ose dan diinokulasikan pada media HEA, XLDA, dan BSA. Kemudian diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24±2 jam. Untuk BSA apabila belum jelas dapat dapat diinkubasikan lagi selama 24±2 jam. b) Koloni Salmonella sp. diamati pada media HEA terlihat hijau kebiruan

dengan atau tanpa titik hitam (H2S).

c) Pada media XLDA koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam.

(26)

14

d) Pada media BSA koloni terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam.

e) Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga dari ketiga media tersebut diinokulasikan ke TSIA dan LIA dengan cara menusukkan ke dasar media agar, selanjutnya digoreskan pada bagian miring.

f) Sampel diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24±2 jam. Koloni yang mencirikan Salmonella sp. diamati dengan hasil reaksi seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Salmonella sp. pada TSIA dan LIA

Media Bagian Miring(Slant) Bagian Dasar (Buttom) H2S Gas TSIA Alkalin / K (Merah) Asam /A (Kuning) Positif (Hitam) Negatif/ Positif LIA Alkalin / K (Ungu) Alkalin / K (Ungu) Positif (Hitam) Negatif/ Positif 3) Uji Biokimia Uji Urease

a) Koloni dari media TSIA yang menciri Salmonella sp. diinokulasi dengan ose ke Urea Broth.

b) Kemudian sampel diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24±2 jam. c) Hasil uji spesifik Salmonella sp. adalah negatif uji urease.

Uji Indole

a) Koloni dari media TSIA yang menciri Salmonella sp. diinokulasikan 1 ose ke dalam media TB dan inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24±2 jam.

b) Kemudian kedalam sampel ditambahkan 0.2 ml sampai dengan 0.3 ml Reagen Kovac’s.

c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media.

(27)

15

e) Hasil uji spesifik Salmonella sp. adalah negatif uji indole.

Uji Voges-Proskauer (VP)

a) Dari media TSIA yang menciri Salmonella sp. diambil biakkan dengan ose lalu diinokulasi ke tabung yang berisi 10 ml media MR-VP dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24±2 jam.

b) Sebanyak 5 ml media MR-VP dipindahkan ke tabung reaksi dan

ditambahkan 0.6 ml larutan ɑ-napthtol dan 0.2 ml KOH 40%, kemudian digoyang-goyang sampai tercampur dan didiamkan.

c) Untuk mempercepat reaksi ditambahkan kristal kreatin. Hasil dibaca setelah 4 jam.

d) Hasil uji positif apabila terjadi warna pink sampai merah delima. e) Umumnya Salmonella sp. memberikan hasil negatif untuk uji VP

(tidak terjadi perubahan warna pada media).

Uji Methyl Red (MR)

a) Sebanyak 5 ml media MR-VP yang telah diinokulasi dengan biakan dari media TSIA yang menciri Salmonella sp. diinkubasi kembali pada temperatur 35 °C selama 48±2 jam.

b) Kemudian tambahkan 5-6 tetes indikator methyl red ke dalam tabung. c) Hasil uji positif dengan adanya difusi warna merah ke dalam media. d) Hasil uji negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media. e) Umumnya Salmonella sp. memberikan hasil positif untuk uji MR.

Uji Citrate

a) Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella sp. diinokulasikan ke dalam simmons citrate agar (SCA) dengan ose. Kemudian diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 96±2 jam.

b) Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru.

c) Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh sangat sedikit dan tidak terjadi perubahan warna.

(28)

16

Uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB)

a) Satu ose dari TSIA yang menciri Salmonella sp. diambil dan diinokulasi ke dalam LDB. Kemudian, diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48±2 jam dan diamati setiap 24 jam.

b) Salmonella sp. memberikan reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada seluruh media dan hasil reaksi negatif memberikan warna kuning.

c) Jika hasil reaksi meragukan (bukan ungu atau bukan kuning) ditambahkan beberapa tetes 0.2 % bromcresol purple dye dan diamati perubahan warnanya.

Uji Kalium Cyanida (KCN)

a) Satu ose biakan dari TSIA yang menciri Salmonella sp.diinokulasikan ke media TB. Kemudian, diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24± 2 jam.

b) Satu ose koloni dari TB diambil dan diinokulasi ke dalam KCNB. Lalu, diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48±2 jam.

c) Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang ditandai dengan kekeruhan.

d) Hasil uji negatif ditunjukkan dengan tidak adanya petumbuhan pada media.

e) Salmonella sp. memberikan hasil negatif pada uji KCN.

Uji Gula-Gula

a) Phenol Red Dulcitol Broth

 Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella sp. diambil dan diinokulasikan pada medium dulcitol broth. Setelah itu, diinkubasikan pada temperatur 35 °C dan diamati setiap 24 jam selama 48±2 jam.

Salmonella sp. memberikan reaksi positif ditandai dengan pembentukan gas dalam tabung Durham dan warna kuning (pH asam) pada media.

(29)

17

 Hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung Durham dan pada media terbentuk warna merah (pH basa) untuk indikator phenol red atau ungu indikator bromcresol purple.

b) Uji Malonate Broth

 Satu ose dari TSIA yang menciri Salmonella sp. dipindahkan ke dalam malonate broth. Setelah itu, diinkubasikan pada temperatur 35 °C dan diamati setiap 24 jam selama 48±2 jam.

 Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru.

Salmonella sp. memberikan reaksi negatif yang ditandai dengan adanya warna hijau atau tidak ada perubahan warna.

c) Uji Phenol Red Lactose Broth

 Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella sp. diinokulasikan ke dalam phenol red lactose broth. Setelah itu, diinkubasikan pada temperatur 35 °C dan diamati setiap 24 jam selama 48±2 jam.  Hasil reaksi positif ditandai dengan produksi asam (warna

kuning) dengan atau tanpa gas.

Salmonella sp. memberikan hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas.

d) Uji Phenol Red Sucrose Broth

 Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke dalam Phenol red sucrose broth.

 Diinkubasikan pada temperatur 35 °C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam.

 Hasil reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna (kuning) dan dengan atau tanpa pembentukan gas.

Salmonella sp. memberikan hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas.

(30)

18

Interpretasi hasil Salmonella sp.

Interpretasi hasil uji biokimia Salmonella sp. Dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Reaksi biokimia Salmonella sp. (SNI No. 2897-2008)

No Uji Substrat Hasil Reaksi

Positif Negatif Salmonella

sp.

1 Urea Broth Pink sampai merah Tetap Kuning -

2 Uji Indol Cincin merah Cincin kuning -

3 Uji Voges-Proskauer

Pink sampai merah delima

Tidak berubah warna -

4 Uji Methyl Red Merah Menyebar Warna kuning

menyebar

+

5 Uji Citrate Perubahan warna hijau

menjadi biru

Tidak ada perubahan warna

+

6 Uji Lysine Decarboxylase Broth

Terbentuk Warna ungu Warna kuning +

7 Phenol Red Dulcitol Broth

Warna kuning dan gas Tanpa berubah warna dan tanpa

terbentuk gas

-(a)

8 Uji KCN Broth Ada pertumbuhan (kekeruhan)

Tidak ada pertumbuhan

-

9 Malonate Broth Warna biru Adanya warna Hijau

atau tidak berubah warna -10 Phenol Red Lactose Broth Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah

warna - 11 Phenol Red Sucrose Broth Warna kuning dengan/tanpa gas

Tidak terbentuk gas dan tidak berubah

warna

-(b)

Keterangan : a)

Mayoritas dari kultur S. arizonae adalah negatif b)

(31)

19

Tabel 3. Kriteria penentuan non Salmonella sp. (SNI No. 2897-2008)

No Uji Substrat Hasil

1 Urease Positif (pink berubah merah) 2 Lysine Dekarboxilase Negatif (jernih)

3 Lysine Dekarboxilase Broth

Negatif (jernih)

4 KCN Broth Positif (ada pertumbuhan keruh) 5 Uji Indol Positif (merah pada permukaan) 6 Uji Polyvalent Flagelar Negatif (tidak ada penggumpalan) 7 Uji Polyvalent Somatic Negatif (tidak ada penggumpalan) 8 Phenol Red Lactose Broth Positif (warna kuning ada atau tidak

ada gas) 9 Phenol Red Sucrose

Broth

Positif (warna kuning ada atau tidak ada gas)

10 Uji Voges –Proskauer Positif (warna pink sampai merah) 11 Uji Methyl Red Negatif (warna kuning menyebar)

Analisis Data

Data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui keamanan daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui pelabuhan penyeberangan Merak.

(32)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 53 sampel daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui pelabuhan penyeberangan Merak pada Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon Banten. Sampel berasal dari daerah Jakarta (16 sampel), Bekasi (11 sampel), Bogor (8 sampel), dan Serang (18 sampel). Hasil pengujian keberadaan Salmonella sp. pada sampel daging ayam beku dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Keberadaan Salmonella sp. dalam daging ayam beku berdasarkan daerah asal Daerah Asal Jumlah Sampel Keberadaan Salmonella sp.

Menurut SNI No. 01-7388-2009

Persentasi (%)

Jakarta 16 Negatif Negatif 0

Bekasi 11 Negatif Negatif 0

Bogor 8 Negatif Negatif 0

Serang 18 2 Negatif 11.1

Total 53 2 - 3.77

Berdasarkan pengujian terhadap sampel tersebut, menunjukkan keberadaan Salmonella sp. hanya ditemukan pada sampel yang berasal dari daerah Serang yaitu sebanyak dua sampel dengan persentase 11.1% dari 18 sampel, sedangkan pada daerah Jakarta, Bekasi, dan Bogor tidak ditemukan keberadaan Salmonella sp. Ditemukan Salmonella sp. pada sampel daging ayam beku yang berasal dari Serang dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu kontaminasi primer dan kontaminasi sekunder. Kontaminasi primer merupakan kontaminasi yang berasal dari hewan yang terinfeksi Salmonella sp. secara transovarial. Sementara yang kontaminasi sekunder adalah kontaminasi melalui tangan pekerja, peralatan, air, maupun limbah cair (Sudarwanto 2007).

Beberapa penelitian terhadap cemaran Salmonella sp. pada daging ayam juga telah dilakukan di beberapa negara. Beli et al. (2001) menyebutkan bahwa Salmonella sp. ditemukan pada 6.5% sampel daging ayam yang diperiksa selama kurun waktu 1996-1998 di Albania. Goncagul et al. (2005) dalam penelitiannya tentang prevalensi Salmonella sp. dalam daging ayam di Turki menemukan bahwa dari 315 sampel daging ayam diperoleh prevalensi sebesar 18.09%. Dalam

(33)

21

penelitian Kozacinski et al. (2006) mengenai kualitas mikrobiologis daging ayam di Kroasia didapatkan prevalensi Salmonella sp. sebesar 10.60%. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, prevalensi Salmonella sp. dalam daging ayam berkisar antara 6.5–18.09%.

Anggraini (2000) melakukan pengujian terhadap keberadaan Salmonella sp. di kota Semarang didapatkan jumlah kuman terendah 11.2x106 per gram (pasar Wonodri), sedangkan jumlah tertinggi 28.7x106 (Pasar Kedungmudnu). Sampel yang diambil adalah 31 sampel dari 31 penjual yang berasal dari 26 pasar secara acak. Banyaknya kuman yang ditemukan dapat berasal dari higiene penjamah, perlakuan penjual dan pembeli lain, sanitasi lingkungan selama proses penyembelihan sampai penjualan, serta kontaminasi lain atau kuman dari ayam itu sendiri.

Salmonella sp. dapat ditemukan di produk pangan seperti daging ayam beku, telur, dan daging sapi, dan buah-buahan. Kontaminasi Salmonella sp. dapat terjadi pada proses penyembelihan hewan dan pengolahan makanan. Pada proses penyembelihan daging ayam dapat terkontaminasi melalui kontak dengan isi perut saluran perncernaan, walau dalam jumlah kecil. Daging ayam dapat terkontaminasi pada saat dicuci atau disirami dengan air yang terkontaminasi oleh pupuk kandang atau air dari saluran pembuangan limbah peternakan unggas.

Pada proses pengolahan makanan sumber utama penyebab infeksi Salmonella sp. adalah bahan makanan yang tidak dipanaskan secara baik seperti daging ayam, telur, daging sapi atau susu. Faktor lain yang mempengaruhi terjadi salmonellosis adalah penggunaan bahan makanan mentah yang sudah terkontaminasi atau mengandung Salmonella sp., kontaminasi silang misalnya penggunaan pisau untuk ayam mentah tanpa dicuci terlebih dahulu digunakan juga untuk memotong ayam matang, atau penyimpanan makanan pada temperatur yang tidak tepat. Salmonella sp. juga dapat berpindah dari manusia yang terinfeksi yang sedang bertugas mengolah makanan itu. Salmonella sp. dapat berpindah dari tangan pengolah makanan yang tidak mencuci tangan dengan benar.

Infeksi Salmonella sp. sering terjadi pada musim panas karena mikroba ini berkembang biak pada suhu hangat. Salmonella sp. jika dibiarkan dalam keadaan hangat dan pasokan makanan yang cukup, maka ia dapat membelah diri

(34)

22

dan berkembang biak setengah jam sekali hingga mencapai jumlah jutaan sel dalam jangka waktu 12 jam. Sebagai hasilnya, makanan yang tercemar ringan pada malam hari jika dibiarkan di suhu ruang dapat menjadi infeksius keesokan paginya. Jika makanan yang tercemar segera disimpan di dalam kulkas, maka bakteri tidak akan membelah diri.

Ada dua jenis penyakit yang ditimbulkan oleh Salmonella sp. yaitu salmonellosis dan demam enterik. Salmonellosis dapat disebabkan oleh Salmonella choleraesuis dan Salmonella Enteritidis, sedangkan demam enterik/demam typoid disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Salmonella Enteriditis dan Salmonella thypi dapat menyebabkan infeksi bila sudah berkembang biak menjadi 100 000, sedangkan Salmonella typhimurium dengan jumlah 11 000 sudah dapat menimbulkan infeksi. Waktu inkubasi salmonellosis adalah antara 5-72 jam, biasanya 12-48 jam, dengan gejala-gejala sakit perut, diare, demam, muntah, dehidrasi, sakit kepala, dan lemas. Salmonellosis dapat fatal bagi bayi atau orang tua yang daya tahan tubuhnya lemah. Perkembangan Salmonella sp. pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada dalam tubuh (Hiasinta 2001).

Untuk menghindari penularan infeksi Salmonella sp., sisa kotoran, urin atau muntahan penderita harus dibuang dengan hati-hati, sebab dapat menjadi sumber penularan. Sisa makanan yang diduga menyebabkan infeksi harus segera dibuang dan jangan sampai bercampur dengan makanan lain. Piring, pisau maupun alat dapur lain yang tersentuh makanan yang diduga mengandung Salmonella sp. harus dicuci dengan air panas atau direbus agar mikroba mati.

Secara umum pembekuan atau pendinginan dapat mencegah perbanyakan segala jenis bakteri karena bakteri berada di dalam keadaan suspensi. Kandungan garam, gula dan asam dalam konsentrasi tinggi ternyata dapat mencegah perbiakan bakteri. Mikroba akan mati pada suhu tinggi, jika makanan dipanaskan hingga mencapai suhu diatas 160 °F atau 78 °C selama beberapa detik parasit, virus dan bakteri (kecuali jenis Clostridium yang akan berubah bentuk menjadi spora yang tahan panas) akan terbasmi.

Tindakan pencegahan sederhana dapat mengurangi resiko timbulnya penyakit yang dibawa oleh makanan, antara lain masak daging ayam hingga

(35)

23

matang, hindari proses saling mencemar antara satu jenis makanan dengan lainnya, hindari pencemaran silang dengan cara mencuci tangan, peralatan dan alas potong (telenan) segera setelah terjadi kontak dengan daging sapi ataupun daging ayam. Sebelum menyentuh jenis makanan lainnya, letakkan daging yang telah dimasak pada wadah yang bersih. Hindari meletakkan daging masak di tempat yang sebelumnya digunakan untuk menampung daging ketika masih mentah. Konsumen harus menyimpan daging ayam pada suhu di bawah 4 °C (masa disimpan daging pada suhu -1-2 °C selama 1-2 hari, sedangkan daging beku bisa disimpan pada suhu dibawah -18 °C selama 6 bulan). Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah cuci tangan sebelum menangani, mempersiapkan, mengolah/memasak makanan. Menggunakan pakaian yang bersih (apron) untuk menghindari pencemaran, menutup luka pada tangan dengan plester kedap air (Anonim 2010).

Sementara bagi produsen diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip hazard analysis critical control point (HACCP) sehingga menghasilkan pangan yang aman, bermutu, dan bergizi (Jay 1996). Selain itu produsen juga bisa melakukan klorinasi sesuai dengan aturan yang diijinkan pada proses pencucian karkas dengan tujuan mengurangi jumlah kuman yang terdapat dalam daging ayam.

(36)

24

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari 53 sampel daging ayam beku yang diperiksa ditemukan bakteri Salmonella sp. pada 2 (dua) sampel yang berasal dari daerah Serang (3.77% dari 53 sampel). Persentasi keberadaan bakteri Salmonella sp. dari sampel daerah Serang adalah 11.1% dari 18 sampel.

Saran

Perlu dilakukan penyuluhan terhadap produsen tentang higiene dan sanitasi kepada pekerja pada setiap mata rantai yang menyediakan produk daging ayam beku. Diperlukan peningkatan pengawasan keamanan daging ayam beku yang beredar di masyarakat oleh instansi yang membidangi fungsi kesehatan masyarakat dan veteriner.

(37)

25

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Salmonellosis Manual Diagnosis Test and Vaccines for Terrestrial Animal. Chapter 2.10.3

Anonim. 2007. Laporan Tahunan 2007. Merak: Stasiun Karantina Hewan Kelas II Merak.

Anonim. 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonelosis. [10 Juli 2009].

Anonim. 2010. http://web2.uconn.edu/Salmonellatyphi.html. [24 April 2010].

Anonim. 2011. http://textbookofbacteriology.net/salmonella.html. [5 Desember 2011].

Anggraini, H. 2000. Survai Salmonella pada Daging Ayam Potong Di Pasar Kodia. www.fkm.undip.ac.id/. [26 Oktober 2010].

Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia.

Baumler AJ, Hargis BM, Tsolis RM. 2000. Tracing origin of Salmonella outbreaks. Science 287 (5450): 50−52.

Beli E, Duraku E, Telo A. 2001. Salmonella serotype from chicken meat in Albania. J Food Prot 71:263-266

Campbell JR, Lasley JF. 1975. The Science of Animals that Serve Humanity. Mc Graw Hill Co.,USA,pp: 369-394.

Christie AB, Christie MC. 1977. Food Hygiene and Food Hazard For All Who Handle Food. 2nd edition. Faber and Faber.

[Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 1992. Potensi Sub Sektor Peternakan. Jakarta: Direktorat Jendral Peternakan.

Frazier WC, Westhood DC. 1978. Food Microbilogy, 2nd ed. New York: Mc Graw-Hills Company inc.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengelolaan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Forrest JC, Aberle ED, Hedrick AB, Judge MD, Merkel RA.1975. Principles of Meat Science. San Fransisco: WH Freeman and Co.

Gibson JM. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(38)

26

Goncagul G, Gunaydin E, Carli KT. 2005. Prevalance of Salmonella serogroups in chicken meat. Turk J Vt Anim Sci 29:103-106.

Hiasinta AP. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius.

Hariyadi RD. 2005. Bakteri Indikator Sanitasi dan Keamanan Air Minum. http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_bctrindktr.php [ 29 April 2010].

Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology. Ed ke-5. USA : Champman & Hall.

Kozacinski L, Hadziosmanovic M, Zdolec N. 2006. Microbiological quality of poultry meat on the croation market. Vet arhiv 76: 305-313

Lukman DW. 2010. Pendinginan dan Pembekuan Daging. http://higiene-pangan.blogspot.com/2010/02/pendinginan-dan-pembekuan-daging-html. [10 April 2010]

Mountney GJ, Parkhurst CR. 1995. 3rd edition Poultry Product Technology. Food Product Press.

Murtidjo BA. 2003. Pemotongan, Penanganan, dan Pengolahan daging ayam. Yogyakarta : Kanisius Media.

Quinn PJ. Markey BK, Carter ME, Donelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. 2121 Steve Avenue, Ames, Iowa: Blackwell Publishing.

Ramli. 2001. Perbandingan Jumlah Bakteri pada Ayam Buras Sebelum dan Setelah Penyembelihan. Aceh : Fakultas Kedoteran Hewan, Universitas Syiah Kuala.

Riemann H, Byan FL. 1979. Foodborne Infection and Intoxication. 2nd edition. San Diego : Academic Press Inc.

Siregar AP, Sabrani M, Pramono S. 1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Cetakan II. Jakarta : Margie Group

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode Pengujian Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu, Serta Hasil Olahannya. SNI 2897-2008. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. SNI 01-7388-2009. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. SNI 01-3924-2009. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

(39)

27

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudarwanto M. 2007. Higiene Pangan. (KMV 506). Modul Kuliah. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Tarmudji. 2008. Salmonellosis yang zoonosis.

http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/. [26 Oktober 2010]

Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology. Ed ke-3. London : Blackwell Publisher Company.

Titik FD, Rahayu S. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian, penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian. 26 (2): 67-75.

Gambar

Tabel 2. Reaksi biokimia Salmonella sp. (SNI No. 2897-2008)
Tabel 3. Kriteria penentuan non Salmonella sp. (SNI No. 2897-2008)

Referensi

Dokumen terkait

Dari semua hasil analisis yang diperoleh, seperti yang telah digambarkan dalam hasil penelitian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan orang tua,

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Kepada Masyarakat

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menuangkan ide atau gagasan melalui proses berpikir kreatif

Setelah inialisasi dilakukan ada proses cek modem GSM, apabila ada SMS untuk membuka pintu, maka solenoid akan aktif dan pintu akan terbuka serta modem GSM

Adanya nilai kemiripan yang rendah pada galur-galur tersebut menunjukkan bahwa terdapat keragaman karakter yang membedakan antar tanaman dalam galur yang sama Tresniawati dan

Dalam topik ini kami akan memberikan pengetahuan dasar dan aspek-aspek yang sangat penting yang harus dipelajari oleh calon bisnis entrepreneur untuk menghindari

Untuk memuaskan pelanggan, suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu harus dapat memuaskan karyawan agar produk yang dihasilkan tidak rusak kualitasnya dan pelayanan kepada

Simpulan dari penelitian ini adalah meningkatnya motivasi belajar siswa yaitu pada siklus 1 presentase rata-rata keseluruhan motivasi siswa adalah 63,89% meningkat