PT Astra Agro Lestari Award
Laporan Penelitian Tahun 1
PEMBENAHAN KESEHATAN TANAH KEBUN KELAPA SAWIT
DENGAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK DAN INOKULASI
CACING TANAH :
Karakterisasi Tanah dan Tanaman
Oleh :
Kurniatun Hairiah
(Ketua Tim Peneliti)
Periode
Mei 2010 – Januari 2011
2011
UNIVERSITAS BRAWIJAYA, FAKULTAS PERTANIAN
Jl. Veteran no 1. MALANG 65145. Telp. 0341-564355 atau 553623.
HP: 08125-208-291. Fax: 0341-56433.
PENELITI
Nama Peneliti
Bidang Keahlian
1
Prof.Dr. Kurniatun Hairiah
Ekologi tanah
2
Ir. Widianto, MSc
Fisika Tanah
3
Dr. Ir. Didik Suprayogo
Konservasi Tanah dan Air;
Modelling WaNuLCAS
4
Syahrul Kurniawan, SP,MP
Kimia Tanah
5
Iva Dewi Lestariningsih, SP
Pelaksana lapangan
RINGKASAN
Upaya peningkatan produksi kelapa sawit dengan masukan tinggi pada tanah-tanah masam bekas hutan seringkali kurang efektif. Hal tersebut dikarenakan rendahnya tingkat kesehatan tanah yang ditunjukkan dengan kandungan bahan organik rendah < 2%, kerapatan populasi dan biomasa cacing yang rendah, kepadatan tanah (BI) yang tinggi ( ≥1.3 g cm-3) dengan tingkat porositas dan infiltrasi tanah yang rendah. Akibatnya hara yang diberikan lewat pemupukan akan hanyut bersama aliran permukaan atau menguap sehingga menambah emisi N2O ke udara. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperbaiki
kesehatan tanah perkebunan sawit berdasarkan pendekatan biologi melalui perbaikan pengelolaan bahan organik untuk meningkatkan kinerja cacing tanah.
Serangkaian percobaan dilakukan di lapangan dan di laboratorium sejak bulan Juni 2010- Juni 2011. Percobaan bersifat deskriptif-eksperimental dengan percobaan semi terkontrol pada kebun kelapa sawit milik PT ASTRA Agro Lestari di Kumai, Kalteng. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap: (1) Inventarisasi dan evaluasi kesehatan tanah pada berbagai umur kebun sawit, (2) Uji berbagai kualitas pakan terhadap perkembangan dan aktivitas cacing dalam pembentukan liang tanah (kondisi terkontrol) menggunakan
plannarcage.
Indikator kesehatan tanah yang pertama adalah kepadatan tanah yang rendah, yang berarti bisa ditunjukkan dengan nilai porositas tanah (jumlah pori tanah) yang tinggi. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa porositas tanah pada lapisan 0-30 cm tertinggi dijumpai di hutan rata-rata 53% (vol.), tetapi ketika lahan mulai ditanami kelapa sawit sampai tanaman berumur 5 tahun kondisi tanah cenderung semakin mampat. Peningkatan umur sawit hingga 5 tahun diikuti oleh penurunan porositas tanah dari 53% (di hutan) menjadi 42 %. Namun demikian, pada kebun sawit 10 tahun terjadi peningkatan kembali porositas tanah menjadi 53 %. Pada perkebunan sawit biomasa pangkasan pelepah sawit ditumpuk pada gawangan mati, sehingga pada zona gawangan mati menunjukkan porositas tanah(0-30 cm) lebih tinggi dari pada di zona piringan dan pasar pikul, masing-masing adalah 50% (vol.), 47% dan 46%.
Indikator kesehatan tanah yang ke dua adalah konsentrasi Corg. Tanah dikatakan
subur bila total Corg antara 2 - 4%. Total Corg tanah di kebun sawit umur 1, 5 dan 10 tahun
sama dengan tanah di hutan, dengan rata-rata 1.8%. Sedang pada kebun sawit umur 15 tahun rata-rata total Corg sekitar 2.2%. Rata-rata total Corg di lapisan 0-10 cm dua kali lebih
tinggi dari pada total Corg di lapisan 10-20 cm, dengan rata-rata masing-masing 2.3 % dan
1.4%.
Indikator kesehatan tanah yang ke tiga adalah ditinjau dari populasi cacing tanah. Pada kondisi tanah di Kumai, keberadaan cacing jenis epigeic atau decomposer (hidup di lapisan seresah) sangat terbatas bahkan hampir tidak ada di kebun sawit. Terbatasnya jumlah cacing jenis dekomposer ini akan berpengaruh terhadap dekomposisi (pelapukan) bahan organik. Jenis cacing yang dijumpai di Kumai didominasi oleh jenis penggali tanah tipe anecic. Kelimpahan terendah cacing jenis anecic diperoleh pada kebun sawit umur 1 tahun dengan rata-rata 5.2 ekor m-2. Sedang kelimpahan cacing di hutan tidak berbeda nyata (p>0.05%) dengan kelimpahan di kebun sawit umur 5 dan 10 tahun. Pada semua umur kebun sawit kelimpahan cacing tertinggi dijumpai di zona gawangan mati dan piringan dengan rata-rata 23 ekor m-2 dan terendah dijumpai di pasar pikul dengan rata-rata 13 ekor m-2.
Setelah 1 tahun hutan dikonversi menjadi kebun sawit kelimpahan dan biomasa cacing semua jenis menurun sangat nyata (p<0.05), walaupun ketersediaan C masih sebanyak yang terdapat di tanah hutan. Demikian pula kepadatan tanah juga masih sama dengan kondisi di hutan. Tetapi dengan bertambahnya waktu, kondisi tanah semakin mampat yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat porositas tanah. Meningkatnya kandungan Corg (X) diikuti oleh peningkatan kelimpahan cacing penggali tanah (Y), dengan
persamaan Y=1264 X2.0752 (R2= 0.4145). Adanya peningkatan kelimpahan cacing penggali tanah (X) cenderung diikuti oleh penurunan BI tanah (Y) dengan persamaan Y= -0.0014X + 1.2096 (R2= 0.3339).
Pertumbuhan dan aktivitas cacing tergantung pada ketersediaan dan jenis pakan. Seresah asal perkebunan sawit yang diproduksi dalam jumlah besar seperti daun, pelepah, jankos, solid tergolong seresah yang lambat lapuk, ditunjukkan dengan nisbah C/N > 25 dan kandungan Lignin> 20%. Konsentrasi lignin pada solid dan pelepah sawit sekitar 15%, sedang daun sawit dan jankos sekitar 20%
Pada percobaan planar cage menguji respon cacing tanah Pontoscolex corethrurus terhadap pakan, dilakukan di laboratorium selama 7 minggu. Hasil yang diperoleh bahwa penambahan pupuk kandang ke dalam tanah menghasilkan liang cacing sepanjang 541 cm, sedang panjang liang terpendek (293 cm) diperoleh pada penambahan pakan daun sawit. Pemberian berbagai pakan berupa seresah hutan, pelepah sawit, pakis, campuran pelepah+daun sawit+pakis, solid, tandan kosong dan LCC serta perlakuan kontrol (tanpa BO) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap pembentukan liang, rata-rata panjang liang sekitar 376 cm. Jumlah cacing tanah justru meningkat dengan meningkatnya konsentrasi lignin seresah (R2= 0.6599) dan meningkatnya nisbah (Lignin+Polifenol)/N (R2=0.3001), suatu hasil yang berlawanan dengan percobaan yang pernah dilaporkan sebelumnya.
Tingkat kesuburan kimiawi kascing (kotoran cacing) lebih tinggi dari pada kesuburan tanah di sekitarnya. Kascing yang diproduksi pada tanah dengan penambahan solid
menunjukkan konsentrasi N, P, Ca dan Mg, yang lebih tinggi dari pada pemberian bahan organik yang lain. Kondisi yang ekstrem adalah pada konsentrasi P yang dihasilkan yaitu 5 kali lipat (223 mg P kg-1) dari konsentrasi P kascing di tanah hutan dan tanah tanpa
penambahan BO (kontrol) hanya sekitar 40 mg P kg-1. Sedang untuk N, penambahan solid menghasilkan konsentrasi N kascing rata-rata 25 %, sedang N kascing pada tanah sawit dengan perlakuan lainnya rata-rata hanya 0.14 %. Produksi kascing terendah 88 g/planar cage diperoleh pada pemberian pupuk kandang. Produksi kascing pada pemberian seresah lainnya tidak berbeda nyata antara satu dan lainnya, rata-rata produksi kascing 165 g.
Berdasarkan hasil penelitian di tahun ke 1, maka pada tahun ke 2 diusulkan kegiatan berikutnya adalah upaya perbaikan kondisi fisik tanah kebun sawit umur 5 tahun melalui pemberian berbagai jenis pakan (BO) yang tersedia di PT ASTRA (daun sawit, jankos dan soild) untuk meningkatkan populasi dan aktivitas cacing tanah untuk perbaikan porositas tanah dan penyediaan hara lewat produksi kascing. Percobaan akan dilakukan pada petak permanen, dan pengukuran akan dilakukan pada musim hujan dan musim kering.
____________________________________________
Kata kunci: Kesehatan tanah, porositas tanah, BI tanah, bahan organik tanah, Corg/Cref,