• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP KOMPOSISI ELEKTROLIT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK A. MUTHIYAH A. AM N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP KOMPOSISI ELEKTROLIT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK A. MUTHIYAH A. AM N"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP KOMPOSISI

ELEKTROLIT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

A. MUTHIYAH A. AM

N121 09 538

PROGRAM KONSENTRASI

TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

(2)

PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP KOMPOSISI

ELEKTROLIT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

SKRIPSI

Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat Untuk mencapai gelar sarjana

A. MUTHIYAH A. AM

N121 09 538

PROGRAM KONSENTRASI

TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

(3)

PERSETUJUAN

PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP KOMPOSISI

ELEKTROLIT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

A. MUTHIYAH A. AM

N121 09 538

Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama,

Dr. Agnes Lidjaja. M. Kes, Apt Dr. Agus Alim Abdullah, Sp. PK (K) NIP. 19570326 198512 2 001 NIP. 19630817 197503 1 001

(4)

PENGESAHAN

PENGARUH HEMODIALISA TERHADAP KOMPOSISI

ELEKTROLIT PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

Oleh

A. MUTHIYAH A. AM N121 08 538

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Pada Tanggal 2013

Panitia Penguji Skripsi :

1. Ketua : Prof.Dr.H. Tadjuddin Naid, M.Sc., Apt. ... 2. Sekretaris : Usmar, S.Si., M.Si., Apt. ... 3. Ex.Officio : Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt. ... 4. Ex.Officio : dr. Agus Alim Abdullah, Sp. PK (K) ... 5. Anggota : Sumarheni, S.Si., M.MSc., Apt. ...

Mengetahui :

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, Penyusun,

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh hemodialisa terhadap komposisi elektrolit (Na+, K+, dan Cl-) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK) di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Labuang Baji Makassar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh hemodialisa terhadap komposisi elektrolit (Na+,K+, dan Cl-) pada pasien GGK. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pendekatan cross

sectional menggunakan sampel serum yang diambil dari pasien yang telah

memenuhi kriteria sampel penelitian. Jumlah sampel sebanyak 35 yang terdiri dari 23 (65,7%) laki-laki dan 12 (34,2%) perempuan yang berumur diatas 30 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hasil pemeriksaan elektrolit Na+ terdapat peningkatan dari 10 (28,5%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada pre HD menjadi 19 (54,28%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada post HD. Pada hasil pemeriksaan elektrolit K+ terdapat peningkatan dari 14 (40%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada pre HD menjadi 24 (68,6%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada post HD. Dan pada hasil pemeriksaan Cl- terdapat peningkatan dari 31 (88,6%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan dan hasil pemeriksaan post HD menunjukkan semua hasil sesuai dengan nilai rujukan.

Berdasarkan hasil uji T berpasangan, pada ketiga hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan nilai P<0,05 yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kadar elektrolit Na+, K+, dan Cl- pre hemodialisa dan post hemodialisa

(7)

ABSTRACT

Research has been done on the effect of hemodialysis on the composition ofelectrolytes (Na +, K+, andCl-) in patients withchronic renal failure (CRF) in RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar and RSUP Labuang Baji Makassar. The purpose of this study was to determine whether there is influence of hemodialysis on the composition of electrolytes (Na +, K +, and Cl-) in patients with CRF. This study is an observational study with cross sectional approach using serum samples taken frompatientswhohave met thecriteria ofthe study sample. The total sample of 35whichconsistedof 23 (65.7%) malesand12(34.2%) of women aged over 30 years. The results showed that the Na + electrolyte test results are an increase of 10 (28.5%) the results of the examination in accordancewith thereference valueata preHDto 19(54.28%) the results of the examination in accordancewith the reference valuein the post-HD. On the results ofK+electrolytesareincreasedfrom14(40%) according to the results of the examination on pre HD reference value to 24 (68.6%) the results ofthe examinationin accordancewithreferencevaluesonpostHD.

And the results of Cl-there is an increase of 31 (88.6%) the results of the examination in accordance with the reference values and the results of post-HD showsallthe resultsin accordancewith thereference value.

Based on the results of paired T test, the three results of the investigationindicatea P value<0.05 which statesthat there is asignificant difference between the levels of electrolytes Na +, K +, Cl- pre and post hemodialysis.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penelitian dan penulisan karya akhir yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana pada program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin dapat terselesaikan .

Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya kepada:

1. Ayahanda H. A. Amrullah. HB dan ibunda Hj. Asria HR. Saudara A. Ghazali. AM serta seluruh keluarga atas doa restu, dukungan dan semangat yang ditanamkan dalam menuntut ilmu.

2. Pembimbing Akademik Usmar, M.Si. Apt, pembimbing utama Dr. Agnes Lidjaja, Mkes, Apt. pembimbing pertama dr. Agus Alim Abdullah Sp.PK(K) atas bimbingan dan arahannya kepada penulis selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi ini serta Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly Wahyudin dan Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, S.Si., M. Pharm. Sc, Ph.D, Apt,. beserta seluruh dosen dan staf atas segala fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini.

(9)

3. Kepala Ruang/ Instalasi Hemodialisa RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Labuang Baji beserta seluruh staf Ruang Hemodialisa.

5. Kepada Murdi Setiawan yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini

6. Kepada para sahabat (Dezyani Ariza, Carina Heslian, Febri Ditha Wardani dan Monalisa Putri) teman-teman seperjuangan spir09raph dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih.

Semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kiranya Allah SWT senantiasa memberkati dan melindungi setiap langkah dan pengabdian kita, amin.

Akhirnya perkenankan penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan selama pendidikan sampai selesainya karya akhir ini.

Makassar, 22 Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN SAMPUL ... ... i

HALAMAN PENUNJUK SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

II.1 Ginjal ... 5

II.1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal ... 5

(11)

II.1.3 Nefron Ginjal ... 7

II.1.4 Fungsi Ginjal ... 8

II.2 Gagal Ginjal Kronik ... 10

II.3 Elektrolit ... 12

II.3.1 Natrium (Na+) ... 14

II.3.1.1 Nilai Rujukan Na+ ... 16

II.3.1.2 Gangguan Keseimbangan Na+ ... 16

II.3.1.2.1 Penyebab Hiponatremia ... 16

II.3.1.2.2 Penyebab Hipernatremia ... 17

II.3.2 Kalium (K+) ... 17

II.3.2.1 Nilai Rujukan K+ ... 18

II.3.2.2 Gangguan Keseimbangan K+ ... 18

II.3.2.2.1 Penyebab Hipokalemia ... 19

II.3.2.2.2 Penyebab Hiperkalemia ... 20

II.3.3 Clorida (Cl-) ... 20

II.3.3.1 Nilai Rujukan Cl- ... 21

II.3.3.2 Gangguan Keseimbangan Cl- ... 21

II.3.3.2.1 Penyebab Hipoklorinemia ... 21

II.3.3.2.2 Penyebab Hiperklorinemia ... 21

II.4 Hemodialisa ... 22

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ... 26

III.1 Jenis Penelitian ... 26

(12)

III.2.1 Tempat Penelitian ... 26

III.2.2 Waktu Penelitian ... 26

III.3 Populasi Penelitian ... 26

III.4 Perkiraan Besar Sampel ... 26

III.5 Kriteria Sampel ... 27

III.5.1 Kriteria Inklusi ... 27

III.5.1 Kriteria Eksklusi ... 27

III.6 Definisi Operasional ... 28

III.7 Kerangka Konsep ... 30

III.8 Alat dan Bahan Penelitian ... 31

III.8.1 Alat Penelitian ... 31

III.8.2 Bahan Penelitian ... 31

III.9 Prosedur Kerja ... 31

III.9.1 Pengambilan Darah ... 31

III.9.2 Prinsip Alat ABX Pentra 400® ... 32

III.10 Cara Kerja ... 32

III.10.1 Persiapan Sampel ... 32

III.10.2 Pemeriksaan Sampel ... 32

III.11 Analisis Data ... 33

III.12 Etika Penelitian ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

IV.1 Hasil Penelitian ... 34

(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

V.1 Kesimpulan ... 43

V.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Kadar Elektrolit dalam Ciran Ekstrasel dan Intrasel ... 14 2. Data Dasar Penelitian ... 35 3. Karakteristik Hasil Pemeriksaan Elektrolit Na+, K+, Cl-pre

dan post Hemodialisa………. ... . 36

4. Hasil Analisis Statistik pada Hasil Pemeriksaan Elektrolit

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Ginjal ... 5

2. Pembuluh Darah Ginjal ... 6

3. Nefron ... 7

4. Hemodialisa ... 22

5. Proses Hemodialisa ... 52

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Ginjal ... 5

2. Pembuluh Darah Ginjal ... 6

3. Nefron ... 7

4. Hemodialisa ... 22

5. Proses Hemodialisa ... 52

(17)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/singkatan Arti

BB Berat Badan GGK Gagal Ginjal Kronik LFG Laju Filtrasi Glomerulus HD Hemodialisa

mmol/L millimol per liter mEq/L milliekuivalen per liter

kg kilogram

Na+ Natrium Ka+ Kalium Cl- Clorida

(18)

BAB I PENDAHULUAN

Ginjal merupakan organ yang mendapat aliran darah sangat baik. Setiap hari mengalir kurang lebih 1500 liter (L) darah melalui ginjal dan difiltrasi menjadi 150 L urin primer. Beberapa bahan yang harus dilepaskan, diberikan kembali ke dalam urin melalui transpor aktif di dalam saluran-saluran ginjal. Yang termasuk bahan-bahan ini adalah ion hidrogen dan kalium, asam urat dan kreatinin, tetapi juga obat-obatan seperti penisilin (1).

Ginjal juga merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital yaitu untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, konsentrasi elektrolit dalam darah dan keseimbangan asam basa serta sekresi bahan buangan. Apabila ginjal gagal melakukan fungsinya, penderita akan memerlukan perawatan segera. Dengan kata lain ginjal memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin, dan amoniak (2,3). Bila fungsi ginjal mengalami gangguan yang berlangsung lama dan sifatnya ireversibel maka ginjal akan masuk ke tahap gagal ginjal (3).

Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan Laju Filtrasi Glomelurus (LFG)

(19)

hingga < 15 mL/min/1,73 m2, yang memerlukan Renal ReplacementTherapy (RRT) berupa dialisis atau transplantasi ginjal (4).

Menurut data dunia WHO (2008) menyebutkan bahwa penderita penyakit ginjal kronik yang membutuhkan RRT diperkirakan lebih dari 1,4 juta pasien, dengan insidensi sebesar 8% dan terus bertambah setiap tahunnya (5).

Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh. Gagal ginjal dibagi menjadi dua kategori yaitu akut dan kronik. Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Survei komunitas yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5 % populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal (6).

Hemodialisa (HD) adalah suatu proses penyaringan sisa metabolisme dengan menggunakan mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan) yang bekerja untuk membuang elektrolit, sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari dalam tubuh yang terakumulasi di dalam darah kedalam mesin dialisis melalui proses difusi osmosis dan ultrafiltrasi dengan menggunakan cairan dialisat. Proses HD dilakukan dua hingga tiga kali dalam seminggu, dalam tiga hingga lima jam setiap kali HD, untuk dapat mempertahankan kadar urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dalam kadar normal.(7)

(20)

Dilaporkan penyakit GGK bervariasi yaitu sekitar 20% di Jepang dan di Amerika Serikat, 6,4 sampai 9,8% di Taiwan, 2,6 sampai 13,5% di Cina, 17,7% di Singapura, dan 1,6 sampai 9,1% di Thailand. Survei komunitas yang dilakukan oleh perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5% populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal (8).

Elektrolit sangat penting secara fisiologis dan dapat kita pantau terdapat didalam fase air plasma. Kadar intra elelektrolit tentu saja sangat penting, tetapi hal ini tidak mudah diukur dengan metode-metode yang ada di laboratorium klinik. Perlu diingat bahwa kadar kalium cenderung

sangat tinggi didalam sel (sekitar 475,5 mg/dl) dan rendah diluar sel (sekitar15,85 mg/dl), sedangkan natrium dan clorida rendah didalam sel

dan tinggi diluar sel. Perbedaan dalam konsentrasi ion ini menghasilkan perbedaan voltase listrik di kedua sisi membran pada sel otot dan saraf menentukan potensial aksi dan inisiasi kontraksi otot (9).

Suatu bukti penting yang harus diingat dalam mempertimbangkan pengaturan keseluruhan ekskresi natrium atau ekskresi elektrolit apa saja adalah bahwa pada kondisi normal, ekskresi oleh ginjal ditentukan oleh asupan. Bila gangguan fungsi ginjal tidak terlalu berat, keseimbangan natrium dapat dicapai terutama melalui penyesuaian intrarenal dengan perubahan volume cairan ekstraselular yang minimal atau penyesuaian sistemik lainnya (10).

(21)

Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan komposisi elektrolit dalam hal ini Na+, K+, dan Cl- dalam darah untuk mengetahui adanya pengaruh komposisi elektrolit sebelum dan setelah hemodialisa pada pasien GGK.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dibuat Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh hemodialisa terhadap komposisi elektrolit (Na+,K+, Cl-) pada penderita GGK.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh hemodialisa terhadap komposisi elektrolit (Na+, K+, Cl-) pada penderita GGK.

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi dan untuk melihat bagaimana pengaruh hemodialisa terhadap komposisi elektrolit (Na+, K+, Cl-) pada penderita GGK serta membantu klinisi dalam penegakan diagnosis.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Ginjal

II.1.1 Anatomi Fisiologis Ginjal

Gambar 1. Anatomi Ginjal

(sumber:Ralph E. Cutler, MD. Biologi Kidney of the Urinary Tract. Kidney. 2006)

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, dibelakang peritoneum. Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga, ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang disebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6-7 sentimeter dan tebal 1-2 sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram (11-12).

(23)

Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ketulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri (12).

Faal ginjal dapat dibedakan menjadi faal ekskresi, faal regulasi, faal endokrin dan aspek metabolik. Faal ekskresi dan regulasi dilakukan dengan tiga proses yaitu filtrasi plasma darah melalui glomeruli, reabsorbsi selektif oleh tubuli dan sekresi oleh tubuli. Hasil akhir yang dihasilkan oleh tubuh adalah urin (13).

II.1.2 Pembuluh Darah pada Ginjal

Gambar 2. Pembuluh darah ginjal

(Sumber : Casiday, R., Frey, R. Maintaining the Body's Chemistry:

Dialysis in the Kidneys. Department of Chemistry, Washington University St. Louis. 2006)

Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar 1 liter per menit darah dari 40% hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600 ml/menit. Normalnya 20% dari plasma disaring di glomerulus dengan GFR 120 ml/menit atau sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal

(24)

dengan lebih dari 99% yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran urine terakhir 1-1,5 liter per hari. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal. Cabang-cabangnya beranting banyak di dalam ginjal dan menjadi arteriol aferen, dan masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu glomerulus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriol eferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk vena renalis, yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah dapat lebih lama berada di sekitar tubulus uriniferus, karena fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut (9, 14, 15).

II.1.3 Nefron Ginjal

Gambar 3. Nefron

(Sumber : sumber: Ralph E. Cutler, MD. Biologi Kidney of the Urinary Tract. Kidney. 2006)

(25)

Nefron merupakan unit dasar struktural dan fungsional ginjal, diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada uriniferus atau nefron. Nefron merupakan unit utama fungsi ginjal, terdiri atas glomerulus, tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalis dan duktus kolektikus. Glomerulus menyaring darah dan filtrat mengalir ke tubulus. Hampir semua air dari filtrat direabsorpsi, dan hanya 1-2 ml/menit saja yang menjadi urin. Sementara itu terjadi pula sekresi dan reabsorpsi di sepanjang tubuli proksimalis dan distalis (14, 16).

Nefron berdasarkan letak glomerulusnya : a. Nefron kortikal yang superfisial

Glomerulus ± 1 mm di bawah kapsula renalis, ansa henle pendek dengan kelokan diperbatasan antara medulla dalam dan luar.

b. Nefron midkortikal

Glomerulus di bagian tengah korteks, ansa henle ada yang panjang atau pendek.

c. Nefron jukstamedula

Glomerulus di perbatasan korteks medulla, ansa henle panjang mencapai medulla bagian dalam sampai ke ujung papilla (14).

II.1.4 Fungsi ginjal

Secara khusus fungsi ginjal dapat disarikan dalam enam poin yaitu, mengatur keseimbangan pH darah, meregulasi tekanan darah, memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang, membuang racun dan produk buangan/ limbah dari darah, racun di dalam darah

(26)

diantaranya urea dan uric acid, menjaga kebersihan darah dengan meregulasi seluruh cairan (air dan garam) di dalam tubuh, dan memproduksi hormon erythropoiethin yang bertugas memproduksi sel darah merah di tulang (17).

Pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilakukan dengan menghitung LFG. LFG didefinisikan sebagai volume filtrat yang masuk ke dalam kapsul Bowman per satuan waktu. LFG relatif konstan dan memberi indikasi kuat mengenai kesehatan ginjal. Proses filtrasi di glomeruli terjadi secara pasif. LFG ditentukan oleh tiga faktor yaitu keseimbangan tekanan-tekanan yang bekerja pada dinding kapiler, kecepatan aliran plasma melalui glomerulus dan permeabilitas serta luas permukaan kapiler yang berfungsi. Dengan demikian, penurunan luas permukaan glomerulus akan menurunkan LFG. Nilai rata-rata untuk LFG pada seorang pria dewasa adalah 180 liter per hari (125 ml per menit) (13,18).

Pengukuran LFG dapat dilakukan apabila ada zat yang secara bebas dan mudah difiltrasi di glomerulus dan tidak mengalami reabsorpsi, sekresi atau perubahan melalui cara apapun, sebelum zat tersebut muncul diurin. LFG yang diukur dari kreatinin dan volume urin hanyalah merupakan perkiraan dari LFG sebenarnya, akibat sejumlah kecil kreatinin yang berpindah dari cairan peritubulus ke dalam sel-sel tubulus dan disekresikan ke dalam lumen tubulus. Dengan demikian, LFG yang dihitung berdasarkan kreatinin akan sedikit lebih tinggi, karena lebih

(27)

banyak kreatinin yang diekskresikan dalam urin daripada yang difiltrasi di glomerulus (19,20).

II.2 Gagal ginjal kronik

GGK adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan

irreversibel (12). GGK terjadi akibat penyakit ginjal primer (misalnya

glomerulonefritis kronis, pielonefritis kronis, ginjal polikistik) maupun penyakit ginjal sekunder (misalnya nefropati hipertensi, nefropati diabetik, nefropati obstruktif akibat batu saluran kemih) (13).

Stadium dini penyakit GGK dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan penghitungan nilai laju LFG dapat mengidentifikasi pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (8).

GGK adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 , seperti yang terlihat pada dibawah ini (20).

Batasan penyakit GGK:

1. kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

a. Kelainan patologik

b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan

(28)

2. laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73 m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (20).

Pada pasien GGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai LFG, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit GGK dalam lima stadium (21). a. Stadium I : Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat

(>90 ml/min/1.73 m2). fungsi ginjal masih normal tapi telah terjadi abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urin.

b. Stadium II : Penurunan LFG ringan yaitu 60-89 ml/min/1.73 m2 disertai dengan kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menururn ringan dan ditemukan abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urin. c. Stadium III : Penurunan LFG sedang yaitu LFG 30-59 ml/min/1.73 m2.

Tahapan ini terbagi lagi menjadi tahapan IIIA (LFG 45-59) dan tahapan IIIB (LFG 30-44). Saat pasien berada dalam tahapan ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.

d. Stadium IV : Penurunan LFG berat yaitu 15-29 ml/menit/1.73 m2, terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat. Pada tahapan ini dilakukan persiapan untuk terapi pengganti ginjal.

e. Stadium V : Gagal ginjal dengan LFG 15 ml/menit/1.73 m2, merupakan tahapan kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi penururnan fungsi ginjal yang sangat berat dan dilakukan terapi pengganti ginjal secara permanen (22).

(29)

GGK selalu berkaitan dengan penurunan progresif LFG. Stadium atau tahapan GGK didasarkan pada tingkat LFG yang tersisa dan mencakup:

1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 50% dari normal.

2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila LFG turun menjadi 20 – 35 % dari normal. Nefron – nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.

3. Gagal ginjal yang terjadi apabila LFG kurang dari 20 % normal. Semakin banyak nefron yang mati.

4. Penyakit ginjal stadium akhir, yang terjadi apabila LFG menjadi kurang dari 5 % dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Diseluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofil tubulus (13,23).

II.3. Elektrolit

Keseimbangan cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada didalam larutan .cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intra vena dan didistribusi keseluh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit menandakan cairan dan elektrollit tubuh total yang normal, demikian juga dengan distribusinya dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling

(30)

bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka demikian juga dengan yang lainnya. Oleh karena itu cairan dan elektrolit harus dibicarakan secara bersamaan (2).

Berbagai membran (kapiler sel) memisahkan cairan tubuh total kedalam dua bagian utama. Pada orang dewasa, sekitar 40% berat badan atau dua per tiga dari total body water (TBW) berada didalam sel atau disebut sebagai intracellular fluid (ICF). Sepertiga sisa TBW atau 20% dari berat badan, berada diluar sel atau disebut sebagai cairan evtracellular

fluid (ECF) (2).

Zat terlarut yang terdapat dalam cairan tubuh meliputi elektrolit dan nonelektrolit. Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik. Nonelektrolit terdiri atas protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Garam yang terurai didalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel bermuatan, disebut sebagai ion atau elektrolit. Elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bokarbonat (HCO3-), fosfat (HPO4=), dan sulfat (SO4=). Kation utama pada ECF adalah Na+, dan anion utamaya adalah Cl- dan HCO3-, konsentrasi elektrolit-elektrolit ini rendah pada ICF. Pada ICF, K+ adalah kation utama dan HPO4= adalah anion utamanya, dan sebaliknya, konsentrasi elektrolit-elektrolit ini rendah pada ECF. Sebagai partikel terbanyak dalam ECF, Na+ berperan penting dalam mengendalikan volume cairan tubuh total, sedangkan K+ berperan pentig dalam mengendalikan volume sel.

(31)

Perbedaan muatan listrik didalam dan diluar membran sel diperlukan untuk menghasilkan kerja syaraf dan otot, sedangkan perbedaan konsentrasi Na+ dan K+ didalam dan diluar membran sel berperan penting dalam mempertahankan perbedaan muatan listrik itu. Meskipun konsentrasi ion pada tiap bagian berbeda-beda, hukum netralisali listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan jumlah muatan-muatan poitif (dalam satuan mili-ekuivalen) dalam setiap bagian. Mempertahankan muatan listrik yang nertal memiliki arti penting dalam menentukan perpindahan ion antara ECF dan ICF dan pada ginjal (2).

Tabel 1. Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel

Elektrolit Plasma mEq/ L Cairan Interstitial mEq/L Cairan Intraseluler mEq/L Na+ 140 148 13 K+ 4,5 5,0 140 Ca2+ 5,0 4,0 1 x 10-7 Mg2+ 1,7 1,5 7,0 Cl- 104 115 3,0 HCO3- 24 27 10 SO42+ 1,0 1,2 - PO42+ 2,0 2,3 107 Protein 15 8 40 Anion Organik 5,0 5,0 -

Sumber : Darwis D, Moenajat Y, Nur BM, Madjid A.S, Siregar P, Aniwidyaningsih W, dkk, “Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit ” dalam Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam-Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana, Edisi ke-2, FK-UI, Jakarta 2008

II.3.1. Natrium (Na+)

Na+ merupakan kation terbanyak dalam cairan ekstrasel. Jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian

(32)

kecil (10-14 mEq /L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik dicairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung Na+, khususnya dalam bentuk natrium clorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi Na+ (24).

Perbedaan kadar Na+ intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh keseimbangan Gibss-Donnan, sedangkan perbedaan kadar Na+ dalam cairan ekstraselular dan intra sel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari Na+ keluar sel yang bertukar dengan masuknya K+ kedalam sel (pompa Na+ K+) (25-26).

Jumlah Na+ dalam tubuh merupakan gambaran antara Na+ yang masuk dan Na+ yang dikeluarkan. Pemasukan Na+ yang berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat dikulit. Pemasukan dan pengeluaran Na+ perhari mencapai 48 – 144 mEq (24).

Ekskresi Na+ terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan ekskresi ini dilakukan untuk mempertahankan homeostasis Na+ yang sangat diperlukan untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Na+ diviltrasi bebas di glomeurus, direabsorpsi secara aktif 60-65% ditubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi dilengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%) (24).

(33)

II.3.1.1 Nilai Rujukan Na+

Nilai rujukan kadar Na+ pada: (32)

- Serum : 134 – 150 mmol/L - Serum anak dan dewasa : 135 – 145 mmol/L - Urine anak dan dewasa : 40 – 220 mmol/L - Cairan serebrospinal : 136 – 150 mmol/L - Feses : < 10 mmol/L

II.3.1.2 Gangguan Keseimbangan Na+

Seseorang dikatakan hiponatremia apabila konsentrasi Na+ plasma dalam tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145 mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi Na+ plasma meningkat diatas normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hiperosmolaritas (27).

II.3.1.2.1 Penyebab Hiponatremia

Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi Na+ plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang berkepanjanan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan (28).

Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi glomelurus dan tubulus pada ginjal,

(34)

penyakit addison serta retensi air yang berlebihan akibat hormon antidiuretik(28). Kepustakaan lain menyebutkan bahwa respon fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus (24).

II.3.1.2.2 Penyebab Hipernatremia

Peningkatan onsentrasi Na+ plasma karena kehilangan air dan larutan eksternal atau karena kelebihan Na+ dalam cairan ekstrasel seperti pada retensi air oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium klorida dalam ekstrasel (29).

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat terjadi bila ada defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi Na+ atau asupan air yang kurang (24).

II.3.2 Kalium (K+)

Sekitar 98% jumlah K+ dalam tubuh berada didalam cairan intrasel. Kosentrasi K+ intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi K+ ekstrasel 4-5 mEq/L sekitar (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan. Jumlah K+ ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah K+ pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak (29).

Perbedaan kadar K+ diplasma dan cairan interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan K+ intrasel dan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif (pompa Na+ K+ ) (29).

(35)

Jumlah K+ dalam tubuh merupakan cerminan keseimbangan K+ yang masuk dan keluar. Pemasukan K+ melalui saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis makanan. K+ difiltrasi diglomelurus, sebagian besar (70-80%) direabsorpsi secara aktif maupun pasif ditubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan Na+ dan Cl- dilengkung henle. K+ dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90% (29)

II.3.2.1 Nilai Rujukan K+

Nilai rujukan K+ pada: (32)

- Serum bayi : 3,6 – 5,8 mmol/L - Serum anak : 3,5 – 5,5 mmol/L - Serum dewasa : 3,5 – 5,3 mmol/L - Urine anak : 17 – 57 mmol/ 24 jam - Urine dewasa : 40 – 80 mmol/ 24jam - Cairan lambung : 10 mmol/L

II.3.2.2 Gangguan Keseimbangan K+

Bila kadar K+ kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion K+ dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Peningkatan K+ plasma 3 – 4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung (24).

(36)

II.3.2.2.1 Penyebab Hipokalemia

Penyebab hipokalemia dapat di bagi sebagai berikut: a. Asupan kalium kurang

Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum alkohol yang berat sehingga jarang makan dan tidak makan dengan baik, atau pada pasien sakit berat yang tidak dapat makan dan minum dengan baik melalu mulut atau di sertai oleh masalah lain misalnya pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah kalori pada program menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia (24).

b. Pengeluaran kalium berlebihan

pengeluaran K+ yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna seperti muntah muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretiik, kelebihan hormon mineralokortikoid primer/ hiperaldosteronisme primer (sindrom bartter atau sindrom gitelman) atau melalui keringat yang berlebihan (24). Diare, tumor kolon (adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar menyababkan K+ keluar bersama bikarbonat pada saluran cema bagian bawah (asidosis metabolik) (24).

c. Kalium masuk kedalam sel

K+ masuk kedalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin, hipokalemik dan hiponatremia (24).

(37)

II.3.2.2.2 Penyebab Hiperkalemia

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh: a. Keluarnya K+ dari intrasel ke ekstrasel

K+ keluar dari sel dapat terjadi pada beberapa keadaan berikut, asidosis metabolik, defisit insulin, serta katabolisme jaringan meningkat (28).

b. Berkurangnya ekskresi K+ melalui ginjal (28)

II.3.3 Clorida (Cl-)

Cl- merupakan anion utama dalam cairan ektrasel. Pemeriksaan konsentrasi Cl- dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam basa dan menghitung anion gap (31).

Jumlah Cl- pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% Cl- berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. konsentrasi Cl- pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan dewasa (31).

Jumlah Cl- dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara Cl -yang masuk dan -yang keluar. Cl- yang masuk tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Kandungan Cl- dalam makanan sama dengan Na+. Orang dewasa pada keadaan normal rata rata mengkonsumsi 50-200 mEq Cl -pehari dan ekskresi Cl- bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Ekskresi utama Cl- adalah melalui ginjal. (31)

(38)

II.3.3.1 Nilai Rujukan Cl- (32)

- Serum bayi baru lahir : 94 – 112 mmol/L - Serum anak : 98 – 105 mmol/L - Serum dewasa : 95 – 105 mmol/L - Keringat anak : <50 mmol/L - Keringat Dewasa : <60 mmol/L

- Urine : 110 – 250 mmol/ 24jam - Feses : 2 mmol/24 jam

II.3.3.2. Gangguan Keseimbangan Cl-

Gangguan keseimbangan Cl- dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu hipoklorinemia yang ditandai dengan penurunan kadar Cl- dibawah nilai rujukan dan hiperklorinemia yang ditandai dengan peningkatan kadar Cl- dari niai rujukan (33)

II.3.3.2.1 Penyebab Hipoklorinemia

Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran Cl- melebihi pemasukan. Penyebab hipoklorinemia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada alkalosis metabolik dengan hipoklorinemia, defisit Cl- tidak disertai defisit natrium. Hipoklorinemia juga dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis resporatorikdengan kompensasi ginjal (33).

II.3.3.2.2 Penyebab Hiperklorinemia

Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada gangguan mekanisme homeostasis dari Cl-. Umumnya penyebab

(39)

hiperklorinemia sama dengan hipernatremia. Hiperklorinemia dapat dijumpai pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang disebabkan karena diare yang lama dan kehilangan natrium bikarbonat, diabetes insipidus, hiperfungsi status adrenokortikal dan penggunaan larutan salin yang berlebihan, alkalosis respiratorik. (33)

II.4 Hemodialisa

HD adalah suatu proses pembersihan darah dengan menggunakan ginjal buatan (dialyzer), dari zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh, dimana cara kerja hemodialisis adalah dengan melewatkan darah pada membran semipermeabel sehingga terjadi proses difusi toksin karena terjadinya perbedaan gradien konsentrasi (22).

(40)

Gambar 4. Hemodialisa

(Sumber : Alam Syamsir., Hadibroto Iwan. Gagal Ginjal. PT Gramedia Pustaka Utama. 2007)

Darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisis dapat mengalir dalam arah yang sama seperti darah, atau dengan arah berlawanan(2). Proses ini dilakukan 1 - 3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2 – 4 jam (9).

Pada proses HD, terjadi 2 mekanisme yaitu, mekanisme difusi dan mekanisme ultrafiltrasi. Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut dalam darah (blood purification), sedangkan mekanisme ultrafiltrasi bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh (volume control) (23). Kedua mekanisme dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan tujuan awal dari HD yang dilakukan (21).

Mekanisme difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Zat-zat terlarut dengan konsentrasi tinggi dalam darah berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat, sebaliknya zat-zat terlarut dalam cairan dialisat dengan konsentrasi rendah berpindah dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah. Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga konsentrasi pada kedua kompartemen telah sama. Kemudian, untuk menghasilkan mekanisme difusi yang baik, maka aliran darah dan aliran dialisat dibuat saling berlawanan (21).

Mesin HD merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor.

(41)

Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh (21).

Mesin HD saat ini sudah dibuat dengan komputerisasi, dilengkapi dengan monitor dan parameter-parameter kritis, diantaranya memonitor kecepatan dialisat dan darah, konduktivitas cairan dialisat, temperatur dan pH, aliran darah, tekanan darah dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi penting lainnya. Mesin ini juga dilengkapi dengan alarm yang akan berbunyi jika ada sesuatu yang tidak normal. Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialysis dan keselamatan pasien (22).

Metode HD ini punya kelemahan yaitu proses ini membutuhkan

heparin untuk mencegah pembekuan, namun heparin juga bisa

menyebabkan perdarahan. Metode ini juga memnimbulkan gangguan

haemodinamik dan penambahan beban jantung, karena tekanan darah

sulit untuk dikendalikan. Kelainan HD yang lain adalah seringkali menimbulkan infeksi pada rongga perut. Selain itu juga meningkatkan kadar lemak dan mengakibatkan kegemukan (obesitas), serta dapat menimbulkan hernia, serta sakit pinggang (9).

Sementara itu, di samping kekurangannya juga ada kelebihan dari metode HD yaitu lebih memudahkan pengendalian kimia darah dan tekanan darah. Cairan dialisat dapat dijadikan sebagai sumber nutrisi (9)

HD digunakan pada pasien GGK untuk mengurangi nilai BUN, kreatinin, hiperkalemia dan memperbaiki keadaan asidosis metabolik (22).

(42)

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.

Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisat yang konsentrasinya rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan ) (22).

(43)

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah observasi laboratorium dengan pendekatan

cross sectional tentang gambaran kadar elektrolit (Na+, K+, dan Cl- ) pra dan post HD pada pasien GGK.

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

III.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Labuang Baji Makassar.

III.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Febuari 2013.

III.3 Populasi Penelitian

Populasi adalah semua pasien GGK yang melakukan pemeriksaan kadar elektrolit di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Labuang Baji Makassar.

III.4 Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel diperkirakan berdasarkan rumus Simple Random

Sampling:(30)

n = z 2 PQ d2

(44)

Keterangan :

- z = deviat baku normal untuk tingkat kemaknaan, α [ditetapkan]. Nilai α ini dipilih sesuai dengan IK yang diinginkan. Bila IK 95%, maka berarti α= 0,05, sehingga zα= 1,96.

- P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, P [dari pustaka] atau Perkiraan proporsi (prevalensi) penyakit/efek pada populasi dari penelitian sebelumnya. (0,1)

- Q = 1- P (0,9)

- d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, d [ditetapkan]. - n = besar sampel

n = 1,962 x 0,1 x 0,9 0,12 n = 3,8416 x 0,09

0,01

n = 0,345 = 34,57 dibulatkan menjadi 35 sampel 0,01

III.5 Kriteria Sampel

III.5.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien GGK dengan kadar kreatinin lebih besar dari 20 mg/dl dan kadar ureum darah lebih besar dari 60 mg/dl.

2. Pasien GGK dengan usia lebih dari 40 tahun. 3. Pasien tidak sedang menjalani terapi elektrolit.

(45)

III.5.2 Kriteria Eksklusi

Sampel darah hemolisis, sampel beku, Ikterik dan lipemik.

III.6 Definisi Operasional

1. Pasien GGK

Adalah pasien yang telah didiagnosa oleh dokter atau berdasarkan rekam medik telah menderita GGK. Dimana nilai LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh.

2. Pre HD

Pengukuran kadar elektrolit (Na+, K+, dan Cl- ) dalam sampel serum sebelum dilakukan HD pada penderita GGK menggunakan alat ABX Pentra, dengan prinsip spektrofotometri. Hasil dinyatakan dalam satuan mg/dl

3. HD

Adalah dialisis zat-zat yang dapat larut dan air dari darah dengan cara difusi melalui membran semipermeabel atau pemisahan unsur-unsur selular dan koloid dari zat-zat yang dapat larut diperoleh dengan ukuran pori di dalam membran dan laju difusi.

4. Post HD

Pengukuran kadar elektrolit (Na+, K+, dan Cl- ) dalam sampel serum setelah dilakukan HD pada penderita GGK menggunakan alat ABX Pentra, dengan prinsip spektrofotometri. Hasil dinyatakan dalam satuan mg/dl.

5. Lama HD

(46)

6. Frekuensi HD

Adalah seberapa sering pasien menjalani terapi berupa hemodialisa dalam rentan waktu satu bulan.

(47)

III.7 Kerangka Konsep

Penyakit Ginjal

Primer Penyakit Ginjal

Sekunder Ginjal Polikistik Nefropati Hipertensi Nefropati Obstruksif Nefropati Diabetik Glomerulonefritis Kronis Pielonefritis Krinis

Gagal Ginjal Kronik

↑Ureum Gangguan Elektrolit ↓ LFG ↑Kreatinin Transplantasi Ginjal Hemodialisa Terapi Pemeriksaan laboratorium

(48)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti LFG : Laju filtrasi glomelurus

III.8 Alat dan Bahan Penelitian III.8.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam pengambilan darah yaitu: jarum, holder, tabung darah, tourniquet, alat. Untuk pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan klorida meliputi : pipet mikro, tabung mikro, rak tabung, ak sampel, alat automatik ABX Pentra 400.

III.8.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan yaitu sampel serum, etanol 70 %, kapas, dan reagen pemeriksaan, meliputi : Reagen natrium, Reagen kalium, Reagen Clorida

III.9 Prosedur Kerja

III.9.1 Pengambilan Darah

Terlebih dahulu ditentukan pembuluh darah vena yang akan dilakukan pengambilan darah, biasanya pengambilan darah dilakukan pada vena mediana cubiti, pada vena mediana cubiti terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% dan dibiarkan sampai menjadi kering

Hiponatremia (↓Na+)

Hiperkalemia (↑Ka+)

(49)

lagi. Ikatan pembendung dipasang pada lengan atas dan diminta agar mengepal dan membuka tangannya berkali-kali agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena tidak perlu dengan ikatan erat-erat, bahkan sebaiknya hanya cukup erat untuk memperlihatkan dan agak menonjolkan vena. Kulit ditusuk dengan jarum yang telah dipasang pada holder, kemudian tabung darah dimasukkan kedalam holder dengan hati-hati agar tidak menggerakkan jarum. Ketika darah mulai mengalir kedalam tabung darah, pembendungan dilepaskan atau diregangkan. Posisi holder dan tabung ditahan sampai didapatkan volume darah yang dikehendaki. Jika volume darah telah mencukupi, tabung darah dilepaskan dari holder, kemudian diletakkan kapas di atas jarum dan jarum ditarik perlahan-lahan. Setelah selesai, pasien diminta menekan tempat pengambilan darah selama beberapa menit dengan kapas tadi, kemudian diberi plester.

III.9.2 Prinsip Alat ABX Pentra 400

Alat automatik ABX Pentra 400 menggunakan prinsip spektrofotometri dengan panjang gelombang tertentu sesuai parameter yang diperiksa. Prosedur kerja alat meliputi pemeriksaan kondisi alat, menghidupkan (ON/Power) alat, kontrol dan kalibrasi alat, analisa sampel, serta mematikan (OFF) alat.

III.10 Cara Kerja

III.10.1 Persiapan sampel

Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan adalah serum. Setelah pengambilan darah, tabung darah segera disentrifus atau dapat didiamkan selama 10-30 menit sebelum disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.

(50)

III.10.2 Pemeriksaan sampel

Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatis ABX Pentra 400. Sampel serum sebanyak 500 µL dimasukkan dalam tempat sampel kemudian diletakkan pada rak sampel sesuai dengan nomor pemeriksaan. Reagen dimasukkan dalam tempat reagen dan diletakkan pada rak sesuai dengan program pemeriksaan. Setelah itu alat akan melakukan pemeriksaan secara automatik sesuai program yang dijalankan. Hasil pemeriksaan yang diperoleh dalam bentuk print out.

III.11. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan tabulasi (entry data) dan diolah dengan program SPSS-PC

III.12 Etika Penelitian

1. Informed Consent

Lembaran persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak, maka peneliti akan menghormati hak-hak responden.

2. Anonymity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian terhadap pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar dengan jumlah sampel sebanyak 35 sampel pada periode bulan Januari – Februari 2013.

Populasi penelitian terdiri atas 23 laki-laki dan 12 perempuan dengan persentase masing masing 65,7% dan 34,2%. Disini terlihat bahwa jumlah laki-laki dan perempuan jauh berbeda.

Karakteristik populasi berdasarkan kategori umur yaitu, umur terendah adalah 30 tahun (n=1) dan umur tertinggi 68 tahun (n=1). Dari keempat kategori umur yang dibuat memiliki nilai yaitu umur 30-39 tahun berjumlah 3 orang (8,5%); umur 40-49 tahun berjumlah 6 orang (17,1%); umur 50-59 tahun berjumlah 13 orang (37,1%) dan umur >60 th berjumlah 13 orang (37,1%).

Karakteristik populasi berdasarkan lama HD yaitu waktu terendah adalah 1 bulan (n=1) dan waktu tertinggi adalah 63 bulan (n=1). Dari keempat kategori waktu yang dibuat memiliki nilai, yaitu 1-19 bulan berjumlah 2 orang (5,7%); 20-39 bulan berjumlah 13 orang (37,1%); 40-59 bulan berjumlah 14 orang (4%) dan waktu >60 bulan berjumlah 6 orang (17,1%).

(52)

Parameter Jenis Kelamin Laki-laki (%) Perempuan (%) 23 (65,7) 12 (34,2) Umur (tahun) 30-39 (%) 40-49 (%) 50-59 (%) >60 (%) 3 (8,5) 6 (17,1) 13 (37,1) 13 (37,1) Lama HD (bulan) 1-19 (%) 20-39 (%) 40-59 (%) >60 (%) 2 (5,7) 13 (37,1) 14 (4) 6 (17,1) Frekuensi HD (per-bulan) 1-9 (%) 10-19 (%) 1 (2,8) 34 (97,1) Kadar Elektrolit Pre HD Kadar Elektrolit Post HD Na+ Maksimal Minimal K+ Maksimal Minimal Cl- Maksimal Minimal Na+ Maksimal Minimal K+ Maksimal 135 mmol/L 120 mmol/L 7,1 mmol/L 3,5 mmol/L 114 mmol/L 91,5 mmol/L 144 mmol/L 122 mmol/L 6,5 mmol/L

(53)

Karakteristik populasi berdasarkan frekuensi HD yaitu, frekuensi terendah adalah 1 kali per-bulan (n=1), 11 kali per-bulan (n=14) dan frekuensi tertinggi adalah 12 kali per-bulan (n=20). Dari kedua kategori frekuensi yang dibuat

Minimal Cl -Maksimal Minimal 3,1 mmol/L 105 mmol/L 95 mmol/L

(54)

memiliki nilai, yaitu: frekuensi 1-9 per-bulan berjumlah 1 orang (2,8%); dan frekuensi 10-19 per-bulan berjumlah 34 orang (97,1%).

Tabel 3. Karakteristik Hasil Pemeriksaan Elektrolit Na+, K+ dan Cl- Pre dan Post

Hemodialisa

Pemeriksaan Elektrolit

Pre HD (mmol/L) Post HD (mmol/L) Selisih Pre dan Post

HD (mmol/L)

Min Max

Rata-rata

Min Max Rata-

rata

Min Max Rata-

rata Na+ (mmol/L) 120 135 130,5 122 144 134,2 -2 -9 -3,69 K+ (mmol/L) 3,5 7,1 5,5 3,1 6,5 4,5 0,4 1 1 Cl -(mmol/L) 91,5 114 101,1 95 105 99,8 -3,5 9 1,3

Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata kadar pemeriksaan elektrolit Na+

pre hemodialisa adalah 130,5 mmol/L dengan kadar minimum 120 mmol/L dan

kadar maksimum 135 mmol/L, kadar rata-rata pemeriksaan elektrolit K+ pre hemodialisa adalah 5,5 mmol/L dengan kadar minimum 3,5 mmol/L dan kadar maksimum 7,1 mmol/dL, rata-rata kadar pemeriksaan Cl- adalah 101,1 mmol/L, dengan kadar minimum 91,5 mmol/L dan kadar maksimum 114 mmol/L. Dari tabel 3 diketahui pula rata-rata kadar pemeriksaan elektrolit Na+ post hemodialisa

adalah 134,2 mmol/L dengan kadar minimum 122 mmol/L dan kadar maksimum 144 mmol/L. Kadar rata-rata pemeriksaan elektrolit K+ post hemodialisa adalah 4,5 dengan kadar minimum 3,1 mmol/L dan kadar maksimum 6,5 mmol/L, kadar rata-rata pemeriksaan elektrolit Cl- post hemodialisa adalah 99,8 mmol/L, dengan

kadar minimum 95 mmol/L dan kadar maksimum 105 mmol/L. Selisih rata-rata antara kadar pemeriksaan elektrolit Na+ Pre dan Post HD adalah 3,69 mmol/L,

(55)

pemeriksaan elektrolit K+ adalah 1 mmol/L, dan pada pemeriksaan Cl- adalah 1,3 mmol/L.

Tabel 4. Hasil Analisis Statistik Pada Hasil Pemeriksaan Elektrolit Na+, K+ dan Cl- Pre dan

Post Hemodialisa* Rata-rata P Na+ Na+ pre HD – post HD 3.67143 0.000 K+ K+ pre HD – post HD 0.97600 0.000 Cl- Cl- pre HD – post HD 1.21429 0.038

*Uji T berpasangan (Paired T-test)

Berdasarkan hasil analisis pada kadar hasil pemeriksaan elektrolit Na+, K+, dan Cl- serum dari 35 sampel pada tabel 4 menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kadar hasil pemeriksaan elektrolit Na+, K+, dan Cl

-pre hemodialisa dan post hemodialisa yang ditandai dengan nilai P=0,000

(P<0,05) pada hasil pemeriksaan Na+ dan K+, serta nilai pada pemeriksaan elektrolit Cl- menunjukkan hasil nilai P=0,038 (P<0,05).

VI.2. Pembahasan

Elektrolit adalah senyawa didalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Pada ginjal terjadi proses reabsobsi zat-zat kimia yang masih dibutuhkan oleh tubuh dan membuang hasil metebolisme tubuh, salah satunya adalah kreatinin. Salah satu

(56)

fungsi ginjal adalah menjaga konsentrasi elektrolit dan cairan tubuh. Apabila fungsi ginjal terganggu maka konsentrasi elektrolit dalam tubuh juga terganggu (31).

Pemeriksaan kadar elektrolit Na+ dan K+ post hemodialisa di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSUP Labuang Baji pada periode Januari-Februari 2013 telah dilakukan terhadap 35 sampel pasien gagal ginjal kronik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh hemodialisa terhadap komposisi elektrolit Na+, K+, dan Cl- pada pasien GGK.

Berdasarkan hasil penelitian pada 35 sampel pasien gagal ginjal kronik dengan pasien berumur diatas 30 tahun atau lebih yang terdiri dari 23 (65,7%) laki-laki dan 12 (34,2%) perempuan. Penelitian Jaladerany, Cowell, dan Geddes (2006) pada pasien penyakit gagal ginjal kronis di Inggris yang menunjukkan hal yang sama peneliti dapatkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Prevalensi laki-laki lebih besar daripada perempuan karena aktivitas laki-laki lebih banyak, sedangkan perempuan lebih sering menunda dialisis dibanding pria karena kesibukannya dalam pekerjaan mengurus rumah tangga (32).

Tabel 2 memperlihatkan distribusi subyek penelitian berdasarkan umur dimana pasien gagal ginjal kronik. Kelompok umur 30 – 39 tahun sebanyak 3 (8,5%), pasien kelompok umur 40 – 49 tahun sebanyak 6 (17,1%) pasien, kelompok umur 50 – 59 tahun sebanyak 13 (37,1%) pasien, dan kelompok umur lebih dari 60 tahun sebanyak 13 (37,1%) pasien. Dari data tersebut diketahui bahwa pasien paling banyak pada usia 50 - >60 tahun.

(57)

Suatu studi di Amerika oleh Saydah & Eberhardt (2006) pada tahun 1999-2004 juga menyimpulkan bahwa GGK lebih banyak dialami pasien yang berusia diatas 40 tahun. Meningkatnya jumlah populasi pasien dewasa yang mengalami hemodialisa dihubungkan dengan proses perjalanan penyakit GGK yang bersifat progresif Australian Institute of Health And Welfare (2009) menyebutkan bahwa faktor risiko GGK adalah peningkatan umur. Seperti yang dikemukakan oleh

National Kidney Foundation (2009) bahwa semakin tua usia, semakin berisiko

seseorang untuk mengalami GGK (22).

Hemodialisa digunakan pada pasien dengan gagal ginjal untuk mengurangi nilai urea nitrogen darah, kreatinin, hiponatremia serta hiperkalemia dan memperbaiki keadaan asidosis metabolik (22). Dari data yang diperoleh setelah menjalani hemodialisa terjadi peningkatan kadar elektrolit Na+ dan penurunan kadar elektrolit K+ walaupun belum semua kadar pemeriksaan post hemodialisa yang sesuai dengan nilai rujukan normalnya, sedangkan pada hasil pemeriksaan elektrolit Cl- post hemodialisa semua hasil menunjukkan hasil yang

sesuai dengan nilai rujukan normalnya.

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar pemeriksaan elektrolit Na+ pre hemodialisa adalah 130,5 mmol/L dengan kadar minimum 120 mmol/L dan kadar maksimum 135 mmol/L, sedangkan kadar rata-rata pemeriksaan elektrolit K+ pre hemodialisa adalah 5,5 mmol/L dengan kadar minimum 3,5 mmol/L dan kadar maksimum 7,1 mmol/L, dan pada hasil pemeriksaan Cl- pre hemodialisa menunjukkan kadar rata-rata 101,1 mmol/L, kadar minimum 91,5 mmol/L dan kadar maksimum 114 mmol/L.

(58)

Nilai rujukan Na+ serum adalah 135 – 145 mmol/L. Dari data hasil pemeriksaan kadar elektrolit Na+ post hemodialisa diketahui rata-rata hasil pemeriksaan adalah 134,2 mmol/L dengan kadar minimum 122 mmol/L dan kadar maksimum 144 mmol/L. Dari data hasil pemeriksaan Pre hemodialisa hanya terdapat 10 (28,5%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan dan 25 (71,4%) hasil pemeriksaan lainnya menunjukkan hasil dibawah dari nilai rujukan sedangkan dari hasil pemeriksaan Post hemodialisa diketahui bahwa terdapat 19 (54,28%) hasil pemeriksaan yang menunjukkan hasil yang sesuai dengan nilai rujukan dan 16 (45,7%) hasil pemeriksaan yang dibawah dari nilai rujukan.

Dari data yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan dari 10 (28,5%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan menjadi 19 (54,28%) setelah menjalani terapi hemodialisa, dari data yang telah diperoleh juga menunjukkan bahwa terdapat 9 (25,7%) hasil pemeriksaan dibawah nilai rujukan pada pre hemodialisa mengalami kenaikan kadar menjadi hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada post hemodialisa serta terdapat pula 15 (42,8%) hasil pemeriksaan yang menunjukkan kenaikan kadar setelah menjalani hemodialisa namun belum sesuai dengan nilai rujukan, dimana pada pasien GGK mengalami hiponatremia yang disebabkan oleh gangguan fungsi glomelurus dan tubulus pada ginjal.

Nilai rujukan K+ serum adalah 3,5 – 5,3 mmol/L. Dari data hasil pemeriksaan kadar elektrolit K+ post hemodialisa diketahui rata-rata hasil pemeriksaan adalah 4,5 mmol/L dengan kadar minimum 3,1 mmol/L dan kadar maksimum 6,5 mmol/L. Dari data hasil pemeriksaan Pre hemodialisa terdapat 14 (40%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujuka dan 21 (60%) hasil

(59)

pemeriksaan lainnya menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari nilai rujukan, dari hasil pemeriksaan Post hemodialisa diketahui bahwa terdapat 24 (68,6%) hasil pemeriksaan yang menunjukkan hasil yang sesuai dengan nilai rujukan dan 11 (31,4%) hasil pemeriksaan yang bervariasi, dimana terdapat 3 (8,5%) hasil pemeriksaan dibawah dari nilai rujukan dan terdapat 8 (22,8%) hasil pemeriksaan diatas nilai rujukan.

Dari data yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan dari 14 (40%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan menjadi 24 (68,6%) setelah menjalani terapi hemodialisa, dari data yang telah diperoleh juga dapat diketahui bahwa terdapat 3 (8,5%) hasil pemeiksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada pre hemodialisa menjadi hasil pemeriksaan yang menunjukkan nilai dibawah dari nilai rujukan pada post hemodialisa, dapat diketahui pula bahwa terdapat 13 (37,1%) hasil pemeriksaan yang menunjukkan hasil diatas dari nilai rujukan mengalami penurunan kadar menjadi hasil yang sesuai dengan nilai rujukan pada post hemodialisa, serta terdapat 8 (22,8%) hasil pemeriksaan yang menunjukkan penurunan kadar setelah menjalani hemodialisa namun belum mencapai hasil yang sesuai dengan nilai rujukan, dimana pada pasien GGK mengalami hiperkalemia yang disebabkan oleh keluarnya K+ dari intrasel ke ekstrasel yang disebabkan oleh terjadinya keadaan asidosis metabolik.

Nilai rujukan Cl- serum adalah 95 – 105 mmol/L. Dari data hasil pemeriksaan kadar elektrolit Cl- post hemodialisa diketahui rata-rata hasil pemeriksaan adalah 99,8 mmol/L dengan kadar minimum 95 mmol/L dan kadar maksimum 105 mmol/L. Dari data hasil pemeriksaan Pre hemodialisa hanya terdapat 31 (88,6%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan (normal)

(60)

dan 4 (11,4%) hasil pemeriksaan lainnya menunjukkan hasil yang bervariasi dimana terdapat 2 (5,71%) hasil dibawah dari nilai rujukan (hipoklorinemia) dan 2 (5,71%) hasil diatas dari nilai rujukan (hiperklorinemia), dari hasil pemeriksaan

Post hemodialisa diketahui bahwa semua hasil pemeriksaan 35 (100%)

menunjukkan hasil yang sesuai dengan nilai rujukan (normal).

Berdasarkan hasil uji T berpasangan, nilai P=0,000 ditunjukkan pada hasil pemeriksaan Na+ dan K+, serta pada pemeriksaan elektrolit Cl -menunjukkan hasil nilai P=0,038 dimana pada ketiga hasil tersebut -menunjukkan nilai P<0,05 yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kadar elektrolit Na+, K+, dan Cl- pre hemodialisa dan post hemodialisa. Hemodialisa digunakan pada pasien dengan gagal ginjal untuk mengurangi nilai urea nitrogen darah, kreatinin, hiponatremia,

hiperkalemia dan memperbaiki keadaan asidosis metabolik. Dari data yang diperoleh setelah menjalani hemodialisa terjadi perbaikan kadar elektrolit Na+, K+, dan Cl- .

(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan: 1. Pada hasil pemeriksaan Na+ terdapat peningkatan dari 10 (28,5%) hasil

pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada pre HD menjadi 19 (54,28%) pada post HD. Pada hasil pemeriksaan K+ terdapat peningkatan dari 14 (40%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan pada pre HD menjadi 24 (68,6%) pada post HD dan pada hasil pemeriksaan Cl- terdapat peningkatan dari 31 (88,6%) hasil pemeriksaan yang sesuai dengan nilai rujukan menjadi 35 (100%) pada post HD.

2. Terjadi penigkatan pada seluruh nilai kadar Na+ Post HD, terjadi penurunan pada seluruh nilai kadar K+ Post HD dan Seluruh nilai kadar Cl- menjadi normal (sesuai dengan nilai rujukan) pada Post HD.

3. Berdasarkan hasil uji T berpasangan, pada ketiga hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan nilai P<0,05 yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kadar elektrolit Na+, K+, dan Cl- pre hemodialisa dan

post hemodialisa.

V.2. Saran

Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan elektrolit lainnya dalam melihat pengeruh HD pasien GGK

(62)

DAFTAR PUSTAKA

1. Koolman, J; Heinrich, K. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia.

Hipokrates. Jakarta. 2000. Hal 290

2. Price, S.A, & Wilson, M. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 6. Terjemahan oleh Brahm U Pendit. et al. Jakarta; EGC; 2005. Hal. 867-992.

3. Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 2006. Hal. 235.

4. Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2006. Hal : 581-584

5. Imam, P. Hubungan Antara Lama Hemodialisa Dengan Terjadinya

Perdarahan Intra Serebral. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret. Surakarta. 2010. Available Pdf File

6. Syakhriani, F. Tes Faal Ginjal dan Manfaatnya (monograph on the internet), Bandung; 2008 (accesed 7 Maret 2009). Available From: http://www.kalbe.co.id.

7. Dirckx, H. J. Kamus Ringkas Kedokteran Stedman untuk profesi

kesehatan. Edisi 4. EGC. Jakarta. 2001. Hal 513.

8. Endang, S. Diagnosis dini penyakit ginjal kronik, RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2009.

9. Sacher, RA; McPherson, RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Ed.11. Terjemahan oleh Pendit BU & Wulandari D.

EGC. Jakarta. 2004. Hal: 292, 293, 327.

10. Guyton AC; Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.9. Terjemahan Setiawan I. EGC.Jakarta.1997. Hal: 459,469.

11. Herawati, S. Organ Saluran Kemih, Urinalisis, Bagian Patologi Klinik. Edisi 4. EGC. Jakarta. 1995. Hal.232-256.

Gambar

Gambar 1. Anatomi Ginjal
Gambar 2. Pembuluh darah ginjal
Gambar 3. Nefron
Tabel 1. Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel   Elektrolit  Plasma mEq/ L  Cairan   Interstitial  mEq/L  Cairan  Intraseluler mEq/L  Na +  140  148  13  K +  4,5  5,0  140  Ca 2+  5,0  4,0  1 x 10 -7 Mg 2+  1,7  1,5  7,0  Cl -  104  115  3,
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا. Namun, dalam transliterasi inikata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang.

Sebagai contoh pembangunan yang lebih sederhana dengan sistem unit blok modul inl dapat diterapkan pada pembangunan ruang kabin akomodasi bangunan atas kapal.. Hal

Selaras pendapat (Sanjaya, 2008) bahwa motivasi akan tumbuh manakala peserta didik merasa dihargai dan memberikan pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin membuat suatu aplikasi berbasis mobile GIS yang dijalankan di platform Android dan mengangkatnya menjadi

mengatur tenaga kerja (SDM) dan mengatur pemberian gaji pekerja. Program studi entreprenurship melakukan inovasi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan soft

memenuhi syarat sebagaimana diatur oleh Peraturan KPU No. 20 Tahun 2014 Tentang Pemungutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara Bag! Warga Negara Republik Indonesia di

Tujuan proyek ini adalah membangun sebuah jaringan komputer yang dapat memberikan kemudahan teknologi dan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan administrasi kantor,

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 9 juli 2014 di Masjid Ta’awanul Muslimin dengan menanyakan kepada remaja apakah bersedia untuk menjadi