• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta Maret 2011 DIREKTUR JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL GUSMARDI BUSTAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta Maret 2011 DIREKTUR JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL GUSMARDI BUSTAMI"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-NYA, sehingga buku Laporan Tahunan Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional Tahun 2010 dapat diselesaikan dengan baik.

Indonesia sebagai negara dengan potensi ekonomi yang besar, sangat berkepentingan secara strategis untuk berpartisipasi dalam perundingan internasional dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional terkait akses pasar internasional. Dukungan kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang besar, telah diakui oleh dunia sebagai kunci penting keberadaan Indonesia pada berbagai fora perundingan.

Dari sisi tugas pokok dan fungsi Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional telah menjalani perannya dengan baik yaitu menjalin dan meningkatkan kerja sama perdagangan di ketiga fora perundingan internasional. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya nilai ekspor nonmigas pada bulan November 2010 yang mencapai US$ 12,6 miliar, meningkat 49,2% dari periode yang sama tahun 2009. Nilai tersebut merupakan ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah perekonomian Indonesia yang lebih tinggi dari rekor bulanan sebelumnya di bulan Agustus 2010 sebesar US$ 11,8 milyar dan jauh di atas rata-rata bulanan sepanjang tahun 2010 sebesar US$10,5 milyar.

Buku ini merupakan kumpulan dari hasil-hasil perundingan dan kesepakatan Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional yang telah dilakukan sepanjang tahun 2010 di tiga fora perundingan yakni bilateral, regional, dan multilateral. Selain itu buku ini juga menguraikan hal-hal yang telah dilaksanakan dan dicapai selama tahun 2010 serta masalah-masalah yang masih perlu penanganan intensif pada tahun-tahun mendatang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan.

Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penerbitan buku Laporan Tahunan ini. Harapan kami, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta Maret 2011

DIREKTUR JENDERAL

KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

(3)
(4)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 3

DAFTAR ISI

HALAMAN KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii RINGKASAN EKSEKUTIF ... vii

BAB BAB BAB I. II. III.

ARAH KEBIJAKAN DITJEN KPI DAN STRUKTUR ORGANISASI

A. Visi dan Misi Ditjen KPI ... 1. Visi ... 2. Misi ... B. Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen KPI ... DINAMIKA KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A. Forum Kerja Sama Multilateral ... B. Forum Kerja Sama Regional ... C. Forum Kerja Sama Bilateral ... PERKEMBANGAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Forum Kerja sama Multilateral ...

1. WTO Doha Development Agenda ... a. Pertanian ... b. Non Pertanian (NAMA) ... c. Services ... d. Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS) …... d. Rules ... e. Trade and Environment ... f. Trade Facilitation ...

2. WTO Non DDA ... a. Trade-related Investment Measures (TRIMs) ………. b. The United Nation Environment Programme (UNEP) ... c. United Nation Convention on Sustainable Development

(UNCSD) ... d. Dispute Settlement Body (DSB) ...

3. Organisasi Komoditi Internasional ... a. International Tripartite Rubber Council (ITRC) ... b. Association of Natural Rubber Producing Countries

(ANRPC) ... c. International Pepper Community (IPC) ... d. International Coffee Organization (ICO) ...

1 2 2 2 7 8 9 11 11 11 14 17 18 19 20 21 22 22 23 23 24 24 24 26 27 28

(5)

6 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

4. Organisasi Internasional Lainnya ... a. Development - 8 ... b. The Organization of The Islamic Conference ………

B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL

1. Intra ASEAN ………..……… a. AEC Scorecard ……….. b. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) ………. c. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) ……. d. ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) ….. 2. ASEAN Mitra Dialog ...

a. ASEAN – Amerika Serikat ………...……… b. ASEAN – Australia – New Zealand ... c. ASEAN – China ……… d. ASEAN – India ………. e. ASEAN – Jepang ………. f. ASEAN – Korea ……… 3. Asia-Pacific Economic Cooperation(APEC) ………..………..

C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL

1. Indonesia – Amerika Serikat ... 2. Indonesia – Argentina ... 3. Indonesia – Australia ... 4. Indonesia – Bangladesh ... 5. Indonesia – EFTA ... 6. Indonesia – Iran ... 7. Indonesia – Iraq ... 8. Indonesia – India ... 9. Indonesia – Jepang ... 10. Indonesia – Korea ... 11. Indonesia – Mesir ... 12. Indonesia – Mozambique ... 13. Indonesia – RRT ... 14. Indonesia – Rusia ... 15. Indonesia – Selandia Baru ………... 16. Indonesia – Slovakia ... 17. Indonesia – Somalia ... 18. Indonesia – Turki ... 19. Indonesia – Tunisia ... 20. Indonesia – Timor Leste ... 21. Indonesia – Uni Eropa ……… 22. Indonesia – Uzbekistan ……… D. PENGAMANAN PERDAGANGAN

1. Perkembangan Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard ... 2. Perkembangan Penyelesaian Kasus ...

28 28 29 30 30 31 31 32 33 33 33 36 38 39 41 43 44 45 46 47 48 49 50 53 53 54 60 61 61 64 65 66 67 68 69 71 71 73 73 74

(6)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 5

BAB IV.

E. KESEKRETARIATAN

1. Bagian Program ... 2. Bagian Hukum dan Evaluasi ... 3. Bagian Keuangan ... 4. Bagian Kepegawaian dan Umum ……….…….

PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT

A. FORUM KERJA SAMA MULTILATERAL ... 1. WTO Doha Development Agenda ... a. Pertanian ... b. Non Pertanian (NAMA) ... c. Services ... d. Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS) …... e. Rules ... f. Trade and Environment ... g. Trade Facilitation ...

2. WTO Non DDA ... a. Trade-related Investment Measures (TRIMs) ………. b. The United Nation Environment Programme (UNEP) ... c. United Nation Convention on Sustainable Development

(UNCSD) ... d. Dispute Settlement Body (DSB) ...

3. Organisasi Komoditi Internasional ... a. International Tripartite Rubber Council (ITRC) ... b. Association of Natural Rubber Producing Countries

(ANRPC) ... c. International Pepper Community (IPC) ... d. International Coffee Organization (ICO) ...

4. Organisasi Internasional Lainnya ... a. Development - 8 ... b. The Organization of The Islamic Conference ………

B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL

1. Intra ASEAN ………..……… a. AEC Scorecard ……….. b. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) ………..……. c. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) …..…. d. ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) ..…………. 2. ASEAN Mitra Dialog ... a. ASEAN – Amerika Serikat ………...……… b. ASEAN – Australia – New Zealand ... c. ASEAN – China ……… d. ASEAN – India ………. e. ASEAN – Jepang ………. f. ASEAN – Korea ……… 76 77 79 79 81 81 81 81 82 82 82 83 83 83 83 83 84 84 84 84 85 85 85 86 86 86 86 86 86 86 87 87 87 87 88 88 89 90

(7)

6 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

BAB V.

3. Asia-Pacific Economic Cooperation(APEC) ………....………..

C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL

1. Indonesia – Amerika Serikat ... 2. Indonesia – Argentina ... 3. Indonesia – Australia ... 4. Indonesia – Bangladesh ... 5. Indonesia – EFTA ………... 6. Indonesia – Iran ... 7. Indonesia – Iraq ... 8. Indonesia – India ... 9. Indonesia – Jepang ... 10. Indonesia – Korea ... 11. Indonesia – Mesir ... 12. Indonesia – Mozambique ... 13. Indonesia – RRT ... 14. Indonesia – Rusia ... 15. Indonesia – Selandia Baru ………... 16. Indonesia – Slovakia ... 17. Indonesia – Somalia ... 18. Indonesia – Turki ... 19. Indonesia – Tunisia ... 20. Indonesia – Timor Leste ... 21. Indonesia – Uni Eropa ……… 22. Indonesia – Uzbekistan ………. D. PENGAMANAN PERDAGANGAN ... PENUTUP ... 91 91 91 92 92 92 93 93 94 94 95 95 95 96 96 96 97 97 97 98 98 98 99 99 101

(8)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 7

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sepanjang tahun 2010, adalah saat Indonesia untuk terbebas dari krisis ekonomi global. Indonesia sendiri telah membuktikan bahwa krisis ekonomi 2008 tidak terlalu berimbas kepada negara yang memiliki pasar ekspor yang sangat luas. Indonesia berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi yang melebihi 6%, atau lebih tinggi dari target APBN-P 2010 sebesar 5,8%. Sedangkan untuk ekspor nonmigas Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 22,1 milyar.

Dari sudut pandang Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional, upaya yang dilakukan untuk menjaga akses pasar dan kemerosotan pertumbuhan ekonomi ditempuh melalui penyelesaian hambatan atas berbagai produk-produk Indonesia di negara mitra dagang. Hal ini dikarenakan ada kecenderungan di dalam masa krisis ini ada beberapa negara yang melakukan proteksi untuk melindungi pasar mereka namun kebijakan tersebut bertentangan dengan aturan yang ada. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan oleh beberapa negara dalam rangka melindungi pasar mereka cenderung tidak transparan.

Upaya lain yang dilakukan oleh Ditjen Kerja sama Perdagangan Internasional adalah dengan cara terus menerus mendorong perundingan di semua fora perundingan melalui 3 (tiga) fora kerjasama, yaitu: (i) fora multilateral; (ii) fora regional; dan (iii) fora bilateral.

Dari ketiga fora kerja sama tersebut, beberapa pencapaian yang telah dicapai oleh Ditjen KPI pada tahun 2010, antara lain:

1. Hal-hal pokok yang patut dicatat dari pencapaian hasil kerja sama perdagangan internasional di forum multilateral adalah keberhasilan dalam meratifikasi dokumen perjanjian dalam kerangka kerja sama Development 8 dan Organisation Of Islamic Conference.

2. Telah diratifikasinya kesepakatan kerja sama, yaitu : (i) ASEAN - Jepang; (ii) Indonesia - Uzbekistan Trade Agreement; dan (iii) ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sector (PIS), yang bertujuan untuk meningkatkan, memberikan kemudahan, serta mengembangkan kerjasama ekonomi dan perdagangan yang stabil dan berjangka panjang;

3. Di tingkat negara-negara anggota ASEAN kita telah menyepakati untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 sehingga akan menjadikan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia. Terdapat 4 (empat) pilar yang menjadi strategi dalam membangun MEA, yaitu: (1) Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi; (2) Wilayah Berdaya Saing Ekonomi; (3) Pembangunan Ekonomi yang Adil dan Merata; dan (4) Integrasi dengan Perekonomian Global. Selain itu, Indonesia sebagai Ketua ASEAN di Tahun 2011, harus dapat memandu anggota lainnya dalam mempercepat implementasi dari perjanjian-perjanjian yang telah ditetapkan;

(9)

8 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

4. Melalui kerja sama ekonomi APEC kita telah mendorong untuk dapat menyelesaikan krisis ekonomi global, percepatan integrasi ekonomi regional, dan mendukung proses penyelesaian perundingan WTO DDA agar dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dengan mengakomodir kepentingan banyak negara-negara anggota;

5. Beberapa hal yang patut diketahui di forum bilateral, adalah telah diselesaikannya JSG dengan EFTA, India dan Australia, serta pembentukan Trade and Investment Council (TIC) Indonesia - Amerika Serikat yang dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan perdagangan bilateral antar kedua negara terkait isu Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act dan Priority Watch List;

6. Indonesia dengan AS telah menyepakati untuk diadakannya kemitraan komprehensif yang diwujudkan dalam bentuk Joint Commission Meeting (JCM) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri kedua negara dan terbagi dalam beberapa working groups;

7. Argentina akan membuka pasarnya lebih lebar terhadap jenis produk ekspor Indonesia seperti tekstil, elektronik, peralatan listrik, minyak kelapa sawit, produk hortikultura, kertas dan produk kertas, kayu olahan, karet, alas kaki, suku cadang sepeda motor, sepeda motor, coklat, udang, ikan beku, kopi, buah yang diawetkan, mesin pencetak, furnitur, kerajinan tangan, perhiasan, kimia, dan perlengkapan rumah tangga.

8. Menandatangani 2 (dua) MoU dengan negara Mozambik dan Rusia, yaitu (i) Memorandum of Understanding between the Ministry of Trade the Republic of Indonesia and the Ministry of Industry and Trade of the Republic of Mozambique on Trade Promotion Cooperation ditandatangani pada tanggal 9 Juni 2010 di Jakarta; dan (ii) The Memorandum of Understanding between the Ministry of Economic Development of the Russian Federation and the Ministry of Trade of Republic of Indonesia on Mutual Cooperation in the Field of Trade, Investment, and Economy ditandatangani pada tanggal 10 November 2010 di Yokohama, Jepang;

9. Selain itu pada tahun 2010 telah diratifikasi pula dokumen Agreement Between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of the Arab Republic of Egypt on Economic and Technical Cooperation.

Dari berbagai keberhasilan tersebut, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, antara lain:

1. Lambannya Putaran Perundingan DDA WTO terutama issue perundingan bidang pertanian yang menjadi penentu keberhasilan keseluruhan perundingan lainnya. Isu multilateral lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah masalah transparansi dimana semua pihak yang berkepentingan dapat sewaktu-waktu meminta klarifikasi atas berbagai kebijakan menyangkut bidang perdagangan;

2. Dari seluruh outstanding issues dalam perundingan pertanian di WTO, SSM dipandang memiliki muatan politis yang tinggi dan paling kompleks dari semua isu yang ada.

3. Masih belum diratifikasinya ACIA akan menyebabkan terlambatnya implementasi perjanjian tersebut;

4. Kesulitan dari negara anggota ASEAN dalam memenuhi persyaratan AFAS 8;

5. Masih terdapat berbagai hambatan non-tarif atau aturan-aturan yang cukup memberatkan seperti “REACH” yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang mencakup

(10)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 9 Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemicals. Hambatan lain yang diterapkan oleh negara lain yaitu legalisasi dokumen ekspor, keharusan calling visa bagi pengusaha RI dan masalah pembayaran. Upaya yang telah dilakukan antara lain; memfasilitasi registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pendekatan kepada Parlemen UE guna menjelaskan bahwa Palm oil Indonesia telah memenuhi persyaratan lingkungan (substainability).

Untuk mengatasi permasalahan di bidang kerja sama perdagangan internasional, langkah-langkah yang telah diambil, antara lain:

1. Melanjutkan strategi diplomasi Indonesia dalam menghadapi perundingan perdagangan internasional yang dilakukan melalui 3 (tiga) pilar pendekatan, meliputi: Multilateral, Regional, dan Bilateral dengan tujuan antara lain untuk menciptakan kerja sama perdagangan yang adil bagi semua negara;

2. Melakukan kegiatan ekstensif di bidang transparansi dalam forum kerja sama multilateral dan memperkuat aliansi dengan berbagai mitra runding untuk mengamankan posisi RI baik di forum WTO maupun forum lembaga internasional dan kerja sama komoditi;

3. Terkait perundingan bidang pertanian WTO, Indonesia bersama-sama dengan Kelompok G-33 secara aktif terlibat dalam berbagai pertemuan teknis.

4. Mengupayakan kesetaraan dalam perundingan kerja sama perdagangan internasional dengan mitra dialog;

5. Meningkatkan kerja sama antara negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI).

(11)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 1

BAB I

ARAH KEBIJAKAN DAN STRUKTUR

ORGANISASI

Pembangunan Perdagangan dalam lima tahun ke depan akan berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 - 2025 yang telah dijabarkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010- 2014 dan bertumpu pada keseimbangan antara pembangunan perdagangan dalam negeri dan pembangunan perdagangan luar negeri.

Keberadaan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan adalah sebagai institusi yang membidangi kerja sama perdagangan internasional dengan melakukan diplomasi dan negosiasi perdagangan internasional serta meningkatkan akses pasar.

Dalam rangka berdiplomasi dan bernegosiasi untuk meningkatkan akses pasar, Ditjen KPI menggunakan strategi multijalur di forum multilateral, regional, dan bilateral. Melalui strategi multijalur ini, Indonesia telah berhasil memperkuat perannya di forum multilateral melalui forum kelompok Negara perunding di WTO seperti G-20, G-33, Cairns Group dan NAMA 11, di forum regional yang berfokus pada ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN + Mitra Dialog, dan APEC, sedangkan di forum bilateral yang berorientasi pada penjajakan pengembangan Economic Partnership Agreement (EPA) dan Free Trade Agreement (FTA).

Dalam rangka mewujudkan strategi tersebut, Setditjen KPI berperan sebagai pelaksana pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal dengan pengembangan sistem perencanaan, pengorganisasian, ketatalaksanaan pendayagunaan sumber daya dan keuangan, serta peningkatan koordinasi dengan setiap Direktorat yang terkait.

Peran kerja sama perdagangan internasional sangat strategis dalam mencapai sasaran pembangunan ekonomi. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menjabarkan seluruh program kegiatannya selama periode tahun 2010-2014 yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen KPI melalui penetapan arah pembangunan dalam jangka pendek dan menengah, yaitu membangun sistem perdagangan yang efisien dan efektif guna meningkatkan daya saing barang dan jasa di pasar global melalui Kerja sama perdagangan internasional.

Dalam menyusun Renstra ini, Ditjen KPI berpedoman pada RPJMN 2010−2014 yang telah dielaborasi dalam Rencana Strategis Pembangunan Perdagangan 2010-2014, dan secara aktif berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan sehingga dapat dihasilkan sebuah rencana strategis yang transparan, terpadu, dan dapat diimplementasikan, serta sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang yang telah dikembangkan oleh pemerintah.

(12)

2 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

Dalam rangka mewujudkan cita-cita yang ingin dicapai dalam jangka menengah dan panjang, maka Ditjen KPI telah merumuskan visi dan misi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dikerjakan dan mengacu serta terkait erat dengan Visi dan Misi Kementerian Perdagangan.

A. Visi dan Misi Ditjen KPI

1. Visi

Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah menetapkan visi sesuai dengan visi Kementerian Perdagangan .

“Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi serta Pencipta Kemakmuran Rakyat Yang Berkeadilan”.

2. Misi

Dalam proses mewujudkan visi dan mendukung misi Kementerian Perdagangan yaitu ”Meningkatkan kinerja ekspor nonmigas secara berkualitas”, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional mengemban misi sebagai berikut: a. Meningkatkan akses pasar ekspor melalui diplomasi perdagangan;

b. Meningkatkan kualitas fasilitasi pengamanan akses pasar;

c. Mengamankan kebijakan perdagangan RI di forum Internasional.

B. TUGAS POKOK DAN FUNGSI (Tupoksi)

DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Sesuai dengan Peraturan Presiden R.I. Nomor 10 Tahun 2005, Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, Ditjen KPI mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama perdagangan internasional. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana tersebut berdasarkan Permendag 01/M-DAG/PER/3/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah dirubah dengan Permendag 30/M-DAG/PER/12/2005, Ditjen KPI menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan kementerian dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional;

2. Pelaksanaan kebijakan dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku; 3. Pengamanan kebijakan dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan

internasional sesuai dengan peraturan dan perundang - undangan yang berlaku; 4. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dibidang kerja sama

dan negosiasi perdagangan internasional;

5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional;

6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.

Tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional sebagaimana tersebut di atas, merupakan pelaksanaan sebagian tugas atau misi Kementerian Perdagangan dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

(13)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 3 Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor: 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan, Ditjen KPI terdiri dari 6 (enam) unit setingkat Eselon II yaitu 5(lima) unit teknis setingkat Eselon II dan 1 (satu) unit Sekretariat Direktorat Jenderal.

1. Sekretariat Direktorat Jenderal KPI

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 390, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a). Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana dan program kerja sama multilateral, regional, bilateral, dan pengamanan perdagangan serta bantuan teknik internasional di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional;

b). Penyiapan telaahan hukum, penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, evaluasi, dan pelaporan di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan internasional serta organisasi dan ketatalaksanaan Direktorat Jenderal;

c). Pelaksanaan urusan administrasi keuangan;

d). Pelaksanaan urusan administrasi kepegawaian, perlengkapan rumah tangga, dan tata usaha serta kearsipan.

2. Direktorat Kerja Sama Multilateral

Direktorat Kerja sama Multilateral mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 409, Direktorat Kerja sama Multilateral menyelenggarakan fungsi :

a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional;

b). Pelaksanaan penyiapan perumusan pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional;

c). Bimbingan teknis kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan

(14)

4 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional;

d). Evaluasi pelaksanaan kerja sama dan negosiasi perdagangan multilateral di bidang peningkatan akses pasar barang, akses pasar jasa dan hak kekayaan intelektual, pengamanan dan perlindungan akses pasar barang, penanganan isu baru perdagangan serta badan-badan perserikatan bangsa-bangsa dan organisasi internasional;

e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 3. Direktorat Kerja Sama Regional

Direktorat Kerja sama Regional mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan regional. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433, Direktorat Kerja sama Regional menyelenggarakan fungsi:

a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional;

b). Pelaksanaan penyiapan perumusan pedoman, standar, norma, kriteria dan prosedur Kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional;

c). Bimbingan teknis Kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional;

d). Evaluasi pelaksanaan kerja sama dan negosiasi perdagangan regional di bidang kerja sama perdagangan ASEAN, kerja sama fasilitasi perdagangan dan investasi ASEAN, perdagangan dan investasi APEC, ekonomi dan teknik APEC, serta kerja sama intra dan antar regional;

e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 4. Direktorat Kerja Sama Bilateral I

Direktorat Kerja sama Bilateral I mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral I. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 457, Direktorat Kerja sama Bilateral I menyelenggarakan fungsi:

a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan;

b). Pelaksanaan penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di

(15)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 5 kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan;

c). Bimbingan teknis kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan;

d). Evaluasi pelaksanaan kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Pasifik, Amerika Utara serta Amerika Tengah dan Selatan;

e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 5. Direktorat Kerja Sama Bilateral II

Direktorat Kerja sama Bilateral II mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral II.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481, Direktorat Kerja sama Bilateral II menyelenggarakan fungsi:

a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan;

b). Pelaksanaan penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan;

c). Bimbingan teknis Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan;

d). Evaluasi pelaksanaan Kerja sama dan negosiasi perdagangan bilateral dengan negara-negara di kawasan Eropa, Afrika Bagian Utara dan Afrika Bagian Selatan, Asia Barat dan Selatan;

e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 6. Direktorat Pengamanan Perdagangan

Direktorat Pengamanan Perdagangan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pengamanan perdagangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 505, Direktorat Pengamanan Perdagangan menyelenggarakan fungsi:

a). Pelaksanaan penyiapan perumusan kebijakan pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya;

b). Pelaksanaan penyiapan perumusan pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya;

c). Bimbingan teknis pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya;

(16)

6 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

d). Evaluasi pelaksanaan pengamanan perdagangan di bidang pembuktian dumping, pembuktian kerugian, pelayanan pengaduan, advokasi tuduhan dumping, dan praktek perdagangan lainnya;

e). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Untuk lebih memfokuskan tugasnya dalam bidang diplomasi dan menjawab tantangan kedepan, maka pada akhir tahun 2010 Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional telah merestrukturisasi organisasinya. Hal ini berkaitan erat dengan semangat reformasi birokrasi di seluruh Kementerian dan Lembaga Pemerintah di Indonesia untuk mewujudkan good governance. Perubahan struktur organisasi di Ditjen KPI adalah sebagaimana gambar 1 dan gambar 2 di bawah ini.

Struktur Organisasi Lama Gambar 1

Gambar 2

Struktur Organisasi Baru

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing unit teknis terkait maka pembahasan akan dilanjutkan dengan perkembangan kerja sama perdagangan internasional yang terjadi di tahun 2010 di ketiga fora perundingan.

Direktorat Kerja Sama Multilateral

Direktorat Jenderal

Kerja Sama Perdagangan Internasional

Sekretariat Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa Direktorat Kerja Sama Bilateral Direktorat Kerja Sama

APEC dan Organisasi Internasional Lainnya Direktorat Kerja Sama ASEAN Direktorat Kerjasama Multilateral Sekretariat Direktorat Pengamanan Perdagangan Direktorat Kerjasama Bilateral II Direktorat Kerjasama Bilateral I Direktorat Kerjasama Regional Direktorat Jenderal

(17)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 7

BAB II

DINAMIKA KERJA SAMA PERDAGANGAN

INTERNASIONAL

Dalam rangka peningkatan peran dan kemampuan diplomasi perdagangan internasional, Ditjen KPI telah menetapkan target 140 (seratus empat puluh) partisipasi perundingan perdagangan internasional yang ingin dicapai pada tahun 2010. Sampai dengan bulan Desember 2010, target tersebut telah mencapai 100%. Hasil-hasil nyata dari partisipasi perundingan tersebut tertuang ke dalam dokumen-dokumen yang berupa Agreement, kesepakatan kerja sama komoditi, MRA, MoU, Agreed Minutes, Declaration, Chair Report, dan dokumen perundingan lainnya.

Masing-masing perkembangan yang terjadi sejak tahun 2009 dalam setiap forum perundingan telah terangkum sebagaimana berikut.

A. FORUM KERJA SAMA MULTILATERAL

Perjuangan Indonesia dalam meningkatkan akses pasar di forum multilateral dilakukan melalui kerja sama dan perundingan internasional di forum World Trade Organization (WTO) yang berfokus pada perundingan Doha Development Agenda (DDA), Perundingan WTO Non DDA, organisasi komoditi internasional, dan organisasi internasional lainnya.

Melalui perundingan di forum multilateral Indonesia memiliki tujuan untuk mendorong terbentuknya sistem perdagangan yang adil (fair) tanpa diskriminasi, transparan, saling menguntungkan, dan berorientasi pasar melalui serangkaian koreksi terhadap segala bentuk gangguan (distorsi) terhadap pasar dunia.

Untuk itu, Indonesia telah membuat komposisi kekuatan negara-negara berkembang dengan negara maju dalam forum multilateral tersebut menjadi berimbang. Hal ini terlihat dari kepemimpinan Indonesia dalam berbagai kelompok inti (misal: 33, G-20 di WTO dan ASEAN) hal ini membuat posisi Indonesia semakin diperhitungkan di forum internasional dan regional.

Perbedaan mendasar dari rumitnya perundingan DDA antara lain terletak pada 3 (tiga) isu utama (Triangle Issues), yaitu: (i) Domestic Support (terkait dengan subsidi pertanian) dan Market Access (terkait dengan penurunan tarif; (ii) Special Product/SP dan Special Safeguard Mechanism/SSM) di bidang Pertanian; serta (iii) Formula penurunan tarif di bidang Non-Agricultural Market Access (NAMA). Ketiga isu diatas sangat diperjuangkan oleh Indonesia karena kedua isu tersebut terkait langsung dengan pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan, dan ketahanan pangan bagi bangsa Indonesia.

(18)

8 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

B. FORUM KERJA SAMA REGIONAL

Partisipasi Indonesia di forum regional dilakukan melalui perundingan intra ASEAN, ASEAN + 1 (mitra dialog), ASEAN + 3, ASEAN + 6, APEC, dan perundingan kerja sama ekonomi regional (KESR).

Komitmen yang paling penting dalam perjanjian perdagangan internasional yang bersifat regional adalah ASEAN Charter dan kesepakatan ASEAN Economic Community

(AEC) Blueprint yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Negara pada ASEAN Summit pada bulan November 2007.

Indonesia berperan dalam implementasi cetak biru AEC yang mengkonsolidasikan semua perjanjian ASEAN menjadi ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA); ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA); ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS ke-7); dan Mutual Recognition Agreement (MRA) di beberapa sektor. Terdapat 4 (empat) pilar yang menjadi strategi dalam membangun ASEAN Economic Community/Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yaitu (1) Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi; (2) Wilayah berdaya saing Ekonomi; (3) Pembangunan Ekonomi yang Adil dan Merata; dan (4) Integrasi dengan Perekonomian Global. Keempat pilar ini selalu di pantau perkembangan melalui mekanisme scorecard. Yang sampai dengan akhir tahun 2010 total implementasinya mencapai 83,8%.

Di tingkat negara-negara anggota ASEAN kita telah menyepakati untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 sehingga akan menjadikan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia. Selain itu Indonesia sebagai Ketua ASEAN di Tahun 2011, harus dapat memandu anggota lainnya dalam mempercepat implementasi dari perjanjian-perjanjian yang telah ditetapkan;

Melalui kerja sama ekonomi APEC kita telah mendorong untuk dapat menyelesaikan krisis ekonomi global, percepatan integrasi ekonomi regional, dan mendukung proses penyelesaian perundingan WTO DDA agar dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dengan mengakomodir kepentingan banyak negara-negara anggota;

Untuk perundingan di tingkat ASEAN, diakhir tahun 2010 Ditjen KPI telah melakukan persiapan untuk menyambut Keketuaan Indonesia di ASEAN sepanjang tahun 2011. Dalam persiapannya, Ditjen KPI melakukan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga lain sehingga gaungnya bisa menggema dan masyarakat Indonesia dapat mengambil manfaat ekonomis dari penyelenggaraan sidang ASEAN dimaksud.

(19)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 9

C. FORUM KERJA SAMA BILATERAL

Dalam forum kerja sama bilateral, Indonesia memfokuskan kepada perundingan yang berorientasi pada penjajakan pengembangan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan mengedepankan peningkatan sumber daya manusia dan kerja sama teknik. Karena dianggap CEPA lebih menguntungkan daripada Free Trade Agreement, karena CEPA selain membuka pasar juga meningkatkan sumber daya manusia Indonesia.

Salah satu bukti nyata perjuangan Ditjen KPI untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia adalah dengan berlakunya Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) yang ditandatangani oleh kedua kepala negara bulan Agustus tahun 2008. IJ-EPA adalah kerja sama dalam kerangka Free Trade Area yang pertama dilakukan oleh Indonesia yang mengikutkan capacity building dalam perjanjiannya. Untuk itu, Indonesia akan secara terus menerus menggarap kerja sama yang sejenis dengan negara mitra dagang lainnya.

Untuk perundingan bilateral yang selanjutnya, ada tiga perjanjian yang telah selesai studi kelayakannya, yaitu EFTA (European Free Trade Association) yang terdiri dari Norway, Iceland, Switzerland dan Liechtenstein), India, dan Australia, serta pembentukan Trade and Investment Council (TIC) Indonesia - Amerika Serikat yang dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan perdagangan bilateral antar kedua negara antara lain terkait isu Status Priority Watch List Indonesia.

Isu lain yang dihadapi secara bilateral dengan beberapa negara mitra dagang sepanjang 2010, antara lain adalah masih terdapat berbagai hambatan Non-Tarif atau aturan-aturan yang cukup memberatkan seperti “REACH” yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang mencakup Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemicals. Hambatan lain yang diterapkan oleh negara lain antara lain, yaitu legalisasi dokumen ekspor, keharusan calling visa bagi pengusaha RI, dan masalah pembayaran. Selain itu, L/C kerap mengalami penundaan pencairan, prosedur pencairan yang kaku juga membuat dana-dana yang dibutuhkan pengusaha Indonesia menjadi terlambat diterima, serta belum adanya pembayaran langsung. Upaya yang telah dilakukan antara lain; memfasilitasi registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Pendekatan kepada Parlemen Uni Eropa guna menjelaskan bahwa Palm oil Indonesia telah memenuhi persyaratan lingkungan (substainability).

Negara lain yang menjadi perhatian Indonesia sejak tahun 2009, adalah: Tunisia melalui pembentukan Joint Study Group; Afrika Selatan melalui Joint Trade Committee; Kenya melalui Joint Commission; Swaziland melalui Joint Commission; Pakistan melalui pembentukan 3 (tiga) Working Group di dalam Joint Study Group; Arab Saudi melalui Joint Commision; dan Chile melalui pembentukan Joint Study Group.

Negara-negara ini adalah negara pasar non tradisional bagi ekspor Indonesia yang telah terbukti menjadi penyelamat ekspor Indonesia dalam krisis global tahun 2008, oleh karena pada tahun tersebut tidak ada penurunan nilai ekspor yang signifikan terhadap ekspor Indonesia.

(20)
(21)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 11

BAB III

PERKEMBANGAN KERJA SAMA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A.

FORUM KERJA SAMA MULTILATERAL

1. WTO - Doha Development Agenda (DDA) a. Pertanian

Perundingan DDA Bidang Pertanian bertujuan untuk melakukan renegosiasi dan koreksi guna menyempurnakan Agreement on Agriculture agar dapat mengakomodasi aspek – aspek kepentingan pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan perlindungan perdagangan pertanian negara – negara anggota WTO terutama negara berkembang khususnya Indonesia. Pembahasan perundingan meliputi 3 (tiga) pilar yaitu market access, domestic support, dan export subsidies.

Selama tahun 2010, telah dilaksanakan 2 (dua) kegiatan utama dalam perundingan DDA-WTO bidang pertanian yaitu pembahasan Pending Issues

pada draft text modalitas (Revisi 4 tanggal 6 Desember 2008), dan pembahasan template yang diperlukan pada saat proses penyusunan

Scheduling of Comitments. Pending issues yang dibahas merupakan

outstanding issues sebagaimana disampaikan Ketua CoA SS (Comittee on Agriculture-Special Session) dalam pertemuan Trade Negotiating Committee

(TNC) Stocktaking pada bulan Maret 2011. Isu-isu yang dibahas tersebut meliputi ketiga pilar Domestic Support, Market Access, dan Export Competition yaitu: (i) blue box – product specific limit; (ii) cotton; (iii) sensitive products – designation; (iv) tariff cap; (v) tariff quota creation; (vi) tariff simplification; (vii) special products; (viii) special safeguard mechanism; dan (ix) tropical and diversification products dan long-standing preferences and preference erosion. Pembahasan yang dilakukan ditujukan untuk mengupayakan konvergensi yang belum tercapai diantara negara anggota. Sedangkan pada area templates terkait dengan base data, negara anggota telah aktif terlibat dalam road maps pengajuan developing draft templates

untuk domestic support, market access dan export support. Terkait template Schedule, G-33 akan memperjuangkan terefleksinya dengan maksimal komponen SP (special products) dalam keseluruhan bangunan schedule. Selain itu juga terdapat kemajuan pembahasan dalam bidang base data dan verifikasi. Terkait base data, terdapat kemajuan dengan adanya persiapan dan pembagian sekretariat serta adanya berbagai proposal dan papers di sejumlah area. Value of Production (VOP) juga sudah dihasilkan oleh para anggota untuk selanjutnya dilakukan proses verifikasi.

(22)

12 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

Perkembangan pembahasan masing-masing outstanding issues adalah sebagai berikut:

1)Cotton :

Untuk isu Cotton, masalah yang masih ditunggu oleh negara C-4 adalah seberapa besar AS akan mengurangi subsidi cotton nya sebesar USD 2 milyar per tahun, untuk dipotong sebesar 80%. Delegasi Amerika Serikat tetap menyatakan tidak dalam posisi untuk mengindikasikan tingkat pengurangan subsidi cotton sampai terdapat kejelasan tentang hasil perundingan pada isu lain. Berdasarkan laporan dari Ketua CoA SS dalam pertemuan TNC Maret 2010, seluruh negara anggota tetap berkomitmen untuk mencari solusi terbaik menempatkan isu cotton “Ambisius, Secara Tepat, dan Tegas“ konsisten dengan komitmen yang dibuat pada Konferensi Tingkat Menteri di Hong Kong Desember 2005.

2) Sensitive products – designation:

Beberapa negara maju seperti Jepang, Kanada, dan Norwegia meminta tambahan Sensitive Products menjadi 6 - 8% karena lebih dari 30% tarifnya berada pada highest band. Sebagai kompensasi mereka bersedia “membayar” dengan pembukaan TRQ yang lebih besar. Jepang dan Kanada masih mencari fleksibilitas untuk mengajukan tariff lines tambahan menurut kategori “Sensitive Products”. Terkait hal ini, Indonesia kiranya hanya dapat menerima jumlah sensitive products (SePs) yang diusulkan dalam draft text apabila jumlah special products (SPs) untuk negara berkembang sejalan dengan permintaan G-33. Indonesia perlu mendukung usulan bagi negara berkembang bahwa produk yang tidak memiliki TRQ dapat di designate sebagai Sensitive Product dengan pemotongan tarif berdasarkan tiered formula dengan waktu implementasi yang lebih panjang.

3) Tariff Cap:

Mengenai Tariff Cap, masih terdapat perbedaan tajam mengenai apakah akan ada suatu pengecualian yang membolehkan mempertahankan tarif lebih dari 100% ad valorem di luar “Sensitive products” produk anggota keseluruhan.

4) TRQ Creation:

Pada isu Tariff Quota Creation yang dikaitkan dengan pembahasan

Sensitive Products, sejumlah negara mendukung agar dasar perundingan tetap menggunakan dokumen mengenai Revised Draft Modalities for Agriculture Sensitive Products: Tariff Quota Creation. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa produk yang tidak memiliki TRQ dapat dijadikan sensitive products dengan ketentuan TRQ baru. Untuk produk tersebut, diwajibkan menyediakan tambahan 2% konsumsi domestik dari ketentuan TRQ untuk sensitive products pada para 74 draft text. Untuk produk tersebut, in-quota tariff rate adalah nol.

Namun sejumlah negara anggota mempertanyakan mengenai penerapan kriteria-kriteria yang ada dalam dokumen tersebut. Sebagai contoh dalam

(23)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 13 menentukan produk yang tidak memiliki tariff quota dan dalam menentukan data konsumsi.

5) Tariff Simplification:

Pembahasan dalam isu ini terpusat pada adanya inkonsistensi antara Annex N mengenai metodologi tariff simplification dengan isi draft text. Di samping itu, sejumlah negara anggota juga mempertanyakan mengenai

tariff simplification tersebut dalam penerapannya. Ketua menghimbau agar negara anggota yang melakukan pembahasan dapat terus melibatkan negara anggota lainnya sehingga dapat mencari jalan keluar secara multilateral.

6) Special Products (SPs):

SP merupakan bentuk dari Special and Differential Treatment (SDT) yang diberikan kepada negara berkembang seperti yang diakomodasikan dalam

Agreement on Agriculture (AoA, 1995) dan July Framework (2004). Dalam para 129 DraftText Revisi 4, disebutkan bahwa jumlah SP adalah 12% dari total tariff lines produk pertanian. Sejumlah negara berkembang menyampaikan bahwa jumlah ini belum dapat dikatakan final dan bergantung pada hasil kesepakatan di isu lainnya. Sementara sebagian negara anggota menganggap bahwa jumlah ini dapat dikatakan “stabilised”. Dalam draft text tersebut juga disebutkan bahwa sebanyak 5% dari tariff lines mendapatkan perlakuan zero cut, atau tidak ada pemotongan tarif. Rata-rata pemotongan SP adalah 11%. Sementara pemilihan SP didasarkan pada 12 indikator yang terdapat dalam Annex F Draft Text Rev.4. Indikator-indikator tersebut mengacu pada criteria food security, livelihood security, dan rural development sebagaimana mandat mengenai SP.

7) Special Safeguard Mechanism (SSM):

Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara bagi produsen lokal akibat banjir produk impor. Negara-negara berkembang diperbolehkan menaikkan tarif untuk sementara jika terjadi desakan impor yang besar yang diindikasikan oleh perubahan volume dan harga. SSM diharapkan dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasar dan petani dalam negeri yang disebabkan oleh adanya lonjakan impor (import surge) dan jatuhnya harga (price fall). Pembahasan mengenai SSM mengacu pada draft text Rev.4 dan dokumen Ketua CoA SS mengenai SSM dalam dokumen. Beberapa isu yang sering dibahas dalam SSM meliputi price and volume cross-check, seasonality, price-based SSM, flexibilities for Small, Vulnerable Economies (SVEs), dan

pro-rating. Sejumlah kontribusi diberikan oleh negara anggota terutama oleh G-33. G-33 mengajukan beberapa submission kepada COA-SS, yaitu:

Political Paper yang menjadi dokumen WTO dan empat Technical Paper

yaitu Cross Check, Seasonality, Price Based SSM , dan Pro-Rating. Tujuan dasar diajukannya Submisi Politic Paper adalah agar pembahasan SSM tetap fokus terhadap kepentingan negara-negara berkembang dalam rangka penguatan ketahanan pangan dan jaminan penghidupan bagi

(24)

14 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

masyarakat miskin yang kehidupannya tergantung di sektor pertanian. Sementara dokumen lain G-33 ditujukan untuk memberikan argumen atas pelaksanaan cross check, price based ssm, seasonality, dan pro-rating.

Dari seluruh outstanding issues, SSM dipandang memiliki muatan politis yang tinggi dan paling kompleks dari semua isu yang ada. Terkait hal ini, Indonesia bersama-sama dengan Kelompok G-33 secara aktif terlibat dalam berbagai pertemuan teknis.

8) Tropical and diversification products dan long-standing preferences and preference erosion:

Terdapat perkembangan yang signifikan dalam pembahasan isu ini. Pada tanggal 15 Desember 2009, European Union, the ACP countries, Brazil, Colombia, Costa Rica, Ecuador, Guatemala, Honduras, Mexico, Nicaragua, Panama, Peru, dan Venezuela menyampaikan dokumen mengenai modalitas DDA untuk pemotongan tarif oleh EU pada produk pisang; dan pada tanggal yang sama, ada dokumen dari European Union, the ACP

countries, Bolivia, Colombia, Costa Rica, Ecuador, Guatemala, Nicaragua, Panama, dan Peru mengenai modalitas DDA untuk treatment dari Tropical Products dan Preference Erosion. Terkait kedua dokumen ini, ketua telah melakukan konsultasi dengan sejumlah negara anggota. Negara anggota yang bukan proponen dokumen-dokumen tersebut menyampaikan concern

bagaimana proposal tersebut dapat mengakomodasi kepentingan mereka. b. Non-Pertanian (NAMA)

Negosiasi bidang Non Agricultural Market Access (NAMA) bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan tarif termasuk tarif puncak, tariff escalation

dan hambatan non tarif untuk barang non pertanian, khususnya pada produk ekspor negara-negara berkembang. Cakupan produk pada NAMA mendominasi hingga hampir 90% ekspor perdagangan dunia yang meliputi produk manufacturing, bahan bakar dan produk tambang, ikan dan produk ikan, dan produk hutan.

Dasar perundingan bidang NAMA adalah draft text modalitas NAMA revisi ke-4. Elemen-elemen kunci dalam draft text tersebut mencakup formula and flexibilities; Sectoral initiative; dan Non-Tariff barriers (NTBs).

Sidang NG-NAMA yang dilaksanakan pada tanggal 17-20 Mei 2010 diawali dengan Open Ended Session NG-NAMA, Small Group Discussion tentang beberapa proposal Non Tariff Barriers (NTBs) dan Wrap Up Session.

Sebagaimana sebelumnya, pembahasan difokuskan pada beberapa proposal NTBs berdasarkan hasil perkembangan SOM bulan Maret 2010 dan usulan-usulan baru (new documents).

Dalam Open Ended Session, disampaikan bahwa proses Doha Negotiation Stocktaking yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2010 telah menunjukkan state of play perundingan isu NAMA. Untuk memajukan pembahasan lebih lanjut, Ketua NG NAMA tetap akan memfokuskan pembahasan pada isu NTBs dan juga akan memulai konsultasi informal dengan beberapa anggota untuk mencari solusi mengenai beberapa isu

(25)

non-Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 15 NTBs yang masih pending, seperti preference erosion dan disproportionately affected countries.

Dalam pembahasan Small Groups dibahas beberapa isu, yaitu: 1). Remanufactured Goods

Berdasarkan pertanyaan yang disampaikan oleh Ketua NG-NAMA, tidak terdapat keberatan dari negara anggota untuk memajukan pembahasan

remanufactured good melalui suatu work programme (WP) di Council Trade in Goods (CTG). Namun demikian, keinginan dari negara proponen untuk juga meluncurkan work programme dimaksud melalui suatu

Ministerial Decision masih mendapatkan tentangan dari banyak negara anggota.

Indonesia yang selama ini selalu menyampaikan concerns terhadap proposal remanufactured goods, kembali menekankan pentingnya definisi, scope and coverage dari remanufactured goods dan isu-isu tersebut diusulkan untuk dibahas dalam WP CTG.

2). Labeling on Textile and Sportswear

Pembahasan difokuskan pada pertanyaan apakah proposal yang diajukan oleh proponen akan bertentangan dengan perjanjian TBT, khususnya terkait dengan hak dan kewajiban negara anggota. Jawaban yang diberikan oleh proponen adalah proposal tidak bertentangan sama sekali dengan perjanjian TBT.

Namun demikian, dari dinamika yang terjadi selama pembahasan, Ketua NG-NAMA masih berkeinginan untuk meningkatkan clarity dari proposal, khususnya terkait dengan elemen-elemen yang menyangkut "TBTplus".

Terkait dengan keinginan Ketua tersebut, proponen dan negara anggota lain siap untuk membahas elemen-elemen tersebut di atas lebih lanjut. 3). Horizontal Mechanism (HM)

Terkait dengan Dispute Settlement Understanding (DSU), terdapat konsensus bahwa HM tidak terkait dengan proses DSU sedangkan HM tidak lebih sebagai mekanisme dispute prevention.

Terkait dengan committee first, masih terdapat perbedaan pandangan mengenai kaitan antara peran berbagai komite di WTO dengan HM. Untuk scope and coverage, perbedaan yang tajam masih terjadi di antara beberapa negara anggota (Korea, Jepang, Chinese Taipei) dengan proponen mengenai apakah HM perlu juga mencakup Persetujuan SPS. 4). Electronics

Pada awalnya proponen (EU dan AS) mengusulkan agar standar internasional di bidang elektronik menggunakan standard IEC, ITU dan ISO. Akan tetapi mengingat masih banyak negara anggota yang belum memahami mengenai penggunaan standar yang dikeluarkan oleh ketiga lembaga tersebut, maka proponen bersedia mempertimbangkan standar lain yang telah ada.

(26)

16 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

Untuk automotive, negara-negara anggota terutama Jepang dan AS masih berkeberatan dengan usulan UE mengenai regulasi teknis terkait produk otomotif yang harus sesuai dengan ketentuan United Nation Economic Commission for Europe (UNECE).

6). Chemical

Pembahasan yang difokuskan pada proposal yang diajukan oleh EU, Brasil dan Argentina, mendapat berbagai tanggapan dari negara-negara anggota lain. Terdapat concerns umum mengenai luasnya produk yang akan dicakup dan adanya kekhawatiran bahwa produk-produk

pharmaceutical juga akan masuk dalam cakupan.

Ketua memandang diperlukannya pembahasan secara lebih mendalam mengenai scope of chemical products yang masuk di dalam proposal. Selain itu, beberapa elemen dalam proposal yang masih perlu membutuhkan klarifikasi adalah hubungan antara registration dan TBT

Agreement, International Standard Body dan Mutual Recognition.

7). Wrap-up Session

Ketua menyampaikan laporannya kepada negara-negara anggota mengenai hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam small group discussion, yang intinya adalah sebagai berikut:

- Terdapat kesepakatan bahwa proposal usulan HM tidak terkait dengan DSU;

- Untuk proposal HM, terdapat kesepahaman di antara negara anggota mengenai digantinya terminologi NTBs menjadi NTMs (Non-Tariff Measures). Isu mengenai scopeand coverage akan terus dibahas;

- Disepakatinya Work Programme untuk membahas remanufactured goods di CTG. Masih terbuka opsi untuk membawa work programme

tersebut kepada Ministerial Conference tahun 2011;

- Akan diselenggarakan Dedicated Session untuk membahas definisi

remanufactured goods pada sidang NAMA berikutnya;

- Untuk proposal textile labelling, paraanggota sepakat bahwa proposal tidak meng-undermine the existing rights and obligation on TBT Agreement;

- Untuk pembahasan proposal Chemical, Ketua menyampaikan bahwa agenda pembahasan ke depan akan difokuskan pada pencapaian kesepakatan terkait cakupan HS pada produk chemical.

Dari pembahasan yang dilakukan di dalam small group. Ketua mendorong negara-negara proponen agar dapat merevisi draft text proposalnya sesuai dengan masukan yang diterima dari negara anggota lain selama pembahasan.

Dalam Sidang NAMA yang dilaksanakan pada tanggal 20-23 September 2010 dilanjutkan untuk kembali membahas proposal yang berisi scope, registration, data quality requirement sebagai penerapan good laboratory practice dan akreditasi laboratorium, labelling, assessment, S&D

(27)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 17

Treatment and Technical Cooperation, and Annex A.

Sedangkan untuk pembahasan Proposal NTBs on Remanufactured Goods,

difokuskan pada isu definisi remanufactured goods dan kaitannya dengan

durability dan warranty. c. Services

Untuk bidang jasa, pembahasan atas isu-isu yang tertunda juga dilakukan secara berkala melalui cluster sidang-sidang seluruh Komite dan Working Parties di sektor jasa. "Services Week" telah dilaksanakan tanggal 28 Juni-2 Juli 2010. Pembahasan masih berfokus pada LDC Modalities, GATs Rules, dan

Disiplin Domestic Regulation. Sedangkan perundingan dalam rangka akses pasar (request-offer) belum menemukan momentum baru untuk maju, karena isu-isu single undertaking lain dipandang belum juga mengalami kemajuan berarti.

Dalam rapat SOM G-23+8 pada tanggal 7-8 Juli 2010, Ketua CTS-SS (Committee on Trade in Services Special Session) melaporkan perkembangan terakhir sejak diselenggarakan Services Cluster pada tanggal 28 Juni-2 Juli 2010). Secara umum belum tercatat banyak kemajuan dalam perundingan

waiver untuk LDCs, akses pasar, domestic regulation (DR), maupun GATS rules. Namun Ketua CTS-SS mencatat perkembangan isu baru terkait subsidi maupun clustering isu request akses pasar, khususnya menyangkut sektor logistik dan ICT (information and communication technology).

Delegasi Australia dan AS mencoba menjelaskan lebih lanjut pentingnya

clustering baru di bidang logistik dan ICT. AS juga menggarisbawahi pandangan khusus Presiden Obama di sela-sela KIT G-20 tentang pentingnya sektor jasa. Karena itu delegasi AS menekankan kesulitannya menerima tawaran Paket Doha yang tidak memberi kejelasan tentang akses pasar yang akan diperoleh di bidang jasa.

Peserta SOM umumnya sepakat mengenai pentingnya perundingan ke depan mendahulukan penyelesaian waiver untuk LDCs. Di samping itu, banyak negara (khususnya negara maju) menggarisbawahi pentingnya mengatasi isu

sequencing (perundingan Doha harus mendahulukan penyelesaian Modalitas pertanian dan NAMA - Paragraf 24 Deklarasi Hong Kong) agar perundingan jasa tidak tersandera oleh ketentuan tersebut.

Mengenai akses pasar, negara berkembang seperti China, Brazil, dan Mesir mempertanyakan kesamaan pandangan mengenai level of ambition di bidang jasa. Dari sudut pandang negara berkembang yang mengharapkan keterbukaan pasar Mode 4 (movement of natural persons), perundingan

request-offer selama ini justru telah memberikan keuntungan lebih besar kepada negara maju yang unggul pada perdagangan jasa pada Mode-mode lain.

Delegasi negara berkembang lain mengingatkan mandat Doha tentang parameter perundingan jasa bagi pembangunan, termasuk akses pasar jasa bagi negara berkembang. Untuk mengatasi perbedaan cara pandang, delegasi India mengusulkan adanya audit terhadap keseimbangan offer Anggota WTO yang disampaikan melalui Ministerial Signalling Conference (MSC). Malaysia

(28)

18 Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010

menyambut baik usulan audit tersebut. Sedangkan Delri menyatakan siap berpartisipasi pada proses selanjutnya namun mengingatkan mengenai sulitnya konstituen domestik menerima peningkatan liberalisasi.

Mengenai perundingan DR, beberapa negara (termasuk Swiss, Australia dan China) menggarisbawahi pentingnya perundingan Doha yang menghasilkan disiplin untuk mencegah munculnya peraturan nasional yang menafikan liberalisasi pasar sektor jasa. Beberapa negara juga mengharapkan CTS-SS segera menyumbang pada upaya memberikan kejelasan tentang isu

environmental services.

d. Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS)

Untuk TRIPS (trade-related intellectual property rights), pembahasan terus dilakukan dalam berbagai format untuk menjembatani perbedaan posisi atas isu Sistem Registrasi dan Notifikasi Geographical Indication (GI), pada Council for TRIPS Special Session. Di samping itu, Dirjen WTO juga terus memfasilitasi pembahasan untuk menjembatani perbedaan pendapat menyangkut isu GI

Extension dan TRIPS-CBD (Convention on Biodiversity).

Pada SOM G-23+8 tanggal 7-8 Juli 2010, Ketua Council for TRIPS Special Session menjelaskan proses pembahasan di C-TRIPS SS dalam rangka melaksanakan mandate Paragraf 23.4 TRIPS Agreement dan Paragraf 18 Deklarasi Doha. Pembahasan masih didasarkan pada tiga proposal bagi pembentukan Sistem Registrasi dan Notifikasi GI, yang dimajukan UE, Hong Kong dan Kelompok "Joint Proposal". Pembahasan terakhir difokuskan pada isu-isu spesifik tentang legal effect consequences, notifikasi-registrasi, fees burden, S&D dan partisipasi anggota.

Beberapa delegasi menekankan pentingnya upaya mempercepat peningkatan kematangan isu ini, yang juga terkait dengan isu GI-Extension dan

disclosure/CBD (Convention on Biodiversity). Delegasi UE mengingatkan agar isu GI tidak menjadi stumbling bloc pada saat Putaran Doha memasuki end-game, sehingga akan diperlukan penyelenggaraan SOM di masa datang untuk membahas isu ini secara khusus.

Dalam sidang TRIPs Council dan TRIPs Council-SS yang diselenggarakan pada tanggal 26-28 Oktober di Jenewa, Swiss pembahasan difokuskan pada usulan Bolivia untuk mengkaji isi pasal 27.3 (b) TRIPS Agreement. Bolivia mengusulkan dilarangnya paten segala bentuk makhluk hidup, termasuk jasad renik, proses non-biologis dan mikrobiologis. Proposal Bolivia kembali ditentang oleh negara maju seperti: AS, Australia, Jepang, dan Swiss. Delegasi Swiss kembali menekankan perlunya fleksibilitas dan menyatakan bahwa amandemen tidak dibutuhkan. Delri menyampaikan intervensi yang intinya mendukung diskusi patentabilitas segala bentuk makhluk hidup guna mendapatkan perspektif yang lebih jelas dan luas.

Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan Review of the Provisions of Article 27.3(b); Relationship between the TRIPS Agreement and the Convention on Biological Diversity; dan Protection of Traditional Knowledge.

(29)

Laporan Tahunan | Ditjen. Kerja Sama Perdagangan Internasional 2010 19 Terkait Relationship between TRIPS and CBD, dan Protection of TK, perbedaan pendapat masih terus berlanjut. Proponen dokumen kembali menekankan pentingnya pembahasan keterkaitan antara TRIPS dan CBD serta perlunya mengamandemen TRIPS Agreement guna memberikan perlindungan terhadap SDG dan Pengetahuan Tradisional. Proponen dokumen kembali mendapat tentangan dari anggota yang merupakan proponen “Joint Proposal” seperti Kanada, AS, Australia, Jepang, dan Argentina. Untuk mata agenda ini, Delri juga turut menyampaikan intervensi.

e. Rules

Perundingan di bidang Rules terdiri dari perundingan di bidang Agreement on Anti Dumping, Subsidies and Countervailing Measures dan Fisheries Subsidies. Perundingan di bidang Anti dumping dan Subsidies bertujuan untuk menyempurnakan persetujuan tersebut karena dianggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan saat ini serta berbagai ketentuan didalamnya kurang jelas sehingga sering disalahgunakan (misuse) dan dipakai sebagai alat proteksi. Sementara perundingan di bidang Fishery bertujuan untuk menyusun ketentuan dan disiplin subsidi bidang perikanan yang mengakibatkan terjadinya overfishing dan overcapacity.

Perundingan NG on Rules saat ini terbagi menjadi beberapa sesi yaitu, sesi plurilateral, bilateral dan sesi wrap up. Namun, tidak semua negara diundang dalam sesi plurilateral maupun bilateral.

Untuk mengamankan kepentingan nasional terkait aspek rules ini, Indonesia mengupayakan agar perundingan menghasilkan ketentuan yang seimbang. Indonesia mempunyai kepentingan atas aspek perlindungan industri dalam negeri dalam rangka persaingan dengan produk impor dan pengamanan akses pasar di luar negeri.

Yang dimaksud dengan ketentuan yang seimbang tersebut adalah bahwa dalam melakukan perundingan Negotiating Group on Rules di bidang Anti – Dumping dan Horizontal Subsidies, Indonesia akan berupaya maksimal mengamankan praktek – praktek tindakan anti dumping yang selama ini sudah dijalankan oleh Komite Anti – Dumping Indonesia/KADI. Indonesia dalam NG on Rules mengintensifkan negosiasi agar draf amandemen

Agreement on Anti – Dumping mengakomodasi kebijakan anti – dumping Indonesia. Target yang ingin dicapai dalam posisi runding RI adalah bahwa amandemen Agreement on Anti – Dumping di masa mendatang tidak menimbulkan tambahan beban bagi otoritas anti – dumping Indonesia dan justru mengakomodir kebiasaan praktek yang telah dijalankan KADI.

Di saat yang bersamaan, Indonesia juga mempunyai kepentingan kelancaran ekspor yang perlu terus ditingkatkan dan dioptimalisasikan. Dalam perundingan anti – dumping dan horizontal subsidies dalam NG on Rules, selain mengakomodasi kepentingan aspek perlindungan industri – KADI, Indonesia juga menjaga agar amandemen Persetujuan WTO di bidang Anti – Dumping dan Subsidi tidak menjadi kaku dan justru menjadi instrumen hambatan perdagangan. Dalam menetapkan posisi, maka Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

penelitian adalah butir pernyataan yang memiliki validitas tinggi, cukup dan. rendah berjumlah 20 butir pernyataan yang masuk dalam kategori

Besarnya Kontribusi Hasil Belajar Pengujian dan Evaluasi Tekstil Sebagai Variabel X Terhadap Kesiapan Menjadi Staf Pengendali Mutu Kain ... Pembahasan Hasil Penelitian

Manfaat Hasil Penyuluhan UPPKS yang Berkaitan dengan Kemampuan Pengetahuan dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Keluarga.. Manfaat hasil penyuluhan UPPKS yang berkaitan dengan

Untuk khusus proses martemper tanpa proses Cryogenic treatment ( Untreat ) menunjukkan pengaruh temperature air hangat terhadap kekerasan dapat dilihat pada Gambar

Akan tetapi masih terdapat ketidaksesuaian sebesar 17,86% yaitu masih adanya keterlambatan penerimaan bahan baku karena jarak pemesanan bahan baku dengan jadwal produksi

penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif, dengan.. tujuan untuk mendapatkan gambaran dari suatu keadaan yang ada pada

Penyelesaian Tugas Mata Kuliah Seminar Tata Boga Berkaitan Dengan.

Untuk dapat mengetahui apakah kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa dan interaksi sosial yang berlangsung berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, maka perlu