• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN SEDIAAN TOPIKAL DAN UJI AKTIVITAS DARI KOMBINASI ZINC OXIDE DENGAN MADU (Mel depuratum) UNTUK LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH JANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN SEDIAAN TOPIKAL DAN UJI AKTIVITAS DARI KOMBINASI ZINC OXIDE DENGAN MADU (Mel depuratum) UNTUK LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH JANTAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN SEDIAAN TOPIKAL DAN UJI AKTIVITAS DARI KOMBINASI ZINC OXIDE DENGAN MADU (Mel depuratum) UNTUK LUKA TERBUKA PADA

TIKUS PUTIH JANTAN

Hadi Sunaryo, Dwitiyanti, Pramulani Mulya Lestari

Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka

ABSTRAK

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang, beberapa efek akan muncul, seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, serta kematian sel. Untuk mempercepat penyembuhan dapat digunakan madu (Mel depuratum) yang mempunyai daya antibakteri dan zinc oxide berfungsi sebagai antioksidan yang mampu mencegah kerusakan sel dan memperbaiki stuktur dinding sel, serta mampu mengatur sel normal sebagai media fungsi sistem imun tubuh. Dari kombinasi madu dan zinc diharapkan tidak menimbulkan resistensi seperti pada pemakaian antibiotik topikal, selain itu luka tersebut juga akan lebih cepat sembuh dan tidak disertai munculnya jaringan parut yang menganggu penampilan.

Penelitian ini dilakukan dua tahap, pertama dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui perbandingan konsentrasi madu dan zink oksid yang dapat mempercepat penyembuhan luka, dengan menggunakan 28 tikus yang dibagi dalam 7 kelompok percobaan. Selanjutnya dari hasil konsentrasi kombinasi terbaik tersebut dibuat ke dalam bentuk sediaan gel dengan membandingkan antara luka tanpa perlakuan, luka dengan pemberian gel bioplasenton yang telah beredar dipasaran, luka dengan pemberian basis gel, luka dengan pemberian gel madu dan luka dengan pemberian gel zink oksid.

Pada uji pendahuluan menunjukkan konsentrasi madu 20% dengan kombinasi zink oksid 5% dapat mempercepat penyembuhan luka dibanding dengan konsentrasi kombinasi lain. Pada uji lanjutan gel dengan kombinasi madu 20% dan zink oksid 5% dapat mempercepat penyembuhan luka pada kelompok hewan uji dibanding dengan kelompok hewan uji yang tidak mendapat perlakuan, mendapat perlakuan dengan basis gel, dengan gel zink oksid, dengan gel madu bahkan dengan gel bioplasenton yang telah beredar dipasaran.

PENDAHULUAN

Dalam upaya menemukan obat luka seperti yang diharapkan, salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan bahan alam. Madu merupakan bahan alam yang dihasilkan oleh lebah dan dapat digunakan sebagai obat yang digunakan secara topikal atau dioles. Madu mempunyai daya antibakteri karena mengandung inhibin dan enzim diastase yang dapat menghambat bakteri. Inhibin merupakan senyawa seperti lisozyme, yang menyerang dinding sel bakteri dengan cara menghidrolisis ikatan antar N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat yang merupakan komponen penyusun peptidoglikan, sehingga dinding sel bakteri

(2)

pecah (Merliana R. 2009). Madu mempunyai daya antibakteri sehingga banyak dipakai untuk mengobati luka dan mempercepat penyembuhan (Cooper R. 2011).

Zinc, khususnya zinc oxide dapat bersifat adstringen, dapat menyerap air sehingga mengurangi kelembaban kulit. Pemakaian zinc oxide dapat mengurangi paparan allergen dan mengurangi iritasi pada kulit. Selain itu zinc oxide mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai antioksidan yang mampu mencegah kerusakan sel dan memperbaiki stuktur dinding sel, serta mampu mengatur sel normal sebagai media fungsi sistem imun tubuh (Handaryati L. 2003, Natalie M. 2009).

Dari kombinasi madu dan zinc diharapkan tidak menimbulkan resistensi seperti pada pemakaian antibiotik topikal, selain itu luka tersebut juga akan lebih cepat sembuh dan tidak disertai munculnya jaringan parut yang menganggu penampilan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, konsentrasi madu 20–30% dapat berfungsi sebagai antibakteri. maka pada penelitian ini digunakan konsentrasi madu 20%, dan konsentrasi zinc oxide yang akan digunakan yaitu 5%,10%, dan 20% sebagai antioksidan.

Penggunaan madu dan zink untuk menyembuhkan luka bakar dapat dipermudah dengan membuat dalam bentuk sediaan semisolid, seperti gel, salep ataupun krim. Berdasarkan uji efektifitas tersebut maka selanjutnya akan dibuat sediaan gel yang dimaksudkan untuk memudahkan pada pengobatan luka bakar. Setelah dibuat dalam bentuk sediaan tersebut, maka akan dilakukan uji aktivitas kembali.

Metodologi Penelitian

A. Metode penelitian Uji Pendahuluan

1. Alat dan bahan

a. Peralatan yang dibutuhkan antara lain : timbangan analitik (OHAUS), timbangan hewan coba, mortir, stamper, sudip, kertas perkamen, kandang hewan, alat-alat bedah, jangka sorong, kapas, pisau cukur.

b. Bahan yang dibutuhkan antara lain : Zinc oxide, madu yang diperoleh dari Pramuka Bumi Perkemah Cibubur, etanol 70%, eter, aqua dest, hewan percobaan tikus putih galur Sprague dawley 3-5 bulan, berat badan 100-200 gram.

2. Hewan percobaan

Jumlah hewan pecobaan yang digunakan adalah 28 ekor, dibagi secara acak dalam 7 kelompok. Rancangan penelitian yang digunakan meliputi rancangan acak lengkap

(3)

(RAL). Melalui rancangan ini, jumlah ulangan tiap kelompok berdasarkan rumus federer sebagai berikut (Parker, Steve. 1997)

a. Kelompok A : luka didiamkan (kontrol negatif).

b. Kelompok B : luka diberi kombinasi madu 20% dan seng oksida 5%. c. Kelompok C : luka diberi kombinasi madu 20% dan seng oksida 10%. d. Kelompok D : luka diberi kombinasi madu 20% dan seng oksida 20%. e. Kelompok E : luka diberi metil selulosa.

f. Kelompok F : luka diberi madu. g. Kelompok G : luka diberi seng oksida.

Pemberian obat dilakukan sekali sehari, dimulai satu hari setelah pembuatan luka. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga sembuh.

B. Metode penelitian Uji Lanjutan

Hasil uji pendahuluan, diperoleh bahwa kelompok yang memberikan hasil yang terbaik, maka di lanjutkan dengan uji lanjutan dengan membuat sediaan gel dengan 4 formula.

1. Pembuatan sediaan Alat dan bahan

a. Peralatan yang dibutuhkan antara lain : timbangan analitik (OHAUS), timbangan hewan coba, mortir, stamper, sudip, kertas perkamen, kandang hewan, alat-alat bedah, jangka sorong, kapas, pisau cukur.

b. Bahan yang dibutuhkan antara lain : Zinc oxide, madu yang diperoleh dari Pramuka Bumi Perkemah Cibubur, etanol 70%, eter, CMC, Nipagin, Nipasol,Propilenglikol, aqua dest, hewan percobaan tikus putih galur Sprague dawley 3-5 bulan, berat badan 100-200 gram.

2. Hewan percobaan

Jumlah hewan pecobaan yang digunakan adalah 24 ekor, dibagi secara acak dalam 6 kelompok. Rancangan penelitian yang digunakan meliputi rancangan acak lengkap (RAL). Melalui rancangan ini, jumlah ulangan tiap kelompok berdasarkan rumus federer (Parker, Steve. 1997)

a. Kelompok A : luka didiamkan (kontrol negatif).

b. Kelompok B : luka diberi bioplacenton (kontrol positif) c. Kelompok C : luka diberi basis gel

d. Kelompok D : luka diberi madu. e. Kelompok E : luka diberi seng oksida

(4)

3. Pembuatan gel dengan CMC sebagai gelling agent

Tabel I. Pembuatan Formula gel dengan CMC

Bahan JUMLAH F1 F2 F3 F4 Madu - 20 - 20 ZnO - - 5 5 Propilenglikol 1 1 1 1 CMC 3 3 3 3 Nipagin 0,1 0,1 0,1 0,1 Nipasol 0,05 0,05 0,05 0,05 Aquadest ad 100 100 100 100

4. Percobaan Uji efektivitas

Percobaan penentuan efek penyembuhan luka dilakukan dengan menggunakan metode morton.

5. Cara penilaian (Morton, JJP, MH Malone. 1972) Luas luka yang dinilai = d2 x ¼

п

= diameter2 x 0,7854

Sedangkan persentase penyembuhan luka diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :

d12 - d22 x 100% d12

Keterangan : d1 = diameter luka sehari sesudah luka dibuat. d2 = diameter luka pada hari dilakukan pengamatan C. Analisa data

Data yang diperoleh berupa luas luka, dianalisa secara statistik, mula-mula diuji normalitas dan homogenitasnya. Setelah itu dilakukan uji analisis varian (ANOVA) satu arah, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey (Schefler, William C.1987).

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Uji Pendahuluan

Pada uji pendahuluan, dosis yang digunakan bervariasi, yaitu : madu 20% dan seng oksida 5%, madu 20% dan seng oksida 10%, madu 20% dan seng

(5)

oksida 20%. Pengamatan dilakukan pada hari pertama hingga sembuh. Slope percepatan penyembuhan luka pada setiap kelompok, yaitu :

Tabel I. Rata-rata slope percepatan penyembuhan luka.

No. Kelompok Slope penyembuhan luka

a. Tanpa pengobatan (kontrol negatif) 6,8018

b. Madu 20% dan zinc oxide 5% 9,9968

c. Madu 20% dan zinc oxide 10% 9,3853 d. Madu 20% dan zinc oxide 20% 8,4775

e. Metil selulosa 100% 7,0743

f. Madu 100% 8,1805

g. Zinc oxide 100% 8,2338

Berdasarkan uji kenormalan dan kehomogenan pengamatan penyembuhan luka pada hari ke-3, 5, 7, 9, 11, dan hari ke-13, data terdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu statistika yang digunakan adalah uji parametric anova satu arah agar dapat membandingkan perlakuan tiap kelompok.

Berdasarkan uji anova satu arah pada kelompok kontrol negatif dengan kelompok madu 20% dan seng oksida 5%, 10%, dan 20% terdapat perbedaan yang bermakna.

Dari hasil uji pendahuluan tersebut didapatkan hasil bahwa perbandingan madu 20% dan zinc oksid 5% yang dapat mempempercepat penyembuhan luka dibanding kombinasi lain. Selanjutnya untuk memudahkan penggunaan, perbandingan madu 20% dan zinc oksid 5% dibuat ke dalam bentuk sediaan gel. Karena bentuk sediaan gel dapat memberikan kenyamaan pada penggunanya.

Pada uji pendahuluan, diameter awal yang menjadi dasar awal perhitungan persentase penyembuhan luka adalah diameter sehari setelah tikus dilukai, bukan hari pada saat tikus dilukai, karena setelah 24 jam diameter luka sudah stabil. Selama 12 jam pertama luka berubah ukuran secara drastis, sedangkan antara jam ke-12 sampai ke-24 hanya berubah sedikit dan akhirnya menjadi stabil. Luka berbentuk lingkaran menjadi bulat telur, dimana diameter horizontal mengecil, sedangkan diameter vertikal, diagonal kiri dan kanan membesar. Perubahan bentuk luka ini disebabkan karena tikus dilukai di daerah punggung dekat bahu, sedangkan tikus sangat aktif bergerak sehingga diameter luka menjadi tertarik. Selain itu diketahui bahwa kulit normal mempunyai tegangan dan apabila dilakukan pemotongan kulit yang tebal, maka akan

(6)

diperoleh potongan luka yang lebih besar dari potongan luka yang dibuat (Agung Suhud. 2005).

Percobaan dilakukan dalam 7 kelompok, yaitu : kelompok A tikus hanya dilukai ( kontrol negatif), kelompok B tikus diberi kombinasi madu 20% dan seng oksida 5%, kelompok C tikus diberi kombinasi madu 20% dan seng oksida 10%, kelompok D tikus diberi madu 20% dan seng oksida 20%, kelompok E tikus diberi metil selulosa, kelompok F tikus diberi madu, kelompok G tikus diberi seng oksida.

Hasil secara statistik menunjukkan adanya perbedaan percepatan penyembuhan luka antara kelompok tanpa pengobatan, madu 100%, metilselulosa 100%, dan seng oksida 100%, dengan ketiga kelompok sediaan uji yang dikombinasi. Pada ketiga sediaan yang dikombinasi tidak ada perbedaan hasil percepatan penyembuhan luka, namun dapat disimpulkan bahwa kelompok madu 20% dan seng oksida 5% memberikan hasil yang baik karena dengan dosis kecil, sudah menunjukkan hasil sama dengan dosis yang lebih tinggi.

Kelompok B (madu 20% dan seng oksida 5%) merupakan kelompok yang paling cepat memberikan penyembuhan luka, karena di dalam sediaannya mengandung madu yang berfungsi sebagai antibakteri dan seng oksida sebagai adstringen serta antioksidan sehingga memberikan efek sinergis yang dapat mempercepat penyembuhan luka. Hal ini berbeda dengan kelompok A (kontrol negatif) dan E (metil selulosa), karena kontrol negatif berarti tidak mendapat pengobatan, dan metil selulosa merupakan bahan yang tidak berkhasiat.

Kelompok B (madu 20% dan seng oksida 5%) juga lebih memiliki karakter fisik sediaan yang tidak terlalu kental, jika dibanding dengan kelompok C (madu 20% dan seng oksida 10%) dan kelompok D (madu 20% dan seng oksida 20%). Kelompok C dan D membuat keropeng menjadi sangat tebal, dan banyak terdapat timbunan dari sediaan yang dioleskan. Hal ini menyebabkan luka menjadi lembab dan sulit untuk mengering, sehingga saat keropeng mengelupas, bagian tengah luka masih basah. Berbeda dengan kelompok B yang sediaannya tidak terlalu kental, pada saat keropeng mengelupas, seluruh permukaan luka menjadi kering dan diameter luka mengecil.

Pada kelompok F (madu), tidak menunjukkan hasil yang baik karena sediaan yang digunakan pada kelompok ini tidak mengandung antioksidan seperti kelompok B, C, dan D. Pada kelompok G (seng oksida) sulit untuk

(7)

melekatkan seng oksida dipermukaan luka, karena berupa serbuk. Banyak serbuk yang tidak melekat kuat pada permukaan luka, meskipun sudah cukup ditekan pada bagian yang terluka

2. Uji Lanjutan

Pada uji lanjutan kombinasi madu da zink yang terbaik dibuat ke dalam bentuk sediaan gel yang selanjutnya di cobakan kembali pada luka terbuka tikus putih. Dengan hasil sebagai berikut :

Tabel II. Rata – rata percepatan penyembuhan luka

No Kelompok Diameter Luka awal Diameter luka akhir % percepatan penyembuhan A Tanpa pengobatan (kontrol negatif) 2,15 1,25 41,86 B Pengobatan dengan bioplasenton 1,4 0,45 67,86 C Pengobatan dengan basis gel 2,15 1,05 51,16

D Pengobatan dengan gel madu 20%

1,55 0,65 58,06

E Pengobatan dengan gel ZnO 5%

1,68 0,575 65,77

F Pengobatan dengan ZnO 5% dan madu 20%

1,25 0,275 78

Pada penelitian lanjutan madu dan zink dibuat dalam bentuk gel, agar memudahkan penggunaannya serta memberikan rasa nyaman pada pengguna sediaan ini. Gel merupakan bentuk sediaan transfaran, mengandung banyak air sehingga dapat memberikan rasa nyaman bagi penderita luka terbuka.

Pembuatan bentuk gel ditujukan untuk memudahkan dan memudahkan serta meningkatkan stabilitas dibanding hanya dalam bentuk gel atau zink saja yang dicampur.

Dari hasil uji lanjutan penelitian ini menunjukkan kelompok yang luka terbukanya dibiarkan tanpa mengalami perlakuan (kelompok C) mengalami penyembuhan paling lama atau pengurangan ukuran luka paling lambat dibanding kelompok lain yang diberi perlakuan.

Kelompok hewan uji B yang mengalami perlakuan diolesi gel bioplasenton yang telah beredar dipasaran mengalami percepatan penyembuhan

(8)

yang cukup cepat dibanding dengan kelompok hewan uji yang mengalami perlakuan hanya diolesi basis gel saja (kelompok A), gel yang mengandung madu (kelompok D) maupun gel yang mengandung zink saja (kelompok E). Hal ini menunjukkan bahwa gel zink saja sebagai antioksidan tidak lebih baik mempercepat penyembuhan luka. Gel dengan madu saja sebagai antibakteri juga bekerja tidak lebih baik dari sediaan yang telah beredar dipasaran. Zink sebagai antioksidan dan madu sebagai antibakteri merupakan kombinasi yang cocok dalam penyembuhan luka terbuka. Gel kombinasi madu 20% dengan zink oksid 5% menunjukkan percepatan penyembuhan luka lebih baik dibandingkan gel dengan zink saja atau gel dengan madu saja, bahkan penyembuhan luka lebih cepat dibanding bentuk sediaan yang telah beredar di pasaran. Hal ini menunjukkan kombinasi yang efektif antara antioksidan zink oksid 5% dan madu 20% dalam bentuk sediaan gel.

Berdasarkan analisa statistik anava satu arah menunjukkan kelompok hewan yang diberi gel madu dan zink oksid memperlihatkan percepatan penyembuhan luka yang lebih baik dibandingkan kelompok hewan yang diberi bioplasenton.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini, aktivitas kombinasi zinc oxide dengan madu (mel depuratum) untuk luka terbuka pada tikus putih jantan dapat disimpulkan :

1. Adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok tanpa pengobatan dengan kelompok sediaan uji yang dikombinasi.

2. Kombinasi madu 20 % dan Zink 5 % menunjukkan rata – rata penyembuhan luka paling cepa

3. Sediaan gel dengan kombinasi madu 20 % dan Zink 5 % menunjukkan rata – rata penyembuhan luka yang paling cepat dibanding sediaan gel tanpa kombinasi maupun gel yang telah beredar dipasaran

Referensi

Agung Suhud. 2005. Uji Efek Ekstrak Etanol dan Halusan Segar Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta adulterine folium) Terhadap Luka Terbuka pada Tikus Putih. UHAMKA Jakarta.

(9)

Anonim. 1994. Handbook of Pharmaceutical Exepients, Second Edition, Hal : 306-309. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Cooper R. 2011. Honey could help reverse bacterial resistance to antibiotics. Society for General Microbiology, University of Wales Institute Cardiff.

Handaryati L. 2003. Uji Banding Salep Ketoconazole 2% dan Seng Oksida 10% pada Dermatitis Popok, Universitas Diponegoro.

Lachman, L., Lieberman, A. H., Koning, L. J. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Terjemahan : Siti suyatmi. UI Press. Jakarta.

Merliana R. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Madu Dari Nektar Pohon Karet Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, UHAMKA.

Molan PC. 1997. Honey for The Treatment of Infection. New Zeland : Univercity of Waikato.

Morton, JJP, MH Malone. 1972. Evaluation of Velnerary Activity by an Open Wound Procedure in Rats, Art Int. Hal :117-126.

Parker, Steve. 1997. Jendela IPTEK tubuh Manusia, Penerbit PT. Balai Pustaka, Jakarta. Hal : 33.

Schefler, William C.1987. Statistika Untuk Biologi, Farmasi, Kedokteran, dan Ilmu yang Bertautan. ITB Bandung. Hal : 138.

Sunaryo, H., & Amalia, N. (2008). EFEK ANTIDIABETES DAN IDENTIFIKASI SENYAWA DOMINAN DALAM FRAKSI KLOROFORM HERBA CIPLUKAN (Physalis angulata L.). Jurnal Farmasi Indonesia, 4(2).

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan : Soendani Noerono. Gajah mada University. Yogyakarta. Halaman 314, 328, 335, 340, 334-33

Gambar

Tabel I.  Pembuatan Formula gel dengan CMC
Tabel I. Rata-rata slope percepatan penyembuhan luka.
Tabel II. Rata – rata percepatan penyembuhan luka

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan uji sample independen T tes membandingkan karakteristik jenis kelamin dengan variabel independen yaitu keterlibatan yang hasilnya tidak signifikan

The Role of Computer Assisted Language Learning (CALL) For English Language Learning of Elementary and High Schools In

Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) bidang Cipta

Hasil kajian ini yang menunjukkan terdapat perkaitan yang signifikan antara amalan kerohanian dengan pencapaian akademik turut dapat dibuktikan dalam kajian lain

Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti nukleus pada kepala sperma akan membesar dan ekor sperma akan mengalami degenerasi, kemudian terjadi penyatuan inti sperma

(1) Setiap badan atau perorangan yang melakukan pengambilan air bawah tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Daerah ini, berkewajiban

7.1 Mempraktikkan variasi dan kombinasi teknik dasar salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar lanjutan dengan koordinasi yang baik serta nilai kerjasama,

Fisik motorik dapat berkembang dengan baik jika guru maupun orang tua selaku yang berperan dalam pendidikan anak memberikan kesempatan anak untuk berlatih,