• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelesetan Penggunaan Bahasa Istilah di Lingkungan Mahasiswa FISIP USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelesetan Penggunaan Bahasa Istilah di Lingkungan Mahasiswa FISIP USU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

“Pelesetan”

Penggunaan Bahasa Istilah di Lingkungan Mahasiswa FISIP USU

Ikhwan

 

Muhary

1)

 

 

  Abstraksi

“Bahasa berperan sebagai alat atau sarana kebudayaan, baik untuk perkembangan, transmisi maupun penginventarisannya. Pola hidup, tingkah laku, adat istiadat, cara berpakaian, dan unsur-unsur kebudayaan hanya bisa disampaikan, diterangkan atau ditransmisikan melalui bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat mempersatukan anggota-anggota suatu kebudayaan secara efisien. Bahasa sebagai alat komunikasi ini jauh lebih memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, ia memungkinkan integrasi yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya.

Bahasa digunakan sebagai ekspresi nilai-nilai budaya, setiap masyarakat akan memiliki kebudayaan yang saling berbeda satu sama lain yang disebut dengan keanekaragaman budaya (pluralisme). Dan salah satu unsur untuk melihat pluralisme tersebut adalah melalui bahasa yang mereka gunakan.

Perbedaan bahasa ini selanjutnya dapat dikatakan sebagai pengkhususan atas jati diri kelompok, dan dalam kasus ini akan diuraikan pembedaan bahasa sebagai upaya untuk mengkhususkan jati diri tersebut melalui adanya bahasa yang berupa pelesetan kata”.

Pendahuluan

Pelesetan bahasa yang dimaksud adalah penggunaan kata-kata atau istilah-istilah yang telah mengalami pertambahan makna dari makna semula melalui proses pembentukan kata dengan cara mempelesetkannya (Robert Sibarani, 2004). Proses itu disebut dengan istilah pelesetan kata dan hasil proses itu disebut kata-kata pelesetan.

Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal yang arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerak badaniah yang nyata (Gorys Keraf, 1976).

Bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang memungkinkan terjadinya inventaris manusia dalam suatu kelompok masyarakat, bahasa sebagai wujud kebudayaan termasuk sistem sosial yang mendasari tindakan berpola manusia. Interaksi dan aktivitas manusia dalam komunikasi atau tindak berbahasa menuruti pola-pola tertentu yang merupakan aturan atau sistem bahasa tersebut (Robert Sibarani, 2004).

Bahasa digolongkan sebagai unsur kebudayaan karena pada hakikatnya bahasa mengikuti hakikat kebudayaan dan merupakan salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan (Koentjaraningrat, 1997). Di samping itu, bahasa dikatakan sebagai bagian dari kebudayaan karena perbendaharaan suatu bangsa (Alisyahbana, 1979) ialah jumlah kekayaan rohani dan jasmani yang dipunyai bahasa tersebut.

Kebudayaan sebagai suatu pengetahuan memberikan aturan-aturan kepada sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat yang terwujud dalam tindakannya (Surna T. Djajadiningrat, 2002), hal ini menyebabkan munculnya pluralisme, dan salah satu unsur untuk melihat pluralisme tersebut adalah melalui bahasa yang digunakan oleh masyarakat pemegang kebudayaan. Bahasa sebagai hasil kebudayaan (Levy Strauss, 1972;681) adalah suatu refleksi atau cermin keseluruhan masyarakat yang menggunakan atau mengucapkan bahasa tersebut, dan hal ini yang membuat adanya keanekaragaman bahasa. Tiap-tiap kelompok masyarakat cenderung untuk selalu berusaha membedakan dirinya

(2)

melalui berbagai hal seperti aktivitas ekonomi, sistem politik, bahkan dialek atau bahasa (Daniela Weinberg, 1980; 303).

Salah satunya, upaya untuk saling membedakan dan mengkhususkan jati diri kelompok tersebut dapat dilihat pada mahasiswa FISIP USU yang menggunakan pelesetan bahasa. Hal ini merupakan sesuatu yang unik, karena penggunaan pelesetan bahasa (yang akan dijabarkan) seperti ini hanya terdapat dilingkungan mahasiswa FISIP USU dan umumnya hanya dimengerti oleh mereka, untuk itulah tulisan ini bersifat penting karena dapat membantu kalangan luar untuk mengerti bagian dari sistem komunikasi yang digunakan oleh Mahasiswa FISIP USU dan dapat berupa informasi mengenai keaneka-ragaman bahasa yang digunakan mahasiswa pada umumnya.

Memahami Budaya Melalui Pelesetan Bahasa

Berbagai perkembangan seiring dengan perubahan yang terjadi berdampak sangat besar bagi sebuah bangsa. Perkembangan dan perubahan tersebut dapat dilihat di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, hukum, sosial-budaya, dan lain-lain. Salah satu aspek yang mengalami perkembangan dan perubahan dan dapat dilihat secara nyata adalah aspek sosial-budaya, dimana perubahan sosial-budaya ini dapat berarti adanya pertambahan, pengurangan, pergeseran, persebaran, percampuran dan pertukaran dari satu bentuk nilai-nilai yang ada ke bentuk yang lain (Robert H.Lawyer). Perubahan ini seperti salah satu unsurnya adalah persebaran atau difusi yaitu adanya suatu proses menyebarkan penemuan baru (inovasi) ke seluruh lapisan masyarakat atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain (Robert H. Lawyer).

Perubahan sosial-budaya ini juga mempengaruhi bahasa dari masyarakat yang memegang kebudayaan tersebut, sebagaimana bahasa adalah mengikuti hakikat dari kebudayaan itu (Koentjaraningrat, 1997). Dan untuk melihat berubah atau tidaknya sebuah kebudayaan, tentu dapat dilihat dari bahasa mereka

karena bahasa sebagai bagian kebudayaan (Levy Strauss, 1972;681) adalah suatu refleksi atau cermin keseluruhan masyarakat yang menggunakan atau mengucapkan bahasa tersebut. Jadi apabila bahasa dari suatu masyarakat telah mengalami perbedaan atau pergeseran dari bahasa mereka pada awalnya, maka dapat dikatakan kebudayaan dari masyarakat tersebut juga telah mengalami perubahan.

Pada masa sekarang ini, Indonesia juga telah mengalami perubahan dari segi bahasa, di mana terdapat perkembangan dari segi kosa kata dan dari segi proses pembentukan kata. Robert Sibarani, 2004 mengatakan bahwa “dahulu, pembentukan kata (word-formation) bahasa Indonesia pada umumnya dikenal melalui proses morfologis pengimbuhan (afiksasi), pemajemukan (komposisi), dan pengulangan (reduflikasi), tetapi sekarang, telah tumbuh subur akronim, yakni proses pembentukan kata baru dengan menghubungkan huruf…., di samping itu, bahasa Indonesia belakangan ini mengalami proses pembentukan kata dengan cara mempelesetkan sebuah kata sehingga makna kata itu bertambah dari makna semula. Proses itu disebut dengan istilah pelesetan kata dan hasil proses itu disebut dengan kata-kata pelesetan”.

Proses pelesetan bahasa ini memperkaya proses pembentukan kata secara umum.

Bahasa pelesetan memperlihatkan pertambahan makna karena sebuah kata yang dipelesetkan diberi makna baru dengan cara memperlakukan kata yang dipelesetkan itu sebagai akronim dan kemudian diberi kepanjangannya. Bahasa pelesetan pada umumnya sangat kontekstual sehingga berfungsi untuk mengungkapkan pola pikir dan perasaan penutur bahasa yang bersangkutan. Sifatnya yang kontekstual akan mengakibatkan bahasa pelesetan cepat berubah sesuai dengan situasi masyarakatnya. Dengan demikian, dengan jelas dapat dilihat bahwa bahasa dapat menggambarkan masyarakat yang menuturkan atau menggunakannya. Bahasa mempunyai latar (Sapir, 1921;

(3)

206), maksudnya masyarakat penutur bahasa tertentu merupakan milik suatu (atau beberapa) kelompok masyarakat yang dibedakan oleh ciri-ciri fisik dari kelompok masyarakat lain.

Bahasa pelesetan sudah menjadi bagian dari ragam bahasa Indonesia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1991), peleset atau mempelesetkan memiliki arti tidak mengenai sasaran atau tidak mengenai yang dituju; sedangkan terpeleset berarti tergelincir. Berdasarkan makna tersebut, maka pelesetan adalah sesuatu yang dipelesetkan atau digelincirkan sehingga tidak sesuai atau bergeser dari tujuan semula, dan pelesetan bahasa adalah mempelesetkan sebuah kata sehingga maknanya berubah, bergeser atau bertambah dari makna semula.

Jenis Pelesetan Bahasa

Pelesetan Bahasa, sebagai sebuah proses, pada akhirnya akan memperlihatkan jenis bahasa pelesetan yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Jenis pelesetan bahasa ini ditinjau dari segi tingkatan atau tataran kebahasaan yang dapat menjelaskan pelesetan tersebut. Berdasarkan tingkatan kebahasaan, pelesetan terbagi atas tujuh jenis (Robert Sibarani, 2004), yaitu:

1. Pelesetan fonologis, yaitu pelesetan sebuah fonem atau lebih dalam leksikon. Maksudnya mempelesetkan sebuah kata secara tidak teratur atau sesuai dengan bunyi awal demi kepentingan yang terdapat pada pelesetan itu sendiri.

2. Pelesetan grafis, yaitu pelesetan gabungan huruf dengan menjadikannya sebagai singkatan. Misalnya mempelesetkan singkatan/ gabungan beberapa huruf dari makna yang seharusnya menjadi makna yang lain. Contoh: gelar SE (Sarjana Ekonomi) menjadi ‘Sarjana Erek-erek’.

3. Pelesetan morfemis (leksikon), yaitu pelesetan sebuah kata dengan cara menjadikan atau menganggapnya sebagai singkatan berupa akronim. Misalnya Patima dipelesetkan menjadi ‘Payah Tidur Malam’.

4. Pelesetan frasal (kelompok kata), yaitu pelesetan kelompok kata, seperti tipe

pelesetan kedua, dengan cara menjadikannya sebagai singkatan berupa akronim. Misalnya frase botol minyak lampu menjadi ‘BOdoh TOlol meNYimAk LAmbat PUla’.

5. Pelesetan kalimat (ekspresi), yaitu pelesetan sebuah kalimat dengan cara mengikuti struktur dan intonasi kalimat, tetapi mengubah kata-katanya sehingga mengubah makna keseluruhan struktur itu. Misalnya kalimat ‘maju tak gentar’ menjadi ‘maju yang gentar’.

6. Pelesetan ideologis (semantis), yaitu pelesetan sebuah ide menjadi ide lain dengan bentuk linguistik yang sama. Misalnya ‘ringan sama dijinjing; berat sama dipikul’ menjadi ’ringan aku yang jinjing; berat kau yang pikul’

7. Pelesetan diskursi (wacana), yaitu pelesetan sebuah cerita atau bentuk linguistik naratif yang sengaja digunakan untuk memutarbalikkan fakta atau kenyataan yang sebenarnya.

Pelesetan Bahasa Mahasiswa FISIP

Sebagaimana telah dijabarkan di atas, pelesetan bahasa dapat berupa sebuah upaya untuk mengkhususkan jati diri sebuah kelompok (Daniela Weinberg, 1980) dan dapat pula sebagai upaya untuk membedakan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Pelesetan kata ini dapat disebut sebagai upaya untuk mengekspresikan diri (Gorys Keraf, 1976), yaitu menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.

Penggunaan pelesetan bahasa ini juga didapati pada mahasiswa FISIP USU, di mana di lingkungan mereka terdapat beragam kata dan istilah bahasa yang telah mengalami pergeseran makna atau bahasa pelesetan (kamus besar bahasa Indonesia, 1991) yang mereka pergunakan sebagai upaya untuk mengekspresikan perasaan terhadap sesuatu dan untuk sekedar ‘tampil beda’ (menurut mereka) dari kelompok mahasiswa fakultas lain. Perbedaan ini dapat dilihat dengan tidak adanya beberapa istilah pelesetan yang digunakan oleh mahasiswa fakultas FISIP dengan

(4)

mahasiswa fakultas lain di Universitas Sumatera Utara. Jadi, beberapa dari pelesetan bahasa yang ada dilingkungan mahasiswa FISIP USU hanya digunakan, dimengerti, dan didapatkan antar mahasiswa FISIP sendiri meskipun beberapa pelesetan bahasa bersifat umum.

Pelesetan bahasa yang dipergunakan oleh mahasiswa FISIP USU ini secara tidak langsung memiliki sifat yang mengikat antar pribadi dengan kelompoknya, didasarkan atas pengetahuan atau kognisi yang dimiliki bersama adalah prasyarat untuk keberhasilan interaksi sosial dan pengaturan kognisi secara sederhana dapat diinternalisasikan kepada anggota kolektif (Gatewood, 1985). Sehingga dapat dipahami bahwa masing-masing individu (mahasiswa FISIP) yang menggunakan bahasa pelesetan, saling tergantung satu sama lain antar sesama mereka karena didasarkan atas pemahaman makna pelesetan bahasa yang mereka pergunakan hanya dipahami di kalangan kelompok mereka sendiri. Dan saling ketergantungan yang berdasarkan atas pemahaman yang sama antar individu inilah yang membentuk sebuah kelompok pengguna pelesetan bahasa ini, dan bersifat mengikat, karena mereka tidak dapat menggunakannya dengan orang atau kelompok lain diluar kelompoknya, karena belum tentu orang atau kelompok lain tersebut mengerti atau mempunyai persamaan makna dalam mempelesetkan bahasa yang mereka pergunakan.

Jenis pelesetan bahasa yang digunakan oleh mahasiswa FISIP USU memiliki ragam yang dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan menurut tujuh jenis pelesetan bahasa yang telah diuraikan di atas. Dari ketujuh jenis pelesetan bahasa tersebut, jenis pelesetan bahasa yang paling banyak ditemukan di kalangan mahasiswa FISIP adalah jenis pelesetan grafis (huruf) dan pelesetan morfemis (leksikon). Kedua jenis pelesetan bahasa inilah yang akan menjadi bahasan utama (paling banyak dibahas) dari segi penjabaran istilah atau kata-kata pelesetan yang digunakan oleh mahasiswa FISIP USU.

Dari pengklasifikasian jenis pelesetan bahasa yang ada, pelesetan bahasa yang dipergunakan oleh mahasiswa FISIP USU dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Pelesetan Fonologis (Bunyi)

Di lingkungan mahasiswa FISIP USU sendiri dapat ditemukan adanya pelesetan bahasa yang bersifat mempelesetkan bunyinya (fonologis), di antaranya dapat dilihat di bawah ini:

Bunyi awal Bunyi setelah berubah

- kemana - ada apa?

- kemene - ede epe? Sumber: hasil penelitian

b. Pelesetan Grafis (Huruf)

Pelesetan grafis (huruf) ini merupakan salah satu yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa FISIP USU. Pada umumnya mereka menghasilkan pelesetan ini dengan cara memendekkan sebuah kata atau kalimat dengan cara mengambil huruf-huruf tertentu dan menjadikannya singkatan, hal ini menurut mereka dilakukan untuk mempermudah menyebut sesuatu, sekedar berbeda dengan penyebutan orang lain untuk objek yang sama dan bahkan untuk menciptakan semacam nuansa lucu yang membuat tertawa ketika mendengarnya. Pelesetan bahasa yang mereka pergunakan dapat dilihat seperti berikut ini:

Singkatan Makna awal Setelah

dipelesetkan - SKS - S.Sos - T.A - M.Pd - FISIP Sistem Kredit Semester Sarjana Sosial Tahun Ajaran Master Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sistem Kuliah Santai Sarjana Sheila On Seven Titip Absen Muka Pria Durjana Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Pelet

(5)

c. Pelesetan Morfemis (Leksikon)

Pelesetan ini juga merupakan yang paling banyak dijumpai pada mahasiswa FISIP USU, umumnya pelesetan ini mereka gunakan sebagai bahan untuk mengolok-olok atau mengejek orang lain. Menurut mereka, pelesetan jenis ini dikembangkan dengan cara mencari kepanjangan dari sebuah kata meskipun sebenarnya kata-kata tersebut bukan merupakan singkata-katan. Contohnya dapat dilihat di bawah ini:

Istilah Makna - Bahenol - OmBol - Lemot - Demang - Tempus - James

- BAdan HEbat otak NOL

- Oon ama Bloon

- LEMah OTak - DEwa MANGkok

(sebutan untuk laki-laki yang punya banyak pacar) - TEMbak PUaSa,

(membatalkan puasa dengan makan dan minum secara diam-diam) - penJAga MESjid

Sumber: hasil penelitian

Dan untuk beberapa jenis pelesetan lain hanya sedikit sekali yang mereka gunakan, umumnya pelesetan bahasa yang sangat menonjol adalah ketiga jenis pelesetan di atas.

Selain bahasa pelesetan dari ketujuh jenis tersebut, mereka juga menggunakan istilah-istilah yang bersifat pelesetan. Istilah-istilah inilah yang cenderung memiliki fungsi sebagai pembeda dengan kelompok-kelompok lain karena dalam menyebut satu hal yang sama, setiap kelompok akan berbeda istilahnya. Berbagai istilah yang dipergunakan merupakan hasil kreativitas mereka sendiri, istilah-istilah tersebut sebenarnya bukanlah kata-kata yang memiliki makna maupun baku, akan tetapi mereka memberi arti dan makna sendiri sehingga kata-kata yang aneh dan tidak bermakna menjadi asyik di tengah mereka.

Beberapa dari istilah yang digunakan juga berasal dari kata-kata yang bermakna, akan tetapi maknanya telah diganti dengan makna yang mereka buat dengan pemahaman mereka sendiri.

Setiap anggota dari kelompok yang menggunakan istilah ini, akan selalu mencoba untuk menciptakan istilah-istilah baru untuk memperbesar kamus istilah mereka, dan mereka menganggap pembentukan istilah ini sebagai invention

dan innovation mereka. Beberapa istilah

yang bersifat pelesetan dapat dilihat di bawah ini: Istilah Makna - badai - asin - wah-cuh - onces - berondong - dodoy - meyer

- Sebutan untuk cewek cantik, seksi, manis

- Meminjam milik

orang lain tanpa mengembalikan - Dari jauh ‘wah’ dari

dekat ‘cuh’. Istilah untuk mengung-kapkan seseorang yang dari jauh kelihatan tampan/ cantik, dari dekat jelek/buruk.

- Sebutan untuk gadis belia, biasanya siswi SLTP, SMU. - Sebutan untuk pria

yang agak muda, biasanya SLTP, SMU.

- Bodoh, lambat

berpikir.

- Seperti orang mabuk/

tidak sadarkan diri.

Sumber: hasil penelitian

Proses Transmisi

Selayaknya sebagai bagian dari kebudayaan yang bersifat turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya (koentjaraningrat, 1997), bahasa merupakan sesuatu yang terus menerus ditransmisikan dalam suatu kebudayaan, bahkan bahasa adalah sarana terpenting dari sebuah proses transmisi kebudayaan (Robert Sibarani, 2004), di mana bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang paling efektif.

(6)

Demikian juga halnya dengan bahasa pelesetan yang digunakan oleh mahasiswa FISIP, bahasa ini juga mengalami proses transmisi dari satu generasi ke generasi berikutnya, namun dalam kasus mahasiswa FISIP, regenerasi didasarkan pada stambuk (angkatan) di mana angkatan lama yang juga disebut sebagai senior akan mewariskan kemampuan, pengetahuan, dan penggunaan bahasa pelesetan ini kepada angkatan baru (mahasiswa baru) yang disebut dengan istilah junior.

Proses transmisi ini dapat dilihat terbagi ke dalam dua metode:

(1) Metode transmisi langsung, di mana kelompok pengguna pelesetan bahasa, pada tingkat individunya, secara sengaja menyebarkan paham pelesetan ini dengan tujuan perekrutan anggota. (2) Metode transmisi tidak langsung, di

mana kelompok-kelompok pengguna bahasa pelesetan ini tidak secara langsung menyebarkan paham mereka, hanya saja proses transmisi terjadi karena adanya ketertarikan individu yang mendengar bahasa mereka dan ingin mengikuti.

Pada metode yang pertama, transmisi pengetahuan dan penggunaan bahasa pelesetan dilakukan dengan tujuan untuk memperbesar komunitas atau kelompok awal. Proses transmisi dilakukan dengan memulai penggunaan bahasa pelesetan pada kesempatan-kesempatan informal kepada para mahasiswa baru, terkesan seperti pemaksaan, karena seorang mahasiswa baru, mau tidak mau harus mengerti tentang bahasa pelesetan karena lingkungan kampusnya (FISIP) yang menggunakan bahasa tersebut (mahasiswa lama). Jadi pada akhirnya ia akan bergabung menjadi bagian dari kelompok yang menggunakan bahasa pelesetan dan untuk selanjutnya, ia akan menjadi pionir baru untuk transmisi ke generasi yang akan datang.

Sedangkan pada metode transmisi yang kedua, individu-individu yang terhimpun dalam satu kelompok atas dasar pemahaman dan penggunaan bahasa yang mencirikan kelompok mereka, dalam hal ini bahasa pelesetan, secara tidak sengaja

berperan menyebarkan dan mentransmisikan bahasa pelesetan mereka. Diawali dengan adanya ketertarikan mahasiswa baru ketika mendengar percakapan seniornya yang aneh, selanjutnya ia akan berusaha memahami makna, mengunakannya, dan akhirnya menjadi bagian dari kelompok.

Jadi, secara sengaja ataupun tidak, sebuah proses transmisi penggunaan bahasa yang bersifat pelesetan dikalangan mahasiswa FISIP USU akan berlangsung secara terus-menerus dan turun-temurun dari segi penggunaannya. Dan jumlah kosa-kata atau kamus (sebutan bagi mahasiswa FISIP) dari bahasa pelesetan ini cenderung bertambah karena adanya rasa ingin selalu membuat, menciptakan, dan mengkamuskan bahasa atau istilah baru pada tiap-tiap individu yang terdapat pada kelompok pengguna bahasa. Menurut mereka, apabila seseorang dapat menciptakan sebuah kata atau istilah baru dan kata atau istilahnya tersebut diakui dan digunakan, maka hal tersebut menjadi semacam prestise tersendiri di kalangan mereka.

Penutup

Penggunaan bahasa pelesetan atau kata-kata/istilah yang dipelesetkan dari makna sebenarnya sehingga bermakna lain adalah hal yang dapat dijumpai hampir di setiap lapisan masyarakat. Penggunaan bahasa pelesetan ini ditafsirkan sebagai upaya untuk membuat ciri-ciri dari suatu kelompok dengan tujuan agar berbeda dengan kelompok yang lain.

Di kalangan mahasiswa pada umumnya, penggunaan dan perkembangan bahasa pelesetan terjadi dengan pesat, substansi penggunaannya adalah sama, yaitu sebagai alat untuk pembedaan diri dan kelompok dengan kelompok yang lain melalui komunikasi. Pembedaan ini dapat terlihat dengan jelas, pada tingkat fakultas misalnya, masing-masing mahasiswa memiliki sebutan dan istilah tersendiri untuk mengungkapkan sesuatu dan tentu saja sebutan dan istilah ini berbeda pada setiap lingkungan fakultas pada objek yang sama.

Pada mahasiswa FISIP USU khususnya, penggunaan bahasa pelesetan sebagai wujud dari kreasi mereka sendiri yang digunakan hanya untuk sekedar

(7)

‘tampil beda’ dengan kelompok mahasiswa lain.

Pengetahuan tentang penggunaan bahasa pelesetan ini, selain merupakan inovasi sendiri juga merupakan bagian dari pola-pola transmisi yang terdapat di lingkungan mahasiswa FISIP.

Saran

Penggunaan bahasa pelesetan ini sebenarnya dapat bernilai positif apabila kata-kata yang digunakan merupakan istilah-istilah pelajaran sehingga dapat menambah wawasan ketika mengucapkan ataupun mendengarkannya.

Selain itu, kamus bahasa pelesetan ini juga dapat menjadi daya tarik tersendiri apabila dituliskan dalam bentuk buku atau sebentuk kamus, karena tidak dapat dipungkiri bahwa banyak pihak yang senang mendengarkan celoteh aneh mahasiswa pada saat mereka berbicara, penasaran dengan makna kata yang dipelesetkan, dan lain-lain. Daya tarik ini juga dapat terlihat pada banyaknya kosa-kata pelesetan yang bermakna lucu dan memancing tawa ketika mendengarnya.

Akan tetapi satu hal yang perlu diingat dalam menciptakan, membentuk, atau mengembangkan bahasa pelesetan, yaitu untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan penggunaan bahasa atau istilah-istilah yang tidak layak (kata-kata kotor), karena dari bahasa, secara pintas

orang lain akan mendapatkan gambaran dari kepribadian kita.

Daftar Pustaka

Sibarani, Robert. 2004. Antropologi Linguistik. Medan; Penerbit PODA.

Keraf, gorys. 1976. Komposisi. Cetakan III. Jakarta; Nusa Indah.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan strategi, metode dan tekniknya. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.

Badudu, J.S. Membina Bahasa Indonesia Baku I. Bandung; Pustaka Prima.

Koentjaraningrat. 1997. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta; Rhineka Cipta.

Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi II. Jakarta; Rhineka Cipta.

Mudhafarsyah. 2004. Pengetahuan Melaut; proposal skripsi jurusan Antropologi FISIP USU. Medan; tidak diterbitkan.

Artikel:

Daniela Weinberg. Model-model politik yang saling bertentangan disebuah Komune Swiss.

Robert H.Lawyer. Perspektif Perubahan Sosial Budaya.

Surna T. Djajaningrat. Community Development dalam paradigma pembangunan berkelanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pemanfaatan situs Youtube di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2009-2010 umumnya berupa penggunaan berbagai video

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pemanfaatan situs Youtube di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2009-2010 umumnya berupa penggunaan berbagai video

Temuan ketiga penelitian ini adalah kualitas pembentukan kata dan pemilihan kata yang digunakan dalam abstrak skripsi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri

Tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul Analsis Kesalahan Pengggunaan Kata Bantu Struktural 的de, 得de,地de dalam Kalimat Bahasa Mandarin Oleh Mahasiswa Semester II Sastra Cina