• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik seorang siswa dengan proses belajar dan seberapa terhubung mereka dengan kelas, institusi dan satu sama lain (Strean, 2011). Keterikatan siswa merupakan ketertarikan dan keterlibatan siswa dengan ide, materi, aktivitas, dan orang-orang di dalam kelas (Dolan, 2011). Menurut Wang dan Eccles (2013) keterikatan siswa dapat dimaknai seberapa banyak ketertarikan, perhatian, keingintahuan, kepercayaan diri, dan gairah yang ditunjukkan siswa ketika belajar.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterikatan siswa pada sekolah mempunyai dampak positif bagi siswa. Dengan terikat pada sekolah siswa cenderung meningkat dalam prestasi belajar (Utami & Kusdiyati, 2015), lebih demokratis di dalam kelas (Ahmad, Said, Mansor, Mokhtar, & Hassan, 2014), meningkat efikasi diri dan dukungan teman sebaya nya (Kholid, 2015). Lawson (2011) menunjukkan bahwa rata-rata siswa yang terikat dengan sekolah mempunyai nilai akhir yang lebih baik, nilai ujian yang lebih tinggi, dan nilai matrikulasi yang lebih tinggi guna menempuh pendidikan selanjutnya dibandingkan siswa yang tidak terikat dengan sekolah. Siswa yang memiliki keterikatan pada sekolah cenderung memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang tidak terikat dengan sekolah (Utami & Kusdiyati, 2015). Selain itu, efek positif dari keterikatan siswa ini adalah penyerapan materi ajar yang baik, proses pembelajaran yang aktif, kondusif dan proses sosialisasi organisasi anggota kelas yang baik (Kholid, 2015).

(2)

Hasil wawancara pada siswa salah satu SMA di Garut menunjukkan bahwa siswa yang terikat dengan sekolah akan mengerjakan tugas atas kesadaran pribadi dan tanpa paksaan. Perilaku mengerjakan tugas sekolah dengan sukarela ini merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dari siswa yang terikat pada sekolahnya (Papa, 2015). Keterikatan siswa di dalam kelas mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kognitifnya. Dengan kemauan untuk terus mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut siswa cenderung akan lebih suka belajar dan menemukan pengalaman baru (Sutanto, 2010).

Studi pendahuluan yang dilakukan pada 7 siswa SMKN C tanggal 2 November 2015 dalam FGD (Focus Group Discussion) memberikan beberapa informasi bagi peneliti berkaitan dengan keterikatan siswa-siswa tersebut pada sekolah. Pada dasarnya siswa yang terlibat dalam FGD merasa senang ketika pergi ke sekolah dan berada di lingkungan sekolah. Hal yang membuat siswa-siswa tersebut senang berada di sekolah antara lain adalah dapat berinteraksi dengan teman-teman dan melakukan kegiatan yang menarik berkaitan dengan proses belajarnya. Di samping itu, terkadang siswa juga merasa jenuh dengan sekolah. Kejenuhan tersebut antara lain disebabkan oleh tugas yang banyak dan jam sekolah yang padat. Menurut penuturan salah satu siswa dalam FGD, siswa tersebut memilih untuk tidak mengerjakan tugas ketika telah jenuh dan lelah dengan kegiatan di sekolah. Fredricks, Blumenfeld, dan Paris (2004) mengutarakan bahwa penelitian mengenai keterikatan siswa pada sekolah diawali dari fenomena seperti ini, yaitu dimana siswa telah mulai jenuh terhadap tugas dan kegiatan di sekolah sehingga muncul perilaku-perilaku maladaptif seperti membolos.

(3)

Fenomena mengenai perilaku siswa yang tidak sesuai dengan lingkungan di sekolah salah satunya dipaparkan oleh penelitian Utami dan Kusdiyati (2015). Penelitian tersebut bertujuan melihat hubungan student engagement dan prestasi belajar siswa pada santri salah satu pesantren di Bandung. Utami dan Kusdiyati (2015) menuturkan bahwa siswa yang memiliki nilai di bawah KKM tidak memperhatikan guru ketika menerangkan di kelas, berada di kantin ketika jam pelajaran, berpura-pura sakit dan meminta izin untuk pergi ke UKS hingga membuat surat sakit palsu untuk tidak hadir di sekolah. Tugas yang diberikan oleh guru juga jarang dikerjakan oleh siswa-siswa tersebut karena dianggap sulit dan tidak akan diperiksa oleh guru pengampu. Jika tugas akan diperiksa oleh guru maka siswa-siswa tersebut memilih untuk menyontek pekerjaan milik teman yang lain. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa keterikatan siswa memiliki hubungan dengan prestasi belajarnya. Semakin tinggi keterikatan siswa pada sekolah maka semakin baik prestasi belajarnya. Sebaliknya, semakin rendah keterikatan siswa pada sekolah maka semakin buruk pula prestasi belajarnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2013) di SMK Bina Nusantara Ungaran menunjukkan bahwa rata-rata ada 16 siswa yang membolos setiap harinya. Beberapa faktor yang menyebabkan perilaku membolos ini antara lain adalah siswa tidak senang dengan sikap guru, proses belajar membosankan, merasa gagal dalam belajar dan kurang berminat terhadap pelajaran (Prayitno dalam Handoko, 2013). Perilaku membolos ini tentu berdampak negatif bagi siswa sendiri seperti semakin berkurangnya minat terhadap pelajaran, gagal dalam ujian hingga dikeluarkan dari sekolah. Siswa yang sering membolos akan semakin berkurang keterikatannya pada sekolah.

(4)

Mukminin dan McMahon (2013) melalui penelitiannya membandingkan keterikatan mahasiswa Amerika dan Indonesia yang belajar di Amerika. Penelitian tersebut menunjukkan bentuk keterikatan mahasiswa Amerika di kelas berupa partisipasi aktif dengan mengungkapkan gagasan atau ide, bertanya dan terlibat dalam diskusi di dalam kelas. Sementara mahasiswa Indonesia cenderung diam. Hal ini dijelaskan oleh seorang subjek bahwa sejak kecil di Indonesia sudah berkembang kultur lebih baik diam meskipun mengetahui sesuatu. Jika siswa mengetahui jawaban atas sebuah pertanyaan guru, lebih baik jika tetap diam agar tidak dianggap sombong oleh teman-teman sebayanya. Selain itu, mahasiswa Indonesia tidak terbiasa bertanya pada saat perkuliahan berlangsung. Akan tetapi, mahasiswa-mahasiswa tersebut bertanya pada dosen setelah perkuliahan selesai.

Peneliti melihat bahwa penelitian di atas merupakan salah satu gambaran tentang perbedaan sikap pembelajar Indonesia dan Amerika. Keterikatan siswa Amerika dapat dilihat dari keterlibatan dalam suatu diskusi apabila siswa tersebut memang mempunyai kemampuan dan kemauan. Siswa akan bertanya pada guru apabila siswa tidak paham dengan materi yang diajarkan. Sementara mayoritas siswa di Indonesia terbiasa dengan sikap pasif, malu dan diam di dalam kelas (Mukminin & McMahon, 2013). Menurut peneliti, keterikatan siswa pada sekolah di masyarakat Indonesia tidak cukup jika hanya dinilai dengan observasi. Pengukuran dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan konsep keterikatan siswa menjadi salah satu cara untuk mengetahui keterikatan siswa pada sekolah yang sesungguhnya.

Fattor (2010) berpendapat keterikatan siswa dipengaruhi oleh konteks sekolah, konteks kelas dan konteks individu. Konteks sekolah berkaitan dengan

(5)

karakteristik dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah yang dapat memunculkan identifikasi terhadap sekolah. Identifikasi ini dapat memperkuat ikatan siswa pada sekolah hingga tingkat memiliki sense of belonging (rasa memiliki). Kegiatan yang dapat meningkatkan keterikatan siswa pada sekolah adalah kegiatan ekstrakurikuler. Menurut Massoni (2011) berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler memberikan kesempatan siswa untuk menciptakan koneksi positif dan sukarela pada sekolah.

Faktor selanjutnya dari keterikatan siswa adalah konteks kelas yang antara lain peran guru, relasi guru dan murid serta struktur kelas. Kholid (2015) dari penelitiannya mendapatkan hasil bahwa dukungan teman sebaya turut memberi pengaruh terhadap keterikatan siswa pada sekolah. Sedangkan faktor terakhir yang berpengaruh terhadap keterikatan siswa adalah konteks individu seperti kebutuhan individu akan otonomi, kompetensi dan relasi dengan orang lain. Kebutuhan akan kompetensi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi seluruh siswa karena pihak sekolahpun menetapkan standar kompetensi yang harus dicapai siswa pada tingkatan tertentu. Dalam hal ini, siswa mempunyai kewajiban untuk menguasai materi atau keterampilan tertentu. Penguasaan materi atau keterampilan ini membutuhkan keyakinan dari diri siswa untuk dapat berhasil melakukan tugas tersebut. Keyakinan dalam hal akademik disebut juga dengan efikasi diri akademik.

Pada umumnya sekolah menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung kualitas pengajaran dan pembelajaran siswa di sekolah. Salah satu fasilitas pendukung tersebut adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dapat diikuti siswa sesuai minat masing-masing. Kegiatan ekstrakurikuler adalah program, klub atau aktivitas yang disponsori oleh sekolah atau komunitas tertentu yang dilakukan di

(6)

luar jam belajar harian (Dunn & Cruz, 2012). Menurut hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 November 2015 pada 7 siswa SMKN C kegiatan ekstrakurikuler merupakan ajang untuk menyalurkan hobi atau kegemaran yang tidak dapat diekspresikan saat jam pelajaran. Siswa-siswa tersebut berpendapat bahwa kegiatan ekstrakurikuler memberikan keterampilan baru yang berguna dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Siswa R selaku subjek wawancara memberikan pandangannya terhadap kegiatan ekstrakurikuler. Siswa tersebut mengutarakan bahwa berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler berguna untuk menyalurkan minat atau hobi. Selain itu dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat menjadi ajang penyegaran atau hiburan dari rasa tertekan atas tugas-tugas sekolah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Fredricks dkk (2004) bahwa penelitian mengenai keterikatan siswa di sekolah dilatarbelakangi oleh siswa yang merasa bosan dengan pelajaran atau tugas-tugas di sekolah. Jika hal ini terus berlanjut maka jumlah siswa yang putus sekolah akan semakin meningkat.

Siswa S juga selaku subjek wawancara memberikan alasan atas partisipasinya dalam kegiatan ekstrakurikuler. Siswa tersebut mengungkapkan bahwa alasan untuk berpartisipasi dalam klub Bahasa Jepang karena ingin bekerja di Jepang. Siswa mendapatkan berbagai keterampilan yang berguna bagi diri sendiri sehingga siswa merasa senang tergabung dalam klub bahasa. Perasaan senang ini merupakan salah satu sikap positif terhadap sekolah. Knifsend dan Graham (2012) mengatakan bahwa salah satu efek berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler adalah munculnya sikap positif terhadap sekolah. Siswa yang menyukai sekolah akan lebih baik dalam belajar dibandingkan siswa yang tidak menyukai sekolah (Massoni, 2011).

(7)

Tujuan dan manfaat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler terus menjadi perbincangan mengingat semakin tingginya jumlah siswa yang mengalami pengucilan dan perasaan bosan dengan pelajaran di sekolah. Siswa yang mulai merasa bosan cenderung menurun tingkat prestasinya dan keterikatannya dengan sekolah serta banyak waktu yang dihabiskan di luar pengawasan orangtua (Fredricks & Eccles, 2006). Menurut beberapa penelitian partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler memberi dampak sebaliknya. McGaha dan Fitzpatrick (2010) menyebutkan bahwa aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler akan mendukung kesuksesan individu dalam prestasi akademiknya. Sebuah penelitian longitudinal selama tiga tahun dilakukan oleh Metsapelto dan Pulkkinen (2012) mengenai hubungan kegiatan ekstrakurikuler dengan perilaku sosioemosional dan prestasi sekolah anak remaja. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa partisipasi dalam aktivitas seni, keterampilan dan musik mempunyai hubungan dengan perilaku adaptif, pencapaian akademik dan keterampilan bekerja yang lebih tinggi.

Remaja mendapat berbagai manfaat dari kegiatan ekstrakurikuler yang tersedia meskipun tingkat efek yang dirasakan kembali pada konteks atau kondisi karakteristik masing-masing individu. Molainen, Markstrom, dan Jones (2014) mengatakan bahwa sekolah berbasis partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler diasosiasikan dengan rendahnya penggunaan obat-obatan terlarang pada remaja Amerika - India. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu bentuk intervensi untuk mengatasi penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman keras pada siswa.

Hasil wawancara mengenai manfaat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pada tujuh siswa SMKN C juga bervariasi. Respon yang diberikan siswa-siwa

(8)

tersebut antara lain merasa senang ketika berangkat ke sekolah, mendapat bantuan dari teman satu klub ekstrakurikuler untuk mengerjakan tugas akademik, memperoleh keterampilan baru untuk melindungi diri sendiri dan meningkatkan kepercayaan diri ketika berinteraksi dengan orang lain. Bagi siswa-siswa tersebut berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler merupakan cara yang positif untuk melepas penat dan menyegarkan pikiran. Bahkan dalam sesi wawancara tersebut juga dituturkan bahwa menjadi partisipan aktif dalam klub ekstrakurikuler membuat siswa-siswa betah untuk berada di lingkungan sekolah lebih lama. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler membawa afeksi positif terhadap sekolah.

Hasil temuan wawancara peneliti di atas mendukung penelitian Knifsend dan Graham (2012) tentang seberapa besar pengaruh partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler terhadap sekolah. Siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler terbukti lebih merasa memiliki sekolah dibandingkan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Dengan merasa memiliki sekolah siswa akan lebih merasakan emosi positif terhadap sekolah dan lingkungannya. Selain itu, menurut Darling, Caldwell, dan Smith (dalam Knifsend & Graham, 2012) siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan teman sebayanya, memiliki sikap positif terhadap sekolah, aspirasi yang tinggi terhadap prestasi akademik dan nilai yang lebih baik dibandingkan siswa yang tidak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Berbagai manfaat dan alasan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler telah dijabarkan berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Knifsend dan Graham (2012) menemukan bahwa partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap sekolah. McGaha dan Fitzpatrick (2010)

(9)

menemukan bahwa partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat meningkatkan prestasi akademik. Dua penelitian tersebut merupakan hasil penelitian berdasarkan kondisi kegiatan ekstrakurikuler berlatar budaya barat. Sementara, peneliti ingin melakukan penelitian terkait kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan praktik di Indonesia.

Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler di Indonesia sedikit berbeda. Misalnya untuk kegiatan Pramuka, Menurut Pasal 6 dalam Anggaran Dasar Gerakan Pramuka Hasil Munaslub Gerakan Pramuka Tahun 2012 disebutkan bahwa Gerakan Pramuka adalah organisasi pendidikan yang keanggotaannya bersifat sukarela, mandiri, tidak membedakan suku, ras, golongan, dan agama (Pramuka, 2012). Padahal dalam realitanya, Pramuka menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh siswa di beberapa sekolah dan mayoritas SD. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan siswa merasa terpaksa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut yang seharusnya diikuti dengan suka rela dan penuh minat. Keterpaksaan ini dapat membentuk sikap dan persepsi negatif siswa terhadap sekolah yang berujung pada ketidaksukaan berada di sekolah.

Finn (dalam Gaydos, 2008) mengungkapkan bahwa siswa tidak mendapat tekanan atau beban dalam menunjukkan performanya dalam kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini menjadi problem tersendiri bagi siswa yang prestasi akademiknya kurang baik. Siswa yang kurang berprestasi dalam bidang akademik akan termotivasi lewat aktivitas lain sesuai minatnya. Jika kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan minat siswa tersebut dipandang lebih menyenangkan dan berarti dibandingkan dengan pelajaran di kelas, maka siswa rentan untuk lebih memprioritaskan kegiatan ekstrakurikuler dibandingkan tugas

(10)

utamanya yaitu belajar. Kondisi seperti ini justru membuat siswa memiliki sikap dan pandangan negatif terhadap fungsi utama sekolah.

Penulis juga mendapatkan data dari salah satu siswa SMKN C yang menyiratkan bahwa keikutsertaannya dalam kegiatan ekstrakurikuler mengganggu proses belajar reguler di dalam kelas. Siswa tersebut menjadi salah satu anggota dalam pasukan pengibar bendera dimana latihan seringkali dilakukan di waktu jam pelajaran. Akibatnya, siswa tertinggal dalam materi pelajaran dan harus belajar secara mandiri untuk mengejar ketertinggalannya. Tertinggal dalam materi pelajaran dapat membuat seorang siswa tidak merasa nyaman berada di kelas sehingga muncul emosi dan sikap yang kurang positif terhadap sekolah.

Paparan berupa manfaat partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler yang telah diteliti, sekaligus kondisi nyata yang ada di lingkungan SMKN C menjadi alasan bagi peneliti untuk meneliti hubungan partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan keterikatan siswa pada sekolah. Kebijakan pemerintah dan otoritas sekolah dapat mempengaruhi dinamika psikologis siswa yang turut menentukan hubungan antara kedua variabel tersebut.

Pencapaian akademik dan afeksi positif di sekolah tak lepas dari seberapa yakin seseorang mampu mencapainya. Keyakinan individu untuk dapat mencapai kesuksesan dalam setiap perihal akademik didefinisikan Hodges (2005) sebagai efikasi diri akademik. Efikasi diri dalam pembahasan yang paling mendasar dipaparkan oleh Bandura (1997) sebagai sebuah konsep untuk menjelaskan dan memprediksi apakah individu akan terikat atau terlibat dalam sebuah aktivitas. Jika individu tersebut terikat atau terlibat, maka seberapa besar dan seberapa lama kondisi tersebut berlangsung.

(11)

Penelitian mengenai efikasi diri ini sudah banyak dilakukan dengan berbagai variasi subjek, lingkungan maupun variabel yang menyertai. Misalnya, Yurt (2014) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri matematika dengan prestasi matematika pada siswa kelas 7 di Konya. Bukti bahwa siswa yang memiliki efikasi diri cenderung mendapat prestasi lebih tinggi tersebut karena efikasi diri juga memiliki hubungan dengan kuantitas dan kualitas usaha. Siswa yang memiliki kualitas usaha yang tinggi akan lebih dalam dan lebih luas dalam proses berpikirnya (Schunk, 2012).

Salah satu sumber munculnya efikasi diri akademik yaitu pengalaman pribadi. Individu yang pernah mengalami kesuksesan akademik di masa lalu cenderung memiliki keyakinan untuk berhasil menghadapi tugas akademik berikutnya (Bandura, 1997). Efikasi diri dapat meningkatkan keterikatan dan efikasi diri akademik dapat memprediksi keterikatan siswa pada sekolah (Cardona dkk, 2012). Efikasi diri akademik dalam penelitian tersebut juga menjadi mediator hubungan antara keterbukaan dengan pengalaman dan keterikatan siswa pada sekolah. Hal ini dapat diungkapkan kembali bahwa individu yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru akademik akan memiliki keyakinan diri untuk sukses dalam lingkup akademik tersebut. Keyakinan ini membuat individu lebih merasa terikat dengan lingkungan sekolah.

Makna tertinggi dari efikasi diri akademik didefinisikan oleh Bandura (1997) sebagai penguatan tingkat motivasi, kesuksesan akademik, dan meningkatkan ketertarikan intrinsik dalam perihal akademik. Bandura (1997) mengungkapkan bahwa efikasi diri seseorang pada perilaku tertentu akan mempengaruhi apakah mereka akan melakukan sesuatu dan hasil yang diharapkan individu dari perilaku tersebut. Efikasi diri mempunyai hubungan positif dengan nilai siswa

(12)

sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Papa (2015). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa efikasi diri akademik siswa akan berpengaruh terhadap keputusan untuk terikat dalam aktivitas di sekolah atau di kelas. Keterikatan siswa ini akan berpengaruh terhadap nilai akademiknya.

Penelitian ini menggunakan hasil penelitian-penelitian sebelumnya sebagai referensi. Peneliti telah memaparkan bahwa beberapa penelitian menemukan hubungan antara partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dengan keterikatan siswa (Metsapelto & Pulkkinen, 2012; Molainen dkk, 2014). Hubungan antara efikasi diri akademik dengan keterikatan siswa pada sekolah ditunjukkan antara lain oleh penelitian Yurt (2014), Brennan (2015) dan Papa (2015).

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif antara efikasi diri akademik dengan keterikatan siswa di sekolah menurut peneliti perlu dilakukan kembali dalam konteks masyarakat Indonesia pada umumnya dan di SMKN C pada khususnya. Hal ini disebabkan dugaan semakin tinggi efikasi diri akademik siswa maka semakin tinggi pula keterikatannya di sekolah masih perlu dikaji ulang berkaitan dengan perbedaan konteks lingkungan sekitar.

Jumlah referensi mengenai hubungan antara partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan keterikatan siswa dan hubungan antara efikasi diri dengan keterikatan siswa yang ditemukan oleh penulis masih terbatas. Mayoritas yang diteliti sebelumnya adalah hubungan antara partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan unsur-unsur yang ada pada keterikatan atau bersifat parsial. Misalnya Byrd (2010) meneliti mengenai hubungan partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan identifikasi terhadap sekolah. Burrows (2010) mengatakan bahwa identifikasi merupakan salah satu bentuk dari keterikatan emosi.

(13)

Penelitian oleh Wilson (2009) menemukan bahwa salah satu efek dari partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler adalah siswa hadir di sekolah secara reguler. Hadir di sekolah secara reguler atau tidak membolos merupakan salah satu bentuk keterikatan perilaku. Menurut Fredricks dkk (2004) keterikatan terdiri dari keterikatan perilaku, keterikatan kognitif dan keterikatan emosi. peneliti menyimpulkan bahwa penelitian yang mengungkap hubungan antara partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan keterikatan siswa secara menyeluruh masih terbatas.

Berdasarkan penjabaran di atas peneliti bermaksud meneliti tentang hubungan antara partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan efikasi diri akademik dengan keterikatan siswa pada sekolah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai apakah siswa yang tingkat partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dan efikasi diri akademiknya lebih tinggi akan lebih terikat pada sekolah. Hasil penelitian hubungan antara dua variabel bebas dan satu variabel tergantung ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah. Pertama, jika partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler terbukti memiliki hubungan signifikan dengan keterikatan siswa maka kegiatan tambahan yang dilakukan di luar jam sekolah dapat disesuaikan intensitasnya agar siswa semakin terikat dengan sekolah. Dua, jika efikasi diri akademik terbukti memiliki hubungan signifikan dengan keterikatan siswa pada sekolah maka pihak sekolah dapat membantu memonitor dan meningkatkan efikasi diri akademik siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah keterikatan siswa pada sekolah dapat diprediksi berdasarkan efikasi diri akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler?

(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan efikasi diri akademik secara bersama-sama dapat menjadi prediktor terhadap keterikatan siswa pada sekolah

2. Untuk mengetahui kontribusi dari partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dan efikasi diri akademik terhadap keterikatan siswa pada sekolah

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis

Hasil yang didapat dari pengujian empiris variabel-variabel dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengkaji teori terkait atau hasil dari penelitian sebelumnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi bagi siswa dan pihak sekolah mengenai hubungan partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan keterikatan siswa pada sekolah. bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk membangun sikap positif siswa pada sekolah. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat menunjukkan tingkatan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler, efikasi diri akademik dan keterikatan siswa pada sekolah sehingga pihak sekolah dapat lebih memahami kondisi siswa. Gambaran tersebut dapat dimanfaatkan pihak sekolah untuk mengarahkan siswa agar terikat dengan sekolah dan berperan aktif di setiap aktivitas di sekolah.

(15)

D. Keaslian Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa referensi penelitian sebelumnya yang serupa. Meskipun demikian peneliti menggunakan beberapa hal yang berbeda untuk menjaga keaslian penelitian. Beberapa hasil penelitian yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian oleh Sutanto (2010) dengan judul hubungan antara kedemokratisan gaya mengajar guru, keotoritatifan pola asuh orangtua, serta efikasi diri akademik dengan keterlibatan siswa SMP dalam pembelajaran bahasa Inggris. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kedemokratisan gaya mengajar guru, keotoritatifan pola asuh orangtua dan efikasi diri secara bersamaan memiliki hubungan yang signifikan dengan keterlibatan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris. Sementara secara parsial, efikasi diri akademik juga memiliki hubungan yang signifikan dengan keterlibatan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan r=0.356, p<0.01 (0.000).

Perbedaan penelitian Sutanto (2010) dengan penelitian yang dilakukan peneliti ini terletak pada variabel bebas dan subjek. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah efikasi diri akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler. Sementara subjek yang digunakan adalah siswa SMK di Yogyakarta.

2. Penelitian oleh Siregar (2015) dengan judul student engagement dan parent involvement sebagai prediktor prestasi belajar matematika siswa SMA X Yogyakarta. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa student engagement dan parent involvement secara bersamaan tidak dapat memprediksi prestasi belajar matematika siswa SMA dengan nilai F sebesar 0.882 dan nilai p sebesar 0.443 (p>0.05).

(16)

Perbedaan penelitian Siregar (2015) dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini terletak pada varian variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas yang digunakan oleh Siregar (2015) adalah student engagement dan parent involvement dengan variabel tergantung adalah prestasi belajar matematika. Sementara pada penelitian ini variabel bebas adalah efikasi diri akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dengan variabel tergantung adalah keterikatan siswa.

3. Penelitian oleh Kholid (2015) dengan judul hubungan efikasi diri dan dukungan teman sebaya dengan keterlibatan siswa pada sekolah. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara efikasi diri dan dukungan teman sebaya dengan keterlibatan siswa pada sekolah. Sumbangan efektif efikasi diri terhadap keterlibatan siswa pada sekolah sebesar 24.6%. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda.

Perbedaan penelitian Kholid (2015) dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini terletak pada varian variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas yang digunakan oleh Kholid (2015) adalah efikasi diri dan dukungan teman sebaya dengan variabel tergantung adalah keterlibatan siswa pada sekolah. Sementara pada penelitian ini variabel bebas adalah efikasi diri akademik dan partisipasi kegiatan ekstrakurikuler dengan variabel tergantung adalah keterikatan siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian insentif yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan perusahaan untuk meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan untuk mencapai kinerja

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk menyebarluaskan pengetahuan dan ketrampilan kepada para penjual umbi- umbian di Pasar Telo Karangkajen

Segala pujian bagi Allah yang menjadikan, yang mengembalikan, yang berbuat barang sekehendakNya, yang mempunyai 'Arasy mulia, yang gagah perkasa, yang memberi petunjuk

Jika suatu plot tidak dapat diukur karena alasan keselamatan seperti misalnya plot memiliki kemiringan ekstrim, terdapat cabang pohon yang menggantung, atau plot berada di daerah

1.2.3 Beri motivasi pada keluarga untuk  mengulang 1.2.4 Beri reinforcement  positif pada keluarga 2 Risiko tinggi komplikasi  berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam

[r]

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

SEGMEN BERITA REPORTER A Kreasi 1000 Jilbab Pecahkan Muri Rina &amp; Deska. CAREER DAY AMIKOM Adib &amp; Imam Wisuda smik amikom Adib