• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (Studi Kasus Jalan Soekarno Hatta Bandar Lampung) (Skripsi) Oleh VIDYA ANNISAH PUTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (Studi Kasus Jalan Soekarno Hatta Bandar Lampung) (Skripsi) Oleh VIDYA ANNISAH PUTRI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (Studi Kasus Jalan Soekarno – Hatta Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

VIDYA ANNISAH PUTRI

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (STUDI KASUS JALAN SOEKARNO-HATTA BANDAR LAMPUNG)

OLEH

VIDYA ANNISAH PUTRI

Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung merupakan jalan nasional dengan fungsi sebagai jalan arteri primer. Jalan ini memiliki lebar 2 x 7,75 m dengan tipe jalan 4/2 D.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perkerasan jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung saat ini. Metode yang digunakan untuk penilaian adalah

Pavement Condition Index (PCI).

Berdasarkan hasil studi, diketahui kondisi perkerasan jalan pada ruas Soekarno-Hatta Bandar Lampung adalah sempurna 64,3 %; sangat baik 21,4 % dan baik 14,3 %. Meskipun secara keseluruhan kondisi jalan ini masih masuk ke dalam kategori baik bahkan sempurna, namun pada beberapa lokasi jalan sudah mengalami kerusakan. Saat dilakukan survei terdapat 3 unit sampel pada segmen 10 yang mengalami rusak parah dan sedang dilakukan perbaikan (rekonstruksi), sehingga unit sampel tersebut tidak dimasukkan ke dalam perhitungan PCI secara keseluruhan. Adapun jenis kerusakan yang terdapat pada jalan ini di antaranya retak kulit buaya 12,64 %; retak blok 4,66 %; tonjolan 3,35 %; amblas 2,96 %; retak tepi 4,05 %; penurunan bahu jalan 4,14 %; retak memanjang 8,81 %; tambalan 24,61 %; pengausan 17,18 %; lubang 3,35 %; alur 8,76 %; retak selip 2,58 % dan pelepasan butir 2,92 %.

(3)

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF DISTRESS TYPES IN FLEXIBLE PAVEMENT (CASE STUDY OF SOEKARNO-HATTA ROAD BANDAR LAMPUNG)

By

VIDYA ANNISAH PUTRI

Soekarno-Hatta Bandar Lampung road is a national road which has function as a primary arterial road. This road having wide 2 x 7,75 m with 4/2 D type of road.

This research aims to determine the pavement condition of Soekarno-Hatta road. The method used to assessment is Pavement Condition Index (PCI).

Based on the result of the study, it is known that the pavement condition of Soekarno-Hatta Bandar lampung road is excellent 64,3 %; very good 21,4 % and good 14,3 %. Despite the overall condition of the road was still in good even perfect category, but at some location the road has been damaged. When doing a survey there were 3 unit sample of segment 10 that suffered damaged and were having repair (reconstruction), so that unit samples were not included into PCI calculation. Types of damage that found in this road consist of alligator cracking 12,64 %; block cracking 4,66%; bugs 3,35 %; depressions 2,96 %; edge cracking 4,05 %; shoulder drop off 4,14 %; longitudinal cracking 8,81 %; patching 24,61 %; polished aggregate 17,18 %, potholes 3,35 %; rutting 8,76 %; slippage cracking 2,58 % and raveling 2,92 %.

(4)

IDENTIFIKASI JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR (STUDI KASUS JALAN SOEKARNO-HATTA BANDAR LAMPUNG)

Oleh

VIDYA ANNISAH PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 5

Maret 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari

Bapak Sulbani dan Ibu Elvinina.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri

2 Sukajawa Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah

Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada tahun 2009 di SMP Negeri 18 Kota

Bengkulu dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Persada

Bandar Lampung pada tahun 2012. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis.

Penulis telah melakukan Kerja Praktek (KP) pada Proyek Pembangunan Hotel

Whiz Prime Lampung selama 3 bulan. Penulis juga telah mengikuti Kuliah Kerja

Nyata (KKN) di Desa Goras Jaya, Kecamatan Bekri, Kabupaten Lampung Tengah

selama 40 hari pada periode Januari-Februari 2015. Penulis mengambil tugas

akhir dengan judul Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi

Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknik

(9)

periode tahun 2013-2014 dan sebagai sekretaris divisi pengembangan Bidang

(10)

Persembahan

Untuk Papa dan Mama yang selalu mendoakan dan memberi motivasi.

Untuk nenekku tersayang Yuni Sasniar (Alm).

Untuk kakakku Viola Violina dan adikku Maulana Azis.

Untuk semua guru-guru dan dosen-dosen yang telah mengajarkan banyak hal. Terima kasih untuk ilmu, pengetahuan dan pelajaran

hidup yang sudah diberikan.

Untuk teman-teman spesialku, keluarga baruku, rekan

seperjuanganku, Teknik Sipil Universitas Lampung Angkatan 2012. Sukses untuk kita semua.

(11)

MOTTO

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri.

(Q.S. Ar-Ra’d: 11)

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

(Q.S. Al-Baqarah: 286) There is no limit of struggling.

(Anonim)

Every action has a reaction, every act has a consequence and every kindness has kind reward.

(Anonim)

Don’t lose the faith, keep praying, keep trying. (Anonim)

Kesuksesan berbanding lurus pada tindakan yang dilakukan. (Anonim)

(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Identifikasi Jenis

Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar

Lampung). Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.) pada Fakultas Teknik Universitas

Lampung.

Atas terselesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Lampung.

2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. I Wayan Diana, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing 1 skripsi

saya yang telah membimbing dalam proses penyusunan skripsi.

4. Bapak Sasana Putra, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing 2 skripsi saya yang

telah membimbing dalam proses penyusunan skripsi.

5. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., selaku Dosen Penguji skripsi saya yang telah

membimbing selama seminar penelitian.

6. Ibu Dr. Dyah Indriana K, S.T.,M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik

(13)

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung atas

ilmu dan pembelajaran yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

8. Keluarga tercinta, papa Sulbani dan mama Elvinina, nenekku Yuni Sasniar

(Alm), kakakku Viola Violina, adikku Maulana Azis, om dan tante serta

seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa.

9. Rekan seperjuanganku, Teknik Sipil Universitas Lampung Angkatan 2012,

Susi, Laras, Danu, Mutiara, Ratna, Bagus, Eddy, Sherli, Florince, Restu, Pras,

Andriansyah, Risqon, Lexono, Santo, Tasia, Aini, Rahmat, Lidya, Della,

Rahmi, Mutya, Hasna, Ana, Arra, Vera, Meri, Oktario, Wahyuddin, Tiffany,

Febrian, Martha, Dea, Ikko, Icha, Fita, Windy, Rizca, Milen, Meutia, Respa,

Selvia, Lutfi, Robby, Giwa, Kevin, Arya, Amor, Feby, Tyka, Zaina,

Hermawan, Faizin, Yota, Hedi, Rio, Anca, Yogi, Firdaus, George, Philipus,

Naufal, Adit, Taha, Arga, Yance, Ical, Ari, Sholeh, Yudi, Datra, Edwin, Fadli,

Fajar, Indrawan, Rinaldi, Afif, Fazri, Aryodi, Wiwid, Tristia, Yuda, seluruh

kakak-kakak dan adik-adik yang telah mendukung dalam penyelesaian skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan

keterbatasan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, Mei 2016

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR GRAFIK ... vi DAFTAR TABEL ... x I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Batasan Masalah ... 3 D. Tujuan Penelitian... 4 E. Manfaat Penelitian... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Perkerasan Jalan ... 5

B. Lapis Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)... 6

C. Struktur Perkerasan Jalan Soekarno-Hatta ... 11

D. Kerusakan Perkerasan Jalan ... 12

E. Pavement Condition Index (PCI)... 22

F. Penelitian Terdahulu... 38

III. METODOLOGI PENELITIAN... 40

A. Lokasi Penelitian ... 40

B. Data Yang Digunakan ... 41

C. Peralatan Penelitian ... 42

D. Pelaksanaan Penelitian ... 42

E. Bagan Alir Penelitian ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 45

A. Lokasi Penelitian... 45

B. Penilaian Indeks Kondisi Jalan ... 48

(15)

ii

V. PENUTUP ... 136 A. Kesimpulan ... 136 B. Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran A (Kartu Asistensi) Lampiran B (Data Hasil Survei) Lampiran C (Dokumentasi) Lampiran D (Surat-Surat)

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Susunan Lapis Perkerasan Lentur ... 11

2. Profil Melintang Jalan Soekarno-Hatta... 12

3. Retak Kulit Buaya ... 14

4. Kegemukan ... 14

5. Retak Blok... 15

6. Tonjolan dan Lengkungan... 15

7. Keriting ... 15

8. Amblas ... 16

9. Retak Tepi ... 16

10. Retak Refleksi Sambungan ... 17

11. Penurunan Bahu Jalan ... 17

12. Retak Memanjang/Melintang... 18

13. Tambalan... 18

14. Pengausan... .18

15. Lubang……….………19

16. Persilangan Jalan Rel ... 19

17. Alur ... 20

(17)

iv

19. Retak Selip ... 21

20. Pengembangan ... 21

21. Pelapukan dan Pelepasan Butir ... 22

22. Ratting Kondisi Jalan Berdasarkan Metode PCI... 38

23. Lokasi Penelitian... 40

24. Titik Awal dan Titik Akhir Penelitian ... 41

25. Bagan Alir Penelitian ... 44

26. Lokasi Penelitian... 46

27. Potongan Melintang Segmen 1-12 ... 47

28. Potongan Melintang Segmen 13-14 ... 47

29. Jenis Kerusakan pada STA 00+450 s/d 00+500 ... 48

30. Nilai Kondisi Jalan pada STA 00+450 s/d 00+500... 52

31. Jenis Kerusakan pada STA 02+100 s/d 02+150 ... 56

32. Tonjolan pada STA 03+850 s/d 03+900 ... 65

33. Lubang pada STA 05+300 s/d 05+350 ... 70

34. Jenis Kerusakan pada STA 06+800 S/D 06+850... 75

35. Jenis Kerusakan pada STA 08+000 s/d 08+050 ... 82

36. Jenis Kerusakan pada STA 08+850 s/d 08+900 ... 89

37. Jenis Kerusakan pada STA 11+450 s/d 11+500 ... 94

38. Retak Kulit Buaya pada STA 13+650 s/d 13+700... 103

39. Pengausan pada STA 15+200 s/d 15+250 ... 107

40. Jenis Kerusakan pada STA 16+100 s/d 16+150 ... 113

41. Jenis Kerusakan pada STA 16+350 s/d 16+400 ... 119

(18)

v

43. Jenis Kerusakan pada STA 17+800 s/d 17+900 ... 128

44. Persentase Kondisi Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung ... 133

(19)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Retak Kulit Buaya ... 29

2. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Kegemukan ... 30

3. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Retak Blok ... 30

4. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Tonjolan dan Lengkungan ... 30

5. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Keriting ... 31

6. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Amblas ... 31

7. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Retak Tepi ... 31

8. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Retak Refleksi Sambungan Jalan ... 32

9. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

(20)

vii

10. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan

Retak Memanjang/Melintang ... 32

11. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Tambalan dan Galian Utilitas ... 33

12. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pada Perlintasan Kereta ... 33

13. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pengembangan ... 33

14. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pengausan ... 34

15. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Lubang ... 34

16. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Alur ... 34

17. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Sungkur ... 35

18. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Retak Selip ... 35

19. Hubungan Density dan Deduct Value Untuk Jenis Kerusakan Pelapukan dan Pelepasan Butir ... 35

20. Hubungan CDV dan TDV Untuk Perkerasan Lentur ... 37

21. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 00+450 S/D 00+500 ... 49

22. Deduct Value Tambalan pada STA 00+450 S/D 00+500... 49

(21)

viii

24. Deduct Value Retak Blok pada STA 02+100 s/d 02+150 ... 57

25. Deduct Value Retak Tepi pada STA 02+100 s/d 02+150... 58

26. Deduct Value Alur pada STA 02+100 s/d 02+150 ... 58

27. Nilai CDV pada STA 02+100 s/d 02+150... 59

28. Deduct Value Tonjolan pada STA 03+850 s/d 03+900... 66

29. Nilai CDV pada STA 03+850 s/d 03+900... 67

30. Deduct Value Lubang pada STA 05+300 s/d 05+350 ... 71

31. Nilai CDV pada STA 05+300 s/d 05+350... 71

32. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 06+800 s/d 06+850 ... 76

33. Deduct Value Amblas pada STA 06+800 s/d 06+850... 77

34. Deduct Value Retak Memanjang pada STA STA 06+800 s/d 06+850 ... 77

35. Nilai CDV pada STA 06+800 s/d 06+850... 78

36. Deduct Value Retak Memanjang pada STA 08+000 s/d 08+050... 83

37. Deduct Value Retak Selip pada STA 08+000 s/d 08+050... 84

38. Nilai CDV pada STA 08+000 s/d 08+050... 85

39. Deduct Value Amblas pada STA 08+850 s/d 08+900... 90

40. Deduct Value Tambalan pada STA 08+850 s/d 08+900 ... 90

41. Nilai CDV pada STA 08+850 s/d 08+900... 91

42. Deduct Value Tambalan pada STA 11+450 s/d 11+500 ... 95

43. Deduct Value Lubang pada STA 11+450 s/d 11+500 ... 95

44. Nilai CDV pada STA 11+450 s/d 11+500... 96

45. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 13+650 s/d 13+700 ... 104

46. Nilai CDV pada STA 13+650 s/d 13+700... 104

(22)

ix

48. Nilai CDV pada STA 15+200 s/d 15+250... 109

49. Deduct Value Penurunan Bahu Jalan pada STA 16+100 s/d 16+150 ... 114

50. Deduct Value Retak Memanjang pada STA 16+100 s/d 16+150... 115

51. Deduct Value Lubang pada STA 16+100 s/d 16+150 ... 115

52. Nilai CDV pada STA 16+100 s/d 16+150... 116

53. Deduct Value Tonjolan pada STA 16+350 s/d 16+400... 120

54. Deduct Value Retak Memanjang pada STA 16+350 s/d 16+400... 120

55. Deduct Value Lubang pada STA 16+350 s/d 16+400 ... 121

56. Nilai CDV pada STA 16+350 s/d 16+400... 122

57. Deduct Value Pelepasan Butir Agregat pada STA 16+500 s/d 16+550 ... 125

58. Nilai CDV pada STA 16+500 s/d 16+550... 126

59. Deduct Value Retak Kulit Buaya pada STA 17+800 s/d 17+900 ... 129

60. Deduct Value Lubang pada STA 17+800 s/d 17+900 ... 129

(23)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya ... 23

2. Tingkat Kerusakan Kegemukan ... 23

3. Tingkat Kerusakan Tonjolan dan Lengkungan ... 23

4. Tingkat Kerusakan Retak Blok ... 24

5. Tingkat Kerusakan Amblas... 24

6. Tingkat Kerusakan Keriting...…….24

7. Tingkat Kerusakan Retak Tepi ... 24

8. Tingkat Kerusakan Penurunan Bahu Jalan ...…….25

9. Tingkat Kerusakan Retak Refleksi Sambungan...…….25

10. Tingkat Kerusakan Retak Memanjang/Melintang ...…….25

11.Tingkat Kerusakan Tambalan dan Galian Utilitas...…….26 12. Tingkat Kerusakan Lubang...…….26

13. Tingkat Kerusakan Alur...…….26

14. Tingkat Kerusakan Sungkur...…….27

15. Tingkat Kerusakan Pengembangan ...…….27

16. Tingkat Kerusakan Persilangan Jalan Rel ...…….27

17. Tingkat Kerusakan Retak Selip ...…….27

(24)

xi

19. Panjang Tiap Segmen Perkerasan Lentur ...…….45

20. Nilai TDV pada STA 00+450 s/d 00+500 ...…….50

21. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 1 Jalur Kiri...…….53

22. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 1 Jalur Kanan...…….54

23. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 2 Jalur Kiri...…….60

24. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 2 Jalur Kanan...…….62

25. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 3 Jalur Kiri...…….68

26. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 3 Jalur Kanan...…….68

27. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 4 Jalur Kiri...…….72

28. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 4 Jalur Kanan...…….73

29. Nilai TDV pada STA 06+800 s/d 06+850 ...…….78

30. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 5 Jalur Kiri...…….80

31. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 5 Jalur Kanan...…….81

32. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 6 Jalur Kiri...…….86

33. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 6 Jalur Kanan...…….87

34. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 7 Jalur Kiri...…….92

35. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 7 Jalur Kanan...…….92

36. Nilai TDV pada STA 11+450 s/d 11+500 ...…….96

37. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 8 Jalur Kiri...…….98

38. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 8 Jalur Kanan...…….100

39. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 9 Jalur Kiri...…….105

40. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 9 Jalur Kanan...…….106

41. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 10 Jalur Kiri...…….110

(25)

xii

43. Nilai TDV pada STA 16+100 s/d 16+150 ...…….116

44. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 11 ...…….117

45. Nilai TDV pada STA 16+350 s/d 16+400 ...…….121

46. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 12 ...…….123

47. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 13 ...…….127

48. Nilai TDV pada STA 17+800 s/d 17+900...…….130

49. Nilai Kondisi Jalan pada Segmen 14 ...…….131

(26)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun

meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas (UU Jalan No.13/1980).

Jalan merupakan prasarana penting dalam transportasi yang dapat

berpengaruh terhadap kemajuan bidang ekonomi, sosial, budaya maupun

politik di suatu wilayah.

Untuk kenyamanan dan keamanan bagi pengemudi, jalan harus didukung

oleh perkerasan yang baik. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat

dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Perkerasan

jalan dibagi atas dua kategori yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan

perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan lentur adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat sedangkan perkerasan kaku

adalah jenis perkerasan jalan yang menggunakan beton sebagai bahan utama

perkerasan tersebut.

Lapisan perkerasan jalan terdiri dari lapis permukaan (surface course), lapis

pondasi atas (base course), lapis pondasi bawah (subbase course) dan tanah

(27)

2

menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti

pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan

kepada pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut.

Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung merupakan jalan nasional dengan

fungsi sebagai jalan arteri primer. Sebelum dilakukan pelebaran, jalan ini

memiliki lebar perkerasan 2 x 3,5 m dengan tipe perkerasan aspal laston dan

tipe jalan masih 2 lajur 2 arah tanpa median (2/2 UD). Pada tahun 2013 jalan

ini telah dilakukan pelebaran yaitu lebar perkerasan menjadi 2 x 7,75 m

dengan tipe jalan 4 lajur 2 arah dan dilengkapi median selebar 1 m (4/2 D).

Kondisi jalan yang sebelumnya rusak, pada tahun 2013 telah diperbaiki

sehingga meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara.

Namun umur jalan yang sudah direncanakan pada kenyataannya tidak sesuai

dengan yang terjadi di lapangan. Seringkali kondisi jalan sudah mengalami

kerusakan sebelum masa layan jalan tersebut habis. Hal tersebut dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pertumbuhan lalu lintas yang

tidak sesuai prediksi, beban lalu lintas yang melampaui batas (overloading),

kondisi tanah dasar yang buruk, tidak sesuainya material yang digunakan,

faktor lingkungan serta pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan.

Terdapat berbagai jenis kerusakan yang dapat terjadi pada perkerasan lentur,

oleh sebab itu dibutuhkan penelitian untuk mengetahui kondisi permukaan

jalan dengan melakukan pengamatan secara visual.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk

(28)

3

mengetahui nilai indeks kondisi permukaan perkerasan lentur ruas jalan

Soekarno-Hatta Bandar Lampung, dimana jalan tersebut baru diperbaiki pada

tahun 2013 lalu.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Apa saja jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada lapis permukaan

perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung ?

2. Berapakah nilai indeks kondisi perkerasan lentur pada ruas jalan

Soekarno-Hatta Bandar Lampung ?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lokasi yang digunakan pada penelitian ini adalah ruas jalan

Soekarno-Hatta, Bandar Lampung.

2. Perhitungan nilai indeks kondisi jalan dilakukan menggunakan metode

Pavement Condition Index (PCI).

3. Data primer berupa hasil pengamatan secara visual serta hasil pengukuran

yang terdiri dari panjang, lebar dan kedalaman dari tiap jenis kerusakan

yang terjadi.

4. Identifikasi kerusakan dilakukan pada perkerasan lentur (flexible

(29)

4

5. Kerusakan yang diidentifikasi hanya pada lapisan permukaan (surface

course).

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada lapis

permukaan perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui nilai indeks kondisi perkerasan lentur pada ruas jalan

Soekarno-Hatta Bandar Lampung.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain :

1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang jenis-jenis

kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur (flexible pavement).

2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan referensi

tentang penggunaan metode Pavement Condition Index (PCI) dalam

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai :

1. Batu pecah

2. Batu belah

3. Batu kali

4. Hasil samping peleburan baja

Bahan ikat yang dipakai :

1. Aspal

2. Semen

3. Tanah liat

Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu

lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu

sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada si pengemudi

selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan perlulah

dipertimbangkan seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi

pelayanan konstruksi perkerasan jalan seperti :

(31)

6

2. Kinerja perkerasan (pavement performance)

3. Umur rencana

4. Lalu lintas

5. Sifat tanah dasar

6. Kondisi lingkungan

7. Sifat dan banyak material tersedia di lokasi yang akan digunakan sebagai

bahan lapisan perkerasan

8. Bentuk geometrik lapisan perkerasan

Berdasarkan bahan ikat, lapis perkerasan jalan dibagi atas dua kategori yaitu

lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) dan lapisan perkerasan kaku

(rigid pavement).

B. Lapis Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan

pengikat. Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai

jalan, maka konstruksi perkerasan jalan harus memenuhi syarat-syarat

tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1. Syarat-syarat berlalu lintas

Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan

berlalu lintas harus memenuhi syarat-syarat berikut :

a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidaak

berlubang.

b. Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat

(32)

7

c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan

permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.

d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari.

2. Syarat-syarat struktural

Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan

menyebarkan beban, harus memenuhi syarat-syarat berikut :

a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan

lalu lintas ke tanah dasar.

b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di

bawahya.

c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh di

atasnya dapat cepat dialirkan.

d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan

deformasi yang berarti.

Untuk dapat memenuhi hal-hal tersebut di atas, perencanaan dan pelaksanaan

konstruksi perkerasan lentur jalan harus mencakup :

1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan

Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang

akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah

ditentukan tebal masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metode

(33)

8

2. Analisa campuran bahan

Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia,

direcanakanlah suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi

spesifikasi dari jenis lapisan yang dipilih.

3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan

Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang

memenuhi syarat, belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan

perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan jika tidak dilakukan

pengawasan pelakasanaan yang cermat mulai dari tahap penyiapan lokasi

dan material sampai tahap pencampuran atau penghamparan dan akhirnya

pada tahap pemadatan dan pemeliharaan.

Lapisan-lapisan dari perkerasan lentur bersifat memikul dan menyebarkan

beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan

tersebut adalah :

1. Lapisan permukaan (surface coarse)

Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas.

Lapisan tersebut berfungsi sebagai berikut :

a. Lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi

untuk menahan roda selama masa pelayanan.

b. Lapisan kedap air, air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke

lapisan bawah dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

c. Lapis aus, lapisan ulang yang langsung menderita gesekan akibat roda

(34)

9

d. Lapis-lapis yang menyebabkan beban ke lapisan di bawahnya sehingga

dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daa dukung yang lebih jelek.

2. Lapisan pondasi atas (base coarse)

Lapisan pondasi atas adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara

lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila

tidak menggunakan lapis pondasi bawah). Karena terletak tepat di bawah

permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat

dan paling menderita akibat muatan, oleh karena itu material yang

digunakan harus berkualitas sangat tinggi dan pelaksanaan konstruksi

harus dilakukan dengan cermat.

Fungsi lapis pondasi atas adalah :

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.

b. Lapis peresapan untuk pondasi bawah.

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Bahan untuk lapis pondasi atas cukup kuat dan awet sehingga dapat

menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk

digunakan sebagai bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan

pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknis.

Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR > 50 %, PI < 4 %)

dapat digunakan sebagai bahan lapisan pondasi atas, antara lain batu

(35)

10

3. Lapisan pondasi bawah (sub-base coarse)

Lapisan pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis

pondasi atas dan tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah adalah :

a. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

b. Efisieni penggunaan material. Material pondasi bawah lebih murah

daripada lapisan di atasnya.

c. Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

d. Lapisan partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi

atas.

Bahannya dari bermacam-macam bahan setempat (CBR > 20 %, PI < 10

%) yang relatif jauh lebih baik dengan tanah dasar dapat digunakan

sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat

dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan

agar didapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi

perkerasan.

4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian

atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan

permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan tergantung dari

sifat-sifat daya dukung tanah dasar.

Persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah

(36)

11

b. Sifat kembang susut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata, sukar ditentukan secara pasti

ragam tanah yang sangat berbeda sifat dan kelembabannya.

d. Lendutan atau lendutan balik.

Gambar 1. Susunan lapis perkerasan lentur

C. Struktur Perkerasan Jalan Soekarno-Hatta

Jalan Soekarno-Hatta memiliki lebar perkerasan 2 x 7,75 m yang terdiri dari 4

lajur 2 arah dengan lebar median 1 m (4/2 D). Lebar bahu jalan sebesar 2 m

dengan kondisi tanpa perkerasan. Saluran samping jalan memiliki kedalaman

1,4 m dengan lebar saluran bagian atas 1,3 m dan bagian bawah 0,8 m.

Jalan Soekarno-Hatta terdiri dari perkerasan lentur (flexible pavement) dan

perkerasan kaku (rigid pavement).

1. Lapis tanah dasar (subgrade)

CBR rencana subgrade adalah 8 %.

2. Lapis pondasi bawah (base class B )

Subbase memiliki ketebalan 20 cm dan material yang dipakai adalah batu

(37)

12

3. Lapis pondasi atas (base class A)

Lapis pondasi atas terbagi menjadi 2 jenis yaitu CTRB (Cemen Treated

Recycling Base) dengan lebar 2 x 3,75 m dan CTB (Cemen Treated Base)

dengan lebar 2 x 4 m. Masing-masing jenis memiliki ketebalan 30 cm.

Lapis pondasi atas merupakan campuran dari batu pecah kelas A dan

semen.

4. Lapis permukaan terdiri dari 2 lapisan yaitu :

Lapis permukaan jalan ini menggunakan campuran aspal panas dengan

laston, dengan ketebalan :

Lapisan AC-WC setebal 5 cm

Lapisan AC-BC setebal 7 cm

5. Perkerasan rigid

Perkerasan rigid terdapat pada daerah jalan yang mempunyai kelandaian

dan keramaian tingkat kendaraan yang cukup besar atau di setiap inter

section. Perkerasan rigid ini memiliki ketebalan 30 cm.

Gambar 2. Profil melintang jalan Soekarno-Hatta

D. Kerusakan Perkerasan Jalan

Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat disebabkan oleh :

1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban.

2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak

(38)

13

3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat

material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan

bahan yang tidak baik.

4. Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan

umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan

jalan.

5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh

sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh

sifat tanah dasarnya yang memang jelek.

6. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.

Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan :

1. Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya

2. Tingkat kerusakan (distress severity)

3. Jumlah kerusakan (distress amount)

Khusus untuk keperluan dalam perhitungan nilai kondisi jalan menggunakan

metode Pavement Condition Index (PCI), jenis-jenis kerusakan pada

perkerasan lentur diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Retak kulit buaya (alligator cracking)

Retak kulit buaya adalah serangkaian retak memanjang paralel yang

(39)

14

Gambar 3. Retak kulit buaya

2. Kegemukan (bleeding)

Kegemukan adalah hasil dari aspal pengikat yang berlebihan, yang

bermigrasi ke atas permukaan perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau

terlalu rendahnya kadar udara dalam campuran, dapat mengakibatkan

kegemukan.

Gambar 4. Kegemukan

3. Retak blok (block cracking)

Retak blok ini berbentuk blok-blok besar yang saling bersambungan,

dengan ukuran sisi blok 0,3 sampai 3 m dan dapat membentuk sudut atau

(40)

15

Gambar 5. Retak blok

4. Tonjolan dan lengkungan (bump and sags)

Tonjolan adalah gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil

dari permukaan perkerasan aspal.

Gambar 6. Tonjolan dan lengkungan

5. Keriting (corrugation)

Keriting atau bergelombang adalah kerusakan akibat terjadinya deformasi

plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak

lurus arah perkerasan.

(41)

16

6. Amblas (depressions)

Amblas adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada area terbatas yang

mungkin dapat diikuti dengan retakan.

Gambar 8. Amblas

7. Retak tepi (edge cracking)

Retak tepi biasanya terjadi sejajar dengan tepi perkerasan dan berjarak

sekitar 0,3-0,5 m dari tepi luar.

Gambar 9. Retak tepi

8. Retak refleksi sambungan (joint reflection cracking)

Kerusakan ini umumnya terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang

(42)

17

Gambar 10. Retak refleksi sambungan

9. Penurunan bahu jalan (lane/shoulder drop off)

Penurunan bahu jalan adalah beda elevasi antara tepi perkerasan dan bahu

jalan.

Gambar 11. Penurunan bahu jalan

10. Retak memanjang/melintang (longitudinal/transverse cracking)

Retak berbentuk memanjang pada perkerasan jalan, dapat terjadi dalam

bentuk tunggal atau berderet yang sejajar dan kadang-kadang sedikit

bercabang. Retak melintang merupakan retak tunggal (tidak

(43)

18

Gambar 12. Retak memanjang/melintang

11. Tambalan dan galian utilitas (patching and utility cut patching)

Tambalan adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami

perbaikan.

Gambar 13. Tambalan

12. Pengausan (polished aggregate)

Pengausan adalah licinnya bagian perkerasan, akibat ausnya agregat di

permukaan.

(44)

19

13. Lubang (potholes)

Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan

aus dan material lapis pondasi. Kerusakan berbentuk lubang kecil

biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan berbentuk mangkuk yang

dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan permukaan lainnya.

Lubang biasanya terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area

perkerasan yang telah ada.

Gambar 15. Lubang

14. Persilangan jalan rel (railroad crossing)

Kerusakan pada persilangan jalan rel dapat berupa amblas atau tonjolan di

sekitar dan atau antara lintasan rel.

(45)

20

15. Alur (rutting)

Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya

perkerasan ke arah memanjang pada lintasan roda kendaraan.

Gambar 17. Alur

16. Sungkur (shoving)

Sungkur adalah perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari

permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas.

Gambar 18. Sungkur

17. Retak selip (slippage cracking)

Retak selip atau retak yang berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh

(46)

21

Gambar 19. Retak selip

18. Pengembangan (swell)

Pengembangan adalah gerakan lokal ke atas dari perkerasan akibat

pengembangan (pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur

perkerasan.

Gambar 20. Pengembangan

19. Pelapukan dan pelepasan butir (weathering and raveling)

Pelapukan dan pelepasan butir adalah disintegrasi permukaan perkerasan

aspal melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, berawal dari

(47)

22

Gambar 21. Pelapukan dan pelepasan butir

E. Pavement Condition Index (PCI)

Penilaian kondisi kerusakan perkerasan ini dikembangkan oleh U.S. Army

Corp of Engineer (Shahin, 1994) dinyatakan dalam Indeks Kondisi

Perkerasan (Pavement Condition Index, PCI). Penggunaan PCI untuk

perkerasan bandara, jalan dan tempat parkir telah dipakai secara luas di

Amerika. Metode survei dari PCI mengacu pada ASTM D6433 (Standard

Practice for Roads and Parking Lots Pavement Condition Surveys).

Pavement Condition Index (PCI) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan

jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi dan dapat

digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki

rentang 0 sampai 100 dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very

good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor) dan

gagal (failed).

1. Tingkat kerusakan (Severity level)

Severity level adalah tingkat kerusakan pada tiap-tiap jenis kerusakan.

Tingkat kerusakan yang digunakan dalam perhitungan PCI adalah low

(48)

23

Tabel 1. Tingkat kerusakan retak kulit buaya

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L

Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal*.

M Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola atau jaringan retakan yang diikuti dengan gompal ringan.

H

Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi gompal di pinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking akibat beban lalu lintas.

*Retak gompal adalah pecahan material di sepanjang sisi retakan.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 2. Tingkat kerusakan kegemukan

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L

Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan Nampak hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal tidak melekat pada sepatu atau roda kendaraan.

M Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam setahun.

H

Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal melekat pada sepatu dan roda kendaraan, paling tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 3. Tingkat kerusakan tonjolan dan lengkungan

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Tonjolan dan lengkungan mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.

M Tonjolan dan lengkungan mengakibatkan agak banyak mengganggu kenyamanan kendaraan.

H Tonjolan dan lengkungan mengakibatkan banyak gangguan kenyamanan kendaraan.

(49)

24

Tabel 4. Tingkat kerusakan retak blok

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan rendah. M Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan sedang. H Blok didefinisikan oleh retak dengan tingkat kerusakan tinggi.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 5. Tingkat kerusakan amblas

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Kedalaman maksimum amblas 13-25 mm (1/2–1 inci). M Kedalaman maksimum amblas 25-50 mm (1–2 inci).

H Kedalaman maksimum amblas > 50 mm ( 2 inci).

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 6. Tingkat kerusakan keriting

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.

M Keriting mengakibatkan agak banyak mengganggu kenyamanan kendaraan.

H Keriting mengakibatkan banyak gangguan kenyamanan kendaraan.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 7. Tingkat kerusakan retak tepi

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran lepas.

M Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas. H Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi perkerasan.

(50)

25

Tabel 8. Tingkat kerusakan penurunan bahu jalan

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 25 mm (1 inci) dan < 50 mm (2 inci)

M Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 50 mm (2 inci) dan < 100 mm (4 inci)

H Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu > 100 mm (4 inci)

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 9. Tingkat kerusakan retak refleksi sambungan

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L

Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar < 10 mm (3/8 inci)

2. Retak terisi sembarang lebar (pengsi kondisi bagus)

M

Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak tak terisi, lebar ≥ 10 mm (3/8 inci) dan ≤ 75 mm (3 inci)

2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 75 mm (3 inci) dikelilingi retak acak ringan.

3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan.

H

Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.

2. Retak tak terisi > 75 mm (3 inci)

3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan, pecah (retak berat menjadi pecahan).

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 10. Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang

Tingkat Kerusakan

Keterangan L Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak tak terisi, lebar < 10 mm (3/8 inci)

2. Retak terisi sembarang lebar (pengsi kondisi bagus) M Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Retak tak terisi, lebar ≥ 10 mm (3/8 inci) dan ≤ 75 mm (3 inci)

2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 75 mm (3 inci) dikelilingi retak acak ringan.

(51)

26

ringan.

H Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.

2. Retak tak terisi > 75 mm (3 inci)

3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di sekitar retakan, pecah.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 11. Tingkat kerusakan tambalan dan galian utilitas

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik.

M Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan kendaraan agak terganggu.

H Tambalan sangat rusak dan atau kenyamanan kendaraan sangat terganggu.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 12. Tingkat kerusakan lubang

Kedalaman maksimum

Diamater rata-rata (mm) (inci) 100–200 mm (4–8 inci) 200–450 mm (8–18 inci) 450–750 mm (18–30 inci) 13 mm -≤25 mm (1/2–1 inci) L L M >25 mm -≤50 mm (1–2 inci) L M H >50 mm (2 inci) M M H Sumber : Shahin (1994)

Tabel 13. Tingkat kerusakan alur

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Kedalaman alur rata-rata 6-13 mm (1/4-1/2 inci).

M Kedalaman alur rata-rata > 13 mm–25 mm (1/2-1 inci). H Kedalaman alur rata-rata > 25 mm (1 inci).

(52)

27

Tabel 14. Tingkat kerusakan sungkur

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Sungkur menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. M Sungkur menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan.

H Sungkur menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 15. Tingkat kerusakan pengembangan

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L

Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat. Gerakan ke atas terjadi bila ada pengembangan.

M Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan.

H Pengembangan menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 16. Tingkat kerusakan persilangan jalan rel

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L Persilangan jalan rel menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan.

M Persilangan jalan rel menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan.

H Persilangan jalan rel menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 17. Tingkat kerusakan retak selip

Tingkat Kerusakan

Keterangan L Lebar retak rata-rata < 10 mm (3/8 inci).

M

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :

1. Lebar retak rata-rata > 10 mm (3/8 inci) dan < 40 mm (1 ½ inci).

(53)

28

2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan-pecahan terikat.

H

Satu dari kondisi berikut yang terjadi : 1. Lebar retak rata-rata > 40 mm (1 ½ inci)

2. Area di sekitar retakan pecah ke dalam pecahan-pecahan mudah terbongkar.

Sumber : Shahin (1994)

Tabel 18. Tingkat kerusakan pelapukan dan pelepasan butir

Tingkat Kerusakan

Keterangan

L

Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Di beberapa tempat, permukaan mulai berlubang. Jika ada tumpahan oli, genangan oli dapat terlihat, tapi permukaannya keras, tak dapat ditembus mata uang logam.

M*

Agregat atau bahan pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak kasar dan berlubang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat ditembus mata uang logam.

H*

Agregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lubang. Diameter luasan lubang < 10 mm (4 inci) dan kedalaman 13 mm (1/2 inci). Luas lubang lebih besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan lubang (pothole). Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga agregat menjadi longgar.

*Bila lokal, yaitu akibat tumpahan oli, maka ditambal secara parsial.

Sumber : Shahin (1994)

Untuk jenis kerusakan pengausan (polished aggregate), tidak ada definisi

derajat kerusakan. Tetapi derajat kelicinan harus tampak signifikan

sebelum dinilai sebagai kerusakan.

2. Density (kadar kerusakan)

Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis

kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter

persegi atau meter panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan

(54)

29

Rumus mencari nilai density :

Density = 100 % atau Density = 100 %

Untuk jenis kerusakan lubang, density dihitung dengan rumus :

Density = 100 %

dengan :

Ad : luas total jenis kerusakan unntuk tiap tingkat kerusakan (m2)

As : luas total unit segmen (m2)

Ld : panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)

n : jumlah lubang untuk tiap tingkat kerusakan

3. Deduct value (nilai pengurangan)

Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang

diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct

value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap-tiap jenis

kerusakan.

Grafik 1. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak kulit buaya

(55)

30

Grafik 2. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan kegemukan

Grafik 3. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak blok

Grafik 4. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan tonjolan dan lengkungan

(56)

31

Grafik 5. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan keriting

Grafik 6. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan amblas

(57)

32

Grafik 8. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak refleksi sambungan jalan

Grafik 9. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan penurunan bahu jalan

Grafik 10. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak memanjang/melintang

(58)

33

Grafik 11. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan tambalan dan galian utilitas

Grafik 12. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pada perlintasan kereta

Grafik 13. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pengembangan

(59)

34

Grafik 14. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pengausan

Grafik 15. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan lubang

(60)

35

Grafik 17. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan sungkur

Grafik 18. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan retak selip

Grafik 19. Hubungan density dan deduct value untuk jenis kerusakan pelapukan dan pelepasan butir

(61)

36

4. Total deduct value (TDV)

Total deduct value adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap

jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian.

5. Nilai alowable maximum deduct value (m)

Sebelum ditentukan nilai TDV dan CDV nilai deduct value perlu di cek

apakah nilai deduct value individual dapat digunakan dalam perhitungan

selanjutnya atau tidak dengan melakukan perhitungan nilai alowable

maximum deduct value (m).

m= 1+ 9/98 (100–HDVi)

dengan :

m : nilai koreksi untuk deduct value

HDVi : nilai terbesar deduct value dalam satu sampel unit

6. Corrected deduct value (CDV)

Corrected deduct value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan antara nilai

TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva sesuai dengan

jumlah nilai individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari

2 (dua) yang disebut juga dengan nilai (q).

Menurut (Shahin, 1994) sebelum ditentukan nilai CDV harus ditentukan

terlebih dahulu nilai CDV maksimum yang telah terkoreksi dapat diperoleh

dari hasil pendekatan deduct value dari yang terkecil nilainya dijadikan = 2

sehingga nilai q akan berkurang sampai diperoleh nilai q= 1 setelah itu

nilai deduct value di totalkan (TDV) kemudian hubungkan TDV dengan

(62)

37

Grafik 20. Hubungan CDV dan TDV untuk perkerasan lentur

Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat

diketahui dengan rumus :

PCI(s) = 100–CDV

dengan :

PCI(s) : nilai PCI untuk tiap unit

CDV : nilai CDV untuk tiap unit

Untuk nilai PCI secara keseluruhan :

PCI = ∑ ( )

dengan :

PCI : nilai PCI perkerasan keseluruhan

PCI(s) : nilai PCI untuk tiap unit

N : jumlah unit

Dari nilai PCI untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui

(63)

38

sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair),

jelek (poor), sangat jelek (very poor) dan gagal (failed).

Gambar 22. Ratting kondisi jalan berdasarkan metode PCI

F. Penelitian Terdahulu

1. Irzami (2010), dengan penelitian tentang penilaian kondisi perkerasan

menggunakan metode indeks kondisi perkerasan. Penelitian dilakukan

pada ruas jalan simpang kulim-simpang batang. Survei dilakukan

sepanjang 13,29 km yang dibagi dalam beberapa segmen dengan ukuran

100 x 6 m. Dari hasil analisis diperoleh nilai indeks kondisi perkerasan

(PCI) 0-10 (gagal) sebesar 3,76 %; 11-25(sangat buruk) sebesar 4,51 %;

26-40 (buruk) sebesar 5,26 %; 41-55 (sedang) sebesar 7,52 %; 56-70

(baik) sebesar 9,77 %; 71-85 (sangat baik) sebesar 8,27 %; 86-100

(sempurna) sebesar 60,9 %. Nilai PCI rata-rata ruas jalan Simpang

kulim-Simpang batang sebesar 80,28 % (sangat baik).

2. Amin Khairi (2012), dengan penelitian tentang evaluasi jenis dan tingkat

(64)

39

Penelitian dilakukan pada ruas jalan Soekarno-Hatta, Dumai

05+000-10+000. Dari hasil analisis data, diperoleh nilai PCI pada jalan

Soekarno-Hatta Dumai sebesar 24,07 (sangat buruk).

3. Agus Suswandi (2008), dengan penelitian tentang evaluasi tingkat

kerusakan jalan menggunakan metode pavement condition index (PCI)

untuk menunjang pengambilan keputusan. Penelitian dilakukan pada ruas

jalan Lingkar Selatan Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa jenis kerusakan yang terdapat pada jalan Lingkar Selatan

Yogyakarta adalah retak kulit buaya, retak blok, amblas, retak memanjang,

tambalan, pengausan, sungkur, retak selip dan pelepasan butir. Nilai PCI

rata-rata pada jalur 1 dan 2 adalah 92,26 dan 94,58 dengan ratting

(65)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi ruas jalan Soekarno - Hatta, Bandar

Lampung. Ruas jalan ini memiliki panjang ± 24 km. Pengumpulan data

penelitian dimulai dari Tugu Raden Intan sampai dengan gapura perbatasan

Bandar Lampung-Lampung Selatan.

Gambar 23. Lokasi penelitian

(66)

41

(a) Tugu raden intan rajabasa (b) Gapura Lampung Selatan

Gambar 24. Titik awal dan titik akhir penelitian

B. Data Yang Digunakan

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara pengamatan dan

pengukuran secara langsung di lokasi penelitian.

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya :

a. Data berupa gambar jenis-jenis kerusakan

b. Data dimensi (panjang, lebar, kedalaman) masing-masing jenis

kerusakan

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber data yang

telah ada, dari instansi terkait, buku, laporan, jurnal atau sumber lain yang

relevan.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya :

a. Data panjang dan lebar jalan

(67)

42

C. Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Form survei

2. Manual kerusakan berdasarkan metode PCI

3. Alat ukur meteran

4. Penggaris

5. Kamera

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei visual dan dibagi menjadi

dua tahap yaitu :

Tahap 1 : Survei pendahuluan, yaitu untuk mengetahui lokasi dan panjang

tiap segmen perkerasan lentur.

Tahap 2 : Survei kerusakan, yaitu untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan,

dimensi kerusakan dan mendokumentasikan segala jenis

kerusakan pada masing-masing unit sampel.

Adapun langkah-langkah untuk pelaksanaan survei kerusakan adalah

sebagai berikut :

a. Membagi tiap segmen menjadi beberapa unit sampel, pada penelitian

ini unit sampel dibagi setiap jarak 50-100 meter.

b. Mendokumentasikan tiap kerusakan yang ada.

(68)

43

d. Mengukur dimensi kerusakan pada tiap unit sampel.

e. Mencatat hasil pengukuran ke dalam form survei.

2. Analisis kondisi jalan menggunakan metode Pavement Condition Index

(PCI)

a. Menghitung density (kadar kerusakan).

b. Menentukan nilai deduct value tiap jenis kerusakan.

c. Menghitung alowable maximum deduct value (m).

d. Menghitung nilai total deduct value (TDV).

e. Menentukan nilai corrected deduct value (CDV).

(69)

44

E. Bagan Alir Penelitian

Gambar 25. Bagan alir penelitian Mulai Pengumpulan Data Selesai Identifikasi masalah Studi literatur Data Primer : Gambar kerusakan Dimensi kerusakan Data Sekunder : Panjang, lebar jalan Struktur perkerasan

Analisis Data

Nilai Kondisi Jalan

Kesimpulan

Menghitung kadar kerusakan (density)

Menentukan deduct value

Menghitung nilai m

Menghitung nilai TDV

Menentukan nilai CDV

(70)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan secara visual serta perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat 13 jenis kerusakan pada perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung yaitu retak kulit buaya (12,64 %), retak blok (4,66 %), tonjolan (3,35 %), amblas (2,96 %), retak tepi (4,05 %), penurunan bahu jalan (4,14 %), retak memanjang (8,81 %), tambalan (24,61 %), pengausan (17,18 %), lubang (3,35 %), alur (8,76 %), retak selip (2,58 %) dan pelepasan butir (2,92 %).

2. Nilai kondisi perkerasan lentur ruas jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung pada masing-masing segmen adalah segmen 1 = 78,91 (sangat baik), segmen 2 = 90,45 (sempurna), segmen 3 = 88,10 (sempurna), segmen 4 = 93,04 (sempurna), segmen 5 = 83,04 (sangat baik), segmen 6 = 92,47 (sempurna), segmen 7 = 92,83 (sempurna), segmen 8 = 93,69 (sempurna), segmen 10 = 88,80 (sempurna), segmen 11 = 78,50 (sangat baik), segmen 12 = 66,25 (baik), segmen 13 = 61,00 (baik) dan segmen 14 = 98,43 (sempurna).

3. Meskipun secara keseluruhan kondisi jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung masih masuk ke dalam kategori kondisi baik bahkan sempurna,

(71)

137 namun pada beberapa lokasi di jalan ini harus segera dilakukan perbaikan akibat kerusakan yang sangat parah yaitu pada STA 06+600 s/d 06+650, 07+200 s/d 07+250, 07+250 s/d 07+300, 13+400 s/d 13+450, 13+450 s/d 13+500, 13+500 s/d 13+550, 14+200 s/d 14+250, 14+500 s/d 14+550, 15+750 s/d 15+800 untuk jalur kiri dan STA 14+250 s/d 14+300, 15+500 s/d 15+550, 15+850 s/d 15+900, 16+350 s/d 16+400 untuk jalur kanan.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan membandingkan hasil perhitungan nilai kondisi lapis permukaan perkerasan lentur dengan menggunakan metode

pavement condition index (PCI) serta dengan metode surface distress index

(SDI).

2. Perlu dilakukan penelitian untuk memprediksi umur layan jalan berdasarkan hasil survei kondisi jalan.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penanganan terhadap kerusakan jalan yang terjadi.

4. Pengetahuan dan pemahaman akan jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur sangat berpengaruh terhadap keakuratan data.

(72)

DAFTAR PUSTAKA

__________ . 1980. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 Tentang Jalan. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. 23 hlm.

ASTM D6433. 2007. Standard Practice for Roads and Parking Lots Pavement

Condition Index Surveys. 48 pp.

Bolla, Margareth Evelyn. 2010. Perbandingan Metode Bina Marga dan Metode PCI

(Pavement Condition Index) Dalam Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan Kaliurang, Kota Malang). Fakultas Sains dan

Teknik, Universitas Nusa Cendana. Nusa Tenggara Timur.

Irzami. 2010. Penilaian Kondisi Perkerasan dengan Menggunakan Metode Indeks

Kondisi Perkerasan Pada Ruas Jalan Simpang Kulim Simpang Batang.

(Tesis). Magister Teknik Sipil, Universitas Islam Riau. Pekanbaru.

Kahiri, Amin. 2012. Evaluasi Jenis dan Tingkat Kerusakan dengan Menggunakan

Metode Pavement Conditon Index (PCI) Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta, Dumai 05+000-10+000. Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Bengkalis.

Dumai.

Putri, Selvia Eka. 2014. Pengaruh Pelebaran Ruas Jalan Terhadap Peningkatan

Kinerja Lalu Lintas (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta/Bypass Bandar Lampung). Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Septiawan, Catur Budi. 2013. Laporan Kerja Praktik Proyek Pelaksanaan Preservasi

dan Peningkatan Kapasitas Jalan dan Jembatan Nasional Sp. Tanjung Karang-Batas Kota Sukamaju-Kalianda dan Sekitarnya, Paket : Bandar Lampung-Bypass A (Soekarno-Hatta). Fakultas Teknik, Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Shahin, M.Y., Walther, J.A. 1994. Pavement Maintenance Management for Roads

and Streets Using The PAVER System. US Army Corps of Engineer. New

(73)

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova. Bandung. 243 hlm.

Suswandi, Agus., Sartono, W., Christiady, H. 2008. Evaluasi Tingkat Kerusakan

Jalan Dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) Untuk Menunjang Pengambilan Keputusan (Studi Kasus Jalan Lingkar Selatan, Yogyakarta).

Forum Teknik Sipil No. XVIII. Yogyakarta.

Universitas Lampung. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Unila Offset. Bandar Lampung.

Gambar

Gambar 2. Profil melintang jalan Soekarno-Hatta
Gambar 13. Tambalan
Gambar 20. Pengembangan
Tabel 10. Tingkat kerusakan retak memanjang/melintang Tingkat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, kami berencana mengadakan pelatihan yang kami beri nama KERETA ANTI PANIK (Keranjang Takakura Atasi Timbunan Sampah Organik), yaitu pembuatan kompos skala

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan hibah PKM-K.. Penghargaan Dalam 10

Terlihat bahwa siklus II kegiatan guru dan siswa sudah melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model kontekstual dengan berbantuan media benda konkret secara

Berdasarkan seluruh analisis di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dengan media LKS dan molymod dapat

Terdapat pasar hewan di Kecamatan Wonomulyo, di pasar tersebut hewan dari berbagai wilayah di Sulawesi juga diperdagangkan (termasuk dari wilayah endemis

Sedangkan dari hasil analisis (NASA-TLX) pada pekerja diperoleh skor rata-rata sebesar 79, 29 % yang dikategorikan sebagai pekerjaan dengan beban kerja

Arsyad (2011) mengemukakan bahwa ada empat fungsi media pembelajaran, yaitu: 1) Fungsi atensi dari media visual merupakan fungsi inti dari media pembelajaran, dimana

Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari obyek penelitian Hadi (2009). Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner secara langsung