• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN SIMETIDIN TERHADAP KADAR SGOT DAN SGPT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI ANTI TUBERKULOSIS RIFAMPISIN DAN ISONIAZID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN SIMETIDIN TERHADAP KADAR SGOT DAN SGPT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI ANTI TUBERKULOSIS RIFAMPISIN DAN ISONIAZID"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

97

PENGARUH PEMBERIAN SIMETIDIN TERHADAP KADAR SGOT

DAN SGPT TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

) YANG DIBERI

ANTI TUBERKULOSIS RIFAMPISIN DAN ISONIAZID

Eska Perdini1, Wahyu Siswandari, Fajar Wahyu Pribadi1

1

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto E-mail: fajar@unsoed.ac.id

ABSTRACT

Tuberkulosis (TB) has long been known as an infection diseases, and has been reported to increased. The INH dan Rifampisin are two different drugs that are known tobe the most active drugs, therefore both drugs are being used as never ending drugs in curing the TB. Utilization of both INH and rifampisin in a combination to cure the TB patients, however could increase the possibility of hepar lession risk. This research was aimed to firstly, knowing whether cimetidine could prevent increase of SGOT and SGPT levels of rats (Rattus norvegicus) given by both drugs INH and rifampisin, and secondly what was the minimum dose of cimetidine that able to prevent the increase of SGOT and SGPT levels. A Completely Random Design (CRD) was applied in this research, 24 male rats (Rattus norvegicus) of the wistar variety were divided into 4 different groups. The first group, was only given the INH and rifampisin orally at the doses of 50 mg/Kg body weight/day, the next groups groups II, III, and IV were also given those two drugs at the same dose, but the cimetidine was also given at 112,5 , 225, and 450 mg/Kg body weight/day for the 28 days. Consequently the SGOT and SGPT levels were measured twice pre and post treatments. The data obtained were analysied by the paired t test, a one way ANOVA, Post Hoc Tukey’s HSD, Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test. This research result showed that the cimetidine that given following the INH and rifampisin could prevent the increase of SGOT and SGPT levels. The highest dose of 450 mg/Kg body weight/day that given orally showed highly significant different from other (p<0,00) in preventing the SGOT and SGPT of treated animals.

Key words: isoniazid, rifampisin, cimetidine, SGOT, SGPT

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi merupakan salah satu

masalah kesehatan. Salah satu penyakit

infeksi

yang

masih

menjadi

masalah

kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia

adalah Tuberkulosis (TB). Tuberkulosis

adalah

penyakit

infeksi

kronik

yang

disebabkan oleh kuman

Mycobacterium

tuberculosis

1

.

Insidensi

penyakit

TB

saat

ini

meningkat di negara tertentu akibat dari

tingkat infeksi yang tinggi, penurunan daya

tahan tubuh karena kemiskinan atau penyakit

AIDS

(

Acquired

Immune

Deficiency

Syndrome

), dan peningkatan insidensi kasus

TB

resisten

2

.

Lingkungan

hidup

dan

pemukiman yang padat di wilayah perkotaan

juga telah mempermudah proses penularan

TB dan berperan dalam peningkatan jumlah

kasus TB

1

.

Tuberkulosis

merupakan

penyakit

infeksi pembunuh nomor satu di dunia. WHO

(

World Health Organization

) memperkirakan

sekitar 2 miliar orang menderita TB, dan 3

juta orang di dunia meninggal setiap

tahunnya karena TB

3

. Di Indonesia, TB

merupakan

masalah

utama

kesehatan

masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia

merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah

India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar

10% dari total jumlah pasien TB di dunia.

Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun

ada 539.000 kasus baru dan kematian

(2)

98

101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA

positif sekitar 110 per 100.000 penduduk

4

.

Jumlah kasus TB meningkat dan

banyak yang tidak berhasil disembuhkan,

terutama di negara yang dikelompokkan

dalam 22 negara dengan masalah TB besar

(high burden countries)

. Menyikapi hal

tersebut,

pada

tahun

1993,

WHO

mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia

(global emergency).

Awal tahun 1990-an

WHO dan IUATLD (

International Union

Against Tuberculosis and Lung Disease

)

telah

mengembangkan

strategi

penanggulangan TB yang dikenal sebagai

strategi DOTS

(Directly Observed Treatment

Short-course)

dan telah terbukti sebagai

strategi

penanggulangan

yang

secara

ekonomis paling efektif (

cost-efective)

4

.

Pengobatan

TB

bertujuan

untuk

menyembuhkan

penyakit,

mencegah

kematian,

mencegah

kekambuhan,

memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap Obat

Anti Tuberkulosis (OAT)

4

. Obat lini pertama

yang digunakan untuk mengobati TB adalah

isoniazid,

rifampisin,

etambutol,

dan

pirazinamid untuk terapi awal, dengan

streptomisin

sebagai

terapi

alternatif

5

.

Isoniazid (INH) dan rifampisin merupakan

dua obat yang paling aktif sehingga

digunakan sepanjang waktu pengobatan

6

.

Penggunaan

kombinasi

isoniazid

dan

rifampisin pada pengobatan TB dapat

meningkatkan resiko kejadian kerusakan

hepar

7

. Adapun insidensi hepatoksisitas lebih

tinggi pada penggunaan kombinasi isoniazid

dan

rifampisin

dibandingkan

dengan

penggunaan isoniazid saja

8

.

Efek samping hepatotoksik pengobatan

TB dengan OAT dapat dihindari dengan

pemberian hepatoprotektor. Hepatoprotektor

adalah zat yang dapat melindungi hati dari

kerusakan akibat agen infeksius maupun zat

toksik. Zat yang bersifat hepatoprotektor

tersebut dapat berasal dari bahan kimia

maupun alamiah. Beberapa hepatoprotektor

yang telah terbukti secara eksperimental

antara lain adalah mengkudu (

Morinda

citrifolia

)

9

, tanaman

Solanum trilobatum

10

,

dan larva lalat rumah (

Musca domestica

)

11

.

Saat ini sedang diteliti juga beberapa

obat

yang

diduga

mempunyai

sifat

hepatoprotektor, walaupun obat tersebut

penggunaanya untuk penyakit lain, misalnya

simetidin. Simetidin merupakan obat yang

tergolong antagonis reseptor H

2

. Efek penting

dari

antagonis

reseptor

H

2

adalah

menurunkan

sekresi

asam

lambung

12

.

Simetidin juga dapat menghambat sistem

metabolisme obat oksidatif sitokrom P-450,

dan hal inilah yang memungkinkan simetidin

dapat berefek hepatoprotektor

8

.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

untuk membuktikan efek simetidin dalam

mencegah peningkatan kadar SGOT dan

SGPT tikus putih yang diberi obat anti

tuberkulosis rifampisin dan isoniazid. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan masukan dan pertimbangan bagi

klinisi dalam terapi TB untuk mengurangi

efek samping obat anti tuberkulosis (OAT)

(3)

99

dan diharapkan dapat menjadi dasar untuk

penelitian lanjutan yang lebih mendalam.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 24 ekor

tikus putih (

Rattus norvegicus

) jantan strain

Wistar.

Tikus

yang

digunakan

harus

memenuhi kriteria inklusi yaitu sehat, berusia

2-3 bulan dengan berat badan dalam kisaran

yang sama yaitu 150-200 gram, dan tidak

sedang mengidap suatu penyakit. Kriteria

eksklusinya yaitu tikus putih yang mati

selama penelitian berlangsung.

Metode penelitian yang digunakan

adalah metode eksperimental terhadap hewan

coba tikus putih (

Rattus norvegicus

) dengan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau

Completely Randomized Design

(CRD).

Penelitian ini dilakukan selama 28 hari,

dengan menggunakan

pre test and post test

with control group design

. Penelitian ini

menggunakan 4 macam perlakuan terhadap

hewan coba. Masing-masing perlakuan

tersebut adalah sebagai berikut : Kelompok

perlakuan

I

(kontrol

negatif)

diberi

kombinasi rifampisin dosis 50 mg/KgBB/hari

dan isoniazid dosis 50 mg/KgBB/hari melalui

sonde lambung selama 28 hari; Kelompok

perlakuan II, diberi rifampisin dan isoniazid

masing-masing 50 mg/KgBB/hari, serta

simetidin dosis 112,5 mg/KgBB/hari melalui

sonde lambung selama 28 hari; Kelompok

perlakuan III, diberi rifampisin dan isoniazid

masing-masing 50 mg/KgBB/hari, serta

simetidin dosis 225 mg/KgBB/hari melalui

sonde lambung selama 28 hari; Kelompok

perlakuan IV, diberi rifampisin dan isoniazid

masing-masing 50 mg/KgBB/hari, serta

simetidin dosis 450 mg/KgBB/hari melalui

sonde lambung selama 28 hari.

Variabel bebas dalam penelitian adalah

dosis larutan simetidin, rifampisin, dan

isoniazid, sedangkan variabel terikat pada

penelitian adalah kadar SGOT dan SGPT.

Analisis univariat dilakukan terhadap

setiap variabel dari hasil penelitian yaitu

kadar SGOT dan SGPT. Analisis bivariat

dilakukan dengan uji t berpasangan untuk

data kadar SGOT dan SGPT

pre test

dan

post

test

pada kelompok I, kelompok II, kelompok

III, dan kelompok IV. Analisis multivariat

menggunakan

uji

One

way

ANOVA

dilanjutkan

post hoc

dengan

Tukey’s HSD

atau

Kruskall-Wallis

yang dilanjutkan dengan

uji

Mann-Whitney

(jika

data

tidak

terdistribusi secara normal).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan rerata kadar SGPT antara

pre test

dan

post test

dari tiap kelompok

perlakuan berserta hasil uji statistik tampak

pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Rerata SGPT hewan coba Kelompok

Perlakuan

Rerata SGPT p

Pre test Post test

Kelompok I 47 64,67 p=0,005* Kelompok II 60,67 75,167 p=0,002* Kelompok III 52,5 64,33 p=0,006* Kelompok IV 47,5 26,67 p=0,015* * hasil p pada uji t berpasangan

(4)

100

Dari data di atas dapat disimpulkan

bahwa bahwa INH dan rifampisin dengan

dosis masing-masing 50 mg/kgBB/hari dapat

menyebabkan kerusakan hepar tikus putih

(

Rattus norvegicus

) ditinjau dari peningkatan

kadar SGPT. Pemberian simetidin dengan

berbagai dosis menunjukkan hasil yang

bervariasi dalam mencegah kerusakan hepar

tikus putih (

Rattus norvegicus

) yang diberi

INH dan rifampisin 50 mg/kgBB/hari. Dosis

simetidin 112,5 mg/KgBB/hari dan 225

mg/KgBB/hari dapat mencegah kerusakan

hepar

dilihat

dari

lebih

rendahnya

peningkatan

kadar

SGPT

post

test

dibandingkan dengan kelompok kontrol

negatif (Kelompok I). Dosis simetidin 450

mg/KgBB/hari dapat mencegah kerusakan

hepar ditinjau dari penurunan kadar SGPT

post test

.

Analisis

data

dilanjutkan

untuk

mengetahui dosis simetidin yang paling

bermakna untuk mencegah kerusakan hepar

tikus putih (

Rattus norvegicus

) yang diberi

INH dan rifampisin 50 mg/kgBB/hari

ditinjau dari kadar SGPT. Uji normalitas data

untuk selisih kadar SGPT pre test dan post

test dengan uji

Shapiro-Wilk

menunjukkan

data berdistribusi normal. Uji homogenitas

varians menunjukkan nilai p = 0,039 (p<

0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa

paling tidak terdapat dua kelompok yang

mempunyai varians data yang berbeda secara

bermakna. Pada hasil uji

Kruskall-Wallis

diperoleh nilai p= 0,003 (p<0,05), hal ini

menunjukkan

setidaknya

terdapat

dua

kelompok yang berbeda bermakna.

Analisis data dilanjutkan dengan uji

Mann-Whitney

untuk

mengetahui

pada

kelompok manakah perbedaan bermakna

tersebut ada. Hasil menunjukkan bahwa dosis

simetidin 450 mg/kgBB/hari dapat mencegah

kerusakan hepar pada tikus putih (

Rattus

0 10 20 30 40 50 60 70 80 I II III IV Kelompok Perlakuan

Kadar SGPT (U/l) Pre test Kadar SGPT (U/l) Post test

(5)

101

norvegicus

) yang diberi INH dan rifampisin

50 mg/kgBB/hari ditinjau dari kadar SGPT.

Perbandingan rerata kadar SGOT

antara

pre test

dan

post test

dari tiap

kelompok perlakuan berserta hasil uji

statistik tampak pada Tabel dan Gambar 2.

Penelitian ini menunjukkan bahwa INH

dan rifampisin dengan dosis masing-masing

50

mg/kgBB/hari

dapat

menyebabkan

kerusakan

hepar

tikus

putih

(

Rattus

norvegicus

) ditinjau dari peningkatan kadar

SGOT

post test

. Pemberian simetidin dosis

112,5 mg/KgBB/hari belum dapat mencegah

kerusakan

hepar

tikus

putih

(

Rattus

norvegicus

) yang diberi INH dan rifampisin

50

mg/kgBB/hari,

ditandai

dengan

peningkatan SGOT

post test

yang lebih besar

dibandingkan kelompok I (kontrol negatif).

Pemberian simetidin dengan dosis 450

mg/KgBB/hari dapat mencegah kerusakan

hepar pada tikus putih (

Rattus novergicus

)

yang diberi INH dan rifampisin 50

mg/kgBB/hari, ditandai dengan penurunan

SGOT

post tets

secara bermakna.

Analisis data dilanjutkan dengan

One-Way ANOVA terhadap selisih kadar SGOT

pre test

dan

post test

untuk mengetahui dosis

simetidin yang paling bermakna dalam

mencegah kerusakan hepar tikus putih

(

Rattus novergicus

) yang diberi INH dan

rifampisin 50 mg/kgBB/hari ditinjau dari

kadar SGOT

.

Uji normalitas data untuk

selisih kadar SGPT

pre test

dan

post test

dengan uji

Shapiro-Wilk

menunjukkan data

Tabel 2. Rerata SGOT hewan coba Kelompok

Perlakuan

Rerata SGOT p

Pre test Post test

Kelompok I 74,67 93,83 p=0,005* Kelompok II 82,167 104,167 p=0,029* Kelompok III 65,33 62,67 p=0,660 Kelompok IV 73,5 46,83 p=0,000* * hasil p pada uji t berpasangan

0 20 40 60 80 100 120 I II III IV Kelompok Perlakuan

Kadar SGOT (U/l) Pre test Kadar SGOT (U/l) Post test

(6)

102

berdistribusi normal dan data memiliki

varians yang sama (p=0,066). Hasil uji

One-Way ANOVA menunjukkan bahwa p=0,000

dengan

demikian

setidaknya

terdapat

perbedaan selisih kadar SGOT

pre test

dan

post test

yang bermakna pada dua kelompok.

Analisis dilanjutkan dengan uji

Post

Hoc

dengan

Tukey’s

HSD

.

Hasil

menunjukkan bahwa dosis simetidin 450

mg/kgBB/hari dapat mencegah kerusakan

hepar pada tikus putih (

Rattus novergicus

)

yang diberi INH dan rifampisin 50

mg/kgBB/hari ditinjau dari kadar SGOT.

Penelitian ini menunjukkan pemberian

simetidin dengan dosis 112,5 mg/KgBB/hari

menyebabkan peningkatan kadar SGPT yang

lebih

rendah

dibandingkan

dengan

peningkatan kadar SGPT pada kelompok

kontrol negatif. Hasil ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan Kalra

et al.

8

yang menyatakan bahwa simetidin

dapat mencegah kerusakan hepar yang

disebabkan INH dan rifampisin. Efek

pencegahan tersebut ditinjau dari kadar

SGPT dan SGOT. Efek pencegahan dari

simetidin ini terjadi karena simetidin dapat

menghambat sitokrom P-450

8

. Sitokrom

P-450

merupakan

katalis

pada

proses

perubahan INH menjadi zat hepatotoksik,

yaitu perubahan

acetylhidrazyne

menjadi

a

cetyl radical

13

. Acetyl radical ini merupakan

acylating agent

yang bersifat hepatotoksik

14

.

Adanya penghambatan pada sitokrom P-450

ini menyebabkan terbentuknya acetyl radical

yang bersifat hepatotoksik juga menjadi

terhambat. Semakin banyak dosis simetidin

yang diberikan semakin besar penghambatan

yang terjadi. Hal ini terbukti dengan semakin

kecilnya peningkatan kadar SGPT pada

kelompok yang diberi simetidine dosis 225

mg/KgBB/hari, bahkan pada dosis 450

mg/KgBB/hari terjadi penurunan kadar

SGPT. Adanya penurunan kadar SGPT ini

dikarenakan

selain

efek

penghambatan

simetidin

terhadap

sitokrom

P-450,

kemungkinan terjadi perbaikan pada sel-sel

hepar yang mengalami kerusakan.

Kelompok kontrol negatif (kelompok I)

menunjukkan peningkatan kadar SGPT

paling tinggi dibandingkan kelompok lain.

Hasil

ini

sesuai

dengan

penelitian

sebelumnya yang dilakukan Rana et al.

15

yang menyatakan bahwa kombinasi INH dan

rifampisin dengan dosis tersebut serta dengan

lama pemberian selama 28 hari, dapat

menimbulkan efek hepatotoksik pada tikus

putih strain Wistar. Pemberian INH dan

rifampisin dapat meningkatkan kadar SGOT

dan SGPT mencapai 3-4 kali lipat

8

. INH

merupakan obat yang tergolong

metabolite

related

hepatotoxicity

,

yang

dapat

menimbulkan gangguan hepar melalui bahan

metabolitnya. Zat yang bersifat hepatotoksik

dari hasil metabolisme INH adalah acetyl

radical yang merupakan

acylating agent

14

.

Pemberian kombinasi INH dan rifampisin

dapat meningkatkan toksisitas terhadap

hepar. Rifampisin meningkatkan toksisitas

INH melalui induksi sitokrom P-450 karena

acetylhidrazyne dari INH diubah menjadi

acetyl radical yang dikatalisis oleh sitokrom

P-450 menjadi zat hepatotoksik

13

.

(7)

103

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa simetidin dosis 112,5 mg/KgBB/hari

sudah dapat mencegah peningkatan yang

bermakna kadar SGPT, namun secara

statistik

dosis

simetidin

yang

paling

bermakna untuk mencegah kerusakan hepar

akibat pemberian INH dan rifampisin 50

mg/KgBB/hari adalah 450 mg/KgBB/hari.

Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya

penurunan pada kadar SGPT.

Penelitian ini menunjukkan pemberian

simetidin dengan dosis 112,5 mg/KgBB/hari

menyebabkan peningkatan kadar SGOT yang

paling

tinggi

dibandingkan

kelompok

lainnya, bahkan kelompok kontrol negatif.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

pemberian simetidin dosis 50 mg/KgBB/hari

menimbulkan peningkatan kadar SGOT yang

lebih rendah dibandingkan kelompok yang

hanya diberi INH dan Rifampisin 50

mg/KgBB/hari (kontrol negatif)

8

. Hasil yang

berbeda ini dapat disebabkan karena SGOT

merupakan enzim yang banyak terdapat di sel

hati dan miokard serta dalam jumlah kecil di

muskuloskeletal, ginjal, pankreas, otak dan

eritrosit

16,17

. Terdapatnya organ-organ lain

yang mengandung enzim ini menyebabkan

SGOT tidak spesifik untuk mendeteksi

adanya kerusakan hepar. Berbeda halnya

dengan SGPT yang merupakan penanda yang

lebih spesifik untuk mendeteksi adanya

kerusakan hepar

18, 19

.

Hasil pemeriksaan kadar SGOT pada

kelompok yang diberi simetidin dosis 225

mg/KgBB/hari

dan

450

mg/KgBB/hari

menunjukkan adanya penurunan. Simetidin

dapat mencegah kerusakan hepar yang

disebabkan INH dan rifampisin. Semakin

tinggi dosis simetidin yang diberikan

semakin besar efek yang ditimbulkan, hal ini

ditandai dengan penurunan kadar SGOT

yang bermakna pada kelompok yang diberi

simetidin dosis 450 mg/KgBB/hari

8

.

Kelompok kontrol negatif yang hanya

diberi INH dan rifampisin 50 mg/KgBB/hari

menunjukkan peningkatan kadar SGOT,

sebagaimana halnya yang terjadi pada kadar

SGPT. Hasil ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan Rana

et

al

.

15

dan penelitian Kalra

et al

.

8

INH

merupakan obat yang bersifat hepatotoksik

dikarenakan metabolitnya. Efek hepatotoksik

dari INH ini ditingkatkan oleh rifampisin

yang merupakan induksi sitokrom P-450

13

.

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa simetidin dosis 225 mg/KgBB/hari

sudah dapat menurunkan kadar SGOT,

namun secara statistik dosis simetidin yang

paling bermakna untuk mencegah kerusakan

hepar akibat pemberian INH dan rifampisin

50 mg/KgBB/hari adalah 450 mg/KgBB/hari.

Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya

penurunan bermakna pada kadar SGOT.

KESIMPULAN

Pemberian simetidin dapat mencegah

peningkatan kadar SGOT dan SGPT tikus

putih (

Rattus

norvegicus

) yang diberi INH

dan

rifampisin.

Dosis

simetidin

450

mg/KgBB/hari

paling

bermakna

dalam

mencegah peningkatan kadar SGOT dan

(8)

104

SGPT tikus putih (

Rattus

norvegicus

) yang

diberi INH dan rifampisin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W., Bambang S, Idrus A, Marcellus S, Siti S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2. Dahlan, Zul. 1997. Diagnosis dan

Penatalaksanan Tuberkulosis. Cermin Dunia Kedokteran. No. 115. Hal 8.

3. Herchline, Thomas and Judith KA. 2007. Tuberculosis : Article. Emedicine. Section 2. 4. Depkes. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

5. Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Buku 3. Salemba Medika, Jakarta. Hal 93-98. 6. Chambers. 2001. Basic and Clinical

Pharmacology. 8thed. Lange Medical Books-McGraw-Hill, New York. pp 803-13

7. Palmer, Melissa. 2004. Medications and The Liver/Hepatitis : Article. Dr. Melissa Palmer's Guide of Hepatitis and Liver Disease.

8. Kalra, Bhupinder S, Sarita A, Nita K and Usha G. 2007. Effect of Cimetidine on Hepatotoxicity Induced by Isoniazid-Rifampicin Combination in Rabbits: Departements of Pharmacology, Biochemistry and Pathology, Maulana Azad Medical College New Delhi.

9. Sastrowardoyo, W dan SA Sudjarwo. 2004. Potensi Ekstrak Mengkudu (morinda citrifolia) Sebagai Hepatoprotektor pada Mencit yang Diberi Parasetamol. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. Vol 5 No 2, 182-90.

10. Shahjahan, M, KE Sabitha, M Jainu, CS Devi, Syahmala. 2004. Effect of Solanum trilobatum Againts Carbon Tetrachloride Induced Hepatic Damage in Albino Rats. Indian Journal of Medical Research. 11. Wang, FR, H Ai, XM Chen, CL Lei. 2007.

Hepatoprotective Effetc of a Protein-Enriched Fraction from The Maggots (Musa domestica) Againts CCl4-Induced Hepatic Damage in Rats. Biotechnol Lett, 29 : 853-8. 12. Ganiswarna, S, Rianto S, Frans DS,

Purwantyastuti, dan Nafrialdi. 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta. 256-257; 599; 601 hal.

13. Chen, J dan K Raymond. 2006. Roles of Rifampicin in Drug-Drug Interaction : Underlying Molecular Mechanism Involving Nuclear Pregnane X Receptor. Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials. Vol 5. pp 3

14. Kasilo, OJ, and CFB Nhachi, M Dahlet, F Flesch, A Jaeger. 1992. Isoniazid : article. International Programme on Chemical Safety Poisons Information Monograph 288 Pharmaceutical

15. Rana, S, P Ravinder, V Kim, S Kartar. 2006. Effect of Different Oral Doses of Isoniazid-Rifampisin in Rats. Molecular and Cellular Biochemistry. Vol 289 : 39-47.

16. Hardjoeno, H. 2003. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik Bagian dari Standar Pelayanan Medik. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanudin, Makasar. Hal 271-273.

17. Baron, DN. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik. EGC, Jakarta. Hal 136; 212; 222. 18. Prihatni, D, Ida Parwati, Idaningroem Sjahid,

dan Coriejati Rita. 2005. Efek Hepatotoksik Anti Tuberkulosis Terhadap Kadar Aspartat Aminotransferase dan Alanine Aminotransferase Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1. Hal 2.

19. Arsyad, Zulkarnain. 1996. Evaluasi FaaI Hati pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis. Cermin Dunia Kedokteran. No. 110. Hal 17.

Gambar

Tabel 1. Rerata SGPT hewan coba  Kelompok
Gambar 1. Rerata kadar SGPT pre dan post test pada masing-masing kelompok.
Gambar 2. Rerata kadar SGOT pre dan post test pada masing-masing kelompok.

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk pada Pernyataan Bersama Pembentukan k・セ。ウ。ュ。@ Persahabatan antara Pemerintah Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Republik Indonesia dan Pemerintah Kota

Untuk lebih memahami tentang apa yang akan dilaksanakan dalam penelitian, peneliti merumuskan permasalahan yang akan dibahas yaitu bagaimana kadar glukosa dan bioetanol

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Spesialisasi Industri Auditor

SAINGAN SEMAKIN BANYAK, RADIO HARUS PAHAM KEINGINAN PENDENGAR Sahabat MQ/ Saat ini pamor radio sebagai salah satu sumber informasi dan hiburan/ memang tidak setenar

(Augmented Reality) , yang lebih dekat ke sisi kiri, lingkungan bersifat nyata dan benda bersifat maya, sementara dalam augmented virtuality atau virtualitas tertambah,

Pengaruh Waktu Kempa Panas terhadap Kekuatan Impak Komposit Papan Serat Pandan Samak (Pandanus

Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Hasil analisis korelasi Spear- man menunjukkan bahwa tidak terdapat hu- bungan yang signifikan antara frekuensi jajan- an dengan status anemia contoh (p &gt; 0.1).. Hal