• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Artificial Intelligence

Selama abad ke-20, sejumlah definisi Artificial Intelligence (AI) diajukan. Salah satu definisi awal AI yang masih populer adalah: "membuat komputer berpikir seperti manusia", terbukti dari banyaknya jumlah film fiksi ilmiah yang mempromosikan pandangan ini (Giarratano & Riley, 2005: 1).

Selain itu, menurut Rich & Knight (2009: 3) Artificial Intelligence (AI) adalah suatu studi tentang bagaimana membuat komputer dapat melakukan hal-hal yang mana, pada saat ini, manusia lebih baik. Sedangkan menurut Russell & Norvig (2010: 1), bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau AI, bukan hanya untuk memahami sesuatu tetapi juga untuk membangun entitas kecerdasan.

Pada tabel 2.1 (Russell & Norvig, 2010: 2) terdapat delapan definisi AI, yang dikelompokkan menjadi empat bagian. Definisi bagian atas terfokus pada proses pemikiran dan penalaran, sedangkan pada bagian bawah berhubungan dengan perilaku. Definisi yang terdapat pada bagian kiri menentukan keberhasilan dalam keteraturan kinerja manusia, sedangkan pada bagian kanan menentukan ukuran kinerja yang ideal, yang disebut dengan rasional.

Suatu sistem disebut rasional jika sistem tersebut melakukan “hal yang benar”, sesuai dengan yang diketahuinya. Pendekatan yang berpusat pada manusia atau pendekatan manusiawi merupakan bagian dari ilmu empiris, yang melibatkan pengamatan dan hipotesis tentang perilaku manusia. Pendekatan rasionalis melibatkan kombinasi metematika dan teknik. (Russell & Norvig, 2010: 2).

(2)

Tabel 2.1 Kategori Definisi Artificial Intelligence (Russell & Norvig, 2010: 2)

Berpikir manusiawi

• “Upaya baru yang menarik untuk membuat komputer berpikir. . . mesin dengan pikiran, secara penuh dan harfiah." (Haugeland, 1985)

• "[Otomatisasi] kegiatan yang dikaitkan dengan pemikiran manusia, kegiatan seperti pengambilan keputusan, pemecahan masalah,

pembelajaran..." (Bellman, 1978)

Berpikir rasional

• "Studi tentang kemampuan mental melalui penggunaan model komputasi." (Charniak dan McDermott, 1985) • "Studi tentang perhitungan

yang memungkinkan untuk persepsi, penalaran dan pengambilan tindakan." (Winston, 1992)

Bertindak manusiawi

• "Seni menciptakan mesin yang dapat melakukan fungsi yang membutuhkan kecerdasan ketika digunakan oleh manusia." (Kurzweil, 1990)

• "Studi tentang bagaimana membuat komputer dapat melakukan hal-hal yang mana, pada saat ini, manusia lebih baik." (Rich dan Knight, 1991)

Bertindak rasional

"Computational Intelligence mempelajari desain

intelligent agents." (Poole et al., 1998)

• "AI. . . terfokus pada perilaku kecerdasan pada artefak. "(Nilsson, 1998)

Menurut Giarratano dan Riley (2005: 5) sementara AI pada awalnya didefinisikan sebagai cabang dari Computer Science di abad ke-20, sekarang ini menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri yang terdiri dari berbagai bidang seperti ilmu komputer, psikologi, biologi, neuroscience, dan banyak lainnya. Gambar 2.1 menunjukkan beberapa bidang yang diminati dalam AI. Bidang sistem pakar merupakan solusi pendekatan yang sangat baik untuk metode klasik.

(3)

Gambar 2.1 Beberapa Area dalam Artificial Intelligence (Giarratano dan Riley, 2005: 5)

2.2 Sistem Pakar

Menurut Giarratano & Riley (2005: 5) Professor Edward Feigenbaunn dari Universitas Stanford, seorang ahli terdahulu teknologi sistem pakar mendefinisikan sebagai program komputer cerdas yang menggunakan pengetahuan dan prosedur pendugaan untuk memecahkan masalah yang cukup sulit dimana membutuhkan seorang pakar untuk mendapatkan solusi yang signifikan.

Giarratano & Riley (2005: 5) juga mengatakan bahwa yang dapat disebut sebagai pakar adalah seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan khusus yang tidak diketahui atau dimiliki oleh kebanyakan orang. Seorang pakar dapat memecahkan masalah yang kebanyakan orang tidak dapat memecahkan atau menyelesaikannya lebih efisien (tetapi tidak dengan mudahnya).

Gambar 2.2 menggambarkan konsep dasar dari sebuah knowledge-based sistem pakar (Giarratano dan Riley, 2005: 6). Pengguna memberikan fakta atau informasi lain untuk sistem pakar dan menerima anjuran pakar atau kepakaran dalam merespon. Secara internal, sistem pakar terdiri dari dua

(4)

komponen utama. Basis pengetahuan (knowledge-base) yang mengandung pengetahuan yang digunakan mesin inferensi (infence engine) untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan ini merupakan respon dari sistem pakar terhadap masukan dari pengguna untuk jawaban pakar.

Gambar 2.2 Konsep Dasar dari Fungsi Sistem Pakar (Giarratano dan Riley, 2005: 6)

Giarratano & Riley (2005: 6) menyatakan bahwa pengetahuan seorang pakar spesifik terhadap satu domain masalah (problem domain) yang bertentangan dengan teknik pemecahan masalah umum. Sebuah domain masalah (problem domain) merupakan bidang masalah khusus seperti kedokteran, keuangan, ilmu pengetahuan, atau teknik yang dapat diselesaikan oleh pakar dengan sangat baik.

Sistem pakar, seperti pakar manusia, umumnya dirancang untuk menjadi pakar dalam satu domain masalah. Pengetahuan pakar untuk memecahkan masalah tertentu disebut domain pengetahuan (knowledge domain) pakar. Gambar 2.3 menggambarkan hubungan antara masalah dan domain pengetahuan. Bagian luar domain pengetahuan (knowledge domain) melambangkan area dimana tidak ada pengetahuan tentang semua masalah di dalam domain masalah (problem domain) (Giarratano & Riley, 2005: 6-7).

Giarratano & Riley (2005: 7) melanjutkan bahwa di dalam domain pengetahuan yang diketahui, sistem pakar melakukan penalaran atau membuat inferensi dengan cara yang sama seperti pakar manusia melakukan

(5)

penalaran atau menyimpulkan solusi dari suatu masalah. Dalam hal ini, diberikan beberapa fakta, yang logis, yang menghasilkan sebuah simpulan dugaan berikut dengan alasannya.

Gambar 2.3 Hubungan Kemungkinan Masalah dengan Domain Pengetahuan (Giarratano dan Riley, 2005: 7)

2.3 Backward Chaining

Menurut Giarratano & Riley (2005: 167) kumpulan dari serangkaian dugaan yang menghubungkan suatu masalah dengan solusinya disebut rantai. Rantai yang dilalui dari hipotesis kembali ke fakta (facts) yang mendukung hipotesis tersebut disebut backward chaining. Cara lainnya untuk mendeskripsikan backward chaining adalah dalam hal sebuah tujuan yang dapat dicapai dengan subgoal yang memuaskan.

Giarratano & Riley (2005: 168-169) mengatakan bahwa masalah utama dari backward chaining adalah menemukan rantai yang menghubungkan bukti ke hipotesis. Dalam backward chaining, penjelasan difasilitasi karena sistem dapat dengan mudah menjelaskan secara tepat tujuan apa yang ingin dicapai. Berikut adalah beberapa karakteristik umum backward chaining. Sebagai catatan, karakter ini hanya berfungsi sebagai pedoman :

(6)

Diagnosa Present to past

Consequent to antecedent

Goal driven, top – down reasoning

Work backward to find facts that support the hypothesis Depth – first search facilitated

Consequents determine search Explanation facilitated

Giarratano & Riley (2005: 169-170) mengatakan pada dasarnya, konsep yang lebih tinggi yang terdiri atas konsep yang lebih rendah diletakkan di atas. Jadi pemikiran dari konsep yang lebih tinggi seperti hipotesis turun ke fakta yang lebih rendah yang mendukung hipotesis disebut sebagai top – down reasoning atau backward chaining.

(7)

Giarratano & Riley (2005: 170) menjelaskan konsep di atas bahwa untuk membuktikan atau menyangkal hipotesis H, setidaknya salah satu hipotesis di tengah, H1, H2, atau H3 harus terbukti. Dapat dilihat bahwa diagram di atas digambarkan sebagai AND – OR tree untuk menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, seperti H2, semua hipotesis di bawahnya harus terpenuhi untuk mendukung hipotesis H2. Pada kasus lainnya, seperti hipotesis paling atas, H, hanya membutuhkan satu hipotesis dibawahnya. Dalam backward chaining, sistem pada umumnya akan mendapatkan bukti dari pengguna untuk membantu dalam membuktikan atau menyangkal hipotesis.

Giarratano & Riley (2005: 170-171) mengatakan satu aspek penting dalam mendapatkan bukti adalah dengan menanyakan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang tepat adalah pertanyaan yang meningkatkan efisensi dalam menentukan jawaban yang benar. Satu kebutuhan yang pasti adalah sistem pakar hanya dapat menanyakan pertanyaan yang berhubungan dengan hipotesis yang hendak dibuktikan. Walaupun mungkin terdapat ratusan atau ribuan pertanyaan yang dapat ditanyakan sistem, terdapat kerugian waktu dan uang untuk memperoleh bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selain itu, mengakumulasikan bukti jenis tertentu seperti hasil tes kesehatan dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan mungkin berbahaya bagi pasien.

Menurut Giarratano & Riley (2005: 171-172), berikut ini adalah struktur yang baik dari backward chaining. Backward chaining memfasilitasi depth – first search. Pohon (tree) yang baik untuk depth – first search adalah sempit dan dalam.

(8)

Gambar 2.5 Penerapan Struktur yang Baik dari Backward Chaining (Giarratano dan Riley, 2005: 172)

Giarratano & Riley (2005: 171-172) mengatakan struktur dari rules menentukan pencarian untuk solusi. Aktifasi suatu rule bergantung pada pola rule yang dirancang agar sesuai. Pola pada LHS (Left Hand Side) menentukan apakah rule dapat diaktivasi oleh fakta (facts). Aksi pada RHS (Right Hand Side) menentukan fakta yang ditegaskan dan dihapus sehingga mempengaruhi rules lainnya. Sebuah situasi sejalan terdapat pada backward chaining kecuali dalam hal hipotesis lebih digunakan dibandingkan rules. Tentu saja, hipotesis pada tingkat tengah bisa jadi merupakan rule yang disesuaikan dengan tujuannya dan bukan pendahulunya.

Contoh sederhana dari IF…THEN rules pada backward chaining (Giarratano & Riley, 2005: 173) :

IF D THEN C IF C THEN B IF B THEN A

C dan B merupakan subgoal atau hipotesis tingkat tengah yang harus dipenuhi untuk dapat membuktikan hipotesis D. Bukti A merupakan fakta yang mengindikasikan akhir generasi subgoal. Jika ada fakta A, maka D terpenuhi dan dianggap benar di dalam rantai dugaan terbalik (backward

(9)

inference) ini. Jika tidak terdapat A, maka hipotesis D tidak terpenuhi dan dianggap salah.

2.4 Java

Menurut Haines (2003: 1) Java adalah bahasa pemrograman yang kaya akan fitur dengan seperangkat fungsi inheren yang kokoh untuk memberdayakan pemula melalui pakar untuk membangun aplikasi dengan kualitas tinggi. Hasilnya, sebagian besar perguruan tinggi telah memindahkan kurikulum pemrograman mereka pada Java.

Tahun 1995, Sun Microsystem membuat versi Java yang dapat digunakan untuk pertama kalinya. Java memiliki artibut sebagai berikut :

Java itu sederhana. Kesederhanaan tersebut berasal dari syntax yang mirip dengan C/C++ dan penghilangan fitur kompleks C/C++.

Java berbasis Object-oriented. Sifat dari java object-oriented membuat pengembang untuk berpikir dalam bahasa class dan objek dibandingkan kode dan data terpisah. Class/objek berpusat pada hasil kode yang lebih mudah ditulis, dirawat dan digunakan kembali. • Java diinterpretasikan. Compiler Java menterjemahkan source code ke

dalam file class instruksi bytecode. Sebuah mesin virtual menguji setiap instruksi dan menggunakan arti dari intruksi tersebut untuk mengeksekusi urutan setara dengan instruksi platform itu sendiri. Java itu tangguh (robust). Program yang bermasalah tidak

menghancurkan mesin virtual atau merusak platform dasarnya. Ketangguhan dicapai, sebagian, dengan tidak mendukung pointer C/C++, dengan menyediakan garbage collector untuk secara otomatis membebaskan memori yang dialokasikan secara dinamis, dengan melakukan jenis compile-time/runtime secara ketat, dan dengan menyediakan array yang sebenarnya dengan batas pengecekan. Java itu portable. Pemindahan dilakukan melalui arsitektur netral dan

melalui pendefinisian bahasa yang ketat (yang memungkinkan tidak adanya ketergantungan fitur implementasi).

• Java itu berperforma tinggi. Banyak mesin virtual menggunakan compiler just-in-time (JIT) untuk meng-compile sebuah program

(10)

instruksi bytecode secara dinamis ke dalam instruksi platform yang spesifik (yang mengeksekusi lebih cepat dari bytecode) saat program berjalan.

Java itu dinamis. Java menggunakan tipe interface untuk membedakan antara program apa yang harus dilakukan dan bagaimana tugas yang akan dicapai dapat membantu Java untuk beradaptasi pada lingkunngan yang terus berkembang, dan membuatnya lebih mudah bagi vendor untuk memodifikasi library Java tanpa merusak kode program yang menggunakan library tersebut.

Definisi di atas mengimplikasikan bahwa Java bukanlah bahasa komputer biasa. Tidak seperti bahasa komputer lainnya, compiler Java tidak mengartikan source code ke dalam kode ekuivalen yang dijalankan yang berjalan secara langsung pada Microsoft Windows/Intel, Sun Solaris/SPARC, atau platform lainnya. Sebaliknya, compiler Java mengartikan source code menjadi kode eksekusi yang berjalan secara tidak langsung pada platform asli melalui mesin virtual. Mesin virtual menghasilkan interface yang ditetapkan secara baik ke dalam sebuah program instruksi bytecode Java dan mensituasikan antara program Java bytecode dan platform asli.

Syntax Java mudah untuk dipelajari karena menyerupai C++, landasan object-oriented yang membuatnya intuitif, dan yang pada awalnya mengarahkan komunikasi antar perangkat jaringan yang membuat pemrograman menjadi mudah.

2.5 Jess

Anda dapat menggunakan Jess sebagai rule engine. Sebuah program rule based dapat memiliki ratusan bahkan ribuan rules, dan Jess akan menerapkan pada data selanjutnya. Seringkali rules mewakili heuristic knowledge pada pakar manusia dalam sebuah domain, dan knowledge base mewakili kondisi dari sebuah situasi yang berkembang (Hill, 2003: 37).

Menurut Hill (2003: 5) deftemplate sedikit mirip dengan class declaration di dalam Java. Sementara class objects memiliki anggota variabel, deftemplates memiliki slots. Setiap slots adalah penampung untuk

(11)

informasi spesifik. Sedangkan Java class adalah definisi dari tipe objek, sebuah template adalah definisi untuk sebuah tipe facts (fact pada dasarnya: sebuah informasi yang mungkin berguna). Anda akan menggunakan template untuk membuat facts mewakili setiap kombinasi.

Pemrograman deklaratif biasanya cara alami untuk mengerjakan masalah yang melibatkan kontrol, diagnosa, prediksi, klasifikasi, pengenalan pola, atau banyak masalah tanpa solusi algoritma yang jelas. Dalam program rule-based, Anda hanya menulis rules individu. Program lainnya, rule engine, menetapkan rules mana yang berlaku pada waktu tertentu dan mengeksekusi yang sesuai. Hasilnya, versi rule based dari sebuah program kompleks bisa lebih pendek dan lebih mudah untuk dimengerti daripada versi prosedural. Menulis programnya lebih mudah, karena Anda bisa fokus pada rules untuk satu keadaan sekaligus (Hill, 2003: 16-17).

Rule engine umumnya merupakan bagian dari pengembangan dan penempatan rule. Fitur yang ditawarkan oleh penempatan tersebut sangat luas, tergantung pada aplikasi yang dimaksudkan untuk rule engine dan pada tipe dari pemrogram yang dimaksudkan untuk mengembangkan sistem tersebut (Hill, 2003: 18).

Bisnis utama dari rule engine adalah untuk menerapkan rules pada data. Yang membuat inference engine bagian pusat adalah bagian dari rule engine. Inference engine mengatur semua proses dari penerapan rules ke dalam memori yang bekerja untuk memperoleh output dari sistem (Hill, 2003 : 20).

Rule base berisi semua rule yang diketahui sistem. Rule-rule tersebut mungkin hanya akan disimpan sebagai teks strings, tapi lebih sering compiler rule memprosesnya menjadi beberapa bentuk dimana inference engine dapat bekerja lebih efisien. Compiler Jess rule membangun sebuah data struktur kompleks yang di indeks, yang disebut rete network. Rete network adalah struktur data yang membuat proses rule cepat. Dalam rule engine, working memory terkadang memanggil fact base, yang berisi semua informasi dari sistem rule base yang bekerja bersamaan (Hill, 2003: 21).

(12)

2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya

2.6.1 The Analysis of Comparison of Expert System of Diagnosing Dog Disease by Certainty Factor Method and Dempster Shafer Method

Permasalahan:

Menurut Setyarini, Putra dan Purnama (2013) ada beberapa penyakit anjing yang paling umum dan serius belum memiliki vaksin. Penyakit-penyakit ini mengancam anjing yang tidak memiliki imunisasi yang tepat. Selain itu, ada juga para pemilik anjing yang kurang bahkan tidak memperhatikan kesehatan hewan peliharaannya karena diperlukan biaya yang cukup besar untuk membawa anjing ke dokter hewan.

Oleh karena itu, penelitian ini membahas pentingnya informasi tentang penyakit pada anjing berdasarkan pada gejala penyakit dan cara-cara untuk mengatasinya. Aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pada anjing dengan metode Dempster-Shafer dan Certainty Factor yang nantinya dapat digunakan untuk mengurangi dan meminimalkan risiko kematian pada anjing. Dengan harapan sistem pakar dapat seolah menjadi dokter hewan untuk mengidentifikasi penyakit anjing.

Metode penelitian:

Ada dua metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Metode Certainty Factor (CF) dan Metode Dempster-Shafer. Dalam metode Certainty Factor (CF), untuk mengungkapkan tingkat kepercayaan, nilai yang disebut faktor kepastian (CF) digunakan untuk mengasumsikan tingkat kepercayaan seorang ahli pada data yang digunakan. Certainty Factor (CF) memperkenalkan konsep keyakinan dan ketidakyakinan. Oleh karena itu, untuk alasan tentang tingkat kepastian, digunakan CF.

Metode kedua yang digunakan adalah Metode Dempster-Shafer, metode ini didasarkan pada dua ide. Ide pertama adalah untuk mendapatkan tingkat kepercayaan untuk satu pertanyaan dari probabilitas subjektif untuk pertanyaan yang terkait, dan yang kedua adalah aturan untuk menggabungkan keyakinan yang didasarkan pada tingkat kepastian.

(13)

Kedua pendekatan inilah yang digunakan dan kemudian dibandingkan dengan hasil diagnosa, yang memiliki tingkat akurasi tertinggi yang mendekati diagnosa dari seorang ahli.

Hasil:

Pada penelitian ini ada perbandingan yang relevan antara metode Certainty Factor dan metode Dempster-Shafer. Metode Certainty Factor memiliki perhitungan yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode Dempster-Shafer. Metode Dempster-Shafer lebih baik daripada Certainty Factor karena dalam menentukan hasil persentase kepercayaan mempertimbangkan nilai dari semua variabel yang digunakan dalam kombinasi tersebut dengan persamaan kombinasi Dempster’s Rule yang menghasilkan nilai perhitungan yang lebih bervariasi dan lebih akurat. Jadi berdasarkan jurnal ini, Dempster-Shafer adalah salah satu nilai ketidakpastian yang memiliki cara penyelesaian yang baik dalam menentukan persentase dari nilai keyakinan.

Keakuratan dari analisis setiap metode diuji dengan menilai hasil dari setiap metode analisis yang didasarkan pada apa yang diberikan oleh pengguna. Hasil analisis sudah benar apabila dinilai dari sudut pandang ahli. 2.6.2 A Rule Based Expert System for Rose Plant

Permasalahan :

Menurut Sarma (2012) dibutuhkannya sistem pakar untuk transfer informasi teknis pada bidang pertanian, diidentifikasikan dengan mengenali masalah dalam menggunakan sistem tradisional untuk transfer informasi teknis. Dan membuktikan bahwa sistem pakar dapat membantu mengatasi masalah yang dibahas dan layak untuk dikembangkan.

Pada penelitian ini disajikan mesin inferensi yang beroperasi dengan metode forward chaining. Dalam rule-based sistem pakar tanaman mawar ini gejala diambil sebagai input dan menghasilkan penyakit yang tepat dengan semua fakta dan aturan yang sesuai dengan basis pengetahuan (knowledge base). Sistem rule-based ini terdiri dari; basis pengetahuan (knowledge base),

(14)

inference engine, user interface, pakar dan pengguna. Sistem rule-based ini dikembangkan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai ahli dari sisi pertanian dan dikembangkan menjadi 150 rule.

Metode penelitian :

Dalam menjalankan sistem pakar rule-based digunakan metode forward chaining untuk mengeksekusi tidakan setiap kali muncul pada daftar aksi rule yang kondisinya benar. Dengan melibatkan penempatan nilai ke atribut, mengevaluasi kondisi, dan memeriksa untuk melihat apakah semua kondisi dalam rule terpenuhi. Pada sistem forward chaining :

1. Fakta-fakta terdapat dalam memori kerja.

2. Kondisi-kondisi rule merupakan tindakan yang harus diambil ketika fakta-fakta tertentu terjadi dalam memori kerja.

3. Biasanya tindakan melibatkan menambahkan atau menghapus fakta dari memori kerja.

Pertama beberapa resolusi strategi konflik harus digunakan untuk menentukan rule pertama yang ditembakkan. Metodenya adalah menembakkan aturan yang didefinisikan oleh perancang sistem terlebih dahulu. Proses forward chaining untuk basis pengetahuan adalah :

Basis pengetahuan berisi lima rules.

Forward chaining mengumpulkan semua nilai atribut terlebih dahulu. Setelah input, “terinfeksi ke” nilai atribut disimpan dalam facts dan

pertanyaan berikutnya ditampilkan dalam user interface. Hasil :

Sistem pakar merupakan suatu set penting dari aplikasi Artificial Intelligence dalam masalah komersial, seperti halnya ilmu pengetahuan. Sistem rule-based saat ini yang paling maju dalam pembangunan sistem lingkungan mereka dan kemampuan penjelasan, dan telah digunakan untuk membangun banyak program demonstrasi. Sebagian besar program bekerja

(15)

pada analisis tugas-tugas seperti diagnosa medis, troubleshooting elektronik, atau intepretasi data.

Penekanan utama pada rule-based sistem pakar tanaman mawar ini adalah memiliki interface yang dirancang dengan baik untuk memberikan penyakit dibidang hortikultura (mawar) dengan menyediakan fasilitas seperti interaksi dinamis antara sistem pakar dan pengguna tanpa perlu ahli setiap saat.

2.6.3 Dog Disease Expert System Permasalahan :

Nestorovic (2010) mengembangkan sistem pakar untuk mendeteksi penyakit pada anjing dengan membandingkan dua metode algoritma yaitu backward chaining dan forward chaining. Kedua algoritma menyampaikan facts tentang masalah: FACTS (name, value, certainty, completeness). Setiap fact mempunyai simbolik name dan memiliki value. Nilai certainty membawa informasi tentang bagaimana sistem yakin dengan fact. Completeness mengekspresikan level dari keseluruhan kesimpulan.

Motivasi dari penelitian ini adalah untuk menangkap gagasan ringan sementara dari gejala penyakit anjing – beberapa untuk penyakit spesifik tertentu (contohnya quinsy), sedangkan lainnya dilihat dengan banyak penyakit lainnya (contohnya suhu tinggi atau demam).

Metode penelitian:

Setiap kesimpulan fact diatur dengan tiga parameter – completeness, certainty, dan relevance. Proses perhitungan untuk bingkai kerja matematika yang menggunakan bentuk fungsi menurun (contoh : f(x) = 1/ xn, dimana a>1 dan x <A; B> dimana A, B R). Certainty dan completeness dari fact dihitung berdasarkan pada persamaan berikut (cert = certainty, rel = relevance, comp = completeness). Pertimbangkan operator disjungsi logis. Implementasi kerangka mengikuti langkah-langkah berikut.

(16)

1. Urutkan operand sesuai dengan kepastian secara menurun, yaitu facts tertentu berada diurutan pertama, sementara facts dengan kepercayaan rendah atau tidak ada diurutan terakhir.

2. Bagi domain <A;B> dari fungsi f(x) secara proporsional menjadi operand relevansi. Biarkan operand O didefinisikan dalam interval <AO; BO>, dimana AO, BO R.

3. Hitung bobot operand sebagai integral tertentu dari f(x).

Sistem pakar diterapkan dalam domain penyakit anjing eksperimental dengan pengetahuan tentang enam penyakit hasil dari (Prochazka, 1989), dan diuji oleh dokter hewan profesional untuk membuktikan kebenaran sistem. Hasil:

Penelitian ini memperlihatkan pendekatan peneliti dengan mekanisme optimasi penalaran. Target peneliti adalah untuk menunjukkan gagasan pokok dan menyajikan algoritma dalam cara yang komprehensif.

(17)

24

Tabel 2.2 Simpulan Hasil Penelitian Sebelumnya

No. Nama Jurnal Permasalahan Metode Penelitian Hasil

1. The Analysis of Comparison of Expert System of Diagnosing Dog Disease by Certainty Factor Method and Dempster Shafer Method

Beberapa penyakit anjing yang paling umum dan serius mengancam anjing yang belum melakukan vaksin yang tepat. Banyak pemilik anjing yang kurang bahkan tidak memperhatikan kesehatan hewan peliharaannya karena diperlukan biaya yang cukup besar untuk membawa anjing ke dokter hewan.

1. Metode Certainty Factor (CF), untuk mengungkapkan tingkat kepercayaan. Nilai yang disebut faktor kepastian (CF) digunakan untuk

mengasumsikan tingkat kepercayaan seorang ahli untuk data yang digunakan.

2. Metode Dempster-Shafer, dimana

metode ini menggunakan dua tahapan yaitu mendapatkan tingkat

kepercayaan satu pertanyaan dari probabilitas subjektif untuk pertanyaan terkait dan aturan (rule) untuk mengkombinasi-kan

kepercayaan berdasarkan tingkatnya. Metode ini mempertim-bangkan nilai dari semua variabel yang digunakan

Metode Certainty Factor memiliki

perhitungan yang lebih sederhana

dibandingkan dengan metode Shafer. Namun, metode Dempster-Shafer lebih baik daripada Certainty Factor karena menghasilkan nilai perhitungan yang lebih bervariasi dan lebih akurat.

(18)

dalam kombinasi tersebut dengan persamaan kombinasi Dempster’s Rule.

2. A Rule Based Expert System for Rose Plant

Dibutuhkannya sistem pakar untuk transfer informasi teknis pada

bidang pertanian yang

diidentifikasikan dengan

menggunakan sistem tradisional

untuk transfer informasi teknis dan membuktikan sistem pakar dapat mengatasi masalah yang diajukan dan dapat dikembangkan.

Metode forward chaining untuk

mengeksekusi tidakan setiap kali tindakan tersebut muncul pada daftar aksi rule yang kondisinya benar. Metode ini melibatkan penempatan nilai ke atribut, mengevaluasi kondisi, dan memeriksa untuk melihat apakah semua kondisi dalam rule terpenuhi.

Penekanan utama pada sistem pakar rule-based tanaman mawar ini adalah

memiliki interface yang dirancang

dengan baik untuk memberikan penyakit di bidang hortikultura (mawar) dengan menyediakan fasilitas seperti interaksi

dinamis antara sistem pakar dan

pengguna tanpa perlunya kehadiran ahli setiap saat.

3. Dog Disease Expert System Menyederhanakan sistem pakar untuk mendeteksi penyakit pada anjing.

Setiap permasalahan dijalankan suatu siklus yang terdiri atas dua fase : pengajuan pertanyaan atau menentukan hipotesis akhir (backward chaining) dan inferensi pengetahuan (forward chaining). Kemudian, dilakukan optimalisasi terkait pertanyaan mana yang paling cepat menuju hipotesis terbaik berdasarkan algoritma alpha-beta pruning.

Sistem pakar ini dapat memperlihatkan pendekatan peneliti dengan mekanisme optimasi penalaran. Penelitian juga digunakan untuk menunjukkan gagasan pokok dan menyajikan algoritma dalam cara yang komprehensif.

Gambar

Tabel  2.1  Kategori  Definisi  Artificial  Intelligence  (Russell  &amp;
Gambar 2.1 Beberapa Area dalam Artificial Intelligence (Giarratano  dan Riley, 2005: 5)
Gambar 2.2 Konsep Dasar dari Fungsi Sistem Pakar (Giarratano dan  Riley, 2005: 6)
Gambar 2.3 Hubungan Kemungkinan Masalah dengan Domain  Pengetahuan (Giarratano dan Riley, 2005: 7)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang efektivitas program reward dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan perdesaan-perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Kediri dengan

Sehingga pada kesempatan yang baik ini, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENERAPAN MULTI MODEL PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 0,7g/200g BB sediaan konsentrat ekstrak etanol 96% herba kemangi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap bertambahnya lama waktu

Secara tegas, dinyatakan bahwa leksem yang termasuk dalam sebuah medan memiliki komponen makna bersama sebagai pembentuk satuan medan serta membedakan dari medan

Menyontek adalah suatu perilaku dimana seseorang melihat dan menjiplak hasil kerja orang lain. Perilaku ini juga banyak terjadi di kalangan siswa apalagi pada

terperangkap pada ke lima jenis warna wadah ovitrap tidak semua berbeda nyata (Tabel 4) akan tetapi rata-rata jumlah telur nyamuk Aedes yang terperangkap pada ovitrap warna hitam

Adapun dalam pembuktian kualifikasi ini, peserta yang di undang wajib membawa serta memperlihatkan Dokumen yang disyaratkan dalam dokumen lelang kepada Panitia yang telah ditunjuk

pelaksanaan Penyitaan dilakukan terhadap aset/harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak, apabila jangka waktu 2 x 24 jam setelah penyampaian Surat Paksa ternyata jumlah pajak yang