• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN SATUAN PETUGAS ILLEGAL FISHING DALAM PENEGAKAN HUKUM KELAUTAN DAN PERIKANAN DI INDONESIA. Pery Rahendra Sucipta Putri Arfina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEWENANGAN SATUAN PETUGAS ILLEGAL FISHING DALAM PENEGAKAN HUKUM KELAUTAN DAN PERIKANAN DI INDONESIA. Pery Rahendra Sucipta Putri Arfina"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Judical Review

Vol.XVII No.3 Desember 2015

KEWENANGAN SATUAN PETUGAS ILLEGAL FISHING DALAM PENEGAKAN HUKUM KELAUTAN DAN

PERIKANAN DI INDONESIA Pery Rahendra Sucipta

Putri Arfina Abstract

The purpose of this study was to analyze marine and fisheries law enforcement by agencies who are the members of the Unit Officers on Illegal Fishing who have had their respective authorities by the legislation. Analysis of these authorities in terms of legislation of the respective state agencies involved in marine and fisheries law enforcement. Formation of Illegal Fishing Unit is considered to pose authority overlapping with relevant state institutions, thus causing the ineffectiveness of the law enforcement of marine and fisheries. The methodology that used in this study is a normative legal research. The used data is secondary data which is obtained from the literature (library research). After all data are collected, then can be processed and analyzed, the analysis use qualitative point by grouping the studied aspects data. Furthermore, the conclusions are drawn related to this study, then elaborated descriptively.

Based on this study, the results are reviewed by researchers from the two (2) formulation of the problem, first regarding the enforcement of maritime affairs and fisheries associated with positive law and second the authority of the Unit Officers on Illegal Fishing, as ruled in Presidential Decree No. 115/2015 about Unit Officers on Eradication of Fishing Illegally. Keywords: Authority Overlapping, Marine and Fisheries, Illegal Fishing, Illegal Fishing Unit Officers, Defense and Security

A. Latar Belakang Masalah

Satuan Petugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing) dibentuk oleh Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dengan dasar pembentukan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015. Kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan secara ilegal atau praktik Illegal Fishing cukup besar. Data Badan Pangan Dunia atau FAO (Food Agricultural Organization) mencatat, kerugian Indonesia per tahun akibat Illegal Fishing sebesar Rp 30 Triliun. Data itu dinilai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti cukup kecil. Menurut hitung-hitungannya, akibat Illegal

Fishing, kerugian negara per tahun bisa mencapai US$ 20 miliar atau Rp 240 Triliun.1

1

Detik Finance, Menteri Susi: Kerugian Akibat Illegal Fishing Rp 240 Triliun,

http://finance.detik.com/read/2014/12/01/152125/2764211/4/menteri-susi-kerugian-akibat-illegal-fishing-rp-240-triliun, diakses 19 Oktober 2015.

59

(2)

Menurut Sahono Budianto, Humas Ditjen PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa langsung menenggelamkan kapal yang terduga melakukan IUU Fishing tanpa harus menunggu proses pengadilan. Namun, dibekali surat persetujuan dari ketua pengadilan negeri setempat. Hal ini mengacu pada Pasal 76 huruf A Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 juga manfaatnya sangat baik karena koordinasi antar instansi bisa semakin baik dan terstruktur. Dengan kata lain, Satgas

Illegal Fishing akan mengoptimalkan pemanfaatan personil dan peralatan operasi,

meliputi kapal, pesawat udara dan teknologi.

Pendirian Satuan Tugas Illegal Fishing yang digagas oleh Susi Pudjiastuti ini menimbulkan banyak perbedaan pendapat diantara pakar-pakar hukum maupun pemangku kebijakan (stakeholder) lainnya. Satuan Tugas tersebut bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan didirikan dengan tujuan mengembangkan dan melaksanakan operasi penegakan hukum di wilayah laut yurisdiksi Indonesia pasca moratorium kapal asing selesai.2

Satuan Tugas Illegal Fishing memiliki payung hukum berupa Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 yang diterbitkan pada bulan Oktober 2015. Namun, disamping dianggap hanya menghabiskan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), beberapa pihak menganggap pendirian Satuan Tugas Illegal Fishing ini juga dapat menimbulkan terjadinya tumpang tindih kewenangan antar penegak hukum yang tergabung dalam Satuan Tugas Illegal Fishing. Menurut Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyatakan bahwa tumpang tindih tersebut akan berdampak pada 3 hal, yaitu pertama, tabrakan kepentingan intra maupun ekstra institusi penegak hukum di laut dikarenakan tafsir atas kebijakan yang berbeda; kedua, terbuangnya anggaran secara percuma dikarenakan satu bidang kerja dilakukan oleh banyak kementerian/lembaga negara; ketiga, masyarakat nelayan akan menjadi korban bertumpuknya kebijakan dan implementasi yang tidak berpihak di lapangan.

Terjadinya perbedaan pendapat tersebut, mendasari peneliti untuk melakukan analisis kewenangan yang dimiliki Satuan Tugas Illegal Fishing. Sehingga peneliti mendapatkan beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu pertama,

Bagaimanakah penegakan hukum kelautan dan perikanan berdasarkan hukum positif yang berlaku dan Kedua Bagaimana kewenangan Satuan Tugas Illegal Fishing sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 Tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal.

B. Metode Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Penelitian normatif juga mengumpulkan data yang bersumber dari data sekunder. Obyek penelitian dalam penelitian berupa data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari beberapa sumber bahan hukum yaitu, pertama, bahan hukum primer yaitu, Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

2

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151021162041-92-86395/aksi-satgas-anti-pencuri-ikan-dapat-dukungan-legal-presiden/, diakses 19 Oktober 2015

60

(3)

Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 Tentang Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing), Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian Tenaga Kerja, Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan, Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan, dan Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.18/MEN/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER/13/MEN/2005 Tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan, Peraturan Kepala Kepolisian Negara No. 22 Tahun 2010.

Kedua, bahan hukum sekunder yaitu, buku-buku hukum tentang kelautan dan perikanan, rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lain. Ketiga, bahan hukum tersier yaitu, petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan kepustakaan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori dan pendapat-pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dipergunakan metode analisis normatif-kualitatif.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Penegakan hukum kelautan dan perikanan dikaitkan dengan hukum positif yang berlaku

Indonesia memiliki sumber daya perikanan meliputi, perikanan tangkap di perairan umum seluas 54 juta hektar dengan potensi produksi 0,9 juta ton/tahun. Budidaya laut terdiri dari budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu, dan gobia), budidaya moluska (kekerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya rumput laut, budidaya air payau (tambak) yang potensi lahan pengembangannya mencapai sekitar 913.000 ha, dan budidaya air tawar terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai, dan rawa), kolam air tawar, dan mina padi di sawah, serta bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri bioteknologi kelautan seperti industri bahan baku untuk makanan, industri bahan

(4)

pakan alami, benih ikan dan udang serta industri bahan pangan. Besaran potensi hasil laut dan perikanan Indonesia mencapai 3000 triliun per tahun, akan tetapi yang sudah dimanfaatkan hanya sekitar 225 triliun atau sekitar 7,5% saja.3

Pada perspektif domestik, tidak bisa dimunafikkan bahwa masih terdapat kerawanan intrinsik yang masih melekat pada alamiah indonesia. Menurut Ummar, perairan Indonesia pernah digolongkan sebagai perairan yang rawan di dunia dan dijuluki the most dangerous waters bersama beberapa perairan lainnya. Masalah kerawanan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini adalah masih berkisar pada masalah keamanan maritim seperti: sea robbery and piracy, illegal fishing,

trans-national threat, pelanggaran wilayah, lalu lintas laut yang terkait dengan gerakan

separatisme, ancaman terorisme maritim yang semakin canggih dan bentuk pelanggaran lainnya. Semua itu tentunya tidak terlepas dari kekuatan atau kekuasaan laut (maritim atau sea power).4

Melihat kondisi kemaritiman Indonesia saat ini yang mulai digoncang oleh negara-negara tetangga, maka sangat dibutuhkan anggaran pertahanan yang cukup besar mengingat tingkat ancaman yang relatif besar dan wilayah perairan Indonesia yang lebih luas dibandingkan dengan negara tetangga. Oleh karena itu, Undang-Undang atau peraturan lainnya yang mendasari pembentukan lembaga negara, yang mengatur dan melaksanakan peraturan perundang-undangan terkait penegakan hukum kelautan dan perikanan di Indonesia, seperti yang diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER/11/MEN/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Nomor PER/13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan, terdapat 10 instansi terkait yang menangani pemberantasan Illegal Fishing dalam proses penegakan hukum kelautan dan perikanan. Dalam bidang perikanan, negara telah membentuk peraturan atau Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan. Kemudian peraturan tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dan dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan untuk mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) agar dapat dilaksanakan.

Pembentukan Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan yang memiliki 10 instansi, telah sesuai dengan Teori Kewenangan, Asas Legalitas, Teori Lembaga Negara, dan Teori Check and Balances. Teori Kewenangan mengandung pengertian bahwa dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan yang terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu; Atribusi, Delegasi dan Mandat. Kewenangan penegakan hukum kelautan dan perikanan yang ditegakkan lembaga-lembaga negara harus bersumber dari atribusi dan delegasi. Bentuk atribusinya adalah lembaga-lembaga tersebut memperoleh kewenangan yang berasal dari

3

http://kmip.faperta.ugm.ac.id/potensi-kelautan-dan-perikanan-indonesia/, diakses 11 November 2015

4

M. Husseyn Umar, Hukum Maritim dan Masalah-Masalah Pelayaran di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 2001

62

(5)

peraturan perundang-undangan yang dibuat terlebih dahulu oleh badan legislatif maupun eksekutif.

Bentuk delegasinya adalah lembaga-lembaga negara tersebut memberi kewenangan kepada pejabat-pejabatnya untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Selain Teori Kewenangan, ada Asas Legalitas yang merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum. yaitu Teori Lembaga Negara, dimana organ negara atau lembaga negara dapat dibedakan dari perkataan organ atau lembaga swasta, lembaga masyarakat, atau Organisasi Nonpemerintahan. Lembaga Negara itu dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang bersifat campuran. Lembaga-lembaga negara ada yang dibentuk dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, ataupun Peraturan Presiden saja.

Terkait dengan Teori Check and Balances, hasil analisis peneliti menunjukkan bahwa lembaga-lembaga negara tersebut telah sesuai dengan Teori Check and Balances karena lembaga-lembaga negara tersebut telah memiliki dan menjalankan kewenangannya sesuai dengan porsinya masing-masing. Adanya prinsip checks and balances, dimana setiap cabang mengendalikan dan mengimbangi kekuatan cabang-cabang kekuasaan yang lain. Dengan adanya perimbangan yang saling mengendalikan tersebut, diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan di masing-masing organ yang bersifat independen itu.5 Oleh karena itu, perlunya prinsip checks and balances diterapkan dalam pemisahan kekuasaan agar tidak menimbulkan terjadinya kesewenang-wenangan pada sebuah lembaga.

Tabel 3.1 Perbedaan Kewenangan Lembaga Negara

No .

Lembaga Negara Kewenangan Dasar Hukum

1. Kementerian Kelautan dan Perikanan / PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) - Pengawasan di bidang perikanan

- Perumusan dan pelaksanaan kebijakan

- Pengawasan

- Penyelenggaraan operasi kapal pengawas

- Peningkatan sumber daya alam

- Penanganan tindak pidana

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan 5

John Alder and Peter English, Constitutional and Administrative Law, Macmillan, London, 1989, hlm. 57-59 63

(6)

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia / Direktorat Jenderal Polisi Perairan - perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

- patroli, Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara (TPTKP)

- Bimbingan Masyarakat 16 (Binmas)

- Pemeliharaan dan perbaikan fasilitas serta sarana kapal di lingkungan Polda.

- Pelaksanaan patroli,

pengawalan penegakan hukum di wilayah perairan, dan Binmas pantai di daerah hukum Polda.

- Pengumpulan dan pengolahan data Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 22 Tahun 2010 3. TNI – Angkatan Laut - Operasi pertahanan

- Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;

- menegakkan hukum dan

menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;

- melaksanakan tugas

diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;

- melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut; serta

- melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut; Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia

4. Kejaksaan Agung - bidang penuntutan Undang-Undang

(7)

- penegakan hukum dan keadilan

- melakukan penuntutan

- melaksanakan penetapan hakim dan putusan

- melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan putusan

- melakukan penyidikan - melengkapi berkas perkara

Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan

Republik Indonesia

5. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia / Direktorat

Jenderal Keimigrasian

- membantu Presiden dalam menyelenggarakan

pemerintahan negara - memerangi illegal fishing - Perumusan kebijakan di

bidang imigrasi;

- Pelaksanaan kebijakan di bidang imigrasi;

- Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang imigrasi;

- Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Imigrasi

- Pemberian bimbingan

teknis dan evaluasi di bidang imigrasi, dan;

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara 6. Kementerian Perhubungan/ Direktorat Jenderal Perhubungan Laut - menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi - melaksanakan kebijakan dan standarisasi

- perumusan dan pelaksanaan kebijakan

- penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria

- pelaksanaan pemberian

bimbingan teknis dan supervisi

- pelaksanaan evaluasi dan pelaporan

- pelaksanaan administrasi - pelaksanaan fungsi lain

Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Kementerian

Perhubungan

7. Kementerian - lalu lintas barang yang Undang-Undang

(8)

Keuangan / Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai

masuk atau keluar

- pemungutan Bea Masuk

dan Cukai

- perumusan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum

- penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria

- pemberian bimbingan

teknis dan supervisi

- pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan

- pelaksanaan administrasi - pelaksanaan fungsi lain

Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 Tentang Kementerian Keuangan 8. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi / Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan - perumusan kebijakan di bidang pengawasan - pelaksanaan kebijakan - penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria

- pemberian bimbingan

teknis dan supervisi

- pelaksanaan evaluasi dan pelaporan

- pelaksanaan fungsi lain

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Kementerian Tenaga Kerja 9. Mahkamah Agung

Berwenang memeriksa dan memutus: - Permohonan kasasi - Sengketa tentang kewenangan mengadili - Permohonan peninjauan kembali

- menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah ini Undang-Undang; - menyatakan tidak sah semua

peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah daripada Undang-undang atas alasan

bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

(9)

- melakukan pengawasan tertinggi

- mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim - meminta keterangan tentang

hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari

semua Lingkungan Peradilan;

- memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan

- memutus dalam tingkat

pertama dan terakhir, semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku. 10. Pemerintah Daerah Provinsi/Kota/Ka bupaten - Mengajukan rancangan Peraturan Daerah, - Menetapkan Peraturan

Daerah yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD,

- Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah,

- Mengambil tindakan

tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat,

- Melaksanakan wewenang

lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Berdasarkan pengelompokan masing-masing kewenangan dari lembaga-lembaga negara yang berperan penting dalam penegakan hukum kelautan dan perikanan, peneliti berpendapat bahwasanya lembaga negara tersebut telah memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk

(10)

memastikan kemanan dan perlindungan terhadap yurisdiksi Indonesia. Selain itu, tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara lembaga yang satu dengan lembaga negara lainnya.

2. Kewenangan Satuan Tugas Illegal Fishing sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 Tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal

Dalam rangka menjunjung tinggi kedaulatan mutlak dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dibutuhkan suatu lembaga yang dapat mewujudkan keberlangsungan pertahanan dan keamanan di perairan Indonesia. Maka dibentuklah Satuan Petugas Illegal Fishing yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015. Satgas dibentuk dengan tujuan memerangi Illegal Fishing dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Satuan Petugas Illegal Fishing juga dilengkapi kewenangan untuk menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan tanpa melewati proses di pengadilan terlebih dahulu.

Ketika diuraikan, ada beberapa persamaan kewenangan yang dimiliki Satuan Petugas dengan kewenangan dan fungsi dari forum koordinasi. Kewenangan Satuan Petugas, dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal, sementara instruksi kepada Menteri untuk pembentukan forum koordinasi dinyatakan dalam Pasal 73 ayat 5 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan yang ditegaskan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 Tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan, kemudian dirubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.11/MEN/2006 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 Tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan, dan perubahan terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.18/MEN/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER/13/MEN/2005 Tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan.

Berkaitan dengan Teori Kewenangan, Satuan Petugas Illegal Fishing memiliki kewenangan sebagai dalam penegakan hukum kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, Satuan Petugas Illegal Fishing harus mempertanggungjawabkan setiap tugas dan kewenangannya. Sesuai dengan asas legalitas, kewenangan yang dimiliki oleh Satuan Petugas Illegal Fishing tersebut adalah kekuasaan yang sah, karena adanya undang-undang yang memberikan kewenangan atau kesahihan terhadap Satuan Petugas tersebut berasal dari peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015.

Kewenangan yang dimiliki oleh Satgas ternyata tumpang tindih dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga-lembaga yang ada. Berdasarkan teori kewenangan, maka kewenangan yang tumpang tindih akan berimplikasi pada tidak sinergisnya kinerja masing-masing lembaga dalam penegakan hukum kelautan dan perikanan, sehingga tidak bisa menjamin adanya kepastian hukum akibat tumpang tindih kewenangan tersebut.

(11)

Tabel 3.2 Tumpang tindih kewenangan satgas dengan lembaga lain

Berdasarkan teori kewenangan, maka kewenangan yang tumpang tindih akan berimplikasi pada tidak sinergisnya kinerja masing-masing lembaga dalam penegakan hukum kelautan dan perikanan, sehingga tidak bisa menjamin adanya kepastian hukum akibat tumpang tindih kewenangan tersebut.

Keberadaan Satuan Petugas Ilegal Fishing tidak sesuai dengan Teori Check and Balances dan Teori Efektivitas Hukum. Kata “checks” dalam checks and balances berarti suatu pengontrolan yang satu dengan yang lain, agar suatu pemegang kekuasaan tidak berbuat sebebas-bebasnya sehingga dapat menimbulkan kesewenang-wenangan. Adapun “balance” merupakan suatu keseimbangan kekuasaan agar masing-masing pemegang kekuasaan tidak cenderung terlalu kuat (konsentrasi kekuasaan) sehingga menimbulkan tirani.6

Di dalam Teori Check and Balances terdapat beberapa subjek hukum, yaitu legislatif (DPR) selaku pembuat undang, eksekutif selaku pelaksana undang-undang, yudikatif selaku pengawas pelaksanaan peraturan perundang-undangan, dan selebihnya adalah lembaga audit dan pers. Dalam Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3, telah mengatur fungsi DPR (Dewan Perwakilan 6

Zahra Amelia Riadini, Skripsi: Model Kawal Imbang (Check and Balances) Sebagai Pola Hubungan Kelembagaan Antara Eksekutif dan Legislatif di Kota Salatiga (Tinjauan Sosiologis –Yuridis Terhadap Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2013, hlm. 28 No . KEWENANGAN OBJEK TUMPANG TINDIH KEWENANGA N (OVERLAPPI NG) Satuan Petugas Illegal Fishing KKP, TNI-AL, Polri, Kejagung, Bakamla, Kemenkeu, Kemenlu, Kemenhub, PPATK, BIN Pemberantasa n penangkapan ikan secara ilegal 1. Pengumpulan data Polair dan Kejagung √ Ya 2. Pengawasan dan Pengendalian Operasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Polair √ Ya 3. Penegakan hukum atas illegal fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan, Polair, TNI-AL, Kejagung, Mahkamah Agung √ Ya 69

(12)

Rakyat) RI, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dikaitkan dengan Peratuan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satgas Ilegal Fishing yang dibentuk oleh Presiden. Dan di dalam pembentukannya tidak mengikutsertakan lembaga legislatif, hal ini mengakibatkan kurangnya fungsi pengawasan dari lembaga legislatif. Sehingga, berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan (overlapping) antara aparat penegak hukum yang diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 dan peraturan perundang-undangan lainnya (Undang-Undang Ditpolair, Undang-Undang Kejaksaan, Undang-Undang TNI-AL, dll).

Tumpang tindih kewenangan antara lembaga-lembaga negara tersebut mengakibatkan tidak terlaksananya Teori Efektivitas Hukum dengan baik. Menurut Soerjono Soekanto, Teori Efektivitas Hukum adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum. 7 Efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah substansi hukum itu sendiri, dalam hal ini substansinya adalah Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 dan berdasarkan tabel diatas telah dibuktikan bahwasanya di dalam Perpres tersebut mengandung tumpang tindih kewenangan

(overlapping). Sehingga, tumpang tindih kewenangan antara Satuan Petugas Illegal

Fishing dengan beberapa lembaga terkait lainnya, mengakibatkan tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga tidak berjalan dengan efektif sejalan dengan Teori Efektivitas Hukum Menurut Soerjono Soekanto.

Berdasarkan analisa diatas, penulis berpendapat bahwasanya keberadaan Perpres Nomor 115 Tahun 2015 justru menghambat berjalannya fungsi dan tujuan dari lembaga-lembaga negara selain Satgas, terkait pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal. Jika tumpang tindih kewenangan ini tidak terselesaikan, akan menimbulkan inefektivitas hukum yang berkelanjutan. Dan hal ini secara perlahan akan mengancam pertahanan, keamanan, dan kedaulatan Negara Indonesia

D. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis penulis, telah ada 10 (sepuluh) lembaga negara yang mengatur dan melaksanakan peraturan perundang-undangan terkait penegakan hukum kelautan dan perikanan di Indonesia. Berdasarkan pengelompokan masing-masing kewenangan dari lembaga-lembaga negara yang berperan penting dalam menjalankan fungsi penegakan hukum kelautan dan perikanan, penulis berpendapat bahwasanya lembaga negara tersebut telah memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk memastikan kemanan dan perlindungan terhadap yurisdiksi Indonesia. Selain itu, tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara lembaga yang satu dengan lembaga negara lainnya.

7

Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Mandar Maju, Bandung, 2001, hlm. 80 70

(13)

2. Berdasarkan analisa diatas, penulis berpendapat bahwa Kewenangan Satuan Tugas Illegal Fishing sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 Tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal justru menghambat berjalannya fungsi dan tujuan dari lembaga-lembaga negara selain Satgas, terkait pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal. Jika tumpang tindih kewenangan ini tidak terselesaikan, akan menimbulkan inefektivitas hukum yang berkelanjutan. Dan hal ini secara perlahan akan mengancam pertahanan, keamanan, dan kedaulatan Negara Indonesia.

Daftar Pustaka BUKU:

Alder, John and Peter English. Constitutional and Administrative Law. London, Macmillan. 1989

Riadini, Zahra Amelia. Model Kawal Imbang (Check and Balances) Sebagai Pola Hubungan Kelembagaan Antara Eksekutif dan Legislatif di Kota Salatiga (Tinjauan Sosiologis –Yuridis Terhadap Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004). Semarang, Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Negeri Semarang. 2013

Soekanto, Soerjono. Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi. Bandung, Mandar Maju. 2001

Umar, M. Husseyn. Hukum Maritim dan Masalah-Masalah Pelayaran di Indonesia. Jakarta, Sinar Harapan. 2001

INTERNET:

Detik.com, Menteri Susi: Kerugian Akibar Illegal Fishing Rp 240 Triliun, http://finance.detik.com/read/2014/12/01/152125/2764211/4/menteri-susi-kerugian-akibat-illegal-fishing-rp-240-triliun, diakses 19 Oktober 2015 CNN Indonesia, Aksi Satgas Anti Pencuri Ikan Dapat Dukungan Legal

Presiden, http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151021162041-92-86395/aksi-satgas-anti-pencuri-ikan-dapat-dukungan-legal-presiden/, diakses 19 Oktober 2015

Universitas Gadjah Mada, Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia, http://kmip.faperta.ugm.ac.id/potensi-kelautan-dan-perikanan-indonesia/, diakses 11 Oktober 2015

(14)

Gambar

Tabel 3.1 Perbedaan Kewenangan Lembaga Negara  No
Tabel 3.2 Tumpang tindih kewenangan satgas dengan lembaga lain

Referensi

Dokumen terkait

sudut daun, umur keluar bunga jantan (tassel) dan bunga betina (silk), jumlah cabang bunga jantan (tassel), panjang tongkol total, panjang tongkol efektif, diameter tongkol,

Menetapkan : KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA TENTANG URAIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERALATAN DAN PERBENGKELAN PADA DINAS LINGKUNGAN HIDUP

kekompakan kita.. Peningkatan Motivasi Belajar Bahasa Inggris Melalui Metode Total Physical Response Pada Siswa Kelas II SDN Sidorejo Lor 07 Salatiga. Program Studi

Implikasi penelitian ini adalah (1) Diharapkan agar konflik internal yang terjadi di Partai Golkar Sel-Sel antara kubu Syahrul Yasin Limpo dengan Nurdin Halid cepat mendapat titik

Berdasarkan pengolahan dan analisis nilai resistivitas rendah ( ρ < 20,9 Ωm ) pada lintasan 1, 2, dan 3 yang memotong perlapisan antara batuan yang memiliki nilai resistivitas

Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara."ahan padatan ini meliputi bahan mineral berukuran pasir, debu, dan liat, serta bahan organik."ahan organik

Tahap prasiklus dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran awal hasil dari aktivitas dan kompetensi belajar siswa dalam pembelajaran installasi sistem operasi

Keputusan yang diambil kepala sekolah ada kalanya diterima dengan baik oleh guru, ada kalanya tidak.Keputusan kepala sekolah diterima dengan baik ditandai dengan adanya