• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pelatihan

2.1.1. Pengertian Pelatihan

Menurut Chan dalam Juni (2017:202) dalam menyatakan bahwa pelatihan merupakan pembelajaran yang disediakan untuk meningkatkan kinerja berkaitan dengan pekerjaan saat itu. ada dua implikasi dalam pengertian.

Pertama, kinerja saat ini perlu ditingkatkan-ada kesenjangan antara

pengetahuan dan kemampuan pegawai saat ini, dengan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan saat ini. Kedua, pembelajaran bukan untuk memenuhi kebutuhan masa depan, melainkan untuk dimanfaatkan dengan segera.

Menurut Mangkuprawira dalam Maarif, (2014:13) mengemukakan bahwa pelatihan merupakan proses internalisasi dari sumber kepada penerima dalam bentuk pengetahuan, keahlian, serta karakter sikap dan perilaku yang bermanfaat terhadap pengembangan individu baik pribadi maupun lingkungan kerja agar sesuai standar yang diharapkan.

Barbazette dalam Juni, (2017:203) menyatakan bahwa pada umumnya fungsi pelatihan dalam perusahaan adalah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk sikap yang akan memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan. Sebagai contoh, pegawai penjualan akan melihat bahwa pegawai memiliki pengetahuan produk yang kurang ketika produk baru muncul atau produk lama di upgrade. Kebutuhan tersebut sering dinilai untuk menentukan pengetahuan yang kurang dari pegawai penjualan. Setelah pelatihan, penilaian dapat dilihat sebagai solusi untuk memberikan informasi yang aktual.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pelatihan merupakan pembelajaran yang disediakan untuk meningkatkan kinerja berkaitan dan pelatihan merupakan proses internalisasi dari sumber kepada

(2)

penerima dalam bentuk pengetahuan, keahlian, serta karakter sikap dan perilaku yang bermanfaat terhadap pengembangan individu baik pribadi maupun lingkungan kerja agar sesuai standar yang diharapkan. umumnya fungsi pelatihan dalam perusahaan adalah mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk sikap yang akan memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan.

2.1.2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Program pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan memiliki sejumlah tujuan dan manfaat. Sikula dalam Juni, (2017:203) menyatakan bahwa pelatihan sebagai berikut.

1. Produktivitas (productivity)

Pelatihan dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan perubahan tingkah laku. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

2. Kualitas (quality)

Penyelengaraan pelatihan tidak hanya dapat memperbaiki kualitas pegawai, tetapi dapat memperkecil kemungkinan terjadi kesalahan dalam mengemban pekerjaan. Dengan demikian, kualitas output yang dihasilkan pegawai dalam bekerja akan tetap terjaga, bahkan meningkat.

3. Perencanaan kepegawaian (human resource planning)

Pelatihan akan memudahkan pegawai untuk mengisi kekosongan jabatan dalam perusahaan sehingga perencanaan pegawai dapat dilakukan sebaik-baiknya. Perencanaan sumber daya manusia salah satu diantaranya mengenai

(3)

kualitas dan kuantitas pegawai yang direncanakan, untuk memperoleh pegawai dengan kualitas yang sesuai dengan yang diarahkan.

4. Moral (morale)

Pelatihan akan meningkatkan prestasi kerja dari pegawai sehingga dapat menimbulkan peningkatan upah pegawai. Hal tersebut dapat meningkatkan moral kerja pegawai untuk lebih bertanggung jawab terhadap berbagai tugas yang diembannya dalam perusahaan.

5. Kompensasi tidak langsung (indirect compensation)

Pemberian kesempatan pada pagawai untuk mengikuti pelatihan dapat diartikan sebagai pemberian balas jasa atas prestasi yang telah dicapai pada waktu yang lalu, yang dengan mengikuti program tersebut, pegawai yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk dapat mengembangkan diri. 6. Keselamatan dan kesehatan (health and safety)

Pelatihan merupakan langkah terbaik untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja disuatu perusahaan sehingga akan menciptakan suasana kerja yang tenang, aman, dan stabilitas pada sikap mental mereka. 7. Pencegahan kedaluwarsa (obsolescence prevention)

Pelatihan akan mendorong inisiatif dan kreatifitas pegawai untuk mencegah pegawai dari sifat kedaluwarsa. Artinya, kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.

8. Perkembangan pribadi (personal growth)

Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pegawai, termasuk meningkatkan perkembangan pribadinya.

(4)

Wether dan Davis dalam Juni, (2017:205) menyatakan bahwa manfaat pelatihan adalah adanya kemampuan untuk meningkatkan jenjang karier pegawai dan membantu pegawai untuk berkembang dalam rangka menyelesaikan berbagai tanggung jawab pada masa yang akan datang.

Simamora dalam Juni, (2017:205) menyatakan bahwa manfaat dari program pelatihan adalah:

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas;

2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan pegawai untuk mencapai standar-standar kinerja yang dapat diterima;

3. Menciptakan sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan antara perusahaan dan pegawai pimpinan dan pegawai ataupun antar pegawai yang ada diperusahaan;

4. Memenuhi persyaratan perencanaan SDM yang ada;

5. Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerjayang terjadi diperusahaan; 6. Membantu pegawai dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka

diperusahaan.

2.1.3 Jenis-jenis Pelatihan

Menurut Carrel dalam Maarif, (2014:15) dalam menyatakan bahwa ekonomi ketenaga kerjaan membagi program pelatihan menjadi dua yaitu:

1. Program pelatihan umum

Pelatihan umum merupakan pelatihan dimana karyawan memperoleh keterampilan yang dapat dipakai dihampir semua jenis pekerjaan. Pendidikan

(5)

karyawan meliputi keahlian dasar yang biasanya merupakan syarat kualifikasi pemenuhan pelatihan umum.

2. Program pelatihan spesifik (Khusus)

Pelatihan spesifik (khusus) adalah pelatihan dimana para karyawan memperoleh informasi dan keterampilan yang sudah siap pakai, khususnya pada bidang pekerjaannya.

2.1.4 Macam-macam Pelatihan Macam-macam pelatihan :

1. On the job training metode on the job training lebih berfokus pada adanya peningkatan produktivitas secara cepat On The Job Training dibagi menjadi 6 macam yaitu:

a) Job instruclion training

Pelatihan ini dimulai dengan penjelasan awal tentang tujuan pekerjaan, dan menunjukkan stepstep atau langkah-langkah pelaksanan pekerjaan. b) Apprenticeship

Pelatihan ini mengarah pada proses penerimaan pegawai baru, yang bekerja bersama dan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu tertentu.

c) Internship dan assistantships

Pelatihan ini hampir sama dengan pelatihan apprenliceship hanya saja pelatihan ini mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal yang lebih tinggi.

(6)

Proses belajar yang biasanya untuk mengisi kekosongan dalam manajemen dan teknikal.

e) Junior boards dan committee assingments

Alternatif pelatihan dengan memindahkan perserta pelatihan kedalam komite untuk bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan administrasi.

f) Couching dan counseling

Pelatihan ini merupakan aktifitas yang mengharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan dari pelatih, dan penjelasan secara berlahan bagaimana melakukan pekerjaan secara tepat.

2. Off the job training

Metode off the job training ini lebih cenderung berfokus pada perkembangan dan pendidikan jangka panjang.

2.1.5. Prinsip-prinsip Pelatihan

Pelatihan dilaksanakan dengan berpedoman pada sejumlah prinsip yang saling berkaitan. Mc Gehee dalam Juni, (2017:207) menyatakan bahwa prinsip pelatihan, yaitu:

1. Materi yang diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan; 2. Tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak

dicapai;

3. Pelatihan/pengajar/pemateri harus mampu memotivasi dan menyebarkan respons yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran;

(7)

4. Penguat (reinforcement) diperlukan untuk membangkitkan respons yang positif dari peserta;

5. Menggunakan konsep pembentukan (shaping) perilaku.

Sejumlah prinsip pelatihan lainnya yang perlu menjadi rujukan dalam program pelatihan yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut.

1. Perbedaan individual (individual difference)

Pelatihan harus mampu memahami dengan baik perbedaan individual yang ada dan muncul dari dalam diri pegawai. Pelatihan yang diberikan harus mampu mengadopsi latar belakang pendidikan, pengalaman, dan keinginan pegawai sehingga hasil yang dicapai dari program pelatihan dapat lebih optimal.

2. Keterkaitan dengan analisis jabatan (relation to job analysis)

Spesifikasi jabatan menguraikan pendidikan yang harus dimiliki oleh calon pegawai untuk melaksanakan tugas sehingga hasilnya lebih optimal. Oleh karena itu, bahan yang diajarkan dalam pendidikan harus berkaitan dengan hal-hal yang dinyatakan dalam spesifikasi jabatan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

3. Motivasi (motivation)

Pegawai akan bekerja dengan sungguh-sungguh jika ia memiliki motivasi. Imbalan yang memadai serta adanya kesempatan untuk mendapatkan promosi setelah mengikuti pelatihan biasanya menjadi motivator bagi pegawai untuk mengikuti pelatihan dengan baik.

(8)

4. Partisipasi aktif (active participation)

Peserta pelatihan harus mampu terlibat aktif dan menjadi bagian penting dalam proses pelatihan. Oleh karena itu, pelatih harus terampil dalam mendorong peserta pelatiha agar peserta pelatihan mampu terlibat secara aktif dalam proses pelatihan.

5. Seleksi peserta pelatihan (selection of trains)

Seleksi kepada calon pegawai yang berhak untuk mengikuti pelatihan perlu dilakukan, agar pelatihan lebih tepat sasaran serta menghindari kekosongan jabatan pada saat pelatihan diberikan. Untuk itu, perusahaan perlu mempersiapkan seleksi untuk peserta pelatihan jauh-jauh hari sebelumnya. 6. Pemilihan pelatih (selectin of trainer)

Tidak semua orang dapat menjadi pelatih yang baik. Pelatih memerlukan kualifikasi khusus yang berada dengan jabatan lainnya. Oleh karena itu, perusahaan harus menyediakan pelatih khusus yang tugasnya memberikan pelatihan.

7. Pelatihan bagi pelatih (training of trainer)

Pelatih yang memberika materi pelatihan hendaknya merupakan pelatih yang telah memiliki sertifikat khusus dibidang pelatiha atau pelatih yang sudah mengikuti kursus kepelatihan sehingga ia mampu memberikan pelatihan secara lebih optimal.

8. Metode pelatihan (training method)

Metode pelatihan harus sesuai dengan pelatihan yang diberikan serta peserta pelatihan. Pelatihan untuk pegawai operasional lebih dominan dilakukan

(9)

melalui pelatihan teknis, sedangkan pelatihan manajerial lebih pada pelatihan konseptual.

9. Prinsip pembelajaran (principles of learning)

Pegawai akan lebih mudah menangkap pelajaran apabila didukung oleh pedoman tentang cara-cara belajar dengan cara yang efektif bagi para pegawai. Prinsip-prinsip ini merupakan program yang bersifat partisipatif, relevan, dan memberikan umpan balik mengenai kemajuan para peserta pelatihan.

10. Level jabatan (job level)

Level jabatan yang diemban oleh pegawai dalam perusahaan akan menentukan kebutuhan pelatihan. Pegawai dengan posisi manajerial mendapatkan porsi pelatihan yang lebih didominasi pada pengembangan kemampuan manajerial dan pengambilan keputusan, sedangkan pegawai pada level operasional lebih banyak pada keterampilan kerja.

2.1.6 Proses Perancangan Pelatihan

Menurut Noe .et. al. dalam Juni, (2017:211) ada tujuh tahap dalam proses perancang pelatihan agar menjadi efektif sebagai berikut :

1. Mengadakan penilaian terhadap kebutuhan;

2. Memastikan bahwa pegawai memiliki motivasi dan keahlian dasar yang diperlukan pelatihan;

3. Menciptakan lingkungan belajar;

4. Memastikan bahwa peserta mengaplikasikan isi dari pelatihan dalam pekerjaannya;

(10)

5. Mengembangkan rencana evaluasi yang meliputi identifikasi hal yang memengaruhi (outcomes), yang diharapkan dari pelatihan (seperti perilaku, pembelajaran, keahlian), memilih rancangan evaluasi yang memungkinkan untuk mnentukan hal yang berpengaruh terhadap hasil dari pelatihan, dan perencanaan untuk menunjukkan cara pelatihan memengaruhi bottom line (menggunakan cost-benefit analysis untuk menentukan manfaat moneter yang dihasilkan dari pelatihan);

6. Memilih metode pelatihan berdasarkan tujuan pembelajaran dan lingkungan pembelajaran;

7. Mengevaluasi program dan membuat perubahan atau revisi pada tahapan awal agar dapat meningkatkan efektivitas pelatihan.

2.1.7. Evaluasi Pelatihan

Mathis dan Jackson dalam Kompensasi, Pelatihan, Prestasi, Karyawan, & Woodexindo, (2016) menyatakan bahwa evaluasi pelatihan membandingkan hasil setelah pelatihan pada tujuan yang diharapkan oleh manajer, pelatih, dan peserta

pelatihan. Terlalu sering pelatihan dilakukan tanpa mengukur dan

mengevaluasinya merupakan pemborosan karena pelatihan membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

1. Reaksi

Perusahaan mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan dengan melakukan wawancara atau dengan memberikan kuesioner. Asumsikan 30 orang manajer menghadiri sebuah lokakarya selama dua hari pada keterampilan wawancara yang efektif. Sebuah ukuran tingkat reaksi dapat dikumpulkan dengan

(11)

melakukan survei terhadap para manajer tersebut dengan meminta mereka untuk menilai pelatihan, gaya instruktur, dan manfaat pelatihan tersebut bagi mereka. Akan tetapi, reaksi-reaksi segera hanya dapat mengukur seberapa banyak orang menyukai pelatihan tersebut daripada seberapa banyak manfaatnya bagi mereka atau cara pelatihan ini memengaruhi cara mereka melakukan wawancara.

2. Pembelajaran

Tingkat-tingkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan mengukur seberapa baik peserta latihan telah mempelajari fakta, ide, konsep, teori, dan sikap. Ujian-ujian pada materi pelatihan secara umum digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran dan dapat diberikan sebelum atau setelah pelatihan untuk membandingkan hasilnya. Jika hasil ujian mengindikasikan adanya masalah pembelajaran, para instruktur akan mendapatkan umpan balik dan kursus tersebut dapat dirancang ulang sehingga isi pelatihan dapat disampaikan secara lebih efektif. Tentu pembelajaran yang cukup untuk melewati ujian tersebut tidak menjamin bahwa peserta pelatihan akan mengingat isi pelatihan berbulan-bulan setelahnya atau akan mengubah perilaku-perilaku pekerjaan.

3. Perilaku

Mengevaluasi pelatihan pada tingkat perilaku berarti:

a. Mengukur pengaruh pelatihan terhadap kinerja dalam mengemban pekerjaan melalui wawancara terhadap peserta pelatihan dan rekan kerja mereka;

(12)

b. Mengamati kinerja pada pekerjaan. Misalnya, evaluasi perilaku pegawai paad saat diwawancara oleh manajer. Jika para manajer menanyakan pertanyaan yang diajarkan dalam pelatihan serta menggunakan pertanyaan lanjutan yang sesuai dengan pekerjaan, indikator perilaku dalam pelatihan dapat diperoleh.

4. Hasil

Para pemberi kerja mengevaluasi hasil dengan mengukur pengaruh dari pelatihan pada pencapaian tujuan organisasional. Karena hasil seperti produktivitas, perputaran, kualitas, waktu, penjualan, dan biaya serta relatif kongkret, jenis evaluasi ini dapat dilakukan dengan membandingkan data-data sebelum dan setelah pelatihan. Untuk pelatihan wawancara, data dari jumlah individu yang dipekerjakan terhadap penawaran pekerjaan yang diajukan sebelum dan setelah pelatihan dapat dikumpukan.

2.2. Kepegawaian

2.2.1 Pengertian Kepegawaian

Menurut Widjaja dalam Christian, (2014) mengemukakan bahwa “Pegawai adalah orang-orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik dilembaga-lembaga pemerintah maupun badan-badan usaha”.\

Musanef dalam Redeb dan Berau, (2015) memberikan definisi pegawai sebagai pekerja atau worker. Mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan

(13)

Menurut Kurniawan dalam Utomo, (2016) kepegawaian adalah sebuah pekerjaan yang mengatur tentang fungsi dan kedudukan seorang pegawai pada sebuah badan, organisasi atau instansi. Kepegawaian sangat berkaitan dengan sumber daya manusia karena kesalahan dalam pengelolaan pegawai pada sebuah instansi sumber daya manusia akan mubajir dan mengakibatkan inefisiensi tenaga kerja. Inefisiensi berarti mengeluarkan banyak biaya dan mendapatkan sumber daya yang sedikit. Literatur lainnya mengatakan bahwa mengelola kepegawaian yang baik bisa meningkatkan kinerja pegawai karena akan membangkitkan motivasi kerja.

2.2.2. Jenis Pegawai

1. Pegawai tetap berdasarkan peraturan Dirjen pajak nomor 31/PJ/2009 dalam Amin, (2015) pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu sacara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertuntu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time).

2. Pengawai tidak tetap adalah pengawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

(14)

2.2.3. Kinerja Pegawai

Kinerja Pegawai menurut Perry dalam Paradigma, (2014) akan menunjuk pada efektivitas kerja Pegawai, di mana hal itu akan menyangkut pengharapan untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai dengan tujuan kebijakan.

Menurut Harsuko dalam Juni, (2017:48) menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana seseorang telah melaksanakan strategi perusahaan, baik dalam mencapai sasaran khusus yang berkaitan dengan peran perseorangan dan dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan bagi perusahaan. Kinerja adalah konsep multidimensional yang mencakup tiga aspek, yaitu sikap (attitude), kemampuan (ability) dan prestasi (accomplishment).

Menurut Mathis and Jackson dalam Juni,( 2017:48) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah hal-hal yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pegawai dalam mengemban pekerjaannya.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut (Muawanah & Poernawati, 2015:407) “Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau

Target UCI merupakan tujuan antara (Intermediate Goal), yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B harus mencapai 80% baik di tingkat

Kegiatan pembelajaran berikutnya yaitu membaca teks mengenai anggota tubuh hewan dan fungsinya. Salah satu siswa membacakan teks di buku pegangan siswa yang ditunjuk oleh guru

Menurut Nida (1969), menerjemahkan berarti mengalihkan isi pesan yang terdapat dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) sedemikian rupa sehingga orang

Selain kata, dalam sintaksis terdapat frase, yaitu satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau disebut juga sebagai gabungan kata yang

Dan kami juga sangat mengharapkan yang membaca makalah ini akan bertambah motivasinya dan mengapai cita-cita yang di inginkan, karena saya membuat makalah ini mempunyai arti

Jusmaneli, (2014) : Penerapan Strategi Charades (Tebak Kata) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sains Kelas V di Sekolah Dasar Negeri 005 Empat

Dengan terbentuknya beberapa Satlat di luar negeri tersebut maka peluang Tarung Derajat untuk menjadi salah satu cabang beladiri yang dipertandingkan di tingkat