• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN: Drs, M.Si, SDN Sukorejo 02 Bangsalsari Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISSN: Drs, M.Si, SDN Sukorejo 02 Bangsalsari Jember"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI SUKOREJO 02-BANGSALSARI-JEMBER DALAM MATERI POKOK

PER-ILAKU TERPUJI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

A. DimyatiAbstrak:

Penelitian mendiskusikan dua hal. Pertama, penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji, dan

kedua, penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam

meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji. Penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) Penerapan pembelajaran kooperatif sindikat group dalam pembelajaran pada pembelajaran Agama Materi pokok Perilaku Terpuji dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat dilihat dari ketuntasan klasikal sebesar 95,24% dengan rata-rata kelas 73.57, dan dari perbandingan antara ketuntasan ulangan harian sebelum penelitian dengan setelah penelitian, yang mana sebelum penelitian banyak siswa yang memperoleh nilai hasil ulangan harian dibawah KKM; 2) Penerapan pembelajaran kooperatif

sindikat group dalam pembelajaran Agama Materi pokok

Per-ilaku Terpuji dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis aktivitas siswa diperoleh rata-rata sebesar 81,48%..

Drs, M.Si, SDN Sukorejo 02 Bangsalsari Jember

(2)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Kata kunci: pembelajaran kooperatif, STAD, pembelajaran agama,

per-ilaku terpuji

PENDAHULUAN

Belajar Agama adalah sesuatu yang penting bagi siswa untuk perkembangan sikap dan mental. Ini merupakan suatu syarat bagi kesuksesan yang hakiki karena dengan belajar Agama, kita akan belajar bagaimana bersikap dan bertindak dalam hubungannya dengan Tuhan dan manusia. Jadi, kecuali untuk mendapatkan daya Agama itu sendiri sebagai alat dalam penunjuk dalam mengarungi kehidupan nyata, kita belajar Agama sebagai suatu wahana yang memfasilitasi kemampuan bersikap yang bisa diterima. Tentunya kemampuan bersikap mulia yang dipunyai anak didik melalui proses belajar Agama itu akan meningkatkan pula kesiapannya untuk menjadi lifetime learner atau pemelajar sepanjang hayat.

Saat ini, kurikulum Agama yang kita gunakan saat ini padat dengan materi sehingga guru harus menyelesaikan beban materi yang sangat besar, akibatnya proses pembelajaran Agama yang disediakan di sekolah tidak berjalan secara optimal. Mungkin jadi lebih tepatnya, yang ada hanyalah proses pengajaran Agama, bukan pembelajaran. Dalam pelajaran Agama yang seharusnya kita belajar bagaimana bersikap, berpikir dan bertindak dalam hubungannya dengan sesama, telah diubah menjadi pelajaran menghafal.

Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari khususnya kelas V pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 di temukan fakta bahwa pembelajaran Agama dominan dengan pembelajaran yang kurang menarik dan kurang efektif. Hal ini membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelaja-ran Agama sehingga hasil belajar siswa rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil ulangan harian kelas V pada beberapa kompeten-si dasar di awal semester tahun ajaran 2013/2014 rata-rata <70 dan

(3)

H. Dimyati

ketuntasan klasikalnya kurang dari 85%. Data tersebut merupakan suatu permasalah yang serius dan harus diselesaikan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diterapkan pembelajaran yang menarik, kreatif, dan efektif, sehingga permasalahan tersebut teratasi, misalnya dengan meterapkan suatu pembelajaran kooperatif model STAD.

Metode ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan pal-ing langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akade-mik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tiem, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis ke-lamin, ras etnik, maupun kemampuannya (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik; dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota tim. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akad-emik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tim diberi skor atas pen-guasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempur-na diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji?, dan 2) Apakah penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri 02

(4)

Sukorejo-Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji?

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang per-ilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar di bidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempenga-ruhi hasil belajar. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan jar dapat memberi intervensi positif untuk meningkatkan hasil bela-jar yang akan diperoleh.

Secara implisit, ada dua faktor yang mempengaruhi hasil bela-jar anak, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis merupakan kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis yang menunjang menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya ku-rang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Faktor psikologis merupakan aspek yang mendorong atau memotivasi belajar, berupa adanya keinginan untuk tahu, agar mendapatkan simpati dari orang lain, untuk memperbaiki kegagalan, dan untuk mendapatkan rasa aman. 2. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.

a. Faktor yang berasal dari orang tua, utamanya adalah se-bagi cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam

(5)

H. Dimyati

hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua men-didik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang dimikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya.

Tipe mendidik dengan kepemimpinan Pancasila dapat menjadi alternatif, karena orang tua dalam mencampuri belajar anak, tidak akan masuk terlalu dalam. Prinsip kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya

mangun karsa, dan tut wuri handayani. Dalam

kepemimpi-nan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif kepada anak untuk dapat ditelada-ni. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama belajar baik langsung maupun tidak langsung, dan mem-berikan arahan-arahan manakala akan melakukan tinda-kan yang kurang tertib dalam belajar.

b. Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterap-kan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, ka-rena kebanyakan anak memusatkan perhatianya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang di-perolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ket-erampilan, kemampuan, dan kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar.

c. Faktor yang berasal dari masyarakat, sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau

(6)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi.

Selain beberapa faktor internal dan eksternal di atas, faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Minat. Seorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu

tid-ak tid-akan berhasil dengan baik, tetapi kalau seseorang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharakan hasilnya baik. Masalahnya adalah bagainama seorang pendidik selektif dalam menentukan atau memilih masalah atau materi pelaja-ran yang menarik siswa. Berikutnya mengemas materi yang dipilih dengan metode yang menarik. Karena itu pendidik/ pengajar perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar belakang sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan lain-lain.

2. Kecerdasan. Kecerdasan memegang peranan penting dalam menentukan berhasil tidaknya seserorang. Orang pada umumnya lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat kecerdasan dan hasil belajar di sekalah (Sumadi, 1989: 11).

3. Bakat. Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud (Utami, 1992: 17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar (Sumadi, 1989: 12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil.

4. Motivasi. Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri anak untuk melakukan sesuatu tindakan. Besar kecilnya moti-vasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88). Ada dua macam motivasi yaitu

(7)

H. Dimyati

motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misal-nya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan, perten-tangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah karena tidak semua pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

Dengan memiliki kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat mengalih gunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam mengahadapi masa-lah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, kemampuan memilih strategi yang cocok dengan permasalahannya, maupun kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara tetap dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam berbagai bidang.

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sa-dar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih

asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam

masyarakat nyata (Abdurrahman dan Bintoro, 2000: 78). Dengan demikian, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh un-tuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.

Pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001). Pembelajaran kooperatif

(8)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesa-ma siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling menga-sihi antar sesama siswa.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di da-lamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabili-tas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Ab-durrahman & Bintoro, 2000:78-79)

Saling ketergantungan positif mendorong siswa agar merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat di-capai melalui: (a) saling ketergantungan pendi-capaian tujuan, (b) sal-ing ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) salsal-ing ketergan-tungan bahan atau sumber, (d) saling keterganketergan-tungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.

Tidak hanya itu, interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.

Dengan demikian, pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual terse-but selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok

(9)

H. Dimyati

mengetahui siapa anggota yang memerluan bantuan dan siapa ang-gota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kema-juan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal

relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.

Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak han-ya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

Tidak hanya itu, pembelajaran kooperatif menuntut guru un-tuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukan sebagai berikut ini.

1) Merumuskan tujuan pembelajaran, baik tujuan akademik

(aca-demic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collabora-tive skill objec(collabora-tives).

2) Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah taraf kemampuan siswa, ketersediaan bahan, dan ketersediaan waktu.

3) Pengelompokkan siswa secara heterogen. Keheterogenan ke-lompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. 4) Menempatkan siswa dalam kelompok yang berorientasi bukan

pada tugas (non-task-orientied), juga berorientasi pada tugas (task

(10)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

5) Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebeba-san memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar men-jadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru.

6) Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hen-daknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan ke-lompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.

7) Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hen-daknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat ber-partisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pen-galaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri.

8) Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergan-tungan positif. Saling keterganketergan-tungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajara IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya seagai penyimpul, yang lainnya lagi se-bagai penulis, yang lainya lagi sese-bagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penu-gasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupa-kan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.

(11)

H. Dimyati

9) Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa.

10) Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa.

11) Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memper-bolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkn adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok.

12) Menyusun kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat di-perluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu ke-lompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai.

13) Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelaja-ran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion

referenced). Pada awal kegiatan belajar guruhendaknya

men-erangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana peker-jaan mereka akan dinilai.

14) Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru per-lu mendifinisikan perkatann kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya.

(12)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

15) Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya un-tuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.

16) Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk me-nyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan ket-erampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.

17) Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu mem-berikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.

18) Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa un-tuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hsil belajar mereka.

19) Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kuali-tas pekerjaan dan hasil belajar mereka.

20) Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk ber-diskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan pa-ra siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan

(13)

H. Dimyati

dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.

Model STAD (Student Teams Achivement Division)

Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tiem, mas-ing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras etnik, maupun ke-mampuannya (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik; dan kemudian saling mem-bantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota tim. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk menge-tahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah di-pelajari. Tiap siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu.

Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif mode STAD sebagai berikut:

1. Mengelompokkan siswa terdiri dari tiga sampai dengan lima orang. Anggota-anggota kelompok dibuat heterogen meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan awal matematika, motivasi belajar, jenis kelamin, atupun latar belakang etnis yang berbeda. 2. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam

(14)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

pemberian contoh. Tujuan peresentasi adalah untuk mengenal-kan konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa.

3. Pemahan konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas kelompok. Mereka boleh mengerjakan tugas-tugas tersebut secara serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya yang lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa saja untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak hanya dituntut untuk mengisi lembar jawaban tetapi juga untuk mempelajari konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok memahami materi pelajaran tersebut. 4. Siswa diberi tes atau kuis individual dan teman sekelompoknya

tidak boleh menolong satu sama lain. Tes individual ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaaan siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya. 5. Hasil tes atau kuis selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata

sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat keber-hasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya. Poin ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok. 6. Setelah itu guru memberikan pernghargaan kepada kelompok

yang terbaik prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria ter-tentu. Penghargaan disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain.

Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong te-man meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan.

(15)

H. Dimyati

Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan yaitu: penerapan pembelajaran kooperatif

kooperatif tipe STAD meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD

Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji, dan penerapan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas Kelas V SD Negeri 02 Sukorejo-Bangsalsari Tahun Pelajaran 2013/2014 pada materi pokok Perilaku Terpuji.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif yang ber-fungsi menggambarkan teknik pembelajaran diterapkan dan hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Penelitian tindakan ini memposisikan guru sebagai peneliti sekaligus penanggung jawab. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tin-dakan, pengamatan, dan refleksi. Mekanisme pelaksanaan tindakan meliputi pelaksanaan pembelajaran di Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014, dan dalam pelaksanaan observasi pembelajaran, guru dibantu oleh mitra guru/guru senior.

Penelitian tindakan dilakukan di Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-JemberTahun Pelajaran 2013/2014 dan berlangsung pada bulan Oktober Minggu ke I semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Adapun subyek penelitian meliputi siswa-siswi Kelas V SD 2 Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-JemberTahun Pelajaran 2013/2014 pada pokok bahasan Perilaku Terpuji.

Penelitian yang menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif

(16)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memperbaiki/mening-katkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan dengan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Penelitian tindakan ini menggunakan model Kemmis dan Taggart yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tinda-kan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gam-bar berikut. Refleksi Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi Rencana awal/rancang an Rencana yang direvisi Rencana yang direvisi Putaran 1 Putaran 2 Putaran 3

(17)

H. Dimyati

Gambar 2: Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah: 1) Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masa-lah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2) Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model STAD. 3) Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertim-bangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasar-kan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4) Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Silabus: seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pem-belajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun un-tuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indi-kator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar. 3) Lembar Kegiatan Siswa: Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh me-lalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

(18)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

1. Untuk menilai ulangan harian: Peneliti melakukan penjumla-han nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga di-peroleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

N

X

X

Dengan :

X

= Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar: Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan pe-tunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bi-la tebi-lah mencapai skor 70, dan kebi-las disebut tuntas bebi-lajar bibi-la di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 70%. Untuk menghitung persen-tase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

%

100

.

.

.

x

Siswa

belajar

tuntas

yang

Siswa

P

Analisis ini dijadikan dasar untuk menentukan ada atau tid-aknya siklus II. Jika pada siklus I pembelajaran telah mencapai ke-tuntasan klasikal > 85%, maka pembelajaran sudah tuntas, dan siklus II tidak perlu dilaksanakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 pada tanggal 6 Oktober 2013 dengan melakukan pembelajaran dan selesai pada tanggal 15 Nopember 2013 dengan melakukan refleksi. Secara terperinci keseluruhan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

(19)

H. Dimyati

Tabel 1: Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan 1 Senin 4 oktober 2013 Pembelajaran Siklus 1 per-temuan I Melaksanakan pem-belajaran materi Per-ilaku Terpuji 2 Senin 13 Oktober 2013 Pembelajaran Siklus 1 per-temuan 2 Melaksanakan pem-belajaran materi Per-ilaku Terpuji

3 Senin

20 Oktober 2013

Ulangan harian Siklus 1

Ulangan harian Si-klus 1

4 Senin

27 Oktober 2013

Refleksi Siklus 1 Refleksi Siklus 1 5 Senin 3 November 2013 Pembelajaran Siklus 2 per-temuan I Melaksanakan pem-belajaran materi Per-ilaku Terpuji 6 Senin 10 November 2013 Pembelajaran Siklus 2 per-temuan 2 Melaksanakan pem-belajaran materi Per-ilaku Terpuji

7 Senin

17 November 2013

Ulangan harian Siklus 2

Ulangan harian Si-klus 2

8 17 - 21 November 2013 Refleksi Siklus 2 Refleksi Siklus 2 9 21 November 2013 -

selesai

Penulisan laporan

Berdasarkan pelaksanaan dilapangan, keseluruhan rangkaian pelaksanaan penelitian dapat dilaksanakan dengan baik. Telah di-peroleh data utama berupa hasil belajar siswa dan aktivitas belajar siswa, serta beberapa data pendukung lainnya. Secara ringkas dapat dijelaskan, bahwa hasil belajar siswa telah mencapai ketuntasan klasikal (>85%), sehingga dalam penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus II (Tabel 2).

(20)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Hasil Belajar Siswa Siklus 1

Ulangan harian dilaksanakan 1 kali, yaitu setelah pembelaja-ran selesai. Selanjutnya hasil ulangan harian dianalisis, dan dijadikan pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya pengulangan siklus. Hasil analisis ulangan harian dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 2: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus I

NO KODE SISWA NILAI TUNTAS/TIDAK

1 101 70 Tuntas 2 102 70 Tuntas 3 103 75 Tuntas 4 104 70 Tuntas 5 105 60 Tidak 6 106 60 Tidak 7 107 70 Tuntas 8 108 70 Tuntas 9 109 60 Tidak 10 110 65 Tidak 11 111 70 Tuntas 12 112 60 Tidak 13 113 70 Tuntas 14 114 70 Tuntas 15 115 70 Tuntas 16 116 70 Tuntas 17 117 65 Tidak 18 118 70 Tuntas 19 119 70 Tuntas 20 120 70 Tuntas 21 121 55 Tidak Rata-rata 67.14

(21)

H. Dimyati

Dari hasil analisis ulangan harian dapat diketahui bahwa rata-rata nilai ulangan harian sebesar 67.14. Siswa dikatakan tuntas jika siswa tersebut memperoleh nilai minimal 70 (KKM Agama kelas Ke-las V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014). Setelah diketahui jumlah siswa yang tuntas, maka selan-jutknya dilakukan analisis persentase ketuntasan klasikal. Dari ana-lisis diketahui persentase ketuntasan klasikal sebesar 66,67%. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut belum tuntas, karena persentase ketuntasan klasikal ˂ 85%, sehingga perlu diadakan siklus II.

Aktivitas Siswa Siklus 1

Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dil-akukan observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran ber-langsung. Aspek-aspek yang dinilai meliputi antusiasme siswa da-lam mengikuti pelajaran, interaksi antarsiswa, dan interaksi dengan guru. Tiap aspek memiliki rentangan nilai 1 – 3. Hasil observasi ak-tivitas siswa siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.

%

100

x

Siswa

Seluruh

Tuntas

Siswa

% . 100 21 66 66 % 14   x

(22)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Dari hasil analisis aktivitas siswa dapat diketahui bahwa rata-rata aktivitas siswa kategori sangat baik. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rata-rata aktivitas siswa sebesar 70.90.

Tabel 3: Hasil Observasi aktivitas siswa

No Nama Antusiasme Interaksi Antar siswa Interaksi Dengan guru Jumlah Nilai 1 101 2 3 2 7 77.78 2 102 2 3 2 7 77.78 3 103 3 3 3 9 100 4 104 2 2 2 6 66.67 5 105 2 2 2 6 66.67 6 106 2 2 2 6 66.67 7 107 2 3 2 7 77.78 8 108 2 3 2 7 77.78 9 109 2 3 2 7 77.78 10 110 2 3 2 7 77.78 11 111 2 3 2 7 77.78 12 112 2 2 2 6 66.67 13 113 2 2 2 6 66.67 14 114 2 3 2 7 77.78 15 115 2 2 2 6 66.67 16 116 2 2 2 6 66.67 17 117 2 2 2 6 66.67 18 118 2 2 2 6 66.67 19 119 2 2 2 6 66.67 20 120 2 2 2 6 66.67 21 121 1 1 1 3 33.33 Rata-rata 70.90

(23)

H. Dimyati

Hasil Belajar Siswa Siklus 2

Pada siklus 2, ulangan harian juga dilaksanakan 1 kali, yaitu setelah pembelajaran selesai. Selanjutnya hasil ulangan harian diana-lisis, dan dijadikan pedoman untuk menentukan ada atau tidaknya pengulangan siklus. Hasil analisis ulangan harian dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus 2

NO KODE SISWA NILAI TUNTAS/TIDAK

1 101 70 Tuntas 2 102 70 Tuntas 3 103 80 Tuntas 4 104 75 Tuntas 5 105 70 Tuntas 6 106 70 Tuntas 7 107 75 Tuntas 8 108 75 Tuntas 9 109 70 Tuntas 10 110 75 Tuntas 11 111 80 Tuntas 12 112 75 Tidak 13 113 75 Tuntas 14 114 75 Tuntas 15 115 75 Tuntas 16 116 70 Tuntas 17 117 75 Tuntas 18 118 75 Tuntas 19 119 70 Tuntas 20 120 80 Tuntas 21 121 65 Tidak Rata-rata 73.57

(24)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Dari hasil analisis ulangan harian dapat diketahui bahwa rata-rata nilai ulangan harian sebesar 73.57. Siswa dikatakan tuntas jika siswa tersebut memperoleh nilai minimal 70. Setelah diketahui jumlah siswa yang tuntas, maka selanjutknya dilakukan analisis per-sentase ketuntasan klasikal. Dari analisis diketahui perper-sentase ketun-tasan klasikal sebesar 95,24%. Hal itu menunjukkan bahwa pembela-jaran tersebut belum tuntas, karena persentase ketuntasan klasikal > 85%, sehingga tidak perlu diadakan siklus II.

Aktivitas Siswa Siklus II

Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran dil-akukan observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran ber-langsung. Aspek-aspek yang dinilai meliputi antusiasme siswa da-lam mengikuti pelajaran, interaksi antarsiswa, dan interaksi dengan guru. Tiap aspek memiliki rentangan nilai 1 – 3. Hasil observasi ak-tivitas siswa siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5. Dari hasil analisis aktivitas siswa dapat diketahui bahwa rata-rata aktivi-tas siswa kategori sangat baik. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rata-rata aktivitas siswa sebesar 81.48.

%

100

x

Siswa

Seluruh

Tuntas

Siswa

%

24

.

95

%

100

21

20

x

(25)

H. Dimyati

Tabel 5: Hasil Observasi aktivitas siswa Siklus 2

No Nama Antusiasme Interaksi Antar siswa Interaksi Dengan

guru Jumlah Nilai 1 101 2 3 2 7 77,78 2 102 2 3 2 7 77,78 3 103 3 3 3 9 100 4 104 2 2 2 6 66,67 5 105 2 2 2 6 66,67 6 106 2 2 2 6 66,67 7 107 2 3 2 7 77,78 8 108 2 3 2 7 77,78 9 109 3 3 2 8 88,89 10 110 3 3 2 8 88,89 11 111 3 3 2 8 88,89 12 112 3 2 2 7 77,78 13 113 3 2 3 8 88,89 14 114 2 3 2 7 77,78 15 115 3 3 3 9 100 16 116 2 2 3 7 77,78 17 117 3 3 3 9 100 18 118 2 3 2 7 77,78 19 119 2 3 2 7 77,78 20 120 2 2 3 7 77,778 21 121 2 3 2 7 77,78 Rata-rata 81,48

(26)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Pembahasan

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan kajian sistematis dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, ber-dasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan ter-sebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dan persentase ketuntasan belajar siswa. Pembelajaran cooperatif sindikat group dikatakan tuntas jika di kelas tersebut telah terdapat minimal 85% siswa yang telah mencapai skor > 60 (Kriteria Ketuntasan Minimal Agama kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014), atau dengan kata lain siswa telah mencapai ketuntasan klasikal.

Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus. Hal tersebut dikarenakan pada siklus II hasil bela-jar siswa telah diperoleh ketuntasan klasik sebesar > 85%. Dari hasil analisis ulangan harian terdapat 1 siswa yang tidak tuntas, rata-rata nilai ulangan harian 81,67 dan persentase ketuntasan klasikal sebe-sar 96,96%. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran telah tuntas, sehingga tidak perlu dilaksanakan siklus III.

Beberapa faktor penyebab adanya siswa yang tidak tuntas adalah:

1. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pelajaran Agama Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014 tinggi, yaitu 70. Hal itu menyebabkan sebagian siswa tersebut kesulitan mencapai nilai tersebut.

2. Siswa tersebut tergolong anak yang nakal dan siswa tersebut kurang serius pada saat pembelajaran.

Penerapan pembelajaran menggunakan cooperatif sindikat group terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal itu dikarenakan dengan pembelajaran cooperatif sindikat group siswa dapat pengem-bangan kerja sama dan interaksi siswa melalui kelompok (team work)

(27)

H. Dimyati

yang dirancang untuk menghilangkan persaingan yang sering ditemukan dalam kelas yang cenderung menghasilkan kelompok-kelompok siswa yang menang kalah dan Permainan belajar dapat menciptakan atmosfer menggembirakan, membebaskan kecerdasarn penuh dan dapat membantu siswa. Peningkatan hasil belajar dapat secara jelas dilihat pada gambar 1.

Gambar 1: Grafik peningkatan hasil belajar siswa

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pathuddin (2005:35) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai satu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama untuk keberhasikan kelompoknya.

Menurut Lie (2004:28) falsafah yang mendasari model pem-belajaran kooperatif dalam pendidikan adalah falsafah homo homini

sosius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk

so-sial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa adanya kerja sama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah dan tanpa kerja sama juga kehidupan ini sudah punah.

KESIMPULAN 0 20 40 60 80 100 Rata-rata Ketuntasan Nilai Sebelum Penelitian Setelah Penelitian

(28)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif sindikat group dalam pembelajaran pada pembelajaran Agama Materi pokok Perilaku Terpuji dapat mening-katkan hasil belajar siswa Kelas Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat dilihat dari ketuntasan klasikal sebesar 95,24% dengan rata-rata kelas 73.57, dan dari perbandingan antara ketuntasan ulangan harian sebe-lum penelitian dengan setelah penelitian, yang mana sebesebe-lum penelitian banyak siswa yang memperoleh nilai hasil ulangan harian dibawah KKM. Selain itu, penerapan pembelajaran kooperatif

sindi-kat group dalam pembelajaran Agama Materi pokok Perilaku Terpuji

dapat meningkatkan aktivitas siswa Kelas V SD Negeri Sukorejo 02-Bangsalsari-Jember Tahun Pelajaran 2013/2014, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis aktivitas siswa diperoleh rata-rata sebesar 81,48%. DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Prak-tek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Prak-tek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston.

(29)

H. Dimyati

Dayan, Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cip-ta.

Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.

Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Ban-dung: Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cip-ta.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Pani-tianPelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jem-mars.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Rema-ja Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. Universi-ty Press. Universitas Negeri Surabaya.

(30)

Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa

Ilmu.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:

Bina Aksara.

Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Off-set.

Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar

(31)

Gambar

Tabel 1:  Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 2: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus I
Tabel 3: Hasil Observasi aktivitas siswa
Tabel 4: Hasil Analisis Ulangan Harian Siklus 2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dia sedang berkata kepada kita, &#34;Aku tahu, engkau tidak memiliki kekuatan untuk mengembalikan nyala api yang panas dari Allah di dalam hatimu. Itulah karyaKu yang bekerja di

Yang menjadi sampel adalah nota penjualan, sedangkan attribute yang diperiksa adalah otorisasi dari bagian yang berwenang, dan kecocokan informasi antara nota penjualan dengan

Jamu Jago Semarang, penulis diharapkan dapat mengenal lebih jauh mengenai kemasan obat tradisional atau jamu menurut Nomor Izin edar (NIE) dan Undang-Undang yang

Pasal yang disebut di dalam persidangan merupakan suatu ketentuan yang dihubungkan atau dikaitkan dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa (Pidana) atau tergugat

pada siswa dengan tingkat kreativitas belajar sedang lebih besar daripada rendah, maka. siswa dengan tingkat kreativitas belajar sedang mempunyai prestasi belajar

Berdasarkan hasil uji korelasi, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan dan kuat antara bilangan iod dan energi aktivasi, sedangkan untuk kadar air dan

S26 - Jika kontak dengan mata, segera bilas dengan air yang banyak dan minta saran medis S46 - Jika tertelan, segera minta saran medis dan perlihatkan kontainer atau label ini.. S63

Termasuk penerapan kunci ini, apa yang kita dengar dari hafalan nomor ayat dan tempat ayat di dalam halaman mushaf, semua ini tidak sulit akan tetapi membutuhkan kesabaran dan