• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK PENGATURAN JANGKA WAKTU KEPEMILIKAN RUMAH TUNGGAL OLEH ORANG ASING DI ATAS TANAH HAK PAKAI ATAS HAK MILIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK PENGATURAN JANGKA WAKTU KEPEMILIKAN RUMAH TUNGGAL OLEH ORANG ASING DI ATAS TANAH HAK PAKAI ATAS HAK MILIK"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN JANGKA WAKTU KEPEMILIKAN RUMAH TUNGGAL OLEH ORANG ASING DI ATAS TANAH HAK PAKAI ATAS

HAK MILIK

Jangka waktu orang asing untuk dapat memiliki rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 bertentangan dengan jangka waktu yang dapat dimiliki orang asing atas tanah hak pakai atas hak milik berdasarkan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.

Berdasarkan kondisi tersebut, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik; (2) Bagaimanakah formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik?

Berangkat dari adanya konflik norma, penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan historis. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan teknik bola salju. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi, komparasi, evaluasi dan argumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik dari diberlakukannya Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2015 berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generali sehubungan dengan adanya konflik norma antara lain meliputi: ketidaksesuaian antara pengaturan jangka waktu tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing dan Warga Negara Indonesia; dan tidak diakomodirnya bentuk akta sehubungan dengan perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik; (2) Formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah berhubungan dengan dilakukannya revisi terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang langsung berkaitan dengan karakteristik permasalahan yang ada sebagai langkah pengharmonisasian norma.

Kata Kunci: Jangka Waktu, Rumah Tunggal, Hak Pakai atas Hak Milik, Orang Asing.

(2)

REGULATORY OF PERIOD OF TIME FOR THE SINGLE TERM OF HOUSE OWNERSHIP BY FOREIGNERS ON THE LAND USE RIGHTS ON

PROPRIETARY

The period of time for foreigners to be able to have a single term of house on the land use rights on proprietary under Article 7 of Government Regulation Number 103 year 2015 contradicted to the period of time that can be owned by foreigners on land use rights on proprietary rights under Article 49 of Government Regulation Number 40 year 1996.

Under these conditions, the problem formulated in this study were (1) How do the characteristics of problem related to regulatory of period of time for the single term of house ownership by foreigners on the land use rights on proprietary?; (2) How the policies formulation of troubleshooting regulatory of period of time for the single term of house ownership by foreigners on the land use rights on proprietary?

Departing from the norm conflict, this study uses normative legal research' approach to legislation, conceptual and historical. Sources of law material in this research consists of primary legal materials, secondary and tertiary collected by the snowball technique. Legal materials analysis technique used were techniques of description, comparison, evaluation and argumentation.

The results of this study indicate that (1) Characteristics of problem related to regulatory of period of time for the single term of house ownership by foreigners on the land use rights on proprietary under the implementation of Article 7 of Regulation Number 103 year 2015 is based on the principle of Lex specialis derogat legi generali in relation to the conflict of norms include: a mismatch between the provision of land use rights period on top of the property by foreigners and Indonesian citizen; and the unaccommodated deed related to the extension of the term of a single house ownership by on the land use rights on proprietary; (2) Policies formulation of troubleshooting settings related to the revision of provisions in the legislation which is directly related to the characteristics of the existing problems as the norm of harmonization's step.

(3)

Tesis ini menganalisis tentang pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Bab I, menguraikan latar belakang masalah yang beranjak dari adanya konflik norma antara Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (untuk selanjutnya disebut PP No. 103 Tahun 2015) dan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai (untuk selanjutnya disebut PP No. 40 Tahun 1996). Adapun rumusan masalah yang diteliti dalam tesis ini meliputi dua hal, yaitu mengenai karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik dan formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Pada bab ini juga diuraikan mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis, metode penelitian, sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, serta teknik pengolahan dan analisis bahan hukum.

Bab II, menguraikan tentang tinjauan umum yang terdiri dari empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai hak atas tanah. Sub bab kedua membahas mengenai hak pakai atas tanah. Sub bab ketiga membahas mengenai hak pemilikan rumah tempat tinggal oleh orang asing di Indonesia. Sub bab keempat membahas mengenai kedudukan orang asing di Indonesia.

Bab III, merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah pertama dan kedua yang diuraikan ke dalam dua sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Sub bab kedua membahas mengenai karakteristik masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik yang didalamnya dibagi menjadi dua sub sub bab, yakni mengenai ketidaksesuaian antara pengaturan jangka waktu tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing dan Warga Negara Indonesia, serta mengenai akta perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

Bab IV, merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah kedua yang diuraikan ke dalam dua sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai harmonisasi norma yang didalamnya dibagi menjadi dua sub sub bab, yakni mengenai harmonisasi norma pengaturan jangka waktu tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing dan Warga Negara Indonesia, serta mengenai harmonisasi norma pengaturan akta perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Sub bab kedua membahas mengenai formulasi norma yang didalamnya dibagi menjadi dua sub sub bab, yakni mengenai formulasi norma pengaturan jangka waktu tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing dan Warga Negara Indonesia, serta mengenai formulasi norma pengaturan akta perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

(4)

saran dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik dari diberlakukannya Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2015 berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generali sehubungan dengan adanya konflik norma antara lain meliputi: ketidaksesuaian antara pengaturan jangka waktu tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing dan Warga Negara Indonesia; dan tidak diakomodirnya bentuk akta sehubungan dengan perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik; (2) Formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah berhubungan dengan dilakukannya revisi terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang langsung berkaitan dengan karakteristik permasalahan yang ada sebagai langkah pengharmonisasian norma. Adapun saran dalam penelitian ini antara lain agar dilakukannya revisi ketentuan-ketentuan hukum dalam beberapa peraturan perundang-undangan terkait jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik, serta agar disusun peraturan pelaksanaan yang lebih konkrit dan memberikan jaminan kepastian hukum, khususnya terkait dengan tata cara perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

(5)

SAMPUL DEPAN

SAMPUL DALAM ………...………. i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

RINGKASAN ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 18

1.3 Tujuan Penelitian... 19

1.3.1Tujuan Umum ... 19

1.3.2 Tujuan Khusus ... 19

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 20

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 20

1.4.2 Manfaat Praktis ... 20

(6)

1.5.2 Konsep Hak atas Tanah ... 24

1.5.3 Konsep Rumah Tunggal ... 26

1.5.4 Teori Kepastian Hukum ... 28

1.5.5 Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 30 1.5.6 Teori Hierarki Norma ... 33

1.5.7 Teori Harmonisasi Hukum ... 35

1.5.8 Teori Kewenangan ... 37

1.6 Metode Penelitian... 40

1.6.1 Jenis Penelitian ... 40

1.6.2 Jenis Pendekatan ... 41

1.6.3 Sumber Bahan Hukum ... 43

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 45

1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ... 46

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ATAS TANAH, HAK PAKAI ATAS TANAH, HAK PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL OLEH ORANG ASING DAN KEDUDUKAN ORANG ASING DI INDONESIA... 48

2.1 Tinjauan Umum tentang Hak atas Tanah ... 48

2.1.1 Ruang Lingkup Hak atas Tanah ... 48

2.1.2 Macam-macam Hak atas Tanah ... 50

2.2 Tinjauan Umum tentang Hak Pakai Atas Tanah………… 63

(7)

2.2.3 Terjadinya Hak Pakai Atas Tanah………. 66 2.2.4 Jangka Waktu Hak Pakai Atas Tanah……….... 67 2.2.5 Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai atas Tanah 71 2.2.6 Pembebanan Hak Pakai dengan Hak Tanggungan.... 73 2.2.7 Peralihan Hak Pakai atas Tanah……… 74 2.2.8 Hapusnya Hak Pakai atas Tanah………... 76 2.3 Tinjauan Umum tentang Hak Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal oleh Orang Asing di Indonesia ... 78 2.4 Tinjauan Umum tentang Kedudukan Orang Asing di

Indonesia ... 86 2.4.1 Pengertian dan Kedudukan Orang Asing di

Indonesia………... 86

2.4.2 Syarat Orang Asing untuk Dapat Memiliki Rumah

Tempat Tinggal di Indonesia……… 91

BAB III KARAKTERISTIK MASALAH PENGATURAN

JANGKA WAKTU KEPEMILIKAN RUMAH

TUNGGAL OLEH ORANG ASING DI ATAS TANAH

HAK PAKAI ATAS HAK MILIK……… 95

3.1 Pengaturan Jangka Waktu Kepemilikan Rumah Tunggal oleh Orang Asing di atas Tanah Hak Pakai atas Hak Milik

(8)

Rumah Tunggal oleh Orang Asing di atas Tanah Hak

Pakai atas Hak Milik……….. 111 3.2.1 Ketidaksesuaian antara Pengaturan Jangka Waktu

Tanah Hak Pakai atas Hak Milik oleh Orang Asing

dan Warga Negara Indonesia……… 113 3.2.2 Akta Perpanjangan Jangka Waktu Kepemilikan

Rumah Tunggal oleh Orang Asing di atas Tanah

Hak Pakai atas Hak Milik ... . 115

BAB IV PEMECAHAN MASALAH JANGKA WAKTU

KEPEMILIKAN RUMAH TUNGGAL OLEH ORANG ASING DI ATAS TANAH HAK PAKAI ATAS HAK

MILIK... 125

4.1 Harmonisasi Norma... 125 4.1.1 Harmonisasi Norma Pengaturan Jangka Waktu

Tanah Hak Pakai atas Hak Milik oleh Orang Asing

dan Warga Negara Indonesia……….. 125 4.1.2 Harmonisasi Norma Pengaturan Akta

Perpanjangan Jangka Waktu Kepemilikan Rumah Tunggal oleh Orang Asing di atas Tanah Hak

Pakai atas Hak Milik……….. 131 4.2 Formulasi Norma………... 148

(9)

Hak Pakai atas Hak Milik oleh Orang Asing dan

Warga Negara Indonesia……….. 148

4.2.2 Formulasi Norma Pengaturan Bentuk Akta Perpanjangan Jangka Waktu Kepemilikan Rumah Tunggal oleh Orang Asing di atas Tanah Hak Pakai atas Hak Milik……….. 152

BAB V PENUTUP……… 158

5.1 Kesimpulan... 158

5.2 Saran... 159

(10)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar dan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Kelangsungan hidup manusia dalam kesehariannya tidak akan bisa dilepaskan dari tanah sebagai tempat melakukan kegiatan, tempat hidup dan tempat mencari penghidupan. Tidak hanya terbatas dalam kehidupan, bahkan pada saat manusia meninggal pun manusia akan tetap memerlukan tanah.

Dalam kehidupan manusia, tanah mengandung makna multidimensional. Menurut Heru Nugroho, makna multidimensional tersebut antara lain meliputi:

1. Dari sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan;

2. Secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat;

3. Sebagai budaya yang dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya;

4. Tanah bermakna sakral karena berurusan dengan warisan dan masalah-masalah transcendental.1

Makna multidimensional pada tanah menyebabkan timbulnya hubungan spesifik antara manusia dengan tanah yang merupakan awal mula dibutuhkannya suatu ketentuan hukum dalam rangka memberikan suatu pengaturan yang jelas sehubungan dengan pemanfaatan, peruntukan dan penggunaan tanah.

1 Heru Nugroho, 2002, Reformasi Politik Agraria Mewujudkan Pemberdayaan Hak-hak atas

(11)

Indonesia sebagai negara agraris yang sadar akan arti pentingnya tanah bagi kehidupan manusia memiliki pengaturan sehubungan dengan tanah yang secara yuridis diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA bersumber dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) sebagai landasan filosofis yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari ketentuan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa tanah sebagai tempat hidup manusia, merupakan bagian daripada permukaan bumi yang memiliki fungsi sosial dan penggunaannya ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan diundangkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960, maka sejak saat itu Indonesia telah memiliki Hukum Agraria Nasional yang didalamnya berisikan asas-asas dan pokok-pokok peraturan agraria yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UUPA, Negara Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat memiliki hak menguasai yang memberi wewenang kepada Negara untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(12)

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

Berbagai bentuk hubungan hukum atas tanah yang berupa hak-hak penguasaan atas tanah memberi wewenang bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu atas tanah yang dihaki.2 Walaupun demikian, pemegang hak atas tanah tidak dibenarkan apabila berbuat sewenang-wenang atas tanahnya. Kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang berlaku, serta fungsi sosial atas setiap hak atas tanah harus menjadi perhatian dan pedoman bagi pemegang hak atas tanah. Jenis-jenis hak atas tanah diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA yang antara lain meliputi:

1. Hak milik; 2. Hak guna usaha; 3. Hak guna bangunan; 4. Hak pakai;

5. Hak sewa;

6. Hak membuka tanah; 7. Hak memungut hasil hutan;

8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Di antara hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai diatur bersama-sama secara khusus di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai (PP No. 40 Tahun 1996).

2 Ny. Arie S. Hutagalung, 2005, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Penerbit

(13)

Apabila dibandingkan antara hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, maka hak pakai memiliki suatu perbedaan yang cukup signifikan dilihat dari subjek yang dapat memiliki hak pakai yang lebih beragam. Yang dapat memiliki hak guna bangunan dan hak guna usaha hanyalah Warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, sedangkan yang dapat memiliki hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 PP No. 40 Tahun 1996 adalah:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah;

d. Badan-badan keagamaan dan sosial;

e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa UUPA tidak menutup sama sekali kesempatan bagi orang asing maupun badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia untuk memiliki hak atas tanah di Indonesia. Orang asing maupun badan hukum asing yang dimaksud dapat memiliki hak atas tanah di Indonesia, namun terbatas hanya dengan status hak pakai.

Hak pakai berdasarkan Pasal 41 UUPA adalah:

Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.

(14)

Tidak semua tanah dapat diberikan dengan hak pakai. Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai sesuai dengan Pasal 41 PP No. 40 Tahun 1996 hanya meliputi tanah negara, tanah hak pengelolaan dan tanah hak milik. Jangka waktu hak pakai atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan berbeda dengan jangka waktu hak pakai atas tanah hak milik. Jangka waktu hak pakai atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan didasarkan pada Pasal 45 PP No. 40 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa:

(1) Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

(2) Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama.

Untuk jangka waktu hak pakai di atas tanah hak milik diatur dalam Pasal 49 PP No. 40 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa:

(1) Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang.

(2) Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.

Dalam kaitannya dengan orang asing, pemberian hak pakai sepatutnya mampu memberikan kenyamanan bagi orang asing yang bersangkutan untuk menguasai tanah di Indonesia. Kedatangan orang asing di Indonesia tentunya memiliki tujuan yang beragam, mulai dari untuk berlibur menikmati alam dan budaya Indonesia, belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan di Indonesia, hingga untuk

(15)

melakukan pekerjaan yang harus diselesaikan di Indonesia. Mobilitas orang asing yang masuk ke Indonesia diprediksi akan terus bertambah seiring dengan adanya kemajuan di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, teknologi, telekomunikasi dan jaringan transportasi yang menyebabkan batas geografis negara tidak lagi signifikan seperti sebelumnya. Banyaknya orang asing yang datang ke Indonesia dengan tujuan yang beragam dalam tempo waktu yang lama dan bahkan berulang-ulang menyebabkan orang asing berkeinginan untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia guna mendukung segala aktifitas yang dilakukan selama orang asing tersebut berada di Indonesia.

Keberadaan orang asing di Indonesia sangat diharapkan mampu memberi efek positif dalam peningkatan perekonomian nasional secara signifikan. Sehubungan dengan hal tersebut, adanya rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing di Indonesia dapat digunakan sebagai salah satu cara yang baik dalam memberikan kenyamanan bagi orang asing untuk lebih banyak berbuat, berusaha dan berinvestasi di Indonesia dalam batasan-batasan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sebagai upaya dalam mendukung hal tersebut tentunya diperlukan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur secara jelas hal-hal apa saja yang berkaitan dengan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing di Indonesia. Dalam kaitannya dengan hunian oleh orang asing di Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia mengatur secara khusus ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan di dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Peraturan

(16)

Pemerintah ini kemudian dicabut dan diganti dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (untuk selanjutnya disebut PP No. 103 Tahun 2015) pada penghujung tahun 2015. Pencabutan tersebut dirumuskan dalam Pasal 12 PP No. 103 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa:

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3644), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

PP 103 Tahun 2015 lahir sebagai akibat dari diluncurkannya Paket Kebijakan Tahap I September 2015 oleh Pemerintah Republik Indonesia guna menggerakan perekonomian nasional. Paket kebijakan tersebut terdiri atas tiga langkah3, yaitu:

1. Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha.

2. Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional tersebut.

3. Meningkatkan investasi di sektor properti.

Seiring meningkatnya kerjasama Indonesia dengan negara-negara sahabat dan meningkatnya jumlah orang asing yang melakukan usaha dan kerja di Indonesia, permintaan kebutuhan rumah tempat tinggal bagi orang asing juga semakin meningkat. PP No. 103 Tahun 2015 hadir sebagai suatu kebijakan yang memberikan kepastian hukum bagi orang asing yang ingin memperoleh hak atas tanah untuk rumah tempat tinggal dengan tetap memegang prinsip-prinsip

3 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2015, Gerakkan Ekonomi, Presiden Jokowi

Luncurkan Paket Kebijakan Tahap I September 2015, dari URL : http://setkab.go.id/gerakkan-ekonomi-presiden-jokowi-luncurkan-paket-kebijakan-tahap-i-september-2015/, diakses pada tanggal 2 Juni 2015.

(17)

pertanahan di Indonesia dan memperhatikan batasan-batasan terhadap rumah tempat tinggal yang dapat diberikan kepada orang asing.

Dalam PP No. 103 Tahun 2015 dinyatakan bahwa orang asing sebagai orang yang bukan merupakan Warga Negara Indonesia, namun berkedudukan di Indonesia dan keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja atau berinvestasi di Indonesia, dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan Hak Pakai. Orang asing yang dimaksud diharuskan untuk memegang izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai syarat untuk memilki rumah untuk tempat tinggal ataupun hunian.

Pasal 4 PP No. 103 Tahun 2015 memberikan batasan terhadap rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing, dimana rumah tempat tinggal atau hunian tersebut merupakan:

a. Rumah tunggal di atas tanah: 1. Hak Pakai; atau

2. Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

b. Sarusun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai.

Dari uraian pasal tersebut perlu diperhatikan bahwa yang dapat dimiliki oleh orang asing menurut PP No. 103 Tahun 2015 bukanlah tanahnya, melainkan rumah tempat tinggal atau hunian yang dibangun secara terbatas diatas tanah Hak Pakai. Sejalan dengan Asas Pemisahan Horizontal yang dianut oleh UUPA yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya, PP No. 103 Tahun 2015 menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan rumah tunggal pembelian baru, orang asing dapat diberikan Hak

(18)

Pakai, sedangkan untuk pembelian unit baru sarusun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai, orang asing dapat diberikan Hak Milik.

Rumah tunggal berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP No. 103 Tahun 2015 merupakan “rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling.” Dalam kaitannya dengan rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai dan rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai atas Hak Milik, terdapat jangka waktu yang harus diperhatikan oleh orang asing yang berkeinginan untuk memiliki rumah tunggal.

Dengan semangat dalam mewujudkan peningkatan investasi pada sektor properti, PP No. 103 Tahun 2015 memiliki ketentuan-ketentuan hukum seputar jangka waktu yang lebih menarik bagi orang asing apabila dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan hukum terkait jangka waktu yang diatur sebelumnya dalam PP No. 41 Tahun 1996. PP No. 103 Tahun 2015 memberikan jangka waktu yang lebih lama bagi orang asing dengan harapan agar orang asing dapat berinvestasi lebih besar di Indonesia dalam usaha meningkatkan perekonomian nasional.

Pada Pasal 6 PP No. 103 Tahun 2015, rumah tunggal di atas tanah hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tiga puluh tahun untuk kemudian dapat diperpanjang untuk jangka waktu dua puluh tahun. Apabila waktu perpanjangan telah berakhir, maka Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu tiga puluh tahun.

Untuk rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai di atas tanah Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian, Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2015 memberikan jangka waktu sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dan tidak lebih lama dari

(19)

tiga puluh tahun. Apabila jangka waktu tersebut berakhir, maka Hak Pakai dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Lebih lanjut, dalam hal waktu perpanjangan telah berakhir, maka Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Adapun

perjanjian yang berkaitan dengan jangka waktu tersebut wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Apabila dibandingkan, sesungguhnya terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara ketentuan yang terdapat dalam PP No. 40 Tahun 1996 dan PP No. 103 Tahun 2015. Perbedaan tersebut dapat dicermati dalam kaitannya dengan jangka waktu di atas tanah hak pakai atas hak milik yang dalam PP No. 103 Tahun 2015 diatur lebih lama sehubungan dengan kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing, yakni tiga puluh tahun, dibandingkan dengan jangka waktu hak pakai atas hak milik yang diatur dalam PP No. 40 Tahun 1996 yang hanya dua puluh lima tahun.

Disamping perbedaan masalah jangka waktu, selanjutnya terdapat perbedaan mengenai dapat dilakukannya perpanjangan jangka waktu bagi pemilik rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik sebelum dilakukannya pembaharuan apabila jangka waktu kepemilikan rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik telah berakhir dalam PP No. 103 Tahun 2015, padahal dalam PP No. 40 Tahun 1996 tidak dikenal adanya istilah perpanjangan sehubungan dengan hak pakai, melainkan hanya dikenal istilah pembaharuan.

(20)

Adanya ketentuan hukum mengenai jangka waktu di atas tanah hak pakai atas hak milik yang tidak sinkron antara Pasal 49 PP No. 40 Tahun 1996 dan Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2015 menggambarkan adanya konflik norma yang terjadi di dalam peraturan perundang-undangan yang sederajat, yakni Peraturan Pemerintah. PP No. 103 Tahun 2015 merupakan suatu peraturan pemerintah yang mengatur tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia, namun dengan memperhatikan bahwa dasar dari dibangunnya rumah tempat tinggal tersebut adalah tanah, maka segala ketentuan hukum terkait dengan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing tersebut tidak dapat terlepas dan akan selalu berkaitan dengan ketentuan-ketentuan hukum terkait tanah. Berdasarkan asas pemisahan horizontal yang digunakan dalam hukum tanah di Indonesia, bangunan (rumah tempat tinggal) dan tanaman bukanlah merupakan bagian dari tanah, sehingga perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atas tanah, namun dalam praktik dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai tanah yang meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atasnya, asal:

1. Bangunan dan tanaman tersebut secara fisik merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan, artinya bangunan yang berfondasi dan tanaman merupakan tanaman keras;

2. Bangunan dan tanaman tersebut milik yang empunya tanah;

3. Maksud demikian secara tegas disebutkan dalam akta yang membuktikan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan.4

Dari bagian menimbang di dalam PP No. 40 Tahun 1996 dan PP No. 103 Tahun 2015, dapat diketahui bahwa sesungguhnya kedua peraturan pemerintah tersebut

4 Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria di Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

(21)

sama-sama dibentuk dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam UUPA. PP No. 40 Tahun 1996 lahir dengan salah satu pertimbangan bahwa dipandang perlu adanya suatu peraturan pemerintah guna memberikan ketentuan-ketentuan hukum lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Bab II UUPA, sedangkan PP No. 103 Tahun 2015 lahir dengan salah satu pertimbangan guna dapat melaksanakan ketentuan Pasal 42 UUPA dan untuk lebih memberikan kepastian hukum pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

Atas dasar hal tersebut, ketentuan hukum terkait jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik seyognyanya tersinkron dengan ketentuan hukum terkait jangka waktu yang dapat dimiliki oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Adanya konflik norma diantara kedua peraturan pemerintah tersebut akan berimplikasi pada terjadinya kebingungan dalam masyarakat terkait aturan mana yang seharusnya digunakan, sehingga akan timbul suatu ketidakpastian hukum dalam penerapannya.

Sehubungan dengan dapat dilakukannya perpanjangan dan pembaharuan, dalam PP No. 103 Tahun 2015 disebutkan bahwa rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik dapat dimiliki oleh orang asing berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai atas hak milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Lebih lanjut perpanjangan dan pembaharuan sehubungan dengan rumah tunggal tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

(22)

Dalam logika hukum, apabila kepemilikan rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik diberikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka perpanjangan terkait hak pakai tersebut akan memerlukan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sehubungan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Perkaban No. 8 Tahun 2012) menyatakan bahwa bentuk-bentuk akta yang dipergunakan dalam pembuatan akta meliputi:

a. Akta Jual Beli; b. Akta Tukar Menukar; c. Akta Hibah;

d. Akta Pemasukan ke Dalam Perusahaan; e. Akta Pembagian Hak Bersama;

f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;

g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik; h. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

Berdasarkan hal tersebut, bentuk akta sehubungan dengan perpanjangan jangka waktu pemberian hak pakai di atas tanah hak milik sesungguhnya belum ditentukan dan berpotensi menimbulkan masalah pada penerapannya di masa mendatang.

Berangkat dari adanya konflik norma sebagaimana dipaparkan di atas, maka dirasa perlu adanya suatu penyelesaian yang tidak hanya dilakukan dengan pemikiran-pemikiran praktis, melainkan juga melalui analisa yuridis yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah yang didasarkan pada penelitian yang dilakukan secara komprehensif dan mendalam sehubungan dengan pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal bagi orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

(23)

Hal-hal sebagaimana telah dipaparkan di atas merupakan topik kajian dalam tesis ini. Sebelum dilakukannya penelitian ini, terlebih dahulu telah dilakukan penelusuran melalui media internet untuk menemukan judul-judul penelitian yang memiliki kesamaan ataupun kemiripan dengan judul yang digunakan peneliti. Secara akademik, orisinalitas penelitian ini dapat dipertahankan, karena meskipun sebelumnya telah terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan tanah di atas hak pakai atas hak milik maupun terkait kepemilikan properti oleh orang asing, namun penelitian yang membahas tentang jangka waktu kepemilikan rumah tinggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik merupakan suatu penelitian yang baru. Atas dasar hal tersebut, penelitian dalam tesis ini tentu akan berbeda dari segi isi dan pembahasannya dengan penelitian-penelitian dalam tesis lainnya. Adapun kajian dari tesis-tesis tersebut dipaparkan sebagai berikut:

1. Tesis mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia dengan judul “Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik sebagai Alternatif bagi Warga Negara Asing untuk Memiliki Rumah Tinggal di Indonesia dalam Menunjang Kepentingan Investasi” oleh Dyah Ayu Grashinta, NIM. 0806426761, tahun 2010. Adapun permasalahan yang dibahas pada tesis ini ada 3 hal, yakni: (1) Bagaimana alternatif bagi WNA untuk dapat memiliki rumah tinggal di Indonesia dalam menunjang kepentingan investasi? (2) Apakah perjanjian yang secara hukum sah melandasi pemilikan rumah tempat tinggal bagi WNA di Indonesia? (3) Bagaimana prosedur pelaksanaan perjanjian yang melandasi pemilikan rumah tempat tinggal oleh WNA berupa perjanjian pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik? Hasil penelitian dalam

(24)

tesis ini menunjukkan bahwa WNA diperkenankan untuk memiliki rumah tinggal di atas tanah hak pakai dengan jangka waktu paling lama 25 tahun. Pemilikan rumah tinggal oleh WNA dilandasi suatu perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik yang berupa Akta Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik yang dibuat dalam bentuk tertulis oleh Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Walaupun tesis di atas mengkaji kepemilikan rumah tinggal oleh orang asing, namun permasalahan, pembahasan dan hasil penelitian pada tesis di atas memiliki perbedaan yang signifikan dengan permasalahan, pembahasan dan hasil penelitian yang terdapat pada tesis ini. Tesis di atas lebih menitikberatkan pada kepemilikan rumah tinggal bagi Warga Negara Asing melalui pemberian hak pakai atas hak milik sebagai alternatif untuk menunjang kepentingan investasi yang secara umum didasarkan pada PP No. 41 Tahun 1996 sebagai peraturan pemerintah yang berlaku sebelum ditetapkannya PP no. 103 Tahun 2015, sedangkan tesis ini lebih menitikberatkan dan mengkhusus pada jangka waktu kepemilikan rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik yang beranjak dari adanya konflik norma antara ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam PP No. 103 Tahun 2015 dan PP No. 40 Tahun 1996, beserta karakteristik masalah yang ditimbulkan dan juga pemecahan masalahnya. Adapun hasil penelitian dalam tesis di atas merupakan cerminan ataupun gambaran dari apa yang ditentukan dalam PP No. 41 Tahun 1996 yang tentunya akan sangat berbeda dengan hasil penelitian yang terdapat dalam tesis ini.

(25)

2. Tesis mahasiswa Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana dengan judul “Efektifitas Peraturan Pemberian Hak Pakai atas Tanah Milik Pribadi bagi Orang Asing di Kabupaten Badung” yang disusun oleh I Putu Indra Mandhala Putra, NIM. 1392461009, tahun 2015. Adapun permasalahan yang dibahas pada tesis ini ada 3 hal, yakni: (1) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan ketentuan pemberian hak pakai atas tanah untuk orang asing di Kabupaten Badung? (2) Bagaimana fungsi dan peranan Notaris/PPAT selaku pejabat umum dalam mendukung efektifitas pelaksanaan pemberian hak pakai untuk orang asing? (3) Apakah pelaksanaan ketentuan pemberian hak pakai atas tanah untuk orang asing di Kabupaten Badung sudah berjalan efektif? Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa pelaksanaan ketentuan pemberian hak pakai atas tanah milik pribadi bagi orang asing di Kabupaten Badung belumlah efektif, yang mana hal tersebut ditentukan oleh faktor aparat atau petugas hukumnya, termasuk Notaris/PPAT, dan juga dipengaruhi oleh faktor kesadaran hukum masyarakat. Tesis tersebut di atas sangat berbeda dengan tesis ini baik dari segi permasalahan, pembahasan dan hasil penelitian yang ada. Perbedaan tesis tersebut di atas dengan tesis ini terlihat jelas pada jenis penelitian hukum yang digunakan. Dari judul tesis di atas, dapat diketahui bahwa jenis penelitian hukum yang digunakan adalah jenis penelitian hukum empiris yang beranjak dari adanya kesenjangan antara ketentuan hukum yang ada dengan kenyataan di lapangan, yang dalam hal ini ialah Kabupaten Badung. Berbeda dengan jenis penelitian hukum pada tesis di atas, jenis penelitian hukum yang digunakan

(26)

dalam tesis ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang beranjak dari adanya konflik norma antara ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam PP No. 103 Tahun 2015 dan PP No. 40 Tahun 1996. Dengan adanya akar permasalahan yang berbeda, tentunya substansi dalam tesis di atas akan sangat berbeda dengan substansi yang ada dalam tesis ini.

3. Tesis mahasiswa Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana dengan judul “Pengaturan Kebijakan Hak Kepemilikan Properti atas Tanah dan Bangunan bagi Warga Negara Asing di Indonesia” yang disusun oleh Putu Ayu Ratih Tribuana, NIM. 1492461006, tahun 2016. Adapun permasalahan yang dibahas pada tesis ini ada 2 hal, yakni: (1) Apakah Warga Negara Asing dapat memegang hak milik penuh atas tanah dan bangunan di Indonesia? (2) Bagaimanakah batas-batas hak penuh kepemilikan properti atas tanah dan bangunan bagi Warga Negara Asing? Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa kegiatan penguasaan tanah oleh orang asing maupun badan hukum asing menurut Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia masih konsisten dengan Asas Nasionalitas dan masih berlaku pula sistem pemisahan horizontal antara tanah dan bangunan. Tesis tersebut di atas baik dari segi permasalahan, pembahasan dan hasil penelitian yang ada memiliki perbedaan mendasar dengan tesis ini. Tesis di atas lebih menitikberatkan pada hak Warga Negara Asing terkait kepemilikan properti atas tanah dan bangunan di Indonesia beserta batasan-batasan haknya. Adapun properti yang dimaksud dalam tesis di atas mencakup didalamnya

(27)

rumah tunggal dan juga satuan rumah susun. Berbeda dengan tesis di atas, tesis ini lebih menitikberatkan dan mengkhusus pada jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik yang beranjak dari adanya konflik norma antara ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam PP No. 103 Tahun 2015 dan PP No. 40 Tahun 1996 beserta karakteristik masalah yang ditimbulkan dan juga pemecahan masalahnya.

Uraian singkat tentang judul, permasalahan dan hasil penelitian dalam beberapa tesis terdahulu di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dengan penelitian yang akan dibahas dalam tesis ini. Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka karya tulis ilmiah dalam bentuk tesis yang berjudul “Pengaturan Jangka Waktu Kepemilikan Rumah Tunggal oleh Orang Asing di atas Tanah Hak Pakai atas Hak Milik” ini, baik mengenai latar belakang, rumusan masalah yang dikaji, maupun pembahasannya bukan merupakan plagiasi terhadap tulisan penelitian-penelitian terdahulu.

1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang akan diteliti dalam tesis ini. Masalah-masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik?

(28)

2. Bagaimanakah formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam merencanakan penulisan penelitian tentunya harus dikembalikan pada tujuan penelitian tersebut.5 Adapun tujuan dalam penelitian ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum diadakannya penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran konseptual sehubungan dengan pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Agraria dalam kaitannya dengan kepemilikian rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus dilakukan untuk memberikan deskripsi sekaligus analisis secara mendalam untuk:

1. Mengetahui, mendeskripsi dan menganalisis karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

2. Mengetahui, mendeskripsi dan menganalisis formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

(29)

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis diadakannya penelitian ini adalah:

1. Memberikan kontribusi teoritis terkait karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

2. Memberikan informasi mengenai formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis diadakannya penelitian ini antara lain adalah:

1. Bagi masyarakat, dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya Hukum Agraria mengenai pengaturan jangka waktu kepemilikian rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

2. Bagi Pemerintah selaku pembuat kebijakan, dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan untuk membentuk produk hukum yang lebih selaras dengan produk hukum yang lain dan mencerminkan kepastian hukum mengenai jangka waktu kepemilikian rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

3. Bagi Peneliti, disamping untuk kepentingan penyelesaian studi juga untuk menambah pengetahuan di bidang Hukum Agraria.

(30)

1.5 Landasan Teoritis

Landasan teoritis memiliki cakupan yang luas, meliputi teori hukum itu sendiri, asas hukum, konsep hukum dan adagium hukum dalam rangka membangun argumentasi hukum sebagai jawaban atas masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Suatu landasan teoritis dapat memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan penelitian.6

Untuk membahas permasalahan yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, yakni mengenai pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing, maka akan diketengahkan beberapa teori dan konsep serta pandangan para sarjana sebagai pembenaran teoritis yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Adapun konsep dan teori tersebut antara lain meliputi:

1.5.1 Konsep Negara Hukum

Sebuah Negara menurut Plato terbentuk karena tidak ada seorang pun yang sanggup mandiri, dan selain itu kita hidup membutuhkan banyak hal yang tidak dapat dihasilkan atau dikerjakan hanya seorang diri, “A city comes into being because each of us is not self-sufficient, but need many things”.7

Aristoteles menambahkan bahwa “sesungguhnya setiap negara itu merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih tepat lagi suatu persekutuan hidup politis”.8

6 Soerjono Soekanto (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I), 1986, Pengantar Penelitian

Hukum, UI Press, Jakarta, hal. 12.

7 J. H. Rapar, 2001, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Agustinus, Machiavelli, PT. Raja

Grafinfo Persada, Jakarta, hal. 57.

(31)

Suatu Negara dapat dikatakan sebagai suatu Negara Hukum dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Negara tersebut. Frederich Julius Stahl memaparkan empat prinsip yang terdapat dalam suatu Negara Hukum yang oleh Negara penganut Civil Law dikenal dengan sebutan Rechtstaat. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain meliputi:

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia; 2. Negara didasarkan pada teori trias politica;

3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang (Wetmatiig Bestuur);

4. Adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechmatige overheidsdaad).9

Dalam Negara yang menganut sistem Common Law, Albert Venn Dicey menyatakan bahwa suatu Negara dapat dikatakan sebagai Negara Hukum (Rule of Law), apabila telah memenuhi unsur-unsur Negara Hukum sebagaimana , yaitu:

1. Supremacy of law, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan hukum);

2. Equality before the law, artinya persamaan dalam kedudukan hukum bagi semua warga negara, baik selaku pribadi maupun kualifikasinya sebagai pejabat negara;

3. Constitution based on individual rights, artinya konstitusi itu bukan merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi

9 Titik Triwulan Tutik, 2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

(32)

manusia diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi.10

Menurut Sri Soemantri Martosoewigjono, Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dengan unsur-unsur yang dimiliki sebagai berikut:

1. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara;

2. Adanya pembagian kekuasaan;

3. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, pemerintah harus selalu berdasarkan atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;

4. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sedang khusus untuk Mahkamah Agung harus juga merdeka dari pengaruh-pengaruh lainnya.11

Relevansi Konsep Negara Hukum dengan permasalahan yang dikaji adalah sehubungan dengan adanya kedaulatan hukum, dimana hukum memiliki kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara, sehingga setiap tindakan warga negara, pemerintah atau negara, yang dalam penelitian ini berhubungan dengan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik haruslah didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, peraturan perundang-undangan

10 Nukthoh Arfawie Kurde, 2005, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta hal. 18.

(33)

yang jelas dan tidak menimbulkan keragu-raguan sangat diperlukan dalam mewujudkan cita hukum dalam memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaatan bagi semua pihak.

1.5.2 Konsep Hak Atas Tanah

Dari sudut pandang ilmu hukum, hak dapat dipahami sebagai suatu kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum atas benda ataupun orang, sehingga diantaranya timbul suatu hubungan hukum. Berdasarkan pengertian hak tersebut, hak atas tanah dimaknai sebagai suatu kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum atas suatu bidang tanah, sehingga diantara subjek hukum dan tanah terdapat suatu hubungan hukum yang saling mengikat.

Hak atas tanah atau yang menurut Urip Santoso disebut sebagai hak penguasaan atas tanah, merupakan “hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki”.12 Penguasaan dalam arti yuridis dilandasi oleh hak yang dilindungi hukum dan memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai tanah tertentu secara fisik.

UUPA sebagai peraturan perundang-undangan yang memberikan pengaturan tentang agraria di Indonesia juga memberikan pengertian terkait hak atas tanah yang dinyatakan pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa:

12 Urip Santoso, 2013, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Cetakan Ketiga, Penerbit

(34)

(1) Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberikan wewenang unttuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi serta air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Lebih lanjut dalam Pasal 16 ayat (1) dinyatakan jenis-jenis hak atas tanah antara lain meliputi:

1. Hak milik; 2. Hak guna usaha; 3. Hak guna bangunan; 4. Hak pakai;

5. Hak sewa;

6. Hak membuka tanah; 7. Hak memungut hasil hutan;

8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa sesungguhnya setiap orang berkesempatan untuk memiliki hak atas tanah di Indonesia, namun dengan memperhatikan Asas Kenasionalan pada Pasal 1 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUPA dan Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Mempunyai Hak Milik Atas Tanah pada Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (1) UUPA, maka orang dengan kewarganegaraan selain Indonesia atau

(35)

orang asing memiliki batasan-batasan atas hak atas tanah yang dapat dimiliki di Indonesia. Adapun hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh orang asing hanya terbatas pada hak pakai dan juga hak sewa yang keduanya memiliki batasan jangka waktu yang harus diperhatikan.

Relevansi konsep hak atas tanah dengan permasalahan yang akan dikaji terletak pada terbatasnya orang asing sebagai pemegang hak atas tanah di Indonesia. Dibatasinya hak atas tanah bagi orang asing, khususnya dalam kaitannya dengan hak pakai, maka orang asing harus memperhatikan jangka waktu atas hak pakai yang dimiliki di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dengan begitu Asas Kenasionalan dan Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Mempunyai Hak Milik atas Tanah dapat dilaksanakan dengan maksimal.

1.5.3 Konsep Rumah Tunggal

Orang asing yang memiliki izin tinggal dan keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, kerja ataupun berinvestasi di Indonesia dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) PP No. 103 Tahun 2015, rumah tempat tinggal atau hunian yang dimaksud merupakan:

a. Rumah tunggal di atas tanah: 1. Hak Pakai; atau

2. Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(36)

Rumah tunggal berdasarkan Pasal 1 angka 2 didefinisikan sebagai “rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling”.

Orang asing dapat memiliki rumah tunggal di atas tanah hak pakai ataupun di atas tanah hak pakai atas hak milik dengan memperhatikan jangka waktu yang ditentukan dalam PP No. 103 Tahun 2015. Pada Pasal 6 PP No. 103 Tahun 2015, rumah tunggal di atas tanah hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tiga puluh tahun untuk kemudian dapat diperpanjang untuk jangka waktu dua puluh tahun. Apabila waktu perpanjangan telah berakhir, maka Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu tiga puluh tahun.

Untuk rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian, Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2015 memberikan jangka waktu sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dan tidak lebih lama dari tiga puluh tahun. Apabila jangka waktu tersebut berakhir, maka Hak Pakai dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Lebih lanjut, dalam hal waktu perpanjangan telah berakhir, maka Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Adapun perjanjian yang berkaitan dengan jangka waktu tersebut wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Orang asing dapat diberikan hak pakai untuk rumah tunggal pembelian baru. Rumah tunggal yang dapat dimiliki oleh orang asing diberikan dengan batasan harga minimal sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan

(37)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (Permen Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN RI No. 29 Tahun 2016). Disamping batasan harga minimal tersebut, rumah tunggal yang dapat dimiliki oleh orang asing dibatasi dengan ketentuan satu bidang tanah per orang per keluarga dengan tanah paling luas dua ribu meter persegi. Pemberian rumah tempat tinggal dapat diberikan dengan luas lebih dari dua ribu meter persegi dalam keadaan tertentu yang mempunyai dampak positif luar biasa terhadap ekonomi dengan izin Menteri.

Rumah tempat tinggal yang dimiliki oleh orang asing termasuk rumah tunggal dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Lebih lanjut, dalam hal orang asing yang memiliki rumah tunggal meninggal dunia, maka berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PP No. 103 Tahun 2015, rumah tunggal tersebut dapat diwariskan. Apabila ahli waris yang dimaksud merupakan orang asing, maka ahli waris tersebut harus memiliki izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.5.4 Teori Kepastian Hukum

Gustav Radbruch menyatakan bahwa “sesuatu yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”13, begitu pula hukum yang dibuat dengan tujuan tertentu. Tujuan hukum menurut O. Notohamidjojo adalah:

13 Muhammad Erwin, 2011, Filsafat Hukum: Refleksi Krisis Terhadap Hukum, PT. Raja

(38)

Melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat, melindungi lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat (dalam arti luas, yang mencakup lembaga-lembaga sosial di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan), atas dasar keadilan untuk mencapai keseimbangan serta damai dan kesejahteraan umum (bonum commune).14

Adapun tujuan hukum yang utama sesungguhnya ada tiga, yaitu: adanya keadilan untuk keseimbangan, kepastian untuk ketetapan dan kemanfaatan untuk kebahagiaan.

Dalam menciptakan suatu kepastian hukum diperlukan suatu peraturan umum atau kaidah umum yang berlaku secara umum dan dibuat dalam bentuk tertulis. Hal ini dilakukan agar tercipta suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat luas dan ditegakan serta dilaksanakan dengan tegas.15

Menurut Peter Mahmud Marzuki, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu:

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan negara terhadap individu.16

14 O. Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum, BPK, Jakarta, hal. 80.

15 Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, (selanjutnya disebut

Soerjono Soekanto I), hal. 15.

(39)

Secara normatif, kepastian hukum tercipta manakala suatu peraturan dibuat dan diundangkan dengan ketentuan yang jelas dan logis, dalam artian tidak terdapat kekaburan norma yang menimbulkan keragu-raguan dan tidak menimbulkan konflik norma antara aturan yang satu dengan aturan yang lain. Kepastian hukum mengandung makna bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan harus mampu menjamin kepastian.

Teori ini digunakan dalam penelitian sehubungan dengan adanya konflik norma yang terjadi mengenai jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Konflik norma yang terjadi tentu akan berimplikasi pada adanya ketidakpastian hukum terhadap aturan mana yang seharusnya dijadikan pedoman atau digunakan. Di satu sisi PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa jangka waktu hak pakai atas hak milik oleh orang asing adalah dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang, namun di sisi lain dalam PP No. 103 Tahun 2015, jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik dinyatakan lebih lama dan bahkan dapat diperpanjang. Kehadiran teori ini diharapkan mampu memberikan masukan dalam penelitian guna memenuhi kepastian hukum sebagai tujuan hukum yang dicita-citakan.

1.5.5 Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan berbagai bentuk peraturan hukum tertulis yang memiliki kekuatan mengikat secara umum dan dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang untuk itu.

(40)

Pembentukan peraturan perundang-undangan pada hakikatnya ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku keluar dan bersifat umum dalam arti yang luas.17 Teori pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menurut L. Fuller setidak-tidaknya harus menghindari delapan hal yang olehnya disebut delapan hal yang fatal, yakni:

a. Failure to establish rules at all, leading to absolute uncertainty. b. Failure to make rule public to those required to observe them. c. Improper use of retroactive law making.

d. Failure to make comprehensible rules. e. Making rules which contradict each other.

f. Making rules which impose requirements with which complience is impossible.

g. Changing rule so frequently……..

h. Discontinuity between…. … content and … … practice.18

Secara ideal pembentukan peraturan perundang-undangan menurut Widodo Ekatjahjana paling tidak dilandasi oleh tiga hal, yaitu19:

a. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik; b. Politik hukum nasional yang baik;

c. Sistem pengujian peraturan perundang-undangan yang memadai.

17 Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik

(Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan), Rajawali Pers, Jakarta, hal. 25.

18 H. M. Coubrey & N. D. White, 1996, Textbook on Jurisprudence, Blackstone Press

Limited, London, hal. 89.

19 Widodo Ekatjahjana, 2008, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Citra Aditya,

(41)

Lebih lanjut, sehubungan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, Van der Vlies membagi asas tersebut ke dalam asas formal dan asas materiil.

a. Asas Formal terdiri atas:

1. Asas kejelasan tujuan, mencakup ketetapan peraturan perundang- undangan dengan kebijakan pemerintah, tujuan khusus peraturan yang dibentuk, tujuan dari bagian yang akan dibentuk.

2. Asas kelembagaan/organ pembentuk yang tepat, menetapkan kejelasan organ yang menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut.

3. Asas perlunya pengaturan, menentukan alternatif maupun relevansi dibentuknya aturan untuk menyelesaikan permasalahan pemerintahan.

4. Asas dapat dilaksanakan, peraturan yang dibuat dapat ditegakan. 5. Asas kedayagunaan dan keberhasilgunaan,

6. Asas konsensus, kesepakatan rakyat untuk menaati aturan sebagai konskwensi ditetapkannya aturan.

b. Asas materiil terdiri atas :

1. Asas terminologi/sistematika yang benar, setiap peraturan dipahami oleh masyarakat.

2. Asas pelaksanaan yang sama dalam hukum, hal ini untuk memberikan keadilan dalam praktik pelayanan dan penegakan hukum.

3. Asas kepastian hukum, peraturan yang dibuat mengandung aspek konsistensi.

4. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual, memberikan penyelesaiaan khusus menyangkut kepentingan individual.20

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teori pembentukan peraturan perundang-undangan digunakan untuk mengkritisi kelemahan norma dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dua dari delapan hal yang harus dihindari dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menurut L. Fuller, yakni “Making rules which contradict each other “ dan “Failure to

20 Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, 2009, Cara Praktis Menyusun dan

Merancang Peraturan Daerah (Suatu Kajian Teoritis dan Praktis Disertai Manual) Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 34.

(42)

make comprehensible rules”, memiliki hubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yakni terkait dengan rumusan masalah pertama sehubungan dengan karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Adanya pengaturan jangka waktu yang berbeda diantara PP No. 40 Tahun 1996 dan PP No. 103 Tahun 2015 mencerminkan adanya kontradiksi antara peraturan pemerintah yang satu dengan yang lainnya. Tidak disertainya penjelasan ataupun pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik sebagai sesuatu yang baru, serta tidak jelasnya bentuk akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang digunakan dalam perpanjangan tersebut mencerminkan adanya kegagalan dalam membuat aturan yang mudah untuk dipahami. Disamping memiliki relevansi dengan rumusan masalah yang pertama, adanya kelemahan norma yang didasarkan pada teori ini juga diharapkan menjadi jalan untuk dapat ditemukannya cara-cara efektif sebagai upaya menjawab rumusan masalah kedua mengenai formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik.

1.5.6 Teori Hierarki Norma

Teori Hierarki Norma atau yang dikenal dengan sebutan Stufenbau Theory merupakan teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang. Kelsen menyatakan bahwa:

(43)

The unity of these norms is constituted by the fact that the creation of the norm-the lower one-is determined by another-the higher-the creation of which of determined by a still higher norm, and that this regressus is terminated by a highest, the basic norm which, being the supreme reason of validity of the whole legal order, constitutes its unity.21

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum tertinggi harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar. Semua hukum bersumber dari grundnorm (norma dasar), dan seluruh tata hukum positif harus berpedoman secara hierarki pada grundnorm.22

Bukanlah hal yang mustahil apabila diantara norma dalam suatu peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain terjadi suatu konflik. Apabila terjadi konflik misalnya antara dua undang-undang, akan berlaku secara konsisten asas-asas preferensi, yaitu: lex specialis derogate legi generalis, lex posterior derogate legi priori, lex superior derogate legi inferiori.23

a. Lex specialis derogate legi generalis

21 Hans Kelsen, 2009, General Theory of Law and State, Translated by Anders Wedberg,

Harvard University Printing Office Cambridge, Massachusetts, USA, hal. 124.

22 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Hage, 2013, Teori Hukum (Strategi

Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi), Genta Publishing, Yogyakarta, hal. 115.

23 Zainuddin Ali, 2009, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut

(44)

adalah suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.

b. Lex posterior derogate legi priori

adalah suatu peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama.

c. Lex superior derogate legi inferiori

adalah suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

Hubungan antara teori hieraki norma dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah untuk menjawab rumusan masalah pertama mengenai pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik. Dari teori ini akan dibahas pengaturan jangka waktu yang mana yang sesungguhnya berlaku diantara dua peraturan pemerintah sehubungan dengan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik, apakah PP No. 40 Tahun 1996 ataukah PP No. 103 Tahun 2015 dengan memperhatikan asas-asas preferensi, khususnya asas Lex specialis derogate legi generalis.

1.5.7 Teori Harmonisasi Hukum

Kata harmonisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai upaya mencari keselarasan.24 Dalam Bahasa Inggris, kata harmonisasi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator bagi seseorang yang memiliki kecerdasan emosional adalah adanya lima kemampuan yang melekat pada

ALD = adrenoleukodystrophia; ALS = amyotrophiás la- teralsclerosis; AMN = adrenomyeloneuropathia; AOA = ataxia, oculomotoros apraxia; COX = citokrómoxidáz; FXTAS = fragi- lis

1. Kecemasan keluarga pedagang pasar terhadap belajar daring di era covid- 19 di Desa arungkeke pallantikang Kab Jeneponto yakni, 1) Kurangnya pemahaman dan minat belajar

b) Melalui kerjasama Apex BPR, bank umum dan BPR diharapkan dapat saling bahu membahu dengan mengoptimalkan kekuatan dalam pembiayaan UMKM. Bank umum yang memiliki sumber

Suplementasi mineral S, P dan daun ubi kayu pada penggunaan daun sawit yang diamoniasi dalam ransum domba tidak mempengaruhi konsumsi ransum, tetapi dapat meningkatkan

Problem solving tipe Bransford ini memiliki keunggulan diantaranya menurut Kirkley (Wena, 2011: 91) menyimpulkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan

Bila ditanya tentang Sultan Mehmed II, umat Islam akan menggelengkan kepala, tapi ketika ditanya tentang Dracula mereka bisa memberikan penjelasan yang panjang