• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Penentuan Isi Kontrak (Upaya Memahami Spektrum Hak dan Kewajiban Para Pihak)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metode Penentuan Isi Kontrak (Upaya Memahami Spektrum Hak dan Kewajiban Para Pihak)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

APIl

K

K.r:,

r-crl<teristii<

Hukunr

P,.:i

il<crtcrrr

lnclonesicr

:

Menuiu

F'cr

n

i:cr

[rcr

i

ii(-,

n

fJul<um

Peril<..-rtrr

r-r

NcsionCII

a
(2)

rl

PROCEEDING

KONFERENSI NASIONAL

HUKUM

PERDATA

II

"Karakteristik

Hukum

Perikatan

Indonesia:

Merutyu

Pembaharuan

Ilukam

Perikatan

Nailonal"

(3)

PROCEEDING

KONFERENSI

NASIONAL

HUKUM

PERDATA

II

'

Karakteristik Hu

kum

Pei katan

Indonesia :

Menulu

Pembaha.ruan

Hukum

Perikatan

Naional"

Asosiasi Pengajar

Hukum

Keperdataan

dan Fakultas

Hukum

Universitas Udayana Denpasar 2015
(4)

PROCEEDING

Konferensi Nasional Hukum Perdata

ll

"Karakteristik Hukum Perikatan Indonesia:

Menuju

Pembaharuan Hukum Perikatan Nasional"

Perpustakaan Nasiona.l: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ISBN: 978-502-687 4-09-2 Copyright @ Maret, 2015 x + 488 :27crn X 29,7crn a Tim Penulis: M. Isnaeni R.A. Retno Murni

Ridwan tr(hairandy

Ahmadi Niru Herowati Poesoko Putu Sudarma Strmadi

Agus Yudha Flernoko

ABD Shornad Abdul Salam Agung Ahmad Sujatmiko, Dakhoir,

Celina Tri Siwi Kristiyanti Djumikasih

Etty Mulyati FifiJturita

Fiska Silvia Raden Roro Ghansham Anand Hanum Rahmaniar Helmi Hilda Yunita Sabrie

Rizki Amalia

I Wayan Wiryawan

I Ketut Markeling

I Made Deddy Priyanto

I Nyoman Dharmada Faizal Kurniawan Emi Agustin ladud Ahrbaltar Leonora bakarbessy Mardalena Hanilah Merry Tjoanda

Mudrtar A.H Labetubun

Hak Gpta dilindungi undang-trndang

All rights reserueil

Najib Imanullah Nancy S Haliwela

Ni Ketut Supasti Dharmawan Ida Ayu Sukihana

Anak Agurg Sri Indrawati

Nindyo Pramono Mokhamad Khoirul Huda Ninis Nugrahmi

Nurul Fibrianti Suhariningsih

Ratih Dheviana Puru Ilitaningtyas Wahyu Sasongko

Prawiha Thalib

Kukuh Leksono S. Aditya RA Retno Mumi

I Gusti Ayu Puspawati Raffles

Ratna Artha Windari

Rindia Fanny

Teng Berlianty Ronald Saija

Rudy Haposan Siahaan

Rudyanti Dorotea Tobing Sulistyandari

Teng Berlianty Agustina Balik

TriAndaiDd&r

Tri Handayani Yenny Eta Widyanti,

Yohanes Suhardin, Zatrry Vandawati Chumaida

Cooer: Dino Songgrha lrnando Lay Out: Komilio Sukmawati

Diterbitkan atas keriasama:

(5)

Kata

Pengantdr...

t

Yth.

I'ara

Kolega Asosiasi Pengajar

Hukum

Keperdataan dan Pembaca yang budiman,

Pr-rji

syukur kita

panjatkan ke

hadirat

Tuhan Yang

Maha

Esa, karena atas karunia-Nya

Prosiding

Seminar Konferensi Nasional

Hukum

Keperdataan

II

dapat

diterbitkan.

Seminar

dengan tema

"Karakteristik Hukum

Perikatan

Indonesia"

telah dilaksanakan pada tanggal 76-77 Aprll2015

di

Denpasar-Bali dengan bekerjasama antara Asosiasi Pengajar

Hukum

Keper-dataan (APHK) dan Fakultas Hukum Universitas Udayana. Berbagai artikel mengenai perikatan

di

Indonesia disajikan dalam konferensi tersebut dan dimuat clalam prosiding ini.

Sebagaimana diketahui bahwa hukum perdata di Indonesia berkarakter pluaralistik, dimana

terdapat tiga

hukum

sekaligus yang

hidup di

tengah-tengah masyarakat Indonesia dan diakui

keberadaannya oleh Negara, yaifu hukum adat, hukum Islam, dan hukum barat (bersumber dari

KUH Perdata). Dernikian pula halnya hukum perikatan sebagai salah satu bagian dalam

hukum

perdata di rnana ketiga hukum tersebut hidup dan berlaku di rnasyarakat. Konferensi ini berupaya

rnenghimpun pemikiran dan pandangan akademik mengenai fenomena pluralistik hukum per-ikatan yang ada di Indonesia yang dapat berlaku dengan harmonis serta diakui oleh Negara.

Pemi-kiran

dan pandangan akademik tersebut diharapkan menjadi salah satu bahan dalam upaya

menghasilkan

hukum

perdata dalam hal

ini

hukum

perikatan yang bercorak Indonesia.

Akhirnl,a,

kami yakin bahwa kumpulan artikel dari para anggota APHK dalam prosiding

ini

akan rnemberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan

ilmu hukum

khususnya

hukum perdata serta memajukan dan memberikan energi ke arah pembaharuan hukurn perdata nasional. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penye-lenggaraan konferensi hingga penerbitan prosiding

ini.

Selamat membaca dan semoga artikel-artikel yang tersaji dalam prosiding ini menggairahkan budaya akademik

di

kalangan anggota

APHK

dan menginspirasi pembaharuan

hukum

perdata nasional.

Denpasar,

April

2015

Ketua APHK, Prof.

Dr.

Y. Sogar Simamora, S.H.,

M.Hum.

(6)

Doftor

Isi

1.

PRINSIP SYARIAH

DAN

ADAT

DALAM

PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM

PERIKATAN

NASIONAL

INDONESIA (M. lsnaeni) -- 7

2.

PRINSIP

HUKUM

PERIKATAN

ADAT DALAM

SISTEM

HUKUM

PERIKATAN

NASIONAL

(R.A. Retno Murni) -- 7

3'

KEBEBASAN

BERK.NTRAK

DAN

PACT^

'UNT

SERVANDA

l,Rsus

IKTIKAD

BAIK:

SIKAP

YANG

HARUS

DIAMBIL

PENGADILAN

(Ridwan KhairandY) -- 13

4'PERKEMBANGANHUKUMPERLINDUNGANKONSUMEN

(Ahmadi

Miru)'-

34

5.

PERKEMBANGAN TANGGUNG GUGAT RISIKO

(Herowati Poesoko)

-

42

6.

PERSPEKTIF SEIARAH

HUKUM

MENGENAI

KEABSAHAN PERJANIIAN

(Putu Sudarma Sumadi)

-

52

7.

METODE

PENENTUAN ISI KONTRAK

(Upaya Memahami spektrum Hak dan Kewajiban

Para Pihak)

(Agtrs Yudha Hernoko)

-

59

8.

HARMONISASI

HUKUM DALAM

BISNIS SEPARO SYARIAH (I'AW HATMONiZAIiON iN

HAf

Sharia Business)

(Abd. Shomad)

-

70

g,

DOKTRIN

UN/UST ENR/CHMEN4 PERBANDINCAN

HUKUM

PERIANJIAN ANTARA

INDONESIA,

BELANDA, JERMAN

DAN

PERANCIS

(Abdul Salam)

-

75

10. LISENSI MEREK PRINSIP

HUKUM

KONTRAK

DALAM

PERJANJIAN (Agung Suiatmiko)

-

83

11.

BANK

ZAKNI:

GAGASAN,

TAIANAN, DAN

PENERAPAN

PENGELOLAAN ZAKAT

TERINTEGRASI

(Ahmad Dakhoir)

-

99

12. KEPASTIAN

HUKUM

KREDITUR PREFEREN PADA PERJANJIAN KREDIT DENGAN

IAMINAN

FIDUSIA

(Celinahi

Siwi KristiYanti)

-

11.0

13. URGENSI

I'ENYERAPAN

ASAS ILAHIYAH

DALAM HUKUM PER]ANIIAN

NASIONAT

INDONESIA

(Djumikasih)

--

720
(7)

14.

ASAS KESEIMBANGAN,

KEADILAN

DAN

KEWAJARAN

DALAM

PEMBUATAN

PERIANIIAN

KREDIT PERBANKAN

DENGAN NASABAH

PELAKU

USAHA

KECIL (Etty Mulyatil -- L35

15.

PEMBAHARUAN HUKUM KONTRAK

DI

INDONESIA DAN PERAN

UN/DROIT

PRINCIPL ES OF INIERN/4TI ON

AL

COMMERCI

AL

CON TRACT S (UPICC):BEBERAPA PROPOSAL PERLIBAHAN

(Fifi lunita)

-

1.44

16. PRINSIP SYARIAH

DALAM

IUAL-BELI DARING (ONIINE)

MELALUI

MEDIA IE]ARING SOSIAL

(Fiska Siloia Raden Roro)

-

75'l'

17. PERIKATAN ANTARA NOTARIS

DENGAN

PENGHADAP (KLTEN)

(Ghansham Anantl)

-

177

18.

KARAKTERISTIK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA BADAN

PENYELENGGARA

JAMINAN

SOSIAL (BP]S) KESEHATAN (Hanum Rahmaniar Helmi)

-

781'

i9.

KARAKTERIS'TIK

HUBUNGAN

HUKUM DALAM

ASURANSI IASARAHAR]A

TERHADAP

KLAIM

KORBAN

KECELAKAAN ANGKUTAN UMUM

(Hiltla Yunita Sabrie dan Rizky Atnalia)

--

1'88

20. PRINSIP TRI

HITA

K.ARANA

DALAM

KONTEKS

HUKUM

PERIKATAN INDONESIA

(l

Wayan Wiryawan,

I

Ketttt Markeling,

I

Made Dedy Priyatrto,

I

Nyomnn Darmadha)

--

199

21.

KARAKTERISTIK

PERIKATAN

PUBLIK

DALAM

KONTRAK

YANG

MELIBATKAN

PEMERINTAH SEBAGAI KONTRAKTAN

(Faizal Kurniawan, Erni Agustin, Rizky

Amaliil

-- 208

22.

IMPLIKASI PENGGUNAAN

PRINSIP

SYARIAH DALAM AKTIVITAS

EKONOMI

TERHADAP PENGEMBANGAN

HUKUM

EKONOMI

INDONESIA

(Lastuti Abubakar)

'-

277

23.

IDERA

SEBAGAI UPAYA

PEMULIHAN

ATAS

WANPRESTASI DEBITOT{

TERKAIT

TRANSAKSI OBIEK I'ESAWAT

UDARA

DALAM

KEPENTINGAN INTERNASTONAL

(Lconora Bakarbessy) -- 226

24. EKSISTENST ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

PADA

KONTRAK BAKU DALAM

PERIANIIAN

PEMBIAYAAN

(Mardalena Hanifuh) -- 234

25. PERKEMBANGAN PRINSIP KONSENSUALISME

DALAM

KONTRAK PENGADAAN

BARANG/]ASA PEMERINTAH

(Merry Tjoanda)

-

243

26. URGENSI GUGATAN WANPRESTASI

DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

SYARIAH

(Muchtar A H Labetubun)

-

251

27.

KLAUSUL

MINIMAL

YANG

HARUS

ADA DALAM

SEBUAH

KONTRAK

TERKAIT KEABSAHAN KONTRAI(

(Moch Najib lmanullah)

-

264

28, KECAKAPAN SUBIEK

HUKUM

DALAM

E-COMMERCE

DIKAITKAN

DENGAN KUH

I'ERDATA

DAN

UU NO.

11

TAHUN

2OO8 TENTANG INFORMASI

DAN

TRANSAKSI

ELEKTRONIK

(NancySHaliuela)-272

(8)

29.

PENGATURAN

PER]AN]IAN

LISENSI

BROADCASTING

RIGHT KARYA SIARAN

DALAM

PERSPEKTIF PERBANDINGAN

(Ni

Ketut Supasti Dharmawan,lda Ayu Sukihana, Annk Agung Sri lndrawatl -- 283

30.

PENYALAHGUNAAN KEADAAN

(M/SBRUIK

VAN OMSTANDIGHEDEN)

DALAM

PERJANJIAN ASURANSI

(Mokhamad Khoirul Lluda Ninis Nugraheni)

-

291

31. PENCIDERAAN

HAK

KONSUMEN

DALAM

PELAKSANAAN

AKAD

MURABAHAH

DENGAN WAKALAH

PADA PEMBIAYAAN SYARIAH (Nurul Fibrianti)

-

302

32. PRINSIP.PRINSIP

HUKUM ADAT

DALAM

PERIKATAN

DENGAN

OBYEK BERUPA

TANAH

(Suhariningsih) -- 309

33. PEMAKNAAN KEMBALI FRASE 'BATAL DEMI

HUKLIM" DALAM

PERJAN]IAN KERIA SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PERLINDUNGAN

HUKUM

BAGI PEKERJA

ANAK

(Ratih Dheuiana Punr Hitaningtyas)

-

3L5

34. ASAS KONSENSUALISME

DAN

KEBEBASAN BERKOTRAK

DALAM

TRANSAKSI

BISNIS: PELUANG

DAN

TANTANGAN DALAM

PENGATURAN

HUKUM

ABSTRAK (Wahyu Sasongko) -- 324

35. KEPAILITAN

DALAM

PERBANKAN SYARIAH (Prnwitra Thalib, Kukuh Leksono S. Aditya) -- 336

35. PERBUATAN

MELAWAN HUKUM

DALAM

KONTEKS ETIKA BISNIS (RARetno Murni,

I

Gusti Ayu Puspawati)

-

342

37. PROBLEMATIKA PEMUTUSAN SEPIHAK KONTRAK KERJA KONSTRUKSI (Raffleil

-

34e

38. ASAS FREEDOM OF CONTRACT DALAIvI TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE)

(Ratna ArthaWindari)

-

356

39.

TANGGUNG

IAWAB

PERUSAHAAN PELAYARAN DOMESTIK ATAS KERUGIAN

PEMILIK

MUARAN

DITINJAU

DARI

PERJANIIAN PENGANGKUTAN (KONOSEMEN)

(Rindia Fanny)

-

354

40. ARSITEKTUR KONTEMPORER ASAS KEBEBAS.qN BERKONTRAK DAI-AM PERJAN]IAN

BAKU

SEWA BELI BAGI KONSUMEN

(Ronald Saija, Teng Belianty) -- 374

41. KONSTRUKSI KLAUSULA ASURANSI

DALAM

KONTRAK PENGADAAN

BARANG/

]ASA

PEMERINTAH

DI

INDONESIA

(Ronald Saija)

-

389

42. PERJANIIAN KREDIT BANK DAI,.AM KERANGKA HUKTIM PERTKATAN

DI

INDONESIA (Rudy Haposan Siahaan) -- 407

43. KONSEP

PERIANJIAN

KREDIT

SINDIKASI YANG

BERASASKAN DEMOKRASI

EKONOMI

(Rudyanti Dorotea Tobing)

-

475

44. MENINJAU PASAL 1367 AYAT (2) KT.JHPERDATA TENTANG TANGGUNG JAWAB ORANC

TUA

DAN

WALI

( Sulistyanilari) -- 428

(9)

45. ASPEK

KEADILAN

DALAM

PEMBERLAKUAN BUNGA ANUITAS PADA PER]AN]IAN KREDIT

(Teng Berlianty, Agustina Balik)

-

435

45.

PELAKSANAAN PERIAN]IAN

SEWA

TANAH PEMAKAMAN

UMUM

DI

KOTA

SEMARANG

(Tii Andari Dahlan)

-

447

47. PERKEMBANGAN JASA

PERBANKAN

DAN

KAITANNYA DENGAN

PEMBARUAN

HUKUM

PERDATA (Tri Handayani)

-

451

48. PERLTNDUNGAN

HUKUM

TERHADAP KONSUMEN ATAS

PENIUALAN

KOSMETIK

PALSU SECARA ONLINE

(Yenny EtaWidyantt -- 453

49. PERIAN]IAN KEMITRAAN ANTARA PEMERINTAH DE}.IGAN MASYARAKAT (PEMDA

DKI IAKARTA

DENGAN ASOSIASI PEDAGANG

KAKI

LIMA)

(Yohanes

hrhardid

-- 468

50. TANGGUNG IAWAB PERUSAHAAN ASURANSI

DARI

ASPEK

HUKUM

PERIKATAN TERHADAP KORBAN JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA

QZ

8501

(Zahry Vandawati Chumaida)'- 475

51.

HUKUM

PERIKATAN INDONESIA

DALAM

KANCAH

KONTRAK DAGANG

INTERNASIONAL

(Nindyo Pramono)'- 485

(10)

METODE

PENENTUAN

ISI

KONTRAK

Apaya

Memahami spektrum

Hak

dan

Kewajiban

para

pihak)

Agus Yudha Hernoko*

A.

Latar Belakang dan Rumusan Masalah

p rihne dan aktifitas

hidup

manusia

untuk

mempertahankan eksistensiny a,,sun)iue,,),

lingkupinya,

khususnya

hukum

kontrak

oeople). Bukankah mulai dari rnakan, minum, sandang,

Pangan, PaPa& hansportasi dan lain-lain diperoleh dan difasilitasi melalui wadah kontrak. ,,Belide

it or not", ... contract is daily actiaities in the social life.

Tidak berlebihan kiranya apabila fenomena maka adagium "setiap langkah bisnb adalah la yang tepat dalam menjelaskan aktualitas dina

harus diperhatikan para pihak yang berinteraksi

simpul

utama yang menghubungkan kepenti

menyadarinya, namun perlu diingat bahwa seti dasamya melakukan langkah-langkah hukum d

bisnis, aspek hukum tersebut termanifestasi dalam

dari suafu proses bisnis, yang sarat dmgan per

Kontrak pada dasamya sebuah formulasi penuangan proses bisnis ke dalam format hukum

yang dikonstruksikan secara komprehensif. Oleh karena itu keberhasilan dalam bisnis antara lain

juga akan ditentukan oleh stmktur atau

bgsunan

kontrak yang

di

buat oleh para pihak.

Tentu-nya sebagai suafu Proses, kontrak yang ideal seharusnya mampu mewadahi pertutaran

kepen-tingan para pihak secara

fair

dan

adil

(proporsional).

-

Persepektifp

aratkansebuah

kereta api

hanya

n

rel yang

ber_

fungsi sebagai

la

di

tujuan akhir

(11)

para

pihak

akan termanifestasi dengan baik apabil.r men'rperhatikan aspek kontraktttal yang membingkai aktifitas bisnis tersebut. Dengan dernikian lcontrak sebagai ir-rstrumen pertukaran hak dan kewajiban para pihak diharapkan dapat berlangsung dengan baik, Jair dan proporsional

sesuai kesepakatan para pihak. Atrrran main pertukaran ini nrenjadi domain para pihak, kecuali dalam batas-batas tertentu muncul intervensi, antara lain, baik dari trrdang-undang yang bersifat memaksa maupun

dari

otoritas tertentu (hakim). Nzrrnur.r si tat interverrsi

ini

lebih ditujtrkan

untuk

menjaga proses pertukaran hak dan kewajiban berlangsung secara fair.

Dinamika bisnis dengan pasang surubnya, juga berakibat pada keberlangsungan hubungarr

kontraktual para pihak. Apa yang diproyeksikan lancar, untung, memnaskan, prospek bisnis cerah kadangkala dapat berubah merugi dan memutus hubungan bisnis para pihak. "Sialtn yang

dnpat memastikan hujan esok hari", demikian

pula

dengan kontrak. Para kontraktan senantiasa

berharap kontraknya berakhir dengan "hoppy ending", namun tidak menutup kemungkinan kontrak dimaksud menemui hambatan bahkan bemjung pada kegagalan kontrak. Kegagalan kontrak

yang bermuara pada sengketa acapkali bersumber pada berbagai macam penyebab, antara lain wanprestasi yang banyak dijumpai dalam praktik pengadilan. Problematika wanprestasi pada dasarnya tida,k dapat dilepaskan dari konteks isi kontrak yang menjacli dasar pertukaran

keperr-tingan dalam hubungan kontraktr.ral dimaksud. Manakala isi kontrak tidak dapat dikonstmksi

dengan tepat dalam rumusan klausula kontraknya,

tidak

terinterpretasi dengan tepat serta

sistematis maka pelaksanaan kontrak niscaya akan terkendala (i.c. wanprestasi) bahkan bermuartr

pada bubar atau putusnya hubungan

kontraktual

tersebut.

Untuk

itu

dalam diskusi

ini

saya mencoba menyajikan sebuah isu sederhana namrur tetap penting dan membufuhkan pemahaman yang komprehensif terhadtrp bangunan asas-asas hukum

kontrak,

dengan harapan agar mampu menangkap hakikat atau

nilai

substantif atas kasus-kasus kontrak yang timbul serta penggunaan metode yang tepat dalam penyelesaiannva. Isu

lrukum tersebut terkait dengan "Metode Penenfuan

isi

Kontrak (Uyaya Memahani Spektnnn

Hak

ilan Kewajiban Para

Pihak)",

sebagai instrumen penting

untuk

memaharni, menata serta

menyelesaikan problematika kontrak.

B.

Hakikat Isi

Kontrak

Sebelum masuk pada pembahasan isi kcntrak, beberapa ilustrasi berikut

ini

mencoba

meng-gambarkan problematika isi

kcntrak

dalam berbagai variannya. Ilustrasi Kasus 1:

-

Para pihak mempermasalahkan pengertian "lantni sntu atau leoel satu" dalam perjanjian seu,a

menyewa stand di pusat perbelanjaary karena pelaksanaan prestasi ditolak oleh pihak petryewa dengan mendalilkan "lantai satu alau leoel sntu" adalah bagian yang sama dengan rata jalan (ground

floor)

sedang pihak yang menyewakan berdalih bahwa "lantai satu atau larcl satu"

adalalr bagian yang berada di atas rata jalan (ground floor). Apa makna "luntai sntu atau letel sfrtu", apa kriterianya apa akibat hukumnya apabila tidak terdapat

titik

temu di antara para pihak terkait pelaksanaan atau pemenuhan prestasi dimaksud, serta apa upaya penyelesaian

hukumnya? Ilustrasi Kasus 2:

A

:

"Kirimkan

saya satu ayam lagi,

temyata

ayarn kemarin kurang hanga/'

B

:

"Mau

ayam lokal atau impor. Ada dari Rusia, Cina dan Thailand."

A

: "C-oba yang.lokaf duhr aia"

B

: "OK. Ayam lokal, mau ayarm kampung atau ayam kampus ?"

Apa yang dimakzud dengan kata "ayam" dalam konteks transaksi

di

atas? Apakah para pihak

harus

tunduk

pada pengertian/peristilahan umum yang berlaku dimasyarakat atau para pihak

bebas menentukan pengertiarVperistilahan yang secara eksklusif disepakati oleh mereka?

Ilustrasi Kazus 3:

-

Dalam perianiian

jual beli

secara angsuran, seandainya

tidak diahrr

tentang mekatrisme/ tata cara pembayaran harus djlakukan dimana,

di

tempat pihak penjual atau pihak pembeli, temyata

di

kemudian hari hal

ini

menimbulkan perrnasalahan tentang."siapa yang wajib
(12)

bcrprestasi" apakah pcnjual yang datang menag,ih kepada pembeli atau sebaliknya pcmbcli

yantrl datang kcpada penjual untuk memcnuhi kcwajiban pembayaran tcrscbut?

Ilustrasi kasus tcrsebut di atas masih dapat dikembangkan dengan bcrbagai macam Pcrtanyaan,

serta varian-varian kasr.rs yang bcrbeda, namun sattr hal yang mcndasar dan

krusial

adalah menemukan scrta mt:ncntukan isi kontrak yang discpakati para pihak. Bukan hal yang muclah, namun juga bukan hal yang mustahil apabila dipahami dcngan mctode serta sistcmatika

bcrpikir

yang beranjak pada basis nalar hukum kontrak.

Apa yang dimaksud dcngan isi kontrak hendaknya dibcdakan dcngan causa (tujuan) kontrak.

Causa kontrak diartikan scbagai tujuan bcrsama yang hcndak dicapaipara pihak dalam hubungan

kontraktual yarrg mcreka

buat

(vide Pasal 1320 BW syarat 4

jis.

Pasal 1335

dan

1337 BW). Sementararjtu terkait dengan pcmahaman isi kontrak,,berhubunghn.dengan pcncntuan sifat serta luasnya hak dan kcwajiban yang timbul dari hubungan konhaktual para pihak (i.c. tcrkait dengan substansi hak dan kewajiban yang saling dipertukarkan oleh para pihak).t

Niewenhuis berpcndapat bahwa untuk mengetahui sifat seita luasnya hak clan kewajiban

yang

timbul dari

hubungan kontraktual,

pcrlu

diperhatikan_dua aspek utama, yaitu:2

a.

Interpretasi (pcnafsiran; uitleg) lcrhadap sifat scrta luasnya hak dan kcwajiban konlraktua!, dan

b.

Faktor-(aktor yang, bcrpcngaruh terhadap sifat scrta luasnya hak dan kcwajiban kontraktual,

meliputi:

(i)

t:aktor otonom (tcrkait daya mengikatnya kontrak)

(ii)Faktor hcleronott (iaktor-faktor yang bcrasal dari Iuar para pihak),

tcrdiri

dali:

-

Undang,-ttndang,

-

Kebiasaa

n

(gcbruik),

-

Syarat yang biasa dipcrjanjikan (beslartdig gebruikeliik beding), dan

-

Kepatutan (billijkheid\.

I,emikiran Niewenhuis di atas, sebenamya dapat ditelusuri dari sumbcr I'asal 1339 tsW yang menyatakan bahwa, "kontrak tidak hanya mengikat untuk hal-hal ydng secara tegas dinyatakat di

dalnrnnyn, tetnpi juga untuk segala sesuat" Vang menl.rul sifat kontrak, diharuskan oleh kepatulan,

kebiasaan, dan trttdang-undnng."3 Rumusan tcrscbut sccara tcgas mcngatur bahwa sclain kctcrikatan kontraktual yang, bcrsumbcr dari kcscpakatan para pihak (faktor otonom), juga pcrlu clipcrhatikan faktor-faktor lain ([aktor hetcronom). IIal ini'mcngingat kontrak yang dibuat para pihak kadang-kala hanya

mcngatrr

hal-hal yang bcrsifat pokok, sehingga ketika muncul pcrmasalahan dalam pelaksanaan kontrak iclah diantisipasi melalui pcnr:rapan faktor hetcronom.

I)cngan dcnril<ian dapat ditarik kcs;impulan balrwa faktor yang mcnentukan

isi

kontrak

adalah kchcndak para pihak scbagai faktor primcr (oLonom), scrta faktor-faktor lain (hctcronom) mcjlipuli: kebias:ran, r,r r.rdang-undang, kcpatuLan dan kcadilan.

C.

Interpretasi

lsi

Kontrak: Upaya untuk menemukon makna yang hakiki

Menurut

I'aul

Scholtenuntuk memahami scbuah teks undang-undang, kclntrak mauPun dokumen-dokumcn bisnis kiranya perlu untuk mclakukan interpretasi dcngan baik.

Menurut-I Agus Yudha llcrnoko, Hukunr Perjonjint Asos Proporsionolitos Dolnm Kontrnk Komcrsinl, Cct. IV- Koncana Prcnada

Media Group, (Jakarta 2O14) 225

2

J'H..Niewenhuis, lrokttk-Pokok tlukum Penkdtnt n Saragih), Surabaya, 1985,37-45.'l'crkait isi kotrtrak, kopustakaan hukum kontrak mcmbaginya da tu: (a). unsirr cscnsialia, mcrupitkan unsur yang mutlak harus ada dalam suatu kontrak. Misal: dalani' barang dan harga tncrupakan unsur csctrsialia

dalam perjanjian tersebut. (b).

pcr.qturan yang bersr[at rncrrg uns'ur accidentalia, mcrtrpakan

. ludl .ueli rumqh bcsert;: pt:raht ,50; J.Satrio, Ilukurn l)crianjian

.. iSubstansi I'asal 1339 IIW tclscbtrt di ataspada prinsip

f Rcchts

., I by thq

r 6f rdir

I j fat kontrak, undang-undang, kebiasaan, kclayakan dan kepatutan).

- ,.r,a.'!;

(13)

n/a

Lrndclng-LrndanB tidak selalu jclas, tidak mungkin undang-r-rndang mcmbcrikan pcnycle-saian bagi 100.1 persoalan yang diajukan kepadanya dengan scmudah itu. Dengan clcmikian

adalah scbuah arogansi atau kekhilafan yang dilakukan olch pihak-pihak yang menyatakan bahwa kodifikasi r-rndang-undang telah mampu mcngakomodir .segala problema yang muncul

cli masyarakat, akibatnya mcrcka beranggapan bahwa intcrprctasi tidak pcrlu bahkan dilarang.

Scliap utrdang-r-rnciang; jr-rg,a yang paling baik dirumuskan sckalipun, mcmbutuhkan penafsiran.

I'}acla sctiap pt:nafsiran, kcadilan

itu

harus selalu dipcrhatikan dan dalam sctiap usaha untuk

mcnr"mukan hukrrm yang konkrit, keadilan adalah awal dan akhirnya.{

Vollmars mr:ngingaLkan pcntingnya interpretasi, mengingat bahasa yang dipcrgunakan cialam

unclang-undan11 tt:rmasuk kontrak, sulit untuk mcwujudkan pikiran-pikiran pcmbentuknya

se-hingga selalu muncul peristiwa-peristiwa baik seluruhnya maupun scbagian yang tidak masuk dalam Perumusannya. Mclalui interpretasi, menurut Vollmar6 kita mencari tujuan serta maksud

dari

kata-kata yang terdapat dalam undang-undang, schingga interpretasi

tidak lain

adalah

untuk

mcncmukan hukum (rechtsvinding).

I.si kontrak tcrutama ditcntukan oleh apa yang saling diperjanjrkan olch para pihak. Dcngan

mcnafsirkan Pom)/ataan-pcmyataan tertentu, dalam hal ini trntuk mcncntukan maknanya, akan

jclas tcrhad ap apa para pihak mcngikatkan diri. Mcngapa pcnafsiran dipcrlukan, fakta di lapangan

mt:mbr:rikan pclajaran bcrharga, bctapa banyak scngkcta (i.c. scngketa komersial) justrtr muncul

kctika pclaksanaan kontrak. Scngkcta ini bcrawal manakala para pih.ak mcmpunyai pcngcrtian bcrbccla mcngt:nai pcrnyaLaan yang mercka pergunakan clalam kontrak. Mcmang pelaku bisnis sangat paham clt:ngan proscs bisnis yang mcreka lakukan, namlrn pada saat proscs bisnis tcrscbut dittrangkan dalam bahasa kontrak dan dirancang oleh mcreka yang tidak paham aspck-aspck

hukum

kontrak, clapat dipastikan kontrak terscbut membuka pcluang tcrjadinya scngkcla.

Vicnyikapi koncljsi tcrscbut di atas, perlu diperhatikan faktor-faktor apa saja yang mcncntu-kan rnakna pcrnyataan-pcrnyataan yang diungkapmcncntu-kan dalam hubungan kontraktual para pihak. Ada dua kcmungkinan yang dapat dijadikan landasan dalam menentukan makna

pcrnyataan-pcrnvataan tcrsebut, yaitu:

a.

Maksud yang melandasi pemyataan, dan

b.

lslilah-istilah yang digunakan dalam pernyataan.

Instrumcn penting

untuk

mcnemukan makna pcrnyataan-pernyat'aan dalam hubungan

kontraktual para pihak, adalah mclalui "interpretasi". Interpretasi merupakan scbuah metode untuk

mtlncari atatt mcncmukan makna yang hakiki (sesungguhnya) dari suatu ketcntuan, peraturan, pt:rnyataan clan lain-lain. I)cndck kata interprctasi bcrtuju an"mencnriyang tersiral dariynng lersural", namLrn LrPayil ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan sctiap orang, terlebih mereka yang awam hukum. Mcnurut Corbin,T interpretasi kontrak adalah proscs di mana scscorang mcmberikan makna tcrhadap .suatu simbol dari ekspresi yang digunakan olch orang lain (baik bcrupa bahasa

oral, tulisan maLrplrn pcrbr"ratan). Interpretasi kontrak

ini

harus dibcdakan dcngan konstrtrksi

kontrak.

I)ada kontrak yang senantiasa dimulai dengan intcrpretasi bahasa yang digunakan (gramatikal), p.ost:s intcrprctasi berhcnti manakala sampai pada pencntuan hubungan hukum diantara para pihak.

Mcnurut

A. Joanne Kellermann,8 penafsiran kontrak adalah pcnentuan makna yang harus ditetapkan dari pcmyataan-pcrnyataan yang dibuat olch para pihak dalam

kontrak dan akibat hukum yang timbul karenanya. I)engan demikian pemahaman komprchcnsif tcrhadap substansi kontrak sangat tergantung pada kemampuan dan penguasaan metode

intcr-pretasi, dan tentunya hal ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memang professional di bidangnya (i.c. para yuris).

Intcrpretasi scbagai suatu metode

untuk

menemnkan pemahaman yang

utuh

dan padu,

bukanlah mcrupakan langkah mudah dan sederhana, namun lebih dari

itu

dibutuhkan

pema-a Paul Scholten, Mr. C. Asser L!ondleicling'Ibt De Beoefening ztnn IIct

Netlerlnntlsch Burgertijk ll,echt: Algentccn Dcel,

(tcrjemahan Siti Socmarti Ilartono), Cet. II, (Gadjah Mada University Press Yogyakarta 1993) 3-4.

5

FI.l'^.n. Vollmar, Pengonlor Stutli Llukum Podoln lititl I, Cet. II, Raiawali, Jakarta, 1992,h. 15.

6Il.lr.A. Vollmar, llnknm Buulo Meiunrl KIJH Pertlotn, (terjemahan Chidir Ali), ('tarsito, Bandung 7990) 77.

7 Ridwan Khairandy. Ilkotl llnik

ilalanr Kebebasan Berklntrnk, FH IJI: Pascasar1ana,2003,277.

8 tbid.

(14)

haman komprehensif dan integratif terhadap konteks pemyataan, ketentuan atau aturan di-maksud. Dengan demikian proses menafsirkan bukanlah sekedar memaknai secara harfiah

gramatikal, namun lebih dari

itu

pemahaman pada konteksnya dan berujung pada suatu

kon-klusi yang tepat dan valid.

Prosedur sederhana yang dapat dijadikan pedoman unfuk menafsirkan pernyataan-pernyataan

para pihak, terkait "maksud" maupun "peristilahan" yurgdipergunakan, adalah sebagaiberikuhe

a.

Pertama, gambaran para pihak berkenaan dengan hak dan kewajiban, kata-kata dalam per-nyataan tidak penting. Berarti interpretasi didasarkan pada "maksud" para pihak mengenai penggunaaan istilah-istilah dalam kontrak yang mereka buat. Tidak menjadi masalah, apakah istilah tersebut dimaknai sebagaimana lazimnya di rnasyarakat atau tidak.

Disini

"maksud" para pihak merupakan manifestasi kebebasan berkontrak dalam menentukan makna ber-dasar istilah yang dipergunakan, dan karenanya mengikat mereka;

b.

Kedua, apabila gambaran yang berkenaan dengan hak dan kelvajiban tidak dapat

ditunjuk-kan, artinya para pihak tidak sama pemahaman dan pengertian:rya terhadap "peristilahan" yang dipergunakan, maka pernyataan ditentukan oleh kepercayaan yang wajar

dari

per-nyataan tersebut. Kepercayaan yang wajar disini berarti menyerahkan penilajan makna

"per-istilahan" tersebut kepada

praktik

di

masyarakat-Berbeda dengan BW lama, termasuk BW lndonesia yang mengatur tentanpi interpretasi dalam

bagian khusus (Bagian Keempat, Tentarrg Penafsiran Perjaniian, Pasal 1342-1351 BW), maka NBW tidak lagi mengatur secara khusus. Penghapusan ketentuan interpretasi dalam NBW karena substansi pasal-pasal tentang interpretasi tersebut dianggap terlalu ulnum rLtrnusannya, sehingga maknanya menjadi tidak tepat dan sulit

untuk

diterapkan. Namun demikian menurut

Arthur

S. Hartkamp dan Marianne M.M. Tillema masih terdapat beberapa prinsip umurn terkait inter-pretasi kontrak yang diterima dalam

praktik

penerapan interpretasi

di

pengadilan Belanda.lo

D.

Faktor-Faktor Penentu

Isi

Kontrak: Faktor Otonom dan Faktor Heteronom

Faktor Otonom

Kontrak atau perjaniian obligatoir merupakan sarana utama bagi para

pihak untuk

men-ciptakan sendiri norrna-norma hukum yang akan menguasai tingkah laku mereka masing-masing.

Hak

dan kewajiban yang

timbul dari

kontrak ditentukan oleh aPa yang saling diperjanjikan (dipertukarkan) oleh para

pihak

melalui pernyataan-pemyataan mereka. Makna pernyataan tersebut, yang ditetapkan melalui interpretasi merupakan "faktor otonom" yang menentukan

hak dan kewajiban para pihak.rt

Faktor otonom atau dikenal dengan "otonomi para pihak" $tartij autononrie) merupakan faktor

utarna ata.r "faktor penentu primer"t2 dalam menentukan isi kontrak, artinya sifat serta luasnya hak dan kewajiban para pihak yang berkontrak dapat dilihat pada apa yang disepakati mereka.

Sebagai faktor penenlu primer, faktor otonom menempati hirarki atau umtan utama untuk

me-nentukan daya mengikatnya kontrak.

Landasan pemikiran bahwa faktor otonom merupakan faktor penentu

primer

yang ber-sumber pada

diri

para pihak, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1338 (1) BW, bahwa "semuA

perjanjianyang dibuat secara sahberlaku sebagai wtdang-rntdangbaginrcreknyang membuatnya. " Menurut

ke-tentuan Pasal1338 (1) BW suatu kontrak mempunyai daya mengikat, dengan syarat kontrak

itu

dibuat secara sah. artinya dalam pembentukannya hanrs mernpefiatikan syarat satrnya kcrrUak

dalam Pasal 1320 BW 1335 dan 1.337 BW. Dengan kata lain, kontrak yang dibuat secara sah

me-nurut

ketentuan Pasal 1320 BW 1335 dan 1.337 BW, mempunyai kekuatatr mengikat yang sama

e

J.H. Niewenhui+ Op.Cit., 38.

r0 Ridwan Khairandy, Op.Cit., 226. Menurut pendapat saya dalam banyak hal prinsippriruip umum tersebut pada dasamya

masih sebangun dengan model interpretasi dalam sistem BW Indonesia.

1r |.H. Niewenhuis, Op.Cit., 38.

r2 "Faktor penentu primer" (faktor otonom) merupakan faktor penentu dalam upaya mengetahui keterikatan kontraktual para pihak. Dalam sengketa kontrak, pembuktian serta pembenaran dalil-dalil para piha& pertama-tama dinilai pada 'opa yanE

dinyntokan para pihak dalam kontraknga' (otonomi para pihak; partij autonomie). Selanjutny4 apabila faktor otonom tidak mampu memberi jawaban penyelesaiannya, maka hakim wajib memperhatikan faktor sekundei (faktor heteronorn).

63

(15)

t

dengan undang-undang. Undang-undang yang dimaksudkan l'asal 1338 (1) BW adalah ketentuan tersebut mempunyai kualifikasi sebagaihukum yang bersifat memaksa bukan hukurn pelengkap. Lebih lanjut Pasal 1339 BW menyatakan bahwa, "kontrnk tidak hanya mengikat Lmtuk hnl-hal

yang secara tegas dinyatakan di dalntnnyn, tetapi juga untuk segala sesuntu yang menurut sifat kontrak,

diharuskan oleh kepatutan, kebiasnan dan undang-undang." Secara a-contrario muatan materi Pasal

1339 BW dapat disimpulkan telah memberi penegasan bahwa:

-

Pertama, kontrak itu mengikat para pihak karena para pihak secara tegas memperjanjikannya sesuai dengan otonomi para pihak (faktor otonom-faktor penentu primer);

-

Kedua, selain

itu

kekuatan mengikat kontrak juga didasarkan pada sifat kontrak, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang (faktor heteronom-faktor penentu subsidair).

Dengan menganalisis ketentuan Pasal 1338 (1) dan (2) BW serta Pasal 1339 BW kekuatan

mengikat kontrak memperoleh daya kerja yang menjangkau para pihak karena memang di-kehendaki oleh mereka. Konsekuensi

yuridis

kekuatan mengikatnya kontrak tersebut diakui

sebagai faktor penentu primer (bahkan setara dengan undang-undang), sehingga

tidak

dapat

dikesampingkan begitu saja oleh para pihak.

Hal ini

sebagaimana terdapat dalam rumLrsan Pasal 1338 (2) BW yang menyatakan bahwa, "kontrak itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan

kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan y{tng ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian, menurut Pasal 1338 (2) BW ciaya mengikatnya kontrak yang didasarkan pada otonomi para pihak diakui dan semakin dipertegas kekuatan berlakunya terhadap para pihak. Penarikan kembali kontrak yang telah dibuat oleh para pihak hanya dapat dilakukan melalui:

a.

Kesepakatan para pihak untuk menarik kembali apa yang telah disepakati; atau

b.

Undang-undang yang bersifat memaksa (duringend recht).

Bahkan apabila dianilisis secara mendalam temyata rumusan Pasal 1338 (3) BW yang me-nyatakan bahw+ "kontrak harus dilnkan*an dertgnn itikad baik" , jusiru dimaksudkan untuk

mem-berikan penegasan mengenai daya mengikatnya kontrak yang didasarkan pada otonomi para

pihak. Sehingga melalui intelpretasi yang sistematis-kcmprehensif terhadap muatan materi

Pasal L338 BW yang tersusun dalam tiga ayat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrak

merupakan Proses lrang saling terkait satu dengan lainnya dalam satu sistem, mulai dari

pem-bentukan kontrak sampai dengan pelaksanaan kontrak.

Faktor Heteronom

Kalatr faktor otonom bersumber dari diri para pihak sendiri Qtartij autortomie),

unitkbersama-sama menentukan sifat serta luasnya hak dan kewajiban para pihak, maka sebaliknya faktor

heteronom merupakan faktor yang bersumber dari luar para pihak. Faktor heteronom merupakan "faktor penentu subsidair"r3 yang menempati

hirarki

atau urutan setelah

faktor

otonom

untuk

menenhrkan daya mengikatnya kontrak.

Faktor heteronom yang merupakan faktor penentu subsidair untuk mmentukan daya meng-ikabrya suahr kontrak dapat diteluzuri pada rumusan Pasal 1339 BW yang menempatkan sifat kontrak, kepatutary kebiasaan dan undang-undang sebagai elemen-elemennya. Sementara

itu

pasal lain yang dapat dirujuk untuk mengelaborasi faktor heteronom dalam kontrak yaitu Pasal

1347 BW, yang menyatakaru " Syarat-syarat yang selalu diperjanji-kan merutrutkebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam kontrak, walaupun tidak dengan tegas dimasulcknn dalam kontral(' . Rumusan Pasal

1347 BW

ini te*ait

dengan syarat-syarat yang biasa diperianiikan (batandig gebruikcliik beding)

yang juga berhubungan dengan sifat

kontrak

sebagaimana yang dimaksud Pasal L339 BW.

Oleh karma itu tepatkiranya, apabila kedua pasal tersebut ditempatkan sebagai faktor heteronom

(faktor penentu subsidair) yang menenhrkan daya mengikatnya suatu kontrak.

Dengan demikian apabila memperhatikan rumusan Pasal 1339

BW

dan'1,347 BW, maka

faktor heteronom yang merupakan faktor penentu sub-sidair

untuk

menentukan daya

meng-ikahrya suatu kontrak,

terdiri

dari:

13 "Faktor penentu srbsidair" (faktor yang munorl di luat apa yang ditegaskan para pihak dalam kor,traknya),

faktor penentu berikutnya dalam upaya mengetahui keterikatan kontraktual para pihak. Faktor peoentu subsidair

apabila faktor otonom tidak mampu memberi iawaban penyelesaiannya.

merupakan

'ini munorl

(16)

a

(1)

Syarat yang biasa diperjanjikan (bestandig gebruikelijk beding);

(2) Kepatutan;

(3) Kebiasaan; dan

(4) Undang-undang.

pertanyaan

kritis

yang dapat diajukan terhadap

urutan

faktor heteronom

di

atas, apakah

urutan ini menunjukkan hirarki berlakunya elemen-elemen tersebut dalam menilai daya

meng-ikatnya kontrak?

Artinya,

apakah syarat yang biasa diperjanjikan (bestcndig gebruikeliik beding)

lebih unggul dibandingkan kepatutan, kepatutan lebih unggul dibandingkan kebiasaan, demikian seterusnya, atau

ini

sekedar penempatannya saja.

Untuk

itu

akan dibahas masing-masing elemen dalam uraian berikut.

Undang-Undang

Ketentuan

hukum

yang mengafur bidang keperdataan, khususnya

hukum

kontrak, lebih

banyak dicirikan dengan sifatnya yang mengatur dan melengkapi(regelend redtt; aanaullend recht). Sebagairnana diketahui, materi muatan Buku LII BW (Tentang Perikatan) didominasi aturan

yang bersifat menambah atau melengkapi.

Hal

itu

sejalan dengan sifat terbuka

buku trI

yang

menganut azas kebebasan berkontrak (otonomi para pihak). Yang dimaksud dengan aturan

yang be.sifat menambah atau melengkapi (nnnaullend recht)

dicirikan

dengan sifatnya yang

subsiaul.. Sifat subsidair

ini

dimaksudkan

untuk

memberikan

"jalan

keluar"

melengkapi

hubungar-r kontraktual para pihak apabila mereka

tidak

mengahrmya.

Namun demikian, tidak dapat disimpulkan bahwa seluruh ketentuan Buku

III

BW bersifat menambah atau melengkapi (aanaullend recht). Ada beberapa pasal dalam Buku

III

BW yang

materi

muatannya bersifat memaksa, antara lain Pasal 1320, 1335, 7337 dan 1339 BW. Melalui

aturan yang bersifat memaksa tersebut, undang-undang mernbatasi otonomi para pihak. Artinya,

dalam mencipta hubungan kontraktualnya, pata

pihak

tidak dapat rnengesamPingkan aturan

hukum

yang bersifat rnemaksa.

Dengan demikian, meskipun undang-undang merupakan faktor heteronom terkait dengan daya mengikatnya kontrak, namun mempunyai pengaruh terhadap eksistensi kontrak dalam

dua aspeh vaitu:

a.

Undang-undang bersifat memaksa (dwingenil recht)

Terhadap ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa, otonomi para

pihak

(faktor

otonorn) harus tunduk. Ketentuan tersebut tidak dapat disimpangi para pihak dengan cara

a1)a pun. Pelanggaran terhadap ketentuan

ini

akan membawa konsekuensi pada batabrya

kontrak yang dibuat Para Pihak.

Pcrr-rbatasan otonomi para pihak oleh undang-undang yang bersifat memaksa diclasarkan

pada berbagai motif, misal Pasal23 AB (Algemene Bepalingenl memberikan kekuatan memaksa kepada semua undang-undang yang berhubungan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Derlikian

hal dengan beberapa substansi Buku

III

BW, antara lain Pasal 1,667 BW membatasi

kemungkinan penghibahan (sclrenking)yang dilakukan oleh orang yang terlalu murah hati

atau suka memberi (arijgnigheid), hanya sebatas barang yang sudah ada. Demikian pula

pasat 1601 huruf L yang memberikan perlindungan pada pihak yang secara ekonornis lemah

(buruh)

terhadap dorninasi majikan-l4

b.

Undang-undang bersifat menambah atau melengkapi (aanaullcnd recht)

Sesuai dengan sifabnya yangmenambal-r atau melengkapi, apabila berhadapan dengan'syarat

yang biasa cliperjanjikan' atau kebiasaan, maka undang-undang harus mengalah.

Virit,

dalam kontr:ak sewa menyewa, mengenai perbaikan kecil apabila para

pihak

tidak mengafurnya, maka Pasal 1583 BW menetapkan penyewa sebagai pihak yang harus ber-tanggung jawab. Demikian pula dalam kontrak

jual

beli, apabila tidak diperjanjikan maka

menurrt

Pasal7476 BW penyerahan barang menjadi tanggung jawab penjuaf sedang

PenS-ambilan barang menjadi tangung jawab pernbeli'

t+;.H. Niewenhuis, Op.Cit., 3.

(17)

Kebiasaan

Hubungan hukum yang terjalin antar anggota masyarakat terutanra diserahkan kepacla

para pihak serta praktik dan kebiasaan yang berlaku di antara mereka. Demikian ptrla, kontrak yang dibuat oleh para pihak tidak hany'a rnengikat unhrk apa yang telah mereka sepakati nrelainkan juga dipengaruhi aspek-aspek lain, i.c. kebiasaan, artinya kontrak

juga

nrengikat berdasarkan hrntutan kebiasaan. Pada aspek ini hubungan antara kebiasaan dan

hukum

memperoleh

pene-gasan Pasal 1339 BW yang menyatakan bahwa, "kontrak tidak lunya mengiknt untuk hal-hai

yrrg

secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segaln sesuntu yang menurti sifut kontrak, dihantskcm oleh lcepatutan, kebinsam dan undang-undang." (garis bawah oleh saya).

Kebiasaan bermakna cara atau tingkah laku yang umum

diikuti

dalarn pelaksanaan suatu jenis kontrak tertentu di dalam wilayah atau bidang usaha tertentu. Selanjutnya cara atatr tingkah

laku tersebut

diikuti

dalam praktik sebagai kewajiban hukum, tirtak

menjaii

soal apaka6 para

pihak bermakzud mengikuti kebiasaan tersebut (mengetahui atau tidak mengetahui

a.lanyi

ke-biasaan teisebut). Dengan demikiarl kebiasaan ditekankan pada garis tingk"ah

lak.

,Jalam

pe-Iaksanaan kontrak.rs

Menurut Scholteryt6 pada umumnya orang beranggapan, bahwa kata-kata

dari

suatu

ke-sanSSuPan harus ditafsirkan sedemikian rupa seperti yang 'dapat dan mungkin'r7 ciiterima oleh

orang kepada siapa kesanSsuPan itu ditujukan.

Bulanny,

up" yur,g dimaksud oleh orang

yalg

berjanji melainkan aPa yar.1 oleh orang

lain

itu

dapat

ut"o-...,gkin

dianggap dirnaksudkan

oleh orang yang berjanji

itu

(kriteria obyektif). Lebih

lanjut

ScholtenB me"n"plast ar-r,

arti

dari

kata-kata menurut percakapan sehari-hari menjadi pegangan, harapan-ha.rpun yang bersandar pada arti dari kata-kata

itu

harus dijadikan kenyataan. Melalui kebiasaan, luasnya

kewajiban-kewajiban yang

lahir

dari

suatu pernyataan dapat ditentukan dengan

-".,y"iidiki

luasnya jangkauan dari kata-kata yang dipergunakan. Setiap kontrak yu^g

*""r.,rrut hukum

merrgikat, dapat dilihat dari dua sudut pandang:

-

Pertama, menurut arti individualnya (apa yang dimaksudkan oleh yang berjanji?);

-

Kedua, menurut fungsi kemasyarakatannya (apakah sifat kontrak

ini

sebag

ai

gejala dalam

hubungan kemasyarakatan?).

Keduanya, baik menurut arti individualnya maupun fungsi kemasyarakatannya

bersama-sama menentukan isinya. Para pihak bebas unhrk mengatur rer,airi

^puyungmereka kehendaki,

akan tetapi sepanjang mereka tidak mengatumya, maka kontrak

dilam

kata-katanya akan dj-pahami menurut

arti

umum dari kontrak sejenis (kebiasaan).

t

menyangkut tingkah

laku

semua anggota masyarakat tetapi yang lehih sering adalah menyangkut tingkah laku

suatu kelompok tertentu (i.c.kelompok yang dipersatukan

ahaan). Daya mengikat kontrak yang bersumber dari

person-person di dalam lingkungan di mana ja berlaku,

hukum yang harus dipatuhi. Tanpa keyakinan umum ini, kebiasaan sebagai sumber hukum tidak akan

*"rnp,rr,yui

makna sama sekaii.

Misal kebiasaan

sebagaimand

n

perburuhan

(kontrak

kerja),

meskipun dalam kontrak tidak

ada

p"t"4u

membersihkan tempat

kerjanya, namun sudah menjadi

keb

ai

maica lazimnya pekeria

wijib

juga diahrr dalam keterrtuan pasal 1503 rj ann yan g diprjanjikan manurut ketnan4t u nnny a

n yang harus dilakulcon tidak dirumusknn dalant

h kebiasaan. (garis bawah oleh saya).

'5 Ibid., 41.

16 Paul Scholtm, Op.Cit.,

143-145. rz dmgan nrmikarrkan

pada kata 'dapnt dan murgkin'Sctrolten memberikan pedoman bahwa, daya mengikatnva kontrak menurut kebiasaan bersandlrkan pada kriteria obyek"tif.

,t lbid.

66

D Periksa A. Pitlo, Hukum

(18)

MenurutPitro,2odavamenciptakanhukumt:;::i:,nif

l"illlff

ffiPl:ill*:llil

a adalah sumber hukum yang harus dipatuhi' berarti aPa-aPa dan kehilangan fundamennya'

hukum

berlandasan pada geiala

yang

sama' yaihr kepercayaan massa, bahr,a demikianlah seharusnya' oleh karena

itu

kebiasaan tidak

ber-ada

di

bawah

,rr,a*g-rr,dang,

bahkan dalam

kondisi

tertentu, undang-undang sebaliknya harus mengalah Pada kebiasaan'

Syarat yang biasa diperianjik an (bestondig

gebruikeliik

beilingl

biasaan, sebagai berikut:

"kebiasaandapnt

dilukiskansbagaigais

anltan-peqaniian tertmtu telahbiasa uniuk

terus

h suatu

'

janiibahwa orang dalam membuat periani

Mencermatipendapatdiatasmengenai

ilpedoman

bahwa kebiasaan ditekankan pada garis t

diperjaniikan' n'syarat Yang

ki

lebih tinggi

ambah (aanaullend),kebiasaan mauPun kepatutan'

Kepatutan

MenurutRutte&2ameskipundemikianharusdiakuibahwakalauadapertentanganantara

sifat menambah dengan kebiasaan

atau'syarat

20 Ibid.

t4.

n tersebut sebagaimana dikutip oleh purwahid Patik, Dasar-Dasar blukum -Perikalan'

(Mandar

Maiu,

g. padu dasarirya

pJi;t":f ;;;";';;;;a*g;i

"p' vans dikemukakan Pitlo' scholten

dan |.

:-r;.H. Niewenhuis, Loc. Cit.

2.

J. Satrio, Op.Cit., 385.

(19)

pkali

disandingkan dengan

itikad

baik, artinya daya

ke.selarasan antara kepatutan dan itikad baik. pendapat

bcgril) antara Pasal 1338 (3) BW dan pasal 13gg BW,

dalarr pelaksanaan konhak tidak lain adalah

menafsir-kan

kontrak berdasar keadilan dan kepatutan.2s Dengan demikian

menurut

pitlo,26 terdapat

hubungan erat arrtara ajaran

itikad

baik dala

n

pelaksinaan kontrak dengan teod kepercnyur^ pada saat pembentukan kontrak.

Hoge Raad memperkuat pandangan adanya htrbr-rngan antara

itikad baik

clal

kepatutan tersebut melalui putusannya tanggal 9 Febrtrari 1923, NJ. 7923,h.6762? dan putusan tanggal

L1 Januari 7924,28 bahwa hakim setelah menguji berdasarkan kepatutan suatu

iontrut, t"..,|utu

tidak

irikad baik), maka

berar

susilaan.,, puhrsan

Hoge

-

an dalam pelaksa_

naan

kontrak'

Bahkan dalam

banyak

kasus, kepatutan (senantiasa)

dihubungkan

dengan "ketertiban Llmum dan kesusilaan", karena

for

uiasinya secara tepat

tidak

ada rumrrsannya. Sehingga dengan memperhatikan fungsi kepatutan tersebut di atas, maka dapat disimpuJkan hirarki

daya mengikatrya konhak yang bersumber kepah-rtan berada pada urutan- terbawah.2e

Dengan demikian, PeneraPan berbagai faktor yang menentukan claya mengikatnya kontrak (isi perjanjian) dapat ditentukan

menurut hirarki

atau

umtan,

sebagai

bcriklt:

o'

Pertann, isi kontrak ditenfukan berdasarkan faktor otonom (otonomi para pihak), kecuali apabila berhadapan dengan undang-unclang yang bersifat memaksa, maka'faktor otonom

harus mengalah.

b'

Kedua, isi perjanjian ditentukan berdasarkan faktor heteronom, dengan urutan:

(1 ) syarat yang biasa diperjanjika

n

(bestmdi g gebruikerij

k

beiting); (2) Kebiasaan;

(3)Undang-undang yang bersifat menambah atau melengkapi (aanaullend recht);

(4) Kepatutary dengan catatan apabila mengikuti pola pikir NBW30 maka kepatutan

tlitempat-kan secara sejajar dengan undang-undang

ying

bersifat memaksa.

E.

Penutup

Den

anjian) terhadap sifat serta luasnya

hak

dan

taiikan

daya ke4a perhrkaran hak

dan

kew

unfuk memahami kontrak, metode

Penentuan

i

si, faktor otonom, dan faktor heteronom), maka lebih

lanjut

dapa

pertukaran

hak

dan kewajiban dalam hubungan

kontraktual

6airness).

Daftar

Bacaan

Hemoko, Agus Yudha-, HufumPerjanjian Asos Proporsionalitas Dalam KontrakKomersial,Cet. Keenrpat

(Kencana Prenada Media

Group

Jakarta 2014)

Khairandy, Ridwan, Itikad Baik ilalam Kebebasan Berkontrak, FH UI: pascasarjana, 2003.

pelalaanaan Aontrak harus menurut itikad baik berarti perjanjian han:s <lilaksanakan gr-r billillhe_i9". lstilah tersebur disamakan dengan "nen,r*ttyurat-syarat budi dan

dilan". P.L. Werry, Perkembangan Hukum Tentan[ Iukad aaik di trietherl#d, ll,ercetakan

b Purwahid Pabilg Op.Gt.,

62. n P.L. Werry, Loc. Cit.

28 lbid.

(20)

Niewenhuis, J.H., Pokok-Pokok Hukum Perikatm, (Ieriemahan Diasadin Saragih), Surabaya, 1985.

Etlo, A., Hukum Pcrdata, alih bahasa M. Moerasa4 (InErmasa, Jakarta 7979)

Satrio, J., Hukum Perjanjian, (Citra

Aditya

Bakti, Bandung 1992).

Scholten, Paul,

Mr.

C. Asser Handlelding Tot De Beufening aan Het Nederlandsch Burgerlijk Recht:

Algemeen Deel, (terlemahan Siti Soemarti Hartono), Cet. II, (Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 1993)

Vollmar, H.F.A., Hukum Benda Menurut KUH Perdata, (terjemahan Chidir Ali), Tarsito, Bandung, 1990.

Pengantar Studi Hukwn Perdata lilid

t

Cet. n, (Rajawali,

lakafia

7992)

Werry, P.L., Perkembangan Hukum Tentang ltikad Ba* di Netherland, Percetakan Negara RI, Jakarta 1990).

(21)

?

c-HARMONISASI HUKUM DALAM

BISNIS

SEPARO

SYARIAH

LAW

HARMONIZATION

IN

IIALF

SHARIA

BUSINESS

Abd

Shomad'

A.

Introduction

National banking system recognize

two

types of bank,

which

are conventional bank and,

sharia bank2. Tradition

function

of bank

is

as intermediary

institution which

is accompanied also

by

other function such as social function

in

sharia banking field.

Pursuant

to

article

2law

no.21. year 2008 conceming Sharia Banking, Sharia Banking in conductilg business is based on Sharia Principle+ economic democracy, and prudential principle. Then,

in Article

3 stated

that

the objectives of Sharia baking is to support the implementation

of national clevelopment

in

the framework of improving justice, cooperation, and the people's

welfare equitable

distribution.

Furthermore,

Article 4

stated

that

The Sharia bank and UUS have the obligation to execute its functions to mobilize and distribute public func'ls. They may

conduct social functions

in

the

form

of

baitul mol

instifution,

receiving

fund

frorn

"zakat",

"infaq",

"shodaqoh",

grarrt,

or other

social

funds

and

distribute

it

to

a

"zakat"

managing organization. They also may raise social

fund originating from "waqaf"

money and

distrib-uted

it

to "waqaf" management (nazhir) according to the

will

of the "waqaf" (zoakifl donator. While those social function execution shall be according to the provisions of lalvs and regulations.

Pursuant to

Article 2 of BankingLaw,

Bank

is

a corporate

entity

mobilizing

funds

from

thepublicin

the forms

of

Deposits ahd channeling them

to

the public

in

the forms of Credit and/or other forms in

order to improve the

living

standards of the corunon people. As a finance institution, bank has

I Guru besar Fakultas Hukurn UNAIR

wtrich is based on

based on

Referensi

Dokumen terkait

Input Output.. 5 itu dijernihkan atau di ³SX rify atau FOHDQVLQJ´ Dihilangkan yang tidak sesuai dengan konsep Islam dan ditambah dengan konsep yang diwajibkan Islam. Dalam

capital), dan kemampuan pelaku pem- berdayaan terhadap tingkat keberdayaan masyarakat; dan 3) model pemberdayaan yang efektif adalah model yang memadukan dan

Memperhatikan identifikasi masalah yang ada, maka permasalahan yang diteliti dibatasi pada pengaruh penerapan metode pembelajaran Improve terhadap hasil belajar

tidak licin ketika hujan turun (gambar 9). Elemen lunak pada taman Pakal ini direpresentasikan oleh beberapa jenis tumbuhan bunga-bungaan yang memenuhi taman dan

Dalam membentuk matriks SWOT terdapat delapan (8) langkah yaitu : 1) membuat daftar peluang eksternal utama perusahaan, 2) membuat daftar ancaman utama perusahaan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sungai dilihat kualitas kimia air sungai, lama tinggal di aliran air Sungai Belumai, frekuensi kontak dengan air sungai serta

Apabila dalam penelitian lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) terdapat tunggakan/piutang retribusi atau piutang BLUD, dengan tanggal ketetapan

Oleh sebab ia merupakan norma yang tidak mandiri dan terikat dengan norma dalam Pasal 118 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, maka semestinya untuk memahami,