• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN EKSPLOITASI EKONOMI DISERTAI KEKERASAN (Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN EKSPLOITASI EKONOMI DISERTAI KEKERASAN (Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN

EKSPLOITASI EKONOMI DISERTAI KEKERASAN

(Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan

Anak dan Pemberdayaan Masyarakat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Program Studi Hukum Perdata Oleh:

HANNA UFILA NPM. 1506200617

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN EKSPLOITASI EKONOMI DISERTAI KEKERASAN (Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan

Pemberdayaan Masyarakat) Hanna Ufila

banyak temuan di lapangan yang memberikan deskripsi bahwa telah terjadi eksploitasi terhadap anak dalam bidang ekonomi yang disertai dengan kekerasan. Bentuk eksploitasi ekonomi itu misalnya anak disuruh menjadi pengamen, pengemis serta penjaja seks komersial. Semua bentuk eskploitasi ekonomi terhadap anak itu tentu saja melanggar UU Perlindungan Anak. Dalam kondisi seperti ini maka perlu kiranya peran Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Medan, untuk berperan secara aktif menanggulangi eksploitasi ekonomi yang dialami oleh anak-anak di Medan.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif dan menggunakan jenis penelitian yuridis empiris yaitu penggabungan atau pendekatan yuridis normatif dengan unsur-unsur empiris yang diambil data primer dengan melakukan wawancara dan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, dan juga penelitian ini mengelola data yang ada dengan menggunakanan alisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa 1) Bentuk pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi ekonomi di wilayah Medan dilakukan dengan penindakan hukum secara tegas terhadap pelaku. Peran serta masyarakat juga sangat diperlukan apakah dari orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, LSM, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha dan media massa yang pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2) Pemerintah menggalakkan partisipasi masyarakat yang di antaranya adalah melalui badan-badan sosial kemasyarakatan, baik dalam bentuk yayasan maupun dalam bentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) agar turut serta dalam meningkatkan aktivitasnya terhadap program perlindungan anak. 3) Kendala yang dihadapi dalam menangani masalah kekerasan dan eksploitasi ekonomi terhadap anak, yaitu: Program pemerintah dalam pemberian pendidikan gratis kepada orang tidak mampu merata, dan aparat penegak hukum dalam menerbitkan anak-anak tidak menyelesaikan pada akar masalah hanya melakukan tindakan kuratif tidak sampai pada preventifnya.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini guna memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan program studi pendidikan Strata I Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN EKSPLOITASI EKONOMI DISERTAI KEKERASAN (STUDI DI DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT )”

Dengan kemampuan yang masih terbatas, saya menyadari bahwa sepenuhnya Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna dan sederhana sekali sebagai suatu karya ilmiah. Hal ini adalah sebagai akibat dari keterbatasan waktu, ilmu, dan pengetahuan saya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini.

Selanjutnya pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungannya baik moril, materil, dan spiritual baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga memungkinkan saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dengan tulus saya mengucapkan terima kasih kepada :

(8)

1. Bapak Dr.Agussani SH,M.AP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Ida Hanifah. SH,M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ida Nadirah, SH, M.H selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum

4. Bapak Nurul Hakim S.Ag M.A selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan dan dorongan kepada saya dalam Tugas Akhir ini.

5. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf pegawai Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

6. Yang teristimewa kepada Kedua Orang Tua Saya, Bapak Alm. Lee H Lidan dan Darnisah yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan kasih sayang, doa, dukungan, semangat, serta kesabaran sehingga saya dapat menyelesaikan studi dengan baik.

7. Buat Kakak Saya Geulima Lee Lidan S.H dan Turin Azzarah Lee Lidan

S.Sos dan Juga Kepada Abang Saya Muhammad Ikral Lee Lidan.Saya ucapkan Terima Kasih atas dukungan, semangat dan doanya.

8. Buat teman baik Saya Bang Ridho dewa penolong, Rima meriah, Kak May, Kak Mia, Fadhly sporing, Kak Sari, Ane, Bela mustafa, Kanik, Kamon, Bela sugigi, Wiranda, Dinda tali, Putri anjasmara, Kak yopi lantam, Kak rani, Kak ecy, Ceci gila , Septian gigik, Uni kantin beserta pegawai dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu per-satu

(9)

yang telah mendukung dan banyak membantu menyemangati Saya dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini.

9. Buat teman-teman seperjuangan Saya di Program Studi Ilmu Hukum. Anggun, Dini, Adde, Sutan, Arif , Denny , Denny pungo, Olak, Nidya, Atika, Farida, Nesya, Widya, Sefty, Yuri, Mungek, Banu, Cekel, Bang parning, Uci, Bang hamka, Bang rahmad, Ilham sukron, Bang ikhsan, Fatima (time), Kiki, Guruh, Anjas, Lelek, Firhan, Bagong dan masih banyak lagi.

Akhir kata, besar harapan saya semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan pembaca sekalian.

Medan, Maret

2019 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Lembaran Pendaftaran Ujian... Lembaran Berita Acara Ujian ... Lembar Persetujuan Pembimbing ... Pernyataan Keaslian ... Abstrak ... i Kata Pengantar ... ii Daftar Isi... v Bab I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 1. Rumusan Masalah ... 5 2. Manfaat Penelitian ... 6 B. Tujuan Penelitian... 7 C. Definisi Operasional ... 7 D. Keaslian Penelitian ... 9 E. Metode Penelitian ... 9

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 10

2. Sifat Penelitian ... 10

3. Sumber Data ... 10

4. Alat Pengumpul Data ... 11

(11)

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perlindungan Hukum Terhadap Anak... 13 B. Anak dalam berbagai perpektif ... 17 C. Kajian Tentang Eksploitasi Ekonomi ... 26 Bab III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi

Disertai Kekerasan ... 31

B. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Permasalahan Anak Yang

Menjadi Korban Kekerasan Dan Eksploitasi Ekonomi... 45

C. Kendala Yang Dihadapi Dalam Menangani Masalah Kekerasan

Dan Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak ... 57 Bab IV : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 72 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di tangan anak-anaklah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan. Adapun hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak.

Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.

Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Masyarakat sangat berkepentingan, bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. Kualitas pembangunan dan penegakan hukum yang

(13)

dituntut masyarakat saat ini bukan sekadar kualitas formal, melainkan adalah kualitas materil/substansial.1

Diantaranya ayat-ayat yang menyatakan bahwa anak-anak itu adalah perhiasan dunia. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:

فهكلا{ اَيْنُّدلا ِةاَيَحْلا ُتَنيِز َنىُنَبْلاَو ُلاَمْلا Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia” (QS. Al

Kahfi: 46).

Anak yang juga merupakan generasi penerus bangsa mempunyai arti penting bagi pembangunan nasional dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya perlindungan anak, keberadaan anak yang menjadi tanggung jawab bangsa diharapkan dapat menyongsong masa depan secara baik dalam kehidupan di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

Semakin modern suatu negara seharusnya semakin besar perhatiannya dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan. Perlindungan yang diberikan negara tehadap anak-anak meliputi berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik maupun aspek hukum.

1

Maidin Gulton. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan. Bandung: Refika Aditama, halaman 11.

(14)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28B ayat (2) mengatur secara tegas mengenai hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembangnya serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ketentuan tersebut ditindak lanjuti dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 23 ayat (1) yang berisi:

“Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak. Berdasarkan Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1989 juga telah diuraikan secara jelas mengenai hak anak yaitu : hak untuk bermain, hak untuk mendapatkan perlindungan, hak untuk mendapatkan nama (identitas), hak untuk mendapatkan status kebangsaan, hak untuk mendapatkan makanan, hak untuk mendapatkan akses kesehatan, hak untuk mendapatkan rekreasi, hak untuk mendapatkan kesamaan, dan hak untuk memiliki peran dalam pembangunan.”

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (15) juga menyebutkan bahwa anak diberikan perlindungan khusus. Adapun yang dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yaitu:

“Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/ mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.”

Perlindungan anak tersebut bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari upaya eksploitasi secara ekonomi maupun seksual terhadap anak. Dengan

(15)

demikian, peraturan perundang-undangan telah menjelaskan secara tegas mengenai adanya hak yang sama bagi anak untuk mendapatkan perlindungan,

pemeliharaan, perkembangan dan pertumbuhan dalam melangsungkan

kehidupannya tanpa adanya diskriminasi terutama dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hukum secara khusus terhadap anak korban eksploitasi ekonomi yang tercantum pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (15) seperti yang telah disebutkan di atas.

Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan, kasih sayang, dan pengawasan dari orang tuanya, dididik dan diasuh secara baik sesuai dengan haknya sebagai anak agar tidak terjadi penyimpangan dalam masa pertumbuhannya. Saat ini dalam faktanya, di beberapa daerah di negara ini, termasuk di Kota Medan masih banyak ditemui permasalahan mengenai eksploitasi terhadap anak yang salah satu bentuknya adalah pengeksploitasian ekonomi. Selain itu, sebagaimana penelitian atau survey yang pernah dilakukan, berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa proporsi anak laki-laki yang bekerja lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan. Lebih banyaknya pekerja anak laki-laki dibandingkan perempuan diduga berkaitan dengan pandangan orang tua bahwa anak laki-laki mempunyai fisik lebih kuat, ikut mempunyai tanggung jawab secara ekonomi terhadap keluarga dan bekerja merupakan tugas laki-laki.2

2

(16)

Padahal dalam UU Perlindungan Anak, anak tidak dibenarkan untuk bekerja dalam rangka membantu perekonomian keluarganya. Artinya bahwa sekalipun keinginan bekerja itu datang dari diri si anak, UU Perlindungan Anak tetap tidak mengizinkan anak-anak untuk bekerja. Fenomena yang ada saat ini menunjukkan bahwa anak-anak dijadikan sebagai pengemis, pengamen dan yang paling parah adalah anak dijadikan sebagai komoditas seksual sehingga aktifitas prostitusi anak perempuan juga semakin marak.

Kegiatan mengeksploitasi anak dalam bentuk apapun dengan tujuan ekonomi merupakan suatu yang tidak diharapkan oleh aturan perundang-undangan yang ada. Anak sesuai dengan jenjang umurnya seharusnya menikmati masa kecilnya dengan gembira, dan tidak perlu untuk memikirkan kondisi ekonomi keluarganya apalagi membantu perekonomian keluarganya. Beberapa kasus yang terjadi membuktikan bahwa memang faktanya anak-anak menjadi korban eksploitasi oleh beberapa oknum untuk meraih keuntungan ekonomi.

Berdasarkan uraian diatas maka disusun skripsi ini dengan judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi Disertai Kekerasan (Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat di Kota Medan)”

1. Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan berdasarkan uraian diatas dapat ditarik permasalahan yang akan menjadi batasan pembahasan dari penelitian, adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini antara lain:

(17)

a. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi ekonomi disertai kekerasan?

b. Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani permasalahan anak yang

menjadi korban kekerasan dan eksploitasi ekonomi?

c. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat di dalam menangani masalah kekerasan dan eksploitasi ekonomi terhadap anak?

2. Faedah Penelitian

Faedah dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis yaitu untuk menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana khususnya terkait masalah perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi ekonomi disertai kekerasan.

b. Secara Praktis sebagai sumbangan pemikiran bagi kepentingan Negara, Bangsa, Masyarakat, dan Pembangunan agar terhindar dari korban eksploitasi ekonomi disertai kekerasan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi ekonomi disertai kekerasan.

(18)

2. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam menangani permasalahan anak yang menjadi korban kekerasan dan eksploitasi ekonomi tersebut.

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Dinas Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat di dalam menangani masalah kekerasan dan eksploitasi ekonomi terhadap anak.

C. Definisi operasional

Definisi operasional atau kerangka konsep adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara definisi-definisi/konsep-konsep khusus yang akan diteliti.3 Sesuai dengan judul penelitian yang diajukan yaitu “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi Disertai Kekerasan (Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat)”, maka dapat diterangkan definisi operasional penelitian, yaitu:

1. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

3

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. 2018. Pedoman

(19)

2. Anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

3. Eksploitasi Ekonomi disertai Kekerasan adalah pemanfaatan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak.

D. Keaslian Penelitian

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi Disertai Kekerasan, bukanlah hal yang baru. Oleh karenanya, penulis meyakini telah banyak peneliti-peneliti sebelumnya yang mengangkat tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi Disertai Kekerasan ini sebagai tajuk dalam berbagai penelitian. Namun berdasarkan bahan kepustakaan yang ditemukan baik melalui via searching via internet maupun penelusuran kepustakaan dari lingkungan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan perguruan tinggi lainnya, penulis tidak menemukan penelitian yang sama dengan tema dan pokok bahasan yang penulis teliti terkait “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi Disertai Kekerasan”.

Dari beberapa judul penelitian yang pernah diangkat oleh peneliti sebelumnya, ada dua judul yang hampir mendekati sama dengan penelitian dalam penulisan skripsi ini, antara lain;

(20)

1. Moh. Ie Wayan Dani, NPM 10.410.045, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Tahun 2018 yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual”, skripsi ini merupakan penelitian yuridis empiris menganalisis data dari lapangan tentang perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual.

2. Roro Ayu Bujarani G, NPM B 11110383, Mahasiswi Fakultas Universitas

Hasanuddin Makassar, Tahun 2014 yang berjudul “Tinjauan Viktimologis Terhadap Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Anak”, skripsi ini merupakan yuridis empiris menganalisis data dari lapangan tentang tindak pidana eksploitasi seksual anak.

Secara konstruktif, substansi dan pembahasan terhadap kedua penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada saat ini. Dalam kajian topik bahasan yang di angkat ke dalam bentuk Skripsi ini mengarah kepada aspek kajian terkait Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi Disertai Kekerasan.

E. Metode Penelitian

Agar mendapatkan hasil yang maksimal, maka metode yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yang bertujuan menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer

(21)

yang diperoleh di lapangan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan terhadap sistem hukum.

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptip, melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendiskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.

3. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder yang terdiri dari:

a. Data kewahyuan yaitu berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah yang berkaitan dengan tema atau masalah tertentu.4

b. Data primer adalah sumber data atau keterangan yang merupakan data

yang diperoleh langsung dari sumber pertama berdasarkan penelitian lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara untuk memperoleh keterangan dan informasi yang didapat dari pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat.

c. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan, seperti peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, buku ilmiah dan hasil penelitian terdahulu, yang terdiri dari:

4

Amiur Nuruddin. 2010. Metodologi Penelitian Ilmu Syariah. Bandung: Citapustaka Media, halaman 65.

(22)

1) Bahan hukum primer, dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum

Pidana, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak, UU Kesejahteraan anak.

2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa karya-karya ilmiah, buku-buku dan lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diajukan yang sesuai dengan judul skripsi.

3) Bahan hukum tersier yaitu berupa bahan-bahan hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, internet, dan sebagainya yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sesuai dengan judul ini.

4. Alat pengumpul data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara dengan pihak Dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat sesuai dengan materi penelitian, dan studi dokumen atau studi kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan studi dokumentasi .

(23)

5. Analisis data

Data yang terkumpul dapat dijadikan acuan pokok dalam melakukan analisis dan pemecahan masalah. Untuk mengelolah data yang ada, penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perlindungan Hukum terhadap Anak

Alinea ke-4 dari Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan: "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial..., dan seterusnya, memberikan amanah kepada pembuat undang-undang untuk memberikan perlindungan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang status sosial rakyatnya (equality before the law).

Teori perlindungan hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, dimana keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antaranggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif; umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan

(25)

tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah.5

Perlindungan hukum pada dasarnya difungsikan sebagai suatu keadaan terhadap keberadaan hukum itu sendiri dalam hal mengatur hubungan-hubungan yang terdapat di dalam masyarakat. Jadi pada dasarnya membicarakan hukum sama dengan membicarakan pengertian hukum itu sendiri, karena merupakan elemen-elemen daripada tujuan hukum itu sendiri.6 Perlindungan hukum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki. Masalah perlindungan hukum sering dibahas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda oleh berbagai penulis. Ada yang menyebutkan sebagai suatu sebab bagi keadaan damai, ada juga yang menyebutnya sebagai akibat daripada kepastian hukum. Apapun pengertian yang digunakan untuk perlindungan hukum maka tujuan yang utama adalah untuk mencapai ketertiban umum.

Tujuan perlindungan hukum diharapkan untuk memperoleh keadilan yang hakiki (real justice) atau keadilan yang responsif, akomodatif bagi kepentingan hukum yang sifatnya komprehensif, baik dari aspek pidana maupun dari aspek perdata dan aspek administratif, oleh karena itu mencapai keadilan yang responsif

5

Sudikno Mertokusumo. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty, halaman 39.

6

Martiman Prodjohamidjojo. 2001. Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Kasus Korupsi. Bandung: Mandar Maju, halaman 21.

(26)

perlu adanya kesadaran hukum dari seluruh lapisan masyarakat yang meliputi instansi pemerintah maupun masyarakat untuk mematuhi hukum itu sendiri.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 2 Tentang Kesejahteraan Anak, yang dimaksud perlindungan hukum terhadap anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 4 Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat lembaga sosial kepolsian, kejaksan pengadilan atau pihak lainya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan

Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya..7 Pengakuan terhadap hak asasi manusia dalam hal ini adalah hak anak, maka mengindikasikan agar terpeliharanya hak-hak anak tidak hanya oleh orang tua saja tapi juga oleh pemerintah.

Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia, telah ditegaskan dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Fakir

7

Fabiandi Cornelis. 2014. “Analisis Perlindungan Hukum Bagi Korban Penipuan Jual Beli Online”. Skripsi. Program Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Lampung, halaman 19.

(27)

miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Menindaklanjuti hal tersebut maka pemerintah telah membuat berbagai peraturan perundang-undangan yang memuat mengenai hak-hak anak. Pengklasifikasikannya sebagai berikut:

1. Bidang hukum, melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan

Anak.

2. Bidang kesehatan melalui Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang

Pokok-pokok Kesehatan, diatur dalam Pasal 1, Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (2).

3. Bidang pendidikan diatur melalui Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat

(1) dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 17.

4. Bidang ketenagakerjaan, melalui Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 tentang Peraturan Pembatasan Kerja Anak dan Kerja Malam bagi Wanita jo Ordonansi tanggal 27 Februari 1926 stbl. No. 87 Tahun 1926 ditetapkan tanggal 1 Mei 1976 tentang Peraturan Mengenai Keselamatan Kerja Anak-anak dan Orang-orang muda di atas Kapal jo Undang No. 1 Undang-Undang Keselamatan Kerja stbl. 1947 No. 208 jo Undang-Undang-Undang-Undang No. 1 Tahun 1951 yang memberlakukan Undang-Undang Kerja No. 12 Tahun 1948 di Republik Indonesia.

5. Bidang kesejahteraan sosial, melalui Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Dalam perkembangannya perlindungan terhadap anak di bidang hukum juga diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia, telah diatur dalam

(28)

berbagai peraturan perundang-undangan, namun secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurut Pasal 1 Nomor 2, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

B. Anak dalam Berbagai Perspektif

Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan, kemiskinan, salah seorang dari orang tau wali/ sakit, salah seorang kedua orang tua wali pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh, sehingga tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosial.

Anak telantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tua nya melalaikan dan atau tidak mampu melaksanakan dan memenuhi kewajibanya sehingga kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosialnya tidak terpenuhi. Jadi anak terlantar ialah anak yang tidak terpenuhi dasarnya atau kebutuhan hidupnya baik sandang pangan maupun papan.

Ditinjau dari aspek yuridis pengertian anak dimata hukum positif Indonesia (ius constitum/ius operatum) lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person under age), orang yang dibawah umur/keadaan

(29)

dibawah umur (minderjarigheid/inferiority) atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali (minderjarig ondervoordij).8

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pengertian anak dijelaskan bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam tanggungan.” Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak didefinisikan bahwa: “Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”

Definisi anak yang dietapkan perundang-undangan berbeda dengan definisi menurut hukum Islam dan hukum adat. Menurut hukum Islam dan hukum adat sama-sama menentukan seseorang masih anak-anak atau sudah dewasa bukan dari usia anak.9

Menurut Haditono (dalam damayanti 1992) anak adalah mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembanganya. Dari perspektif Augustinus yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan , anak-anak lebih mudah belajar.

8

Lilik Mulyadi. 2017. Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia. Bandung: Alumni, halaman 2.

9

Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, halaman 34.

(30)

Akhir-akhir ini perkembangan permasalahan anak di Indonesia semakin kompleks. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ditjen Lembaga Pemasyarakatan, Departemen Hukum Dan HAM, populasi berkas narapidana anak sampai tahun 2018 tercatat sebanyak 115.307 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, maka terlihat dengan jelas bahwa pengingkatan kriminalitas yang dilakukan oleh anak meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat. Jika permasalahan ini tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang lebih kompleks. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kriminalitas yang dilakukan oleh anak, misalnya faktor pengaruh lingkungan, kualitas pendidikan yang rendah, faktor ekonomi orang tua yang miskin dan banyak lagi faktor yang lainnya.

Banyak anak-anak yang bersentuhan dengan hukum bahkan banyak pula yang sudah bermasalah dengan hukum. Posisi ini, anak yang cacat hukum seringkali dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk melakukan tindak kriminal. Anak yang berkonflik dengan hukum atau melakukan tindak pidana sesungguhnya karena keadaan atau kondisi obyektif yang melingkupi diri anak itu sendiri dan lingkungannya.

Seorang anak tidak dapat dipandang atau diperlukan sebagai orang dewasa dalam ukuran kecil, dikarenakan adanya sifat psikologi yang berbeda Antara psikologi anak-anak dan psikologi orang dewasa. Menurut psikologi anak, perkembangan anak tergantug pada dua faktor yaitu:10

10

(31)

1. Kematangan, yang boleh dianggap sama dengan pertumbuhannya, dan 2. Pelajaran yang diperoleh anak tersebut.

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak adalah aset bangsa, masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang. Semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan bangsa. Begitu pula sebaliknya, apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang. Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa

kanak-kanak merupakan masa yang panjang dalam remaja kehidupan.11

Prinsip-prinsip tersebut juga terdapat di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dibentuk oleh pemerintah agar hak-hak anak dapat diimplementasikan di Indonesia.12

Bagi kehidupan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan ayitu pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan lagi anak-anak tapi orang dewasa.

Menurut Hurlock, manusia berkembang melalui beberapa tahapan yang berlangsung secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu, terus menerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu dan

11

Ibid.

12

Rika Saraswati. 2015. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Medan: Sofmedia, halaman 1.

(32)

bisa berlaku umum. Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:

1. Masa pra-lahir: Dimulai sejak terjadinya konsepsi lahir; 2. Masa jabang bayi: satu hari-dua minggu;

3. Masa Bayi: dua minggu-satu tahun;

4. Masa anak-anak awal: 1 tahun-6 bulan; 5. Anak-anak lahir: 6 tahun-12/13 tahun; 6. Masa remaja: 12/13 tahun-21 tahun;

7. Masa dewasa: 21 tahun-40 tahun;

8. Masa tengah baya: 40 tahun-60 tahun; dan

9. Masa tua: 60 tahun-meninggal.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa: perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.13

Dalam hukum positif di Indonesia, masalah anak di bawah umur yang mengenal apabila mereka melakukan perbuatan melawan hukum tersebut, tidak begitu tegas diatur, apa yang seharusnya diperlakukan bagi mereka, dan bagaimana system penahanan dan system penyidikan yang diberikan kepada mereka juga belum ada diatur dalam hukum.

13

Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

(33)

Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan

Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak).

Berdasarkan bunyi Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, maka dapat dirangkum, bahwa paling tidak ada kurang lebih 10 (sepuluh) hak-hak anak sebagai berikut:14

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

5. Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak

mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.

6. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara

atau orang atau badan.

7. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

14

Mohammad Taufik Makarao, et.al. 2014. Hukum Perlindungan Anak Dan

(34)

8. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, dan juga diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.

9. Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.

10. Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.

Menurut Arief Gosita yang dikutip oleh Nashriana, ada beberapa hak-hak anak sebagai korban yang harus diperjuangkan pelaksanaannya secara bersama-sama, yaitu:15

1. Sebelum persidangan

a. Hak mendapatkan pelayanan karena penderitaan mental, fisik, dan sosialnya;

b. Hak diperhatikan laporan yang disampaikannya dengan suatu tindak lanjut yang tanggap dan peka tanpa imbalan (kooperatif);

c. Hak untuk mendapat perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja (berbagai ancaman, penganiayaan, pemerasan misalnya).

2. Selama persidangan

a. Hak untuk mendapatkan fasilitas untuk menghadap sidang sebagai saksi/korban (transport, penyuluhan);

b. Hak untuk mendapat penjelasan mengenai tatacara persidangan dan kasusnya;

c. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, yang mengakibatkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan misalnya);

d. Hak untuk menyatakan pendapat;

e. Hak untuk mengganti kerugian atas kerugian, penderitaannya;

f. Hak untuk memohon persidangan tertutup.

3. Setelah persidangan

a. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan yang merugikan, yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, pembunuhan misalnya);

b. Hak atas pelayanan dibidang mental, fisik, sosial.

15

Nashriana. 2014. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo, halaman 20-23.

(35)

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi anak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Perlindungan terhadap anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan bagi anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya perlindungan terhadap hak anak oleh Pemerintah harus didasarkan pada prinsip hak asasi manusia yaitu penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan atas hak anak.

Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No. 23 Tahun 2002 disebutkan pula bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Anak adalah pemimpin masa depan siapapun yang berbicara tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang anak-anak.

Anak jalanan disebut juga dengan anak terlantar, merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam memenuhi segala sesuatu yang telah menjadi haknya sebagai seorang anak. Hak-hak tersebut telah tecantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain adalah:

1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara

(36)

2. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak kandungan

3. Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya

4. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya

5. Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan spritualnya

6. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spritualnya

7. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya 8. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan,

atau penjatuhan hukuman mati.

Menyiapkan Indonesia ke depan tidak cukup kalau hanya berbicara soal

income perkapita, pertumbuhan ekonomi, nilai investasi, atau indikator makro lainnya. Sesuatu yang paling dasar adalah sejauh mana kondisi anak disiapkan oleh keluarga, masyarakat dan negara. Anak-anak yang karena ketidakmampuan, ketergantungan dan ketidakmatangan baik fisik mental maupun intelektualnya

(37)

perlu mendapat perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa). Perawatan, pengasuhan serta pendidikan anak merupakan kewajiban agama dan kemanusiaan yang harus dilaksanakan mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.16

C.Kajian tentang Eksploitasi Ekonomi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian eksploitasi anak adalah pengusahan, pendayagunaan, pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penesiapan, pemerasan (tenaga orang) atas diri dan orang lain merupakantindakan yang tak terpuji.

Kepolisian dan Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga yang fokus mengenai kasus-kasus kekerasan terhadap anak ini sudah banyak menerima laporan dari berbagai pihak. Ini juga dapat membuktikan bahwa anak Indonesia telah banyak mengalami tindak kekerasan. UNICEF dalam hal ini telah menetapkan beberapa kriteria pekerja anak yang eksploitatif, yaitu bila menyangkut:

1. Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang terlalu dini;

2. Terlalu banyak waktu digunakan untuk bekerja;

3. Pekerjaan menimbulkan tekanan fisik, sosial, dan psikologis yang tidak patut terjadi;

4. Upah yang tidak mencukupi;

5. Tanggung jawab yang terlalu banyak;

6. Pekerjaan yang menghambat akses pendidikan;

16

(38)

7. Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak, seperti: perbudakan atau pekerjaan kontrak paksa dan eksploitasi seksual;

8. Pekerjaan yang merusak perkembangan sosial serta psikologis yang penuh. Eksploitasi ekonomi adalah pemanfaatan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan ekonomi semata-mata

tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi

kesejahteraan terhadap anak. Ditinjau dari segi bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan anak serta ancaman resiko yang dihadapi anak, terdapat pekerjaan-pekerjaan yang dapat dimasukkan dalam keadaan yang dikualifikasikan sebagai eksploitasi anak berbahaya dan eksploitasi anak yang tidak dapat ditolerir lagi.17

Bagi sebagian orang, keberadaan anak di tengah keluarga merupakan hal yang sangat membahagiakan, akan tetapi ada pula yang berpandangan bahwa anak hanya membawa masalah, terutama yang berkaitan dengan ekonomi. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi belakangan ini.

Eksploitasi anak oleh orang tua atau pihak lainnya, yaitu menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak. Dengan demikian, jelaslah bahwa eksploitasi anak merupakan tindakan tidak terpuji, karena tindakan eksploitasi anak telah merampas hak-hak anak. Bentuk-bentuk Esploitasi anak yaitu:18

17

Muhammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas. 2014. Aspek Hukum Perlindungan Anak

dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti, halaman 3.

18

Cornelius C.G. 2017. “Analisis Kejahatan Terhadap Eksploitasi Anak Sebagai Pengemis”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung, halaman 25-26

(39)

a. Eksploitasi fisik adalah penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keuntungan orang tuanya atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya belum dijalaninya. Dalam hal ini, anak-anak dipaksa bekerja menggunakan segenap tenaganya dan juga mengancam jiwa nya. Tekanan fisik yang berat dapat menghambat perawakan dan fisik anak-anak sehingga, karena mereka mengeluarkan cadangan stamina yang harus bertahan hingga dewasa

b. Eksploitasi sosial adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan

terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa kata-kata yang mengancam atau menakut-nakuti anak, penghinaan anak, perasaan anak, menarik diri atau menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku negatif pada anak, mengeluarkan kata-kata tidak baik untuk perkembangan emosi anak, memberi hukuman yang ekstrim pada anak seperti memasukan anak pada kamar gelap , mengurung anak dikamar mandi, mengikat anak.

Ketika Eksploitasi itu dilakukan akan memberikan dampak terhadap anak, dan dampak Ekploitasi Anak yang terjadi secara umum adalah:19

1. Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta atau kasih sayang,

dan sulit percaya kepada orang lain

2. Harga diri anak rendah dan menunjukan perilaku deskruptif

3. Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi sosial

19

(40)

4. Pada anak yang lebih besar anak melakukan kekerasan pada temanya dan, anak yang lebih kecil

5. Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain

6. Kecemasan berat, panik dan depresi (anak mengalami sakit fisik dan bermasalah di sekolah).

7. Harga diri anak rendah

8. Abnormalitas atau distorsi mengenai pandangan terhadap seks

9. Gangguan personality

10. Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal

seksualitas

11. Mempunyai tendensi untuk prositusi

12. Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa

Berdasarkan survei angkatan kerja nasional (Sakernas) pada Tahun 2015-2018, jumlah angkatan kerja umur 15-17 tahun yang bekerja menunjukkan peningkatan. Pada 2018 jumlah anak berumur 15-17 tahun yang bekerja sebanyak 958.680 orang. Dibandingkan dengan Sakernas Agustus 2014, jumlah tersebut turun menjadi 448.450 ribu orang. Sebagian besar anak-anak umur 15-17 tahun yang menjadi angkatan kerja adalah mereka yang telah putus sekolah. Kondisi pada agustus 2018 menunjukan banyak dari anak-anak umur 15-17 tahun yang bekerja sudah tidak bersekolah lagi.

Sesuai dengan Pasal 32 Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak, maka pemerintah yang telah meratifikasinya diwajibkan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi ekonomi dan melakukan pekerjaan apa saja yang kemungkinan

(41)

membahayakan, mengganggu pendidikan anak, berbahaya bagi kesehatan fisik, jiwa, rohani, moral, dan perkembangan sosial anak.

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korbankekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran

(42)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Eksploitasi Ekonomi Disertai Kekerasan

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa, perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapathidup, tumbuh, berkembang, serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Konsepsi perlindungan anak meliputi ruang lingkup yang luas dalam arti bahwa perlindugan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas semua hak serta kepentingan yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial, dan perlindungan anak juga menyangkut generasi muda.20

Terlaksananya perlindungan serta kesejahteraan anak, diperlukan dukungan dari kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin terlaksananya perlindungan dan kesejahteraan anak. Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi ataupun seksual terhadap anak, sesuai dengan Pasal 76I Undang-Undang Perlindungan Anak. Bentuk perlindungan

20

Nursariani Simatupang dan Faisal. 2018. Hukum Perlindungan Anak. Medan: Pustaka Prima, halaman 24.

(43)

hukum terhadap korban anak dibawah umur dari tindakan eksploitasi ekonomi diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut menjelaskan, perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi maupun seksual dilakukan melalui penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak,yang dieksploitasi secara ekonomi maupun seksual; pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; pelibatan instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat sendiri, serta setiap orang dilarang menyuruh ataupun melakukan eksploitasi terhadap anak.

Pekerja atau buruh anak secara umum adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tua, untuk orang lain atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Undang-Undang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan.

Berbicara tentang umur, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa anak adalah: “yang berumur dibawah 18 tahun”. Sedangkan menurut Undang-Undang Perlindungan anak batas umur yang disebut “anak adalah ketika mencapai usia 18.”

Berbicara dari segi etika dan moral ketika semua niscaya sepakat bahwa anak sesungguhnya mereka tidak seharusnya bekerja diusia dini, apalagi bekerja diberbagai sektor yang dikategorikan berbahaya bagi kelangsungan hidup anak.

(44)

Semestinya tugas anak adalah belajar, bermain dan membantu orang tua sebatas dirumah dan semampunya. Konvensi Hak Anak tahun 1989 kemudian diklasifikasikan dengan Kepres Nomor 36 tahun 1990 (tanggal 25 Agustus 1990) menyebutkan empat hak dasar anak yaitu: 1. Kelangsungan hidup. 2. Tumbuh kembang. 3. Perlindungan dari kegiatan yang mengancam kelangsungan hidup dan kesehatan yang akan menghambat tumbuh kembang secara wajar. 4. Partisipasi dalam pengambilan keputusan.21

Ditegaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pada Pasal 64, dengan menyatakan: Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan dan mental sosialnya.

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak , yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara ekonomi” adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.

Berdasarkan UU Perlidungan Anak tersebut di atas, maka tidak ada satu alasan pun yang dapat diterima untuk mempekerjakan anak dalam bentuk dan

21

Abd. Hadi. “Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002”. dalam Jurnal Ummul Qura, Vol. V, No 1, Maret 2015, halaman 21

(45)

bidang apapun. Penting kiranya untuk diketahui bahwa dunia anak-anak adalah dunia yang penuh dengan keceriaan, bermain-main dengan teman sebayanya, menikmati masa kecil yang indah, dekat dengan pengasuhan orang tua yang penuh cinta dan kasih sayang. Anak juga harus mengenyam pendidikan yang layak sesuai dengan jenjang usianya.

Faktor-faktor penyebab dan pendorong dari permasalahan eksploitasi terhadap anakmerupakan interaksi dari berbagai faktor di tingkat mikro sampai makro, dari faktor ekonomi, sosial, budaya sampai pada masalah politik. Adapun faktor-faktor penyebab dan pendorong permasalahan eksploitasi anak menurut hasil penelitian Jaringan Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK) adalah sebagai berikut:

1. Kemiskinan

Rendahnya ekonomi keluarga merupakan faktor dominan yang menyebabkan anak-anak terlibat untuk mencari nafkah.

2. Sosial budaya

Fenomena terjadinya anak yang dieksploitasi secara ekonomi ini tidak dapat terlepas dari realitas yang ada pada masyarakat, yang secara kultural memandang anak sebagai potensi keluarga yang wajib berbakti terhadap orangtua.

3. Pendidikan

Alasan utama seorang anak di eksploitasi secara ekonomi adalah karena keterbelakangan mereka untuk bisa mengenyam pendidikan.

(46)

4. Perubahan proses produksi

Perkembangan jaman yang juga menuntut pada kecanggihan teknologi membuat beberapa perusahaan dalam melakukan proses produksi menggunakan alat-alatcanggih.

5. Lemahnya pengawasan dan terbatasnya institusi untuk rehabilitasi

Adanya peraturan untuk melakukan perlindungan terhadap anak yangdieksploitasi secara ekonomi tidak diimbangi dengan pelaksanaan dari aturan tersebut, sehingga sangat dimungkinkan banyak sekali masalah-masalah yang timbul pada pekerja anak yang tidak bisa terselesaikan oleh aparat penegak hukum.

Permasalahan ekonomi dan sosial yang di hadapi anak Indonesia saat ini ditandai dengan ditemukannya anak yang mengalami perlakuan yang salah seperti eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual, tindak kekerasan, diskriminasi, anak yang diperdagangkan, dan penelantaran. Dampak nyata semakin memprihatinkan saat ini di kawasan Medan ialah berkembangannya jumlah anak yang terpaksa dan di paksa untuk mencari nafkah yang menjadikan anak sebagai korban eksploitasi seksual oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan untuk mengambil keuntungan dari pekerjanya yang melakukan praktik di hotel-hotel, rumah kontrakan, rumah kost, kafe- kafe dan klub malam.22 Tindakan eksploitasi secara seksual terhadap anak menimbulkan dampak tersendiri bagi perkembangan jasmani maupun rohani anak. Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari

22

Hasil wawancara dengan Ramlan, selaku Pegawai Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, tanggal 20 Februari 2019 di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan.

(47)

korban untuk mendapatkan keuntungan dan bentuk penghisapan atau penggunaan serta pemanfaatan anak semaksimal mungkin oleh orang lain dalam bentuk kenikmatan seksual yang dapat ditukarkan dengan benda-benda, materi dan uang atau sejenisnya yang mempunyai nilai jual. Dengan demikian eksploitasi seksual merupakan suatu perbuatan kejahatan.

Walaupun larangan-larangan eksploitasi seksual terhadap anak telah di atur dalam Undang-Undang, namun pada kenyataan masih banyak anak yang masih menjadi korban eksploitasi baik oleh orang tua, keluarga, oknum tertentu, dan teman-teman di lingkungan sekitarnya. Perbuatan tersebut merupakan salah satu bentuk pekerjaan yang tidak dapat ditolerir keberadaannya dan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, karena bagaimana pun anak juga mempunyai hak-hak yang harus dihormati keberadaannya dan harus dilindungi.

Berdasarkan fakta dan keadaan yang tampak sebagaimana adanya pada saat penelitian dilakukan, anak yang menjadi korban kejahatan eksploitasi anak sangat mendukung akan diadakan pemberantasan bagi para tindak kejahatan yang dimana sudah merenggut kesenangan mereka dimasa muda seperti pada anak-anak normal dan memberi hukuman yang seberat-beratnya bagi siapa saja yang melakukan tindak kejahatan ini. Dengan melihat respon dapat diketahui bagaimana sebenarnya tanggapan dan sikap anak tersebut terhadap tingkat kejahatan eksploitasi anak, karena perbedaan respon dapat memunculkan perbedaan yang tajam pada pemanfaatan suatu program.

(48)

Bentuk-bentuk eksploitasi ekonomi terhadap anak yang dilakukan di kota medan adalah:23

1. Eksploitasi ekonomi, anak dipaksa dipekerjakan menjadi sebagai pengemis jalanan, kasus seperti ini memberikan beban mental yang lebih berat kepada anak dibandingkan dengan kasus kekerasan terhadap anak yang lainnya. Melihat bahwa seorang anak yang seharusnya bisa hidup dengan normal dan baik seperti tujuan yang dicita-citakan bangsa dan negara kita, contoh lainnya anak disuruh berjualan suatu makanan untuk memperoleh keutungan lebih besar oleh pihak ketiga entah itu pembuat makanan atau orang tua, karena pihak ketiga merasa ketika memanfaatkan anak-anak yang berjualan maka akan tumbuh rasa kasihan dari orang-orang dan akhirnya orang tersebut membeli makanan tersebut, dan pihak ketiga memperoleh keuntungan yang besar.

2. Eksploitasi Seksual melibatkan anak dalam aktivitas seksual yang belum dipahaminya contoh nya memperdagangkan anak perempuan sebagai pekerja seks komersial atau karena terhempit masalah ekonomi si anak mengambil jalan pintas untuk menjual diri untuk mendapatkan uang dengan cara menjual dirinya melalui pihak ketiga yaitu (mucikari)

Faktor penyebab tindak kejahatan eksploitasi anak di kota Medan, yaitu karena faktor lingkungan keluarga, faktor ekonomi keluarga yang tidak mampu, faktor lingkungan pergaulan dan faktor teknologi. Semua faktor tersebut lah yang menyebabkan anak lebih mudah menjadi korban eksploitasi secara seksual yang dilakukan baik oleh keluarga, teman, ataupun oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan anak tersebut untuk mendapatkan uang:24

1. Faktor Internal

Faktor internal pelaku eksploitasi anak adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi kejiwaan seseorang. ada berbagai macam kejiwaan yang dapat mendorong seseorang terjerumus ke dalam tindak

23

Hasil wawancara dengan Ramlan, selaku Pegawai Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, tanggal 20 Februari 2019 di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan

24

Hasil wawancara dengan Ramlan, selaku Pegawai Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, tanggal 20 Februari 2019 di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan.

(49)

kejahatan eksploitasi anak. Di Kota Medan yang menjadi pelaku, kebanyakan adalah orang tua dari si korban, pelaku cenderung pada tindak kejahatan secara fisik dikarenakan himpitan ekonomi. Ada orang tua yang memperbolehkan anaknya belajar sambil bekerja ada juga yang memasang target pendapatan setiap harinya. Penyebab internal itu antara lain:

a. Perasaan egois. Merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Sifat ini seringkali mendominasi seseorang tanpa sadar yang pada suatu ketika rasa egoisnya dapat mendorong untuk melakukan hubungan seksual. Perasaan seseorang yang menghendaki agar semua keinginannya tercapai.

b. Kehendak ingin bebas, Sifat ini merupakan suatu sifat dasar yang dimiliki manusia. Sementara dalam tata pergaulan masyarakat, banyak norma-norma yang membatasi kehendak bebas tersebut. Kehendak ingin bebas ini muncul dan terwujud ke dalam perilaku setiap kali seseorang dihimpit beban pemikiran maupun perasaan. Dalam hal ini, seseorang yang sedang dalam himpitan tersebut melakukan interaksi dengan orang lain sehubungan dengan hal seksual, maka dengan sangat mudah orang tersebut akan terjerumus pada kegiatan eksploitasi seksual.

c. Rasa keingintahuan. Perasaan ini pada umumnya lebih dominan pada manusia yang usianya masih muda, perasaan ingin ini tidak terbatas pada hal-hal yang positif, tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya negatif. Rasa ingin tahu tentang seksual ini juga dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan yang tergolong dalam eksploitasi seksual.25

Kejahatan juga dapat dipengaruhi oleh faktor psikologi dan juga kejahatan disebabkan oleh konflik internal, tetapi yang sebenarnya para penjahat itu sama-sama memiliki pola berpikir yang abnormal yang membawa penjahat memutuskan untuk melakukan kejahatan. Penjahat adalah orang yang “marah” yang merasa suatu sense superioritas, menyangka tidak bertanggungjawab atas tindakan yang mereka ambil dan mempunyai harga diri yang sangat melambung. Eksploitasi jenis ini di kota Medan juga banyak

25

Hasil wawancara dengan Ramlan, selaku Pegawai Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, tanggal 20 Februari 2019 di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan.

(50)

diterima dari berbagai kalangan baik dari orang tua, teman, preman, pengguna jalan.

Diri pribadi manusia lazimnya terdiri dari tiga aspek pokok. Aspek pertama adalah rasionya atau aspek kognitif manusia. Aspek lainnya adalah hal emosinya yang lazim disebut aspek afektif. Aspek yang ketiga yang sebenarnya merupakan hasil penyerasian antara spek kognitif dengan aspek afektif, adalah aspek konatif atau kehendak manusia. Aspek inipun ada kecenderungan untuk menyatakan bahwa kehendak ditentukan oleh keserasian antara pikiran dengan perasaan, hal ini disebabkan oleh karena tidak dapat ditentukan secara mutlak aspek mana yang lebih besar peranannya. Pada akhirnya hal itu tergantung pada situasi yang dihadapi, kalau yang dihadapi adalah masalah yang rumit.

2. Faktor Eksternal

Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak menjadi korban tindak kejahatan eksploitasi anak dikarenakan kesulitan keuangan atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orang tua dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua, pengaruh teman atau kerabat juga ikut menentukan. Kombinasi faktor-faktor ini yang seringkali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri. Di kota Medan yang lebih banyak menjadi korban tindak kejahatan eksploitasi anak adalah anak berumur 4-17 tahun dikerjakan sebagai anak jalanan. Orang tua anak jalanan kebanyakan berpendidikan rendah atau tidak berpendidikan sama sekali.

(51)

3. Faktor Ekonomi

Dalam masyarakat pedesaan yang mengalami transisi dan golongan miskin kota, anak jalanan akan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia bila kondisi ekonomi perubahan atau memburuk. Banyak anak di Medan berarti banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika pendapatan orang tua yang rendah dan tidak mencukupi kebutuhan keluarga tentu saja anak dalam hal ini yang seharusnya dibiayai oleh orang tuanya harus bekerja untuk membiayai kebutuhannya bahkan kebutuhan orang tuanya. Dalam hal ini anak jalanan lah yang menjadi kambing hitam bahkan akan terus menjadi korban jika keuangan dalam keluarga tetap menipis.

4. Faktor Budaya

Dalam konteks sosial budaya masyarakat indonesia anak yang bekerja dianggap sebagai wahana positif untuk memperkenalkan disiplin serta menanamkan etos kerja pada anak. Hal ini sudah menjadi bagian dari budaya dan tata kehidupan keluarga indonesia. Banyak orang merasa bahwa bekerja merupakan hal positif bagi perkembangan anak sehingga sejak dini anak diikut sertakan dalam proses kerja. Bagi orang tua memiliki anak berarti memiliki masa depan yang lebih baik. Anak memiliki potensi yang dapat membantu perekonomian keluarga baik itu sebatas membantu pekerjaan rumah tangga maupun bekerja diluar rumah dan menghasilkan uang. Pada

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Teknik-teknik umum yang digunakan dosen di kelas pada mata kuliah TOEP Preparation adalah berupa skill-drilling method dimana mahasiswa membahas materi pada tiap skill yang

Tim II di koordinir oleh Bidan Aldina Ayunda Insani bersama mahasiswa Prodi S1 Kebidanan. ibu hamil yang hadir ada 6 orang yang terdiri dari ibu primipara dan multi

Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Kota. Medan

15 Murni Tukiman, Perlindungan Anak terhadap segala bentuk ketelantaran kekerasan dan eksploitasi. Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Anak dilihat dari segi

Skripsi yang berjudul Manajemen Penanganan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi ekonomi

“Perlindungan Sosial Terhadap Anak Korban Kekerasan Dan Pelecehan Seksual Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang.” Sholawat

Menurut laporan yang diterima oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Medan, tindak kekerasan dalam rumah tangga lebih