• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan tempat-tempat atau wadah-wadah serta jaringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan tempat-tempat atau wadah-wadah serta jaringan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Tukad Yeh Poh

Sungai merupakan tempat-tempat atau wadah-wadah serta jaringan

pengaliran air mulai dari mata air sampai ke muara dengan dibatasi kanan dan

kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sepandan. Sungai berfungsi

menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut. Sungai bagian hulu

dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi,

berair jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar,

tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh dan aliran air lambat

(Mulyanto, 2007). Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari

daerah hulu sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran

sungai, dimana pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum, 1996).

Tukad Yeh Poh merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten

Badung. Panjang aliran Tukad Yeh Poh sepanjang 16,00 km dan luas daerah

pengaliran sungai seluas 14,03 km². Secara geografis Tukad Yeh Poh berada pada

posisi 08o32’52,56” LS dan 115o11’48,56” BT sampai 08o33’15,08” LS dan 115o11’35,08” BT. Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Yeh Poh bagian hulu terletak di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung dan bermuara di wilayah

Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.

Batas-batas administratif kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Yeh Poh yang

menjadi obyek penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

(2)

 Bagian Tengah : Kelurahan Dalung  Bagian Hilir : Kelurahan Kerobokan (BMAIR Badung, 2012)

2.1.1 Klimatologi

Kawasan Tukad Yeh Poh seperti juga wilayah lainnya di Bali secara

umum beriklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin musim dan terdapat

musim kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim pancaroba. Suhu

udara rata-rata mencapai 280C dengan suhu minimum rata-rata 240C dan suhu

maksimum rata-rata 300C. Kelembaban udara rata-rata 52% dengan kisaran antara

35% hingga 77%. Sedangkan intensitas curah hujan pertahun berkisar antara

2000-3000 mm/tahun (BLH Badung, 2014).

2.1.2 Hidrologi Tukad Yeh Poh

Besarnya limpasan permukaan sungai sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu kondisi tanah, jenis bebatuan, tata guna lahan, dan sistem pertanian.

Tinggi curah hujan wilayah adalah sebesar 2000-3000 mm/tahun. Karakteristik

aliran sungai seperti debit dan durasi banjir sangat dipengaruhi oleh kondisi

hidrometerorologi, tata guna lahan, kondisi geologi pada daerah aliran sungai, dan

morfologi sungai. Berdasarkan peta dasar skala 1:25.000 beberapa daerah aliran

sungai di Bali berdasarkan morfologi sungai secara umum dikelompokkan

menjadi 3 kelompok besar bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu:

• Daerah aliran sungai bentuk bulu (pohon). • Daerah aliran sungai bentuk kipas.

• Daerah aliran sungai bentuk sejajar.

Berdasarkan pengelompokkan di atas, Tukad Yeh Poh termasuk daerah

(3)

adalah anak-anak sungai tersusun menyerupai cabang pohon dan bentuk Daerah

Aliran Sungai memanjang. Karakteristik puncak banjirnya tidak terpusat dengan

durasi banjir yang lama (BLH Badung, 2014).

2.2 Pencemaran Air Sungai

Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya. Jadi

pencemaran air adalah suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan

dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor

penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2004).

Cottam (1969) mengemukakan bahwa pencemaran air adalah

bertambahnya suatu material atau bahan dari setiap tindakan manusia yang

mempengaruhi kondisi perairan sehingga mengurangi atau merusak daya guna

perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar terhadap

perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi produk baru

dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan. Kumar (1977)

berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau komposisinya baik secara

langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak lagi

berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau

maksud lain seperti sebelum terkena pencemaran. Pengaruh pencemaran air

limbah terhadap kualitas air dapat dilihat dari sifat fisik, kimia dan biologi

perairan. Sifat fisik antara lain peningkatan kekeruhan, padatan tersuspensi, air

menjadi berbau dan berwarna. Sedangkan sifat kimia dan biologi adalah

(4)

2.3 Sumber Pencemaran Air

Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan

pencemaran sungai-sungai, terutama sungai–sungai yang melintasi daerah

perkotaan dimana sebagian air bekas kegiatan manusia dibuang ke sistem perairan

yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu. Hal ini

menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992).

Sumber pencemar perairan dapat berupa suatu lokasi tertentu (point

sources) dan tak tentu/tersebar (non-point sources/diffuse sources). Pencemar

yang berasal dari sumber point source bersifat lokal, efek yang ditimbulkan dapat

ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Sumber pencemar point

source misalnya saluran limbah industri dan cerobong asap pabrik. Volume

pencemar dari point source biasanya relatif tetap. Sumber pencemar non-point

source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak, misalnya limpasan

dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah

permukiman penduduk (domestik), dan limpasan dari daerah perkotaan.

Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh

Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis Pencemar dan Sumbernya

Jenis Pencemar

Sumber Tertentu (Point Source) Sumber Tak Tentu (Non-point Source) Limbah Domestik Limbah Industri Limpasan Daerah

Pertanian

Limpasan Daerah Perkotaan Limbah yang dapat

menurunkan kadar oksigen X X X x

Nutrien X X X x

Patogen X X X x

Sedimen X X X x

Garam-garam - X X x

Logam yang toksik - X - x

Bahan organik yang toksik - X X -

(5)

2.4 Indikator Pencemaran Perairan

Beberapa parameter atau indikator kualitas air yang disarankan untuk

dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan,

antara lain parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003). Indikator atau

tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda

yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi:

 Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna, bau dan rasa.

 Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

 Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah

pH atau konsentrasi ion hidrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen atau DO),

kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand atau BOD) serta

kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand atau COD).

Pemantauan kualitas air tukad Yeh Poh perlu disertai dengan pengukuran

dan pencatatan debit air agar data hasil analisis berhubungan dengan parameter

pencemaran air dan debit badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan

pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub, 2005).

2.5 Kualitas Air Sungai

Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air untuk digunakan bagi

(6)

ternak dan sebagainya. Air sungai merupakan sumber daya air yang penting untuk

menunjang pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, maka fungsi

sebagai sumber daya air harus dilestarikan agar dapat menunjang pembangunan

secara berkelanjutan (Arsyad, 2006).

Penentuan kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian

untuk membuktikan apakah pemanfaatan air itu sesuai atau tidak dengan

peruntukannya. Pembagian peruntukan air berdasarkan kelas telah diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pasal 8 tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4

(empat) kelas, yaitu:

 Kelas satu (I): air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut;

 Kelas dua (II): air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air

untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

 Kelas tiga (III): air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut;

 Kelas empat (IV): air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang

(7)

2.6 Parameter Penentu Kualitas Air 2.6.1 Parameter Fisika

a. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam

badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi dari pada suhu badan air.

Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu

dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu

dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan

menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: (1) jumlah oksigen terlarut di

dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan

dan hewan air lainnya terganggu. (4) jika batas suhu yang mematikan

terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz, 1992).

b. Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan

larutan cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung

keberadaan ion, konsentrasi ion total, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu

saat pengukuran. Makin tinggi konduktivitas dalam air, maka air akan terasa

payau sampai asin (Mahida, 1986).

Daya hantar listrik dapat dikatakan sebagai penetapan pendahuluan

dalam pemeriksaan kualitas air. Dengan mengetahui nilai DHL suatu badan

air, secara garis besar jumlah ion di dalam air dapat diketahui. Jika nilai

DHLnya tinggi, maka kadar ion dalam badan air tersebut juga tinggi dan

sebaliknya jika nilai DHLnya rendah, maka kadar ion dalam badan air tersebut

(8)

perairan alami sekitar 20-1500 μmhos/cm. Perairan laut memiliki nilai DHL

yang sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut (Effendi, 2003).

c. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS)

Total padatan tersuspensi atau total suspended solid adalah padatan

yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung

mengendap. Padatan tersuspensi (suspeded solids) adalah partikel-partikel yang

berukuran lebih besar dari 0,45 µm berada dalam badan air. Padatan

tersuspensi terbentuk dari partikel-partikel sedimen, bahan-bahan organik

(detritus yang terkomposisi), juga sel-sel fitoplankton dan mikroorganisme

hidup lainnya (Fardiaz, 1992).

Padatan tersuspensi bahan anorganik yang tinggi dapat menurunkan

produktivitas primer di perairan karena menurunnya penetrasi cahaya matahari.

Sementara itu, padatan tersuspensi bahan organik yang tinggi di perairan akan

mendorong meningkatnya aktivitas mikroorganisme untuk menguraikannya

sehingga kebutuhan oksigen terlarut akan meningkat. Menurut Alabaster dan

Lloyd (1982), kandungan TSS kurang dari 25 mg/L tidak berpengaruh terhadap

kehidupan biota perairan, kandungan 25 – 80 mg/L sedikit berpengaruh

terhadap kepentingan perikanan dan kandungan di atas 81 mg/L kurang baik

bagi kepentingan perikanan.

2.6.2 Parameter Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa

(9)

= 7 bersifat netral, pH < 7 bersifat asam dan pH > 7 bersifat basa (Effendi,

2003). Adanya ion karbonat, bikarbonat dan ion hidroksida akan menaikkan

kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat

menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut,

Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga

dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi

spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di

perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan

tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Dissolved Oxygen merupakan gas oksigen yang terdapat di perairan

dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida,

biasanya dinyatakan dalam mg/L (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas

dalam air dapat berkurang bila dalam air terdapat kotoran/limbah organik yang

bersifat degradable.

Dalam air kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang

anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi senyawa

yang lebih sederhana. Bila oksigen bebas dalam air habis/sangat berkurang

jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang adalah bakteri anaerob

(Darsono, 1992).

Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi.

Pada tekanan tertentu, kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu.

Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan oksigen adalah adanya pergolakan

(10)

oksigen di sekeliling perairan dipengaruhi oleh suhu perairan, salinitas

perairan, ketinggian tempat dan plankton yang terdapat di perairan. DO juga

dipengaruhi oleh suhu perairan, di udara yang panas oksigen terlarut akan

turun. Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika dibandingkan dengan

daya larutnya dalam air tawar. Daya larut oksigen dalam air limbah kurang dari

95% dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji, 1995).

Terbatasnya kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air

untuk membersihkan dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air

limbah untuk mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran. Oksidasi

biologis meningkat bersama meningkatnya suhu perairan sehingga oksigen

terlarut akan menurun (Mahida, 1986).

Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan

oksigennya sangat rendah. Hal ini dikarenakan oksigen yang terlarut di dalam

air digunakan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan

organik sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana (Wardhana, 2004).

Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan dapat dikategorikan

sebagai perairan yang baik memiliki kadar oksigen terlarut (DO) lebih dari 5

ppm (Salmin, 2005).

c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) Biochemical Oxygen Demand merupakan ukuran jumlah zat organik

yang dapat dioksidasi oleh bakteri aerob/jumlah oksigen yang digunakan untuk

mengoksidasi sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob. BOD

merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan.

(11)

oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologis dengan

melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi

aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan

sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik

yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik.

Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat

kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih

sedikit dibanding air tercemar. Air tercemar oleh bahan buangan yang bersifat

antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, detergen, asam sianida, insektisida

dan sebagainya, menyebabkan jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit

dalam perairan tersebut. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka

merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar oksigen

biokimia (BOD) dalam air yang tingkat pencemarannya masih rendah dan

dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik berkisaran 0 – 10 ppm (Salmin,

2005).

Pemeriksaaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan

oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri

aerobik. Sebagai hasil akan terbentuk karbon dioksida, air dan amoniak.

Reaksi oksidasi dapat ditulis sebagai berikut:

CnHaObNc + ( O2 nCO2 + H2O + cNH3

Oksidasi senyawa organik secara biologis dapat terjadi secara sempurna

dalam waktu 21-28 hari, namun biasanya penetapan dilakukan dengan BOD5,

dimana kondisi penetapan inkubasi selama 5 hari dalam suhu 20oC dalam

(12)

suasana tanpa cahaya. Hal ini dilakukan karena sudah dapat diketahui bahwa

tahap oksidasi yang berlangsung sebesar 70% selama 5 hari dan menunggu

hingga 21-28 hari tidak efektif untuk suatu analisis yang memerlukan waktu

cepat (Salmin, 2005)

d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik secara

kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar

didegradasi menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi,

penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan

bahan organik. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis

secara cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa

organik tersebut tetap menurunkan kualitas air.

Pada uji COD bahan organik dioksidasi oleh kalium dikromat

(K2Cr2O7) yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent),

kemudian dilakukan pemanasan selama 2 jam dengan penambahan katalis

perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Oksidasi terhadap bahan

buangan organik mengikuti reaksi sebagai berikut:

CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

(Alaerts dan Santika, 1994)

Untuk memastikan bahwa semua zat organik habis teroksidasi maka zat

pengoksidasi K2Cr2O7 harus tersisa sesudah pemanasan. K2Cr2O7 yang tersisa

di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang

Zat organik (warna kuning)

ΔΕ

Ag2SO 4

(13)

telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro

ammonium sulfat, dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut:

6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu

pada saat warna hijau-biru larutan berubah menjadi coklat-merah (Alaerts,

1990).

Setelah diperoleh volume ferro ammonium sulfat yang digunakan,

kemudian dilanjutkan dengan perhitungan untuk mengetahui nilai COD mg/L.

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Keterangan :

a = Volume Fe(NH4)2(SO4)2 yang digunakan untuk titrasi blanko (mL)

b = Volume Fe(NH4)2(SO4)2 yang digunakan untuk titrasi sampel air (mL)

c = Volume sampel air (mL)

N FAS = Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2 (grek/L)

e. Fosfat

Fosfat adalah anion yang terbentuk dari ikatan antara atom fosfor

dengan atom oksigen. Fosfat dalam perairan berasal dari deterjen dalam limbah

cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam

air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat

organik. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut,

tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian

ortofosfat berasal dari pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan

(14)

Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan

industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti

industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organik terdapat

dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.

Menurut Boyd (1982), kadar fosfat yang diperkenankan dalam air

minum adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar

antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm tergolong perairan yang

eutrof.

f. Timbal (Pb)

Timbal adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang lazim

terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain

terutama seng dan tembaga. Penggunaan Pb terbesar adalah dalam industri

baterai kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan

komponen-komponennya. Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan, cat dan

pestisida. Pencemaran Pb dapat terjadi di udara, air, maupun tanah.

Pencemaran Pb merupakan masalah utama, tanah dan debu sekitar jalan raya

pada umumnya telah tercemar timbal yang berasal dari bensin selama

bertahun-tahun (Sunu, 2001).

Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan

perairan secara alamiah dan juga sebagai dampak dari aktivitas manusia.

Timbal (Pb) yang masuk ke dalam perairan sebagai dampak aktivitas

kehidupan manusia diantaranya adalah air buangan dari pertambangan bijih

timah hitam, buangan sisa industri baterai dan bahan bakar angkutan air.

(15)

udara dengan bantuan air hujan. Selain itu, proses korosifikasi dari batuan

mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu

jalur sumber Pb yang akan masuk dalam badan perairan. Logam Pb yang

masuk ke badan perairan sebagai dampak dari aktivitas kehidupan manusia.

Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam bentuk

ion-ion divalen atau ion-ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Badan perairan yang telah

kemasukan senyawa atau ion-ion Pb, sehingga jumlah Pb yang ada dalam

badan perairan melebihi kosentrasi yang semestinya, dapat mengakibatkan

kematian bagi biota perairan (Palar, 2004). Kosentrasi logam toksik salah

satunya Pb dalam lingkungan perairan secara alamiah biasanya sangat kecil

sekali.

g. Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) disebut juga cuprum, termasuk dalam golongan I B pada

tabel periodik. Cu mempunyai nomor atom 29 dengan massa relatif (Ar)

63.546 g/mol. Unsur logam ini berbentuk kristal berwarna kemerah-merahan

karena adanya lapisan tipis tarnish yang teroksidasi saat terkena udara (Palar,

2008).

Tembaga bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan

mineral, debu, dan partikulat-partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara yang

dibawah turun oleh hujan (Laws, 1993). Logam Cu masuk ke dalam

lingkungan akibat dari aktivitas manusia seperti buangan limbah industri yang

mengandung Cu dan sebagainya (Palar, 2004).

Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk

(16)

atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral seperti kalkosit (Cu2S),

kovelit (CuS), kalkopirit (CuFeS2), bornit (Cu5FeS4) dan enargit (Cu3AsS4)

(Widowati et al., 2008). Di perairan alami tembaga (Cu) terdapat dalam bentuk

partikulat, koloid dan terlarut. Ikatan Cu kompleks dengan ligan organik,

terutama adalah oleh material humus. Pada perairan alami, kadar tembaga

biasanya 0,02 mg/L. Air tanah dapat mengandung tembaga sekitar 0.005 mg/L

sampai 12 mg/L (Palar, 2004).

Tembaga termasuk logam berat essensial karena keberadaanya dalam

tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis organisme.

Walaupun dibutuhkan tubuh, bila kelebihan dapat menganggu kesehatan atau

mengakibatkan keracunan (Clark, 1989). Tembaga dimanfaatkan dalam proses

pertumbuhan, metabolisme, dan aktivitas enzim pada berbagai jenis alga,

cyanobakteria, dan organisme perairan lainnya. Namun jika konsentarsi Cu

pada suatu perairan tinggi, maka akan menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan organisme perairan.

2.6.3 Parameter Biologi

Air mempunyai peranan untuk kehidupan manusia, hewan,

tumbuh-tumbuhan dan jasad lain. Salah satu sumber daya air yang dipergunakan untuk

memenuhi kebutuhan manusia adalah air sungai. Sungai sering dipakai untuk

membuang kotoran baik kotoran manusia, hewan maupun untuk pembuangan

sampah, sehingga air yang terdapat dalam sungai tersebut sering mengandung

bibit penyakit menular seperti disentri, kolera, tipes dan penyakit saluran

pencernaan yang lain. Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme

(17)

pertanian dan peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator

tercemarnya suatu badan air adalah bakteri Escherichia coli, yang merupakan

salah satu bakteri yang tergolong Coliform dan hidup normal di dalam kotoran

manusia dan hewan sehingga disebut juga Fecal coliform. Fecal coliform adalah

anggota dari Coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan

merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan

(Effendi, 2003).

Alaerts dan Santika (1990) menyatakan bahwa Fecal oliform merupakan

bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena Fecal

coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut

terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan

tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Bakteri Coliform lainnya berasal

dari hewan dan tanaman mati disebut dengan nonfecal Coliform.

2.7 Baku Mutu Lingkungan Hidup

Baku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau

kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar

yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur

lingkungan hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), sedangkan

baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau

komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya dalam air.

Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi

kelangsungan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya,

(18)

Upaya yang dilakukan adalah dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian

pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi

sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan

peraturan pemerintah tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian

pencemaran air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga

tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjaga agar

kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air

dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai dengan baku mutu air melalui

upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air

(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2002).

Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air akibat makin

meningkatnya kegiatan pembangunan yang mengandung resiko pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup adalah disusunnya Peraturan Daerah tentang

Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Selanjutnya

Pemerintah Provinsi Bali menyusun Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007

tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Kerusakan Lingkungan

Hidup. Peraturan ini sebagai dasar penetapan kelas air di Provinsi Bali. Arti

penting baku mutu lingkungan adalah untuk mencegah terjadinya pencemaran

terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia. Selain

itu juga sebagai penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup serta untuk

pengendalian terhadap pencemaran lingkungan.

2.8 Status Mutu Air Sungai

Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi baik

(19)

membandingkan terhadap baku mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk

melakukan penilaian status mutu air pada suatu sumber air, yaitu diantaranya yang

disajikan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun

2003 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003), tentang Pedoman

Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan Metoda STORET dan Metoda Indeks

Pencemaran. Metoda STORET merupakan salah satu metoda yang umum

digunakan untuk menentukan status mutu perairan. Dengan metoda ini dapat

diketahui parameter-parameter yang memenuhi atau melampaui baku mutu air.

Metoda STORET ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat

dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh badan air atau sebagaian

dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar metoda STORET ini dapat

memberikan masukan pada pengambilan keputusan agar dapat menilai kualitas

badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki

kualitas jika penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Metoda

STORET mencakup berbagai parameter kualitas yang independen dan bermakna.

Secara prinsip metoda STORET adalah membandingkan antara data

kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna

menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah

dengan menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, yaitu:

Kelas A: baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu

Kelas B: baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan

Kelas C: sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang

(20)

2.9 Spektrofotometri UV-Vis

Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara radiasi

gelombang elekromagnetik dengan suatu materi. Radiasi elektromagnetik adalah

suatu bentuk dari energi yang dipancarkan suatu sumber cahaya yang bergerak ke

depan dengan kecepatan 3x1010 m.s-1. Dikenal berbagai bentuk radiasi

elektromagnetik dan yang mudah dilihat adalah cahaya atau sinar tampak. Daerah

sinar tampak mulai dari warna merah pada panjang gelombang 780 nm sampai

warna ungu pada panjang gelombang 780 nm (kisaran frekuensi 12800–26300

cm-1). Sedangkan daerah ultraviolet berkisar dari 380 nm sampai 180 nm (kisaran

frekuensi 2630–55500 cm-1). Energi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak

berkisar dari 140 sampai 660 kj/mol (Mulja dan Syahrani, 1990).

Spektroskopi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak biasa disebut

spektroskopi UV-Vis atau spektrofotometer UV-Vis. Dari spekrum absorbsi dapat

diketahui panjang gelombang dengan absorbansi maksimum dari suatu unsur atau

senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan mudah dapat

dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan

absorbansi maksimum yang telah ditentukan.

Radiasi yang berasal dari ultraviolet-visibel diabsorbsi oleh molekul

organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau

atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron dari orbit

terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi

yang lebih tinggi. Besarnya absorbansi radiasi tersebut sebanding dengan

banyaknya molekul analit yang mengabsorbsi dan dapat digunakan untuk analisis

(21)

Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur serapan sinar

ultraviolet dan sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutannya. Jumlah

cahaya yang diserap oleh suatu zat dalam larutan berbanding lurus dengan

konsentrasi zat dalam larutannya. Hubungan antara serapan cahaya dengan

konsentrasi zat dalam larutan dapat dinyatakan dengan persamaan Lambert-Beer

berikut ini:

A = - log T = є b c

Dimana: A = absorbansi

T = transmitansi

є = absorptivitas molar (L/mol cm) b = panjang sel (cm)

c = konsentrasi zat yang menyerap sinar (mol/L)

Dalam aplikasinya, terdapat beberapa persyaratan agar hukum

LambertBeer dapat digunakan, syarat pertama yaitu konsentrasi larutan yang diukur harus encer, kemudian zat pengabsorbsi (zat yang dianalisis) tidak boleh

terdisosiasi, berasosiasi atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan produk lain.

Syarat berikutnya radiasi cahaya yang digunakan untuk pengukuran harus

monokromatis (cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang). Dan

syarat yang terakhir yaitu kejernihan, kekeruhan larutan yang disebabkan oleh

partikel-partikel koloid misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer.

2.10 Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

Prinsip dasar spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi

(22)

yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990).

Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur.

Spektrofotometri serapan atom merupakan metode analisis instrumental

yang digunakan untuk menentukan kadar logam dalam larutan. Metode ini

didasarkan pada absorpsi cahaya oleh atom pada panjang gelombang tertentu

tergantung pada jenis unsur. Pada analisis dengan AAS akan terjadi proses

atomisasi yaitu sampel yang dianalisis diuraikan menjadi atom-atom netral dalam

bentuk uap.

Larutan sampel disemprotkan ke suatu nyala dalam bentuk aerosol dan

unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala

mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan

tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai

atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini

kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang sesuai

dengan unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh

sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom

dalam nyala.

Proses atomisasi yang terjadi dalam AAS adalah sebagai berikut: larutan

sampel disemprotkan dalam bentuk aerosol (kabut) ke dalam nyala/api.

Mula-mula terjadi penguapan pelarut yang menghasilkan sisa partikel yang padat dan

halus di dalam nyala. Partikel-partikel padat ini kemudian berubah menjadi bentuk

uap (gas), selanjutnya sebagian atau seluruhnya mengalami disosiasi menjadi

atom netral. Proses ini disebabkan pengaruh langsung dari panas atau peristiwa

(23)

menyerap (mengabsorpsi) energi cahaya yang dikenakan padanya dengan panjang

gelombang yang sesuai dengan besarnya energi transisi dari tingkat energi dasar

ke tingkat energi yang lebih tinggi (Zainudin, 1986).

2.11 Metode Kurva Kalibrasi

Analisis kuantitatif dengan kurva kalibrasi diperoleh dengan mengalurkan

konsentrasi zat standar dengan absorbansi. Kurva kalibrasi diperoleh dengan

mengukur absorbansi dari sederetan konsentrasi larutan standar. Untuk senyawa

atau zat yang mengikuti hukum Lambert-Beer, plot antara absorbansi dengan

konsentrasi merupakan garis lurus.

Gambar 2.1. Kurva Kalibrasi

Dengan kurva kalibrasi, konsentrasi larutan sampel dapat dengan mudah

diketahui dengan pembacaan absorbansi sampel seperti pada Gambar 2.1.

Perhitungan konsentrasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi

linier dengan model y = bx + a, dimana y adalah absorbansi, x adalah konsentrasi,

Gambar

Tabel 2.1 Jenis Pencemar dan Sumbernya
Gambar 2.1. Kurva Kalibrasi

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil wawancara,pak Dadang mengeluhkan adanya product defect yang dihasilkan setelah proses pengangkutan tomat dari kebun ke tempat pengumpulan.Ketika buruh

S$%&' (unguents) $$%$ '*&'$*$+ ,&+&-.$ '$$+ /-+/ '&$$$- %/$* 3$-. $,/$- /-+/ '&$$$- '$$ $+$ 4/$+ /,/, $- ,&4/+ salep mata.

Namun, diduga adanya kecenderungan pertumbuhan pabrik pakan ternak yang sampai saat ini telah membentuk oligopoli ditunjukkan dengan adanya (1) proporsi produksi pakan dari

Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang karena kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang

Memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris Perseoran untuk menunjuk Kantor Akuntan Publik Independen yang akan mengaudit buku-buku Perseroan untuk tahun buku

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel independen berupa jumlah unit usaha, UMR, investasi, Inflasi ,PDRBsektor

tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan kesiapan belajar

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji atau membuktikan uapaya meningkatkan hasil belajar PKn melalui metode pembelajaran NHT pada siswa kelas 6A SD YPK Rut