• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. maupun rohani (Tarigan, 1984:118). Artinya, karya fiksi semisal novel, satu di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. maupun rohani (Tarigan, 1984:118). Artinya, karya fiksi semisal novel, satu di"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sebagai sebuah rangkaian cerita, karya sastra termasuk kategori fiksi. Fiksi menceritakan atau melukiskan kehidupan, baik fisik maupun psikis, jasmani maupun rohani (Tarigan, 1984:118). Artinya, karya fiksi semisal novel, satu di antara banyak faktor terciptanya ialah karena ada manifestasi pengalaman kemanusiaan di dalamnya. Karya seni sebagai manifestasi pengalaman estetis sekaligus juga merupakan manifestasi pengalaman kemanusiaan (Pujiharto, 2012:19). Manifestasi pengalaman kemanusiaan tersebut dibangun oleh unsur-unsur yang ada dalam karya sastra. Semakin komplet unsur-unsurnya, maka semakin banyak ditemukan hubungan antar-unsur yang menjadikan sebuah karya sastra bisa dinikmati oleh pembaca.

Novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail (Stanton, 2012:90). Semuanya itu menjadi unsur-unsur pembangun novel yang dalam teori sastra dirincikan menjadi fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Fakta cerita terdiri dari alur, karakter, dan latar. Sarana sastra terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dantone, simbolisme, serta ironi.

Unsur-unsur tersebut juga dipengaruhi oleh adanya pengarang sebagai pencipta suatu karya. Pengarang sebagai pencipta suatu karya sastra merupakan

(2)

bagian dari masyarakat sehingga tidak dimungkinkan seorang sastrawan dapat melepaskan diri begitu saja dari perubahan suatu masyarakat (Faruk, 1988:20). Perubahan-perubahan tersebut yang juga sangat berpengaruh dalam dunia-dunia yang dimunculkan pengarang lewat karyanya. Dunia dalam novel sangat memadai, bahkan saat digunakan untuk menampung berbagai jenis pengalaman (Stanton, 2012:98). Pengalaman-pengalaman memengaruhi pergerakan setiap unsur menjadi kesatuan cerita utuh sehingga menarik atau tidaknya pengalaman yang dituliskan pengarang dalam karyanya akan berdampak pada bertahannya suatu karya. Alur, karakter, dan latar dirangkum sebagai fakta-fakta cerita, sementara itu juga ada sarana-sarana sastra seperti judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi sehingga membentuk kesatuan cerita. Fakta-fakta cerita serta sarana-sarana sastra tersebut akan membantu menunjukkan tema dari suatu karya. Semua unsur tersebut menjadi sebuah kesatuan mucul dalam karya Mardhiyan Novita M.Z berjudulMahar Cinta Gandoriah(2013).

Mardhiyan Novita M.Z mengungkapkan rumitnya kisah Sahara menuju pernikahan sebab keluarga Uda Dinul meminta uang jemputan dengan harga puluhan juta rupiah. Uang jemputan ini tidak di semua daerah Minangkabau yang menerapkannya, tetapi hanya di Pariaman. Bajapuik atau japuiktan dipandang sebagai kewajiban pihak keluarga perempuan memberi sejumlah barang atau uang kepada laki-laki (calon suami) sebelum akad nikah dilakukan (Azwar, 2001:51). Sebagai sebuah tradisi unik di Pariaman, sebagian besar masyarakat masih menerapkannya meskipun harus berhutang. Tradisi memperlihatkan bagaimana

(3)

anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan (Esten, 1993:11).

Novel Mahar Cinta Gandoriah diterbitkan tahun 2013. Pengarangnya ialah perempuan yang lahir di Pariaman. Dalam novel tersebut, tokoh utama Sahara dimunculkan sebagai gambaran perempuan asli Pariaman yang berpendidikan dan sukses di Jawa, kemudian dihadapkan dengan perjodohan yang berbelit dari sang paman yang disebut mamak. Sahara menuruti kehendak sang mamak untuk berkenalan dengan Uda Dinul, seorang arsitek. Sahara tetap kukuh pendirian bahwa dalam proses pernikahannya tidak akan menerapkan tradisi uang jemputan. Hal tersebutlah yang membuat mamaknya geram dan mengutuki Sahara sebagai gadis Minang yang tidak tahu adat dan percuma telah memiliki dua gelar sebagai lulusan mahasiswa Ilmu Budaya.

Namun, sebelum dikenalkan dengan Uda Dinul, Sahara sudah terlibat dalam cinta masa lalunya bersama Tanjung, seorang pemuda Pariaman yang tidak tegas dalam menyikapi perasaannya pada Sahara sehingga tidak tampak apakah Tanjung pro atau kontra terhadap tradisi uang jemputan karena mereka tidak sampai pada tahap pernikahan. Tidak dilihat dari pertentangan yang dimunculkan Sahara saja mengenai uang jemputan, tokoh Uda Dinul sebagai perantau yang jauh lebih sukses dihadirkan sebagai pihak yang pro terhadap adanya uang jemputan. Hal ini dibuktikan dari tidak ada tindakan protes oleh Uda Dinul saat keluarganya menetapkan total rupiah uang jemputan dan uang hilang yang harus dibayar oleh pihak keluarga Sahara. Tentu dari kedua tokoh yang sama-sama

(4)

perantau sukses, tetapi memiliki dua pandangan yang berbeda mengenai masih diterapkannya uang jemputan atau tidak dalam perencanaan pernikahan keduanya. Hal itu menjadi konflik dalam sebuah karya sastra hingga akhir cerita Sahara justru menerima lamaran Fauzi, seorang pemuda Betawi yang menempuh tahap pernikahannya dengan Sahara secara sederhana, tidak berbelit, dan diambil berdasarkan sikap tegas Fauzi.

Berdasarkan uraian di atas, novel Mahar Cinta Gandoriah layak diteliti untuk mengetahui kesatuan cerita dalam novel Mahar Cinta Gandoriah. Ada empat alasan utama yang akan mengarahkan penelitian ini. Pertama, di banding karya pengarang yang lainnya, alur, karakter, dan latar dalam novel Mahar Cinta Gandoriah lebih menarik karena ada unsur tradisi lokal Pariaman. Kedua, judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, serta ironi dalam novel Mahar Cinta Gandoriah juga menarik dan semua unsur tersebut ada di dalamnya. Ketiga, temanya berkaitan dengan nilai-nilai lokal adat pernikahan daerah Pariaman. Keempat, hubungan antarunsur tampak membentuk kesatuan novel Mahar Cinta Gandoriah.

Selain keempat alasan tersebut, penelitian ini menarik sekaligus berbeda dengan penelitian sastra lainnya karena peneliti akan mengkaji, menganalisis, sekaligus mengkritisi karyanya sendiri, tetapi tetap akan ada pemisahan posisi antara peneliti dengan pengarang. Sebelumnya, hal serupa juga pernah dilakukan oleh pengarang-pengarang lain, seperti beberapa pengarang yang menganalisis karya-karya mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban dari apa yang telah

(5)

diciptakannya. Misalnya, A.A Navis yang mengulas tentang proses penciptaan novel “Kemarau”. Cerita novel itu terpengaruh oleh iklim pada masa itu. Musim kemarau sangatlah panjang (A.A Navis, 1983:67). Selain A.A Navis, juga ada pengarang lain seperti Subagio Sastrowardoyo yang menjelaskan caranya menciptakan karya berjudul “Simphoni” (1983). Akan tetapi, analisis berupa peneliti yang meneliti karyanya sendiri sebagai skripsi, belum pernah dilakukan, khususnya oleh mahasiswa S1 Sastra Indonesia FIB UGM.

Oleh karena itu, peneliti juga tertarik menganalisis karya sendiri sebagai bentuk pertanggungjawaban hasil karya secara ilmiah. Penelitian ini terfokus kepada struktur yang membangun novel agar terhindar dari penilaian subjektif peneliti yang juga seorang pengarang. Berdasarkan uraian tersebut, novel Mahar Cinta Gandoriahperlu diteliti menggunakan teori analisis struktur Robert Stanton sehingga unsur-unsur dalam novel bisa diketahui pergerakannya dalam membentuk kesatuan cerita.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana fakta-fakta cerita dalam novelMahar Cinta Gandoriah? 2. Seperti apakah sarana-sarana sastra dalam novel Mahar Cinta

Gandoriah?

(6)

4. Bagaimana kesatuan organis dan kesatuan dunia dalam novel Mahar Cinta Gandoriah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan praktis dan tujuan teoretis. Tujuan praktisnya ada dua. Pertama, membantu peneliti melakukan analisis terhadap hasil karyanya sendiri sehingga menjadi pembelajaran untuk menulis karya-karya berikutnya. Kedua, membantu pembaca untuk mengetahui ada hubungan pokok dalam pergerakan konflik cerita yaitu adanya fakta-fakta cerita, sarana-sarana sastra, serta tema sehingga dapat ditemukan kesatuan dalam novel Mahar Cinta Gandoriah. Selain tujuan praktis, berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan teoretis penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menunjukkan fakta-fakta cerita dalam novelMahar Cinta Gandoriah. 2. Mengungkap sarana-sarana sastra dalam novelMahar Cinta Gandoriah. 3. Menemukan tema novelMahar Cinta Gandoriah.

4. Menganalisis kesatuan dalam novelMahar Cinta Gandoriah. 1.4 Tinjauan Pustaka

Sebelum Mahar Cinta Gandoriah dipublikasikan, novel pertama Mardhiyan Novita M.Z berjudul Penyair Merah Putih terlebih dulu telah dijadikan objek skripsi oleh Miki Yuliandri (2012), mahasiswa Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Padang dengan judul “Refleksi Kekerasan dalam Penyair Merah Putihkarya Mardhiyan Novita M.Z”. Dalam skripsinya, Miki menemukan sekaligus menganalisis bentuk kekerasan yang dimunculkan pengarang dalam

(7)

novel Penyair Merah Putih. Masih dengan novel pertama, Penyair Merah Putih juga pernah dipresentasikan kepada Dewan Bahasa Malaysia dalam acara Kembara Sastra Mardhiyan Novita M.Z dengan Prof.Dr.Siti Zainon Ismail pada tahun 2012. Novel Penyair Merah Putih juga menjadi objek penelitian dalam sebuah lomba Karya Tulis Ilmiah siswa SMA sederajat tingkat provinsi Sumatera Barat yang ditulis oleh Aziati Ridha Khairi (2012) dengan judul “Penokohan dalam Novel Penyair Merah Putih karya Mardhiyan Novita M.Z” dan mendapat peringkat pertama dalam kategori humaniora.

Lain dengan nasibPenyair Merah Putih, penelitian terhadap novelMahar Cinta Gandoriah sudah ditulis oleh Eka Damayanti, mahasiswa Sastra Indonesia UGM dengan judul “Novel Mahar Cinta Gandoriah Karya Mardhiyan Novita M.Z: Analisis Sosiologi Sastra Ian Watt” (2014). Hasilnya, Eka Damayanti mengungkap dan menjabarkan konteks sosial pengarang, cerminan masyarakat Pariaman, dan fungsi sosial yang terdapat dalam novel Mahar Cinta Gandoriah. Namun, novel Mahar Cinta Gandoriah belum pernah dianalisis dengan teori Robert Stanton. Selain telah dijadikan objek skripsi, tahun 2015 ini novel Mahar Cinta Gandoriah sedang digarap menjadi sebuah film oleh produksi film Santano Art. Sebagai pendukung, di sampul belakang novel dilengkapi dengan empat testimoni.

Novel ini mengajak kita berpikir sejenak: haruskah setiap tradisi diikuti atas nama kepatuhan adat? Ada begitu banyak tradisi yang tak lagi sesuai perkembangan zaman. Adat dan budaya harus tetap dilestarikan dengan hati sukarela para penerusnya. Kearifan zaman semestinya menjadi benang merah

(8)

untuk menjaga marwah keelokan tradisi (Ari Kinoysan Wulandari; penulis dan Founder owner kampus online Griya Kinoysan University).

Sejak menjadi siswa Sanggar Sastra Rumah Puisi Taufiq Ismail -dan saya merupakan salah seorang intrukturnya- bakat menulis Mardhiyan Novita M.Z saya cermati seringkali di luar dugaan. Dia punya kemampuan menulis yang baik dari teman-temannya yang lain. Dia bukan sekadar menulis, tetapi juga berdakwah lewat tulisan-tulisannya. Dakwah dengan caranya itu juga dapat Anda selami di setiap bab novel ini (Muhammad Subhan; penulis dan pegiat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia).

Syarat sebuah novel adalah adanya konflik. Pengarang mampu membangun konflik yang kuat bahkan mendobrak kebiasaan lama atau tradisi klasik yang ada di daerah asal tokoh dengan bahasa yang sederhana. Tokoh utama, Sahara, mampu melalui tekanan dan hambatan untuk bisa kemudian berusaha membuktikan bahwa kebiasaan atau tradisi lama itu ternyata bisa diubah bahkan lebih baik dan sempurna. Satu lagi yang memperkuat novel ini adalah setting dan tradisi budayanya (Muhammad Syukron; Ketua KMM, Mesir).

Novel ini mengungkap adat-istiadat lamaran yang oleh sebagian orang sekarang mulai dipertentangkan. Selain itu, novel ini memuat keteladanan yang bisa dijadikan contoh bagi pergaulan anak-anak muda zaman sekarang; kegigihan berusaha, keteguhan dalam prinsip, kebaikan akhlak dan perilaku. Buat Mardhiyan Novita M.Z, teruslah berkarya dan berdakwah lewat pena. Life will be more rewarding if you do (Mahyouhandrie Kamil; Penikmat sastra di tengah belantara Queensland, Australia).

Mahar Cinta Gandoriahakan diteliti dengan teori struktur Robert Stanton. Sebelumnya, teori tersebut sudah digunakan oleh mahasiswa dengan menggunakan objek lain, seperti yang ditulis oleh Yogi Sutopo (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Dunia-Dunia dalam Novel Ranah 3 Warna Karya Ahmad Fuadi: Analisis Struktur Robert Stanton”. Dalam skripsinya tersebut, Yogi Sutopo mengulas tentang fakta cerita, tema, sarana sastra, serta hubungan antarunsur dan dunia dalam novel Ranah 3 Warna.

(9)

Teori yang sama juga digunakan Mohammad Arif Amrullah dalam skripsinya yang berjudul “Novel Lelaki Terindah Karya Andrei Aksana: Kajian Alur menurut Teori Robert Stanton” (2013). Arif menilai bahwa alur yang digunakan Anderi Aksana dalam karyanya tersebut menarik yaitu dengan penceritaan dan penggabungan peristiwa masa lampau dan masa kini seorang homoseksual. Selain itu, Mohammad Sholahuddin menganalisis “Kesatuan dalam Cerpen Dodolitdodolitdodolibret Karya Seno Gumira Ajidarma: Analisis Strukturan Robert Stanton” (2014). Sholahuddin menganalisis kesatuan yang terdapat dalam sebuah cerpen tentang Guru Kiplik yang percaya bahwa doa akan dikabulkan apabila diucapkan dengan pelafalan yang benar. Berdasarkan studi pustaka di atas, novel Mahar Cinta Gandoriah belum pernah diteliti menggunakan teori struktur Robert Stanton.

1.5 Landasan Teori

Struktur cerita terdiri dari fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan ‘struktur faktual’ atau ‘tingkatan faktual’ cerita (Stanton, 2012:22). Fakta-fakta cerita tersebut terdiri dari alur, karakter, dan latar. Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja (Stanton, 2012:26).

Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu ‘karakter utama’ yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita

(10)

(Stanton, 2012:33). Sementara itu, latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton, 2012:35). Selain alur, karakter, dan latar, penelitian ini juga tidak terlepas dari analisis tema, yaitu aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton, 2012:36). Tema dapat diibaratkan ‘maksud’ dalam sebuah gurauan, tetapi tetap mengalami kesulitan ketika diminta untuk menjelaskannya (Stanton, 2012:39).

Selanjutnya, penelitian ini juga menganalisis hal-hal yang menjadi sarana sastra dalam terciptanya novel Mahar Cinta Gandoriah. Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012:46). Beberapa sarana dapat ditemukan dalam setiap cerita seperti judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, serta ironi. Judul dan tema berbeda. Sebuah judul juga kerap memiliki beberapa tingkatan makna (Stanton, 2012:52).

Mengenai sudut pandang, dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu orang pertama-utama, orang pertama-sampingan, orang ketiga-terbatas, dan orang ketiga-tidak terbatas (Stanton, 2012:53—54). Selain judul dan sudut pandang, sarana sastra berikutnya ialah gaya dan tone. Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa (Stanton, 2012:61), sedangkan tone ialah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa

(11)

menampak dalam berbagai wujud, baik ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2012:63).

Sarana sastra berikutnya ialah simbolisme. Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan (Stanton, 2012:64). Tiga efek itu ialah; sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita, dan sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu untuk menemukan tema (Stanton, 2012:64—65).

Terakhir, ironi, yaitu dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Bila dimanfaatkan dengan benar, ironi dapat memperkaya cerita seperti menjadikannya menarik, menghadirkan efek-efek tertentu, humor atau pathos, memperdalam karakter, merekatkan struktur alur, menggambarkan sikap pengarang, dan menguatkan tema (Stanton, 2012:71). Setelah diketahui fakta cerita, tema, dan sarana sastra, maka semua unsur tersebut akan dianalisi untuk mengungkap kesatuan dalam novel Mahar Cinta Gandoriah.

Fokusnya lagi, kesatuan cerita melekat sebagai pembangun cerita. Pengarang meleburkan fakta dan tema dengan bantuan ‘sarana-sarana’ sastra seperti konflik, sudut pandang, simbolisme, ironi, dan sebagainya (Stanton, 2012:9). Hasilnya, akan tampak bagaimana suatu karya fiksi dihadirkan juga

(12)

sebagai hasil dari perenungan pengarang terhadap dunianya sehingga terbentuklah suatu pengalaman kemanusiaan sebagaimana yang dijelaskan bahwa arti dari sebuah pengalaman tergambar lewat fakta-fakta yang terjadi selayaknya warna yang menempel pada sebuah benda yang dicerap secara bersamaan, bukan terpisah-pisah satu sama lain (Stanton, 2012:9). Lewat penelitian ini akan diketahui alasan unsur-unsur pembangun cerita yang digunakan sehingga berhasil membentuk kesatuan, yaitu yang terangkum dalam fakta cerita, tema, dan sarana sastra.

1.6 Metode Penelitian

Pengamatan studi pustaka dalam penelitian ini dilakukan dengan mengamati hubungan antar-unsur berupa fakta cerita, tema, dan sarana sastra untuk menemukan kesatuan dalam novel Mahar Cinta Gandoriah karya Mardhiyan Novita M.Z. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1995:3).

Dalam penelitian ini, peneliti menempuh lima tahap cara penelitian sebagai berikut.

1. Menentukan sumber data yang akan dijadikan objek penelitian, yaitu novel Mahar Cinta Gandoriah karya Mardhiyan Novita M.Z.

(13)

3. Melakukan studi pustaka dengan mencari sumber-sumber bahan dan data yang menunjang objek penelitian. Dalam penelitian ini, studi pustaka yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan studi.

4. Menganalisis novelMahar Cinta Gandoriahberdasarkan struktur teori fiksi Robert Stanton.

Pertama, peneliti akan menentukan fakta cerita dalam novel Mahar Cinta Gandoriah sehingga mengarahkan pengarang untuk mengetahui pergerakan alur, karakter, dan latar cerita. Kedua, peneliti juga akan menganalisis sarana-sarana sastra dalam novel Mahar Cinta Gandoriah sehingga menemukan kekuatan alasan pengarang dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, serta ironi dalam novel Mahar Cinta Gandoriah. Ketiga, peneliti menentukan tema cerita. Setelah menganalisis tiga hal itu, maka peneliti akan menemukan hubungan antarunsur sebagai kesatuan cerita.

5. Menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan.

1.7 Sistematika Laporan Penelitian

Laporan hasil penelitian ini terdiri atas enam bab. Adapun pembagian masing-masing bab tersebut sebagai berikut. Bab pertama memuat pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika laporan penelitian.

(14)

Bab kedua penelitian ini berisi analisis fakta-fakta cerita dalam novelMahar Cinta Gandoriah, maksudnya ialah analisis peneliti terhadap alur, karakter, dan latar cerita. Bab ketiga berisi analisis sarana-sarana sastra dalam novel Mahar Cinta Gandoriah, yaitu berupa analisis peneliti terhadap judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, serta ironi dalam novel. Bab keempat berisi analisis tema novel Mahar Cinta Gandoriah, baik tema mayor ataupun tema minor. Bab kelima memuat kesatuan cerita dalam novel Mahar Cinta Gandoriah, yaitu peneliti menganalisis hubungan antar-unsur yang membentuk kesatuan cerita tersebut. Bab keenam adalah kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian terhadap novelMahar Cinta Gandoriah.

Referensi

Dokumen terkait

Kurang baiknya kualitas pencatatan dan pelaporan yang masuk sangat memungkinkan terjadi pencatatan yang kurang baik, seperti misalnya data yang hilang atau keliru, adanya

Sehingga dengan melihat dari kondisi guru maka dalam pengabdian ini dilakukan pelatihan pembuatan blog bagi guru pada perwakilan BKS SD/MI Muhammadiyah/ Aisyiyah

Kedua, kebutuhan yang dipandang perlu dila- kukan sebagai solusi dari masalah-masalah di atas adalah sebagai berikut: (1) guru perlu memberi ke- sempatan siswa

mitra dengan perusahaan pemberi hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaanya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan

Antarcitra Trans, Diagram alir yang tersaji pada Gambar 5 merupakan alur logika aplikasi Sistem Informasi yang dikembangkan untuk penelitian ini. Gambar 5 Diagram Alir

Hasil penelitian ini adalah dari survei terhadap 17 responden didapatkan hasil sebagai berikut : segi latar belakang 76,47% responden termasuk kategori baik,

cara sebagai berikut: (1) Pemasangan spanduk yang telah dilakukan sebanyak kurang lebih 801 buah spanduk, dipasang di daerah rawan geng motor, sekolah-sekolah,

Menurut Jogiyanto (2005), Metode pengembangan sistem adalah metode- metode, prosedur-prosedur, konsep-konsep pekerjaan yang akan digunakan untuk mengembangkan suatu