PENGARUH PEMBERIAN UBI UNGU (IPOMOEA BATATAS. L)
TERHADAP KADAR ENZIM KATALASE HEPAR DAN OTAK PADA TIKUS YANG DIBERIKAN MINYAK JELANTAH
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum
MADE HELTHAYANA TRISNAWAN 22010110120138
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014
PENGARUH PEMBERIAN UBI UNGU (IPOMOEA BATATAS. L) TERHADAP KADAR ENZIM KATALASE HEPAR DAN OTAK PADA TIKUS YANG DIBERIKAN MINYAK JELANTAH
Made Helthayana Trisnawan1, Innawati Jusup2 ABSTRAK
Latar Belakang: Pemanasan pada minyak goreng berulang kali merusak ikatan rangkap asam lemak dan membentuk ROS. Ubi ungu mengandung antioksidan yang dapat mencegah terjadinya stres oksidatif. Katalase adalah salah satu enzim yang bersifat antioksidan endogen yang melindungi sel dari stres oksidatif.
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pemberian ubi ungu dan minyak jelantah terhadap kadar enzim katalase (CAT) hepar dan otak tikus.
Metode: Penelitian true experimental dengan desain post test only control group design. Tikus di adaptasi lalu dibagi secara acak ke dalam 4 kelompok yaitu, kelompok tikus yang mendapat pakan standar, kelompok tikus yang mendapat pakan standar dan minyak jelantah 3 ml/hari, kelompok tikus yang mendapat pakan standar dan ubi ungu ad libitum, kelompok tikus yang mendapat pakan standar, minyak jelantah 3 ml/hari, dan ubi ungu ad libitum). Pada hari ke-35 dilakukan pengambilan sampel hepar dan otak untuk semua kelompok dan dilakukan pengukuran kadar enzim katalase dengan mengukur tinggi busa hasil reaksi enzim katalase dan H2O2. Uji statistik menggunakan One Way Anova, Post
Hoc, Pearson.
Hasil: Terdapat perbedaan yang tidak signifikan kadar CAT hepar dan otak pada setiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (P>0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan diantara kadar CAT hepar dan otak (P<0,05). Pemberian ubi ungu meningkatkan kadar CAT hepar sebanyak 6,18% dan menurunkan kadar CAT otak sebanyak 10,20% sedangkan pemberian minyak jelantah dan ubi ungu meningkatkan kadar CAT hepar sebanyak 2,45% dan menurunkan kadar CAT otak sebanyak 16,33%.
Simpulan: Terdapat pengaruh pemberian ubi ungu terhadap kadar CAT hepar dan otak tikus yang diberikan minyak jelantah..
Kata kunci: ubi ungu, minyak jelantah, enzim katalase (CAT)
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
2
Staf Pengajar Bagian Biokimia Dan Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
EFFECT OF GIVING PURPLE SWEET POTATOES (IPOMOEA BATATAS. L) AGAINTS LEVELS OF LIVER AND BRAIN'S CATALASE ENZYME IN RATS THAT GIVEN WASTE COOKING OIL
ABSTRACT
Background: Heating the cooking oil repeatedly damaging double bonds of fatty acid and form ROS. Purple sweet potato contains antioxidants that can prevent the occurrence of oxidative stress. Catalase is one of an enzyme which is the endogenous antioxidant that protects cells from oxidative stress.
Aim: To determine the effect of waste cooking oil and purple sweet potato on levels of the catalase (CAT) of rat liver and brain
Method: True experimental research with a post-test only control group design. Rats in adaptation for 7 days then randomly divided into 4 groups, the groups of rats received a standard feed, the group that received standard feed and waste cooking oil 3 ml / day, the group that received standard feed and purple sweet potatoes ad libitum, the group that received standard feed, cooking oil 3 ml / day, and purple sweet potatoes ad libitum. At day 35 samples were taken for liver and brain of all groups and measured levels of the catalase enzyme by measuring the height of foam results between catalase enzyme and H2O2. Statistical test using One Way ANOVA, Post Hoc, Pearson.
Result: There were no significant differences in levels of liver and brain's CAT in each treatment group compared with the control group (P> 0.05). There are significant differences between the levels of liver and brain's CAT (P <0.05). Giving purple sweet potatoes increase levels of liver's CAT as much as 6.18% and reduce levels of brain's CAT as much as 10.20% while giving a purple sweet potato and waste cooking oil increase levels of liver's CAT as much as 2.45% and reduce levels of brain's CAT as much as 16.33%.
Conclussion: There is effect of giving purple sweet potatoes on levels of liver and brain's CAT of rat that given waste cooking oil.
Keywords: purple sweet potato, waste cooking oil, catalase (CAT)
PENDAHULUAN
Enzim katalase bersifat antioksidan ditemukan pada hampir sebagian besar sel.1 Enzim ini terutama terletak di dalam organel peroksisom. Katalase ditemukan di semua jaringan, dan aktivitasnya yang tinggi ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah.2 Enzim katalase mampu mengkatalasis reaksi penguraian hidrogen peroksida (H2O2) melalui dua mekanisme kerja yaitu
katalitik dan peroksidatik. Mekanisme enzim katalase sebagai antioksidan melalui proses katalitik terjadi bila enzim katalase menggunakan molekul H2O2 sebagai
substrat atau donor elektron dan molekul H2O2 yang lain sebagai oksidan atau
akseptor elektron. H2O2 merupakan senyawa Reactive Oxygen Spesies (ROS). 3
Minyak goreng yang mengalami pemanasan berulang dapat berbahaya bagi kesehatan. Penelitian menyatakan bahwa minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi ketika dipanaskan dan molekul-molekul didalamnya akan mengalami penguraian.4 Temperatur pada proses penggorengan adalah sekitar 150-2000C. Pada temperatur tersebut, setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8 menit untuk matang. Minyak goreng yang digunakan lebih dari tiga kali dapat menyebabkan minyak goreng menjadi rusak karena proses oksidasi.5 Pemanasan pada minyak goreng merusak ikatan rangkap asam lemak dan membentuk ROS.6 Stres oksidatif disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kadar ROS dan eliminasi ROS dalam sistem biologis. Hal ini akan menyebabkan kerusakan oksidatif pada sel dan jaringan yang mempengaruhi morfologi dan fungsi sehingga terjadi penuaan dan kematian sel lebih awal.7 Stres oksidatif akibat ROS memiliki peran penting dalam patogenesis penyakit degeneratif seperti perlemakan hati non alkohol. Selain hati, otak mudah mengalami kerusakan akibat radikal bebas karena terdiri dari membran lipid yang mengandung asam lemak tidak jenuh dan zat besi yang berperan dalam kerusakan sel akibat ROS.8
Diet pangan yang mengandung tinggi antioksidan dapat mencegah terjadinya stres oksidatif. Ubi ungu mengandung lebih banyak antioksidan dibandingkan varian
ubi yang lain.9 Vitamin C, A, betakaroten dan zat antosianin dalam ubi ungu berfungsi sebagai antioksidan alami. Betakaroten berperan menstabilkan radikal berinti karbon.10 Vitamin A dapat mereparasi kerusakan jaringan. Vitamin C bekerja sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen dari gugus
hidroksilnya. Antosianin dapat bereaksi dengan radikal bebas dan
menstabilkannya sehingga tidak terjadi reaksi rantai oleh radikal bebas.11 Ubi ungu mengandung antosianin (cyanidin acyl glucoside dan peonidin acyl glucoside). Cyanidin dan peonidin yang terasetilasi mampu meregulasi kadar ROS dan menghambat penyakit akibat stres oksidatif.12
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ubi ungu terhadap kadar CAT hepar dan otak tikus yang diberikan minyak jelantah.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan desain post test only control group design pada tikus. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro untuk pengandangan secara individual hewan coba, pembuatan pakan. Pemeriksaan dan analisis kadar CAT hepar dan otak dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Sampel didapatkan dengan mengalokasikan kelompok berdasarkan cara random sampling allocation. Kriteria inklusinya adalah tikus Wistar jantan, berat badan tikus normal (150-220 gram), usia 7 minggu sebelum dilakukan adaptasi, pada pengamatan visual tikus tampak sehat, aktif bergerak, dan tidak terdapat kelainan anatomis. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah tikus mengalami penurunan berat badan > 10% (berat badan kurang dari 150 gram), mengalami diare selama masa penelitian, perubahan perilaku (tidak mau makan, lemas), tikus mati saat penelitian. Besar sampel ditentukan berdasarkan kriteria WHO dalam Research Guideline for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines, yaitu jumlah minimal 5 ekor tiap kelompok. Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah 24 ekor tikus galur Wistar yang dikandangkan dalam kandang individual. Tikus di adaptasi lalu dibagi secara acak
ke dalam 4 kelompok yaitu, kelompok tikus yang mendapat pakan standar (kelompok kontrol negatif), kelompok tikus yang mendapat pakan standar dan minyak jelantah 3 ml/hari (kelompok kontrol positif), kelompok tikus yang mendapat pakan standar dan ubi ungu ad libitum (kelompok kontrol positif), kelompok tikus yang mendapat pakan standar, minyak jelantah 3 ml/hari, dan ubi ungu ad libitum (kelompok perlakuan). Pada hari ke-35 dilakukan pengambilan sampel hepar dan otak untuk semua kelompok dan dilakukan pengukuran kadar enzim katalase dengan mengukur tinggi busa hasil reaksi enzim katalase dan H2O2. Uji statistik menggunakan One Way Anova, Post Hoc, Pearson.
HASIL
Analisis Kadar CAT Hepar
Tabel 1.Rerata dan Uji Normalitas Kadar CAT Hepar
Kelompok Rerata Kadar CAT Hepar ±
Std.Deviasi
Uji Normalitas (Nilai P) K1 (n=5) 4,52 ± 3,11 0,382* K2 (n=5) 5,80 ± 2,93 0,731* K3 (n=5) 5,83 ± 2,32 0,801* K4 (n=5) 5,04 ± 1,78 0,296* * Shapiro-Wilk
Rerata kadar CAT hepar pada K1 digunakan sebagai nilai standar dalam penelitian ini. Nilai tertinggi rerata kadar CAT hepar adalah kelompok K3. Sedangkan nilai rerata kadar CAT pada K1 terendah diantara kelompok. Tabel 1 menunjukkan nilai rerata yang hampir sama pada K2 dan K3. Nilai rerata kadar CAT hepar pada K4 sedikit lebih tinggi dibandingkan K1. Pada uji normalitas
Saphiro-Wilk didapatkan sebaran data normal (p>0,05) pada semua kelompok sehingga ukuran pemusatan data yang digunakan adalah mean & ukuran penyebaran yang digunakan adalah standar deviasi seperti yang ditunjukkan oleh tabel 1. Penelitian ini menggunakan uji statistik One-way ANOVA untuk mengetahui perbedaaan kadar CAT hepar yang bermakna antar kelompok. Pada uji One-way ANOVA, syarat yang diperlukan yaitu data numerik tidak
berpasangan dan lebih dari 2 kelompok, berdistribusi data normal & varians data homogen. Uji distribusi data telah terbukti sebaran normal seperti yang diperlihatkan pada tabel 1. Varian data diuji menggunakan Levene test
menunjukkan varians data homogen (P>0,05). Uji One-way ANOVA kadar CAT hepar menghasilkan interpretasi tidak terdapat perbedaan kadar yang bermakna pada 4 kelompok (P>0,05) yang dilanjutkan analisis Post hoc LSD untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar kelompok.
Tabel 2. Hasil Uji Komparasi Post hoc LSD CAT Hepar
K1 K2 K3 K4
K1 0,402 0,390 0,731
K2 0,982 0,617
K3 0,601
Dari uji komparasi Post hoc LSD didapatkan perbedaan yang tidak signifikan diantara kelompok K1, K2, K3 dan K4 (P>0,05).
Analisi Kadar CAT Otak
Tabel 3. Rerata dan Uji Normalitas Kadar CAT Otak
Kelompok Rerata Kadar CAT Otak ±
Std.Deviasi
Uji Normalitas (Nilai P) K1 (n=5) 0,15 ± 0,10 0.933* K2 (n=5) 0,17 ± 0,19 0.195* K3 (n=5) 0,10 ± 0,11 0.078* K4 (n=5) 0,07 ± 0,06 0.366* *shapiro-Wilk
Rerata kadar CAT otak pada kelompok K1 diasumsikan sebagai kadar normal sehingga menjadi standar dalam perbandingan. Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa rerata kadar CAT tertinggi ada pada kelompok K2 dan rerata kadar CAT otak terendah pada kelompok K4. Pada uji normalitas Saphiro-Wilk didapatkan sebaran data normal (p>0,05) pada semua kelompok sehingga ukuran pemusatan data yang digunakan adalah mean & ukuran penyebaran yang digunakan adalah standar deviasi seperti yang ditunjukkan oleh tabel 3. Dilanjutkan menggunakan
uji statistik One-way ANOVA untuk mengetahui perbedaaan kadar CAT otak yang bermakna antar kelompok. Varian data diuji menggunakan Levene test
menunjukkan varians data homogen (P>0.05). Uji One-way ANOVA kadar CAT otak menghasilkan interpretasi tidak terdapat perbedaan kada yang bermakna pada 4 kelompok (P>0,05) yang dilanjutkan analisis Post hoc LSD untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar kelompok.
Tabel 4. Hasil Uji Komparasi Post hoc LSD CAT Otak
K1 K2 K3 K4
K1 0,817 0,489 0,245
K2 0,359 0,167
K3 0,627
Dari uji komparasi Post hoc LSD didapatkan perbedaan kadar CAT otak yang tidak signifikan diantara kelompok K1, K2, K3 dan K4 (P>0,05). K2 yaitu kelompok yang diberikan pakan standar dan minyak jelantah 3 ml/hari memiliki rerata kadar CAT hepar 6,04% lebih tinggi dibandingkan K1, K3 yaitu kelompok yang diberikan pakan standar dan ubi ungu ad libitum memiliki rerata kadar CAT hepar 6,18% lebih tinggi dibandingkan K1 sedangkan K4 yaitu kelompok yang diberikan pakan standar, minyak jelantah 3 ml/hari dan ubi ungu ad libitum
memiliki rerata kadar CAT hepar 2,45% lebih tinggi dibandingkan K1. Namun, perbedaan kadar CAT hepar antara K1, K2, K3 dan K4 tidak bermakna sesuai analisis uji statistik.
Gambar 1. Diagram Kadar CAT Hepar dan Otak 21.33 30.61 27.37 34.69 27.51 20.41 23.78 14.28 0 5 10 15 20 25 30 35 40
Kadar Enzim Katalase Hepar
Kadar Enzim Katalase Otak
K1 K2 K3 K4
Sedangkan pemeriksaan pada CAT otak, K2 memiliki rerata kadar CAT otak 4,08% lebih tinggi dibandingkan K1, K3 memiliki rerata kadar CAT otak 10,20% lebih rendah dibandingkan K1 sedangkan K4 memiliki rerata kadar CAT otak 16,33% lebih rendah dibandingkan K1. Namun perbedaan ini tidak bermakna secara uji analisis statistik.
Analisis Konsumsi Ubi Ungu
Pada penelitian ini pemberian ubi ungu dilakukan secara ad libitum sehingga dilakukan analisis statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan jumlah ubi ungu yang dimakan tikus wistar. Sesuai data pada tabel 5 dapat diketahui bahwa rerata ubi ungu yang dikonsumsi tikus pada kelompok K3 sebanyak 24,52 gram selama 28 hari. hal ini menunjukkan jumlah konsumsi ubi ungu lebih tinggi sebesar 1,62 gram dari kelompok K4 yaitu sebanyak 22,90 gram selama 28 hari. pada uji normalitas Shapiro-wilk diketahui bahwa sebaran data konsumsi ubi ungu adalah normal (K3 & K4: P>0,05)
Tabel 5. Rerata Konsumsi Ubi Ungu
Kelompok Rerata Jumlah Konsumsi Ubi
± Std.Deviasi
Uji Normalitas (Nilai P)
K3 (n=5) 24,52 ± 2,58 0.854*
K4 (n=5) 22,90 ± 1,99 0.433*
*saphiro-Wilk
Tabel 6. Hasil Uji Komparasi Independent t-test Konsumsi Ubi Ungu K4
K3 0.254
Varian data diuji menggunakan Levene test menunjukkan varians data homogen (P>0,05) Selanjutnya data dimasukkan pada independent-t test. Dari hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kedua kelompok.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, pemberian 3 ml/hari minyak jelantah menyebabkan peningkatan kadar CAT hepar sebanyak 6,04 % dan kadar CAT otak 4,08% dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa pemberian minyak jelantah pada tikus wistar sebanyak 0,42 ml/200 gram BB selama 14 hari dapat menyebabkan kerusakan oksidatif sel hepar.13 Peningkatan signifikan aktivitas spesifik katalase pada semua tikus kelompok perlakuan hipoksia hipobarik akut berulang yang menginduksi terbentuknya radikal bebas hingga 21 hari dibandingkan dengan kelompok kontrol.3
Pada kelompok yang diberikan pakan standar dan ubi ungu ad libitum didapatkan peningkatan kadar CAT hepar sebesar 6,18%, hal ini lebih tinggi 0,14% dibandingkan dengan kelompok yang diberikan pakan standar dan minyak jelantah. Sedangkan pada otak didapatkan penurunan kadar CAT sebesar 10,20%. Pada penelitian ini konsumsi ubi ungu pada tikus wistar rerata 24 gram per hari belum memberikan efek yang signifikan. Dalam 24 gram ubi ungu terkandung 26,4 mg antosianin, 5,14 mg vitamin C, 2160 µg betakaroten dan 1848 mg vitamin A. Pemberian ekstrak antosianin dengan kadar 120 mg/ml per hari selama 14 hari pada manusia dapat menurunkan kadar malondialdehid sebanyak 35,39% dan meningkatkan kadar plasma nitrat oksida sebanyak 7,78%.14 Jika dosis tersebut dikonversi untuk dosis tikus maka didapatkan sebanyak 2,16 mg antosianin harus diberikan per hari selama 14 hari. Pada penelitian lain yang menunjukkan efek peningkatan aktivitas CAT pada mencit, yaitu dengan melakukan pemberian ekstrak antosianin dengan dosis 100 mg/KgBB per hari selama 28 hari. Jika berat mencit adalah 200 gram maka dosis ini setara dengan 20 mg per hari selama 28 hari.15 Nilai konversi dosis dari mencit ke tikus adalah 1,14 sehingga dosis yang setara untuk tikus adalah 22,8 mg per hari selama 28 hari.16 Pemberian dosis antosianin dalam penelitian ini telah mencukupi.
Pemberian ubi ungu pada tikus yang mendapat minyak jelantah berpengaruh pada peningkatan kadar CAT hepar sebanyak 2,45% dan penurunan kadar CAT otak
sebanyak 16,33% dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian pada tikus hiperkolesterolemik menyebutkan bahwa pemberian likopen sebagai antioksidan selama 14 hari pada 3 kelompok perlakuan dengan 3 dosis yang berbeda dapat menurunkan kadar gluthathion peroksidase.17 Pemberian D-galaktosa sebagai agen radikal bebas selama 28 hari secara signifikan menurun Cu / Zn-SOD dan CAT. Antosianin pada ubi ungu bisa menormalkan atau meningkatkan Cu / Zn-SOD dan CAT.15
Penyerapan antosianin setelah pemberian oral sangat rendah, yaitu dengan kadar 0,004% sampai 0,1% dari asupan. Penyerapan dan ekskresi juga terjadi cepat dengan waktu mencapai konsentrasi maksimum 1,5 jam pada plasma dan 2,5 jam pada urin.18 Pada tikus yang diberi diet kaya antosianin selama 15 hari, antosianin telah ditemukan di beberapa organ, termasuk lambung, usus kecil (jejunum), hati, ginjal dan otak. Di otak, kandungan total antosianin (antosianin blackberry dan peonidin 3-O-glukosida) mencapai 0.25 ± 0,05 nmol / g jaringan.19 Antosianin dengan cepat terdegradasi oleh mikroflora usus, metabolisme ini menjelaskan antosianin yang tidak diserap, hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa konsentrasi senyawa antosianin sebagian besar terdapat dalam gastrointestinal.20 Faktor yang paling penting yang mempengaruhi degradasi antosianin adalah pH dan suhu.21 Ketika suhu meningkat dari 25° C menjadi 37° C, waktu paruh dari total antosianin dalam sampel mengalami penurunan sebesar 2,5 kali lipat.22
Antioksidan juga memiliki potensi untuk bertindak sebagai prooksidan dalam kondisi tertentu. Asam askorbat memiliki kelompok 4-OH yang dapat menyumbangkan hidrogen untuk sistem oksidasi. Asam askorbat mampu berfungsi sebagai khelat ion logam (Fe2+). Asam askorbat juga bertindak sebagai agen mengurangi radikal bebas dan menetralkan O2-. Pada dosis tinggi (> 1000 mg / kg) asam askorbat menggeser keseimbangan antara ferrous (Fe2 +) dan ferri(Fe3 +)dan bertindak sebagai antioksidan. Namun, pada tingkat rendah (<100 mg / kg) asam askorbat dapat mengkatalisis oksidasi. Asam askorbat bersama ferri (Fe3+) berkonsentrasi tinggi adalah potensiator kuat peroksidasi lipid.23,24
Hepar mengandung antioksidan endogen berupa enzim-enzim yaitu, gluthathion peroksidase (GPx), superoksida dismutase (SOD) dan CAT. Peningkatan signifikan dalam gluthathion peroksidase dapat dikaitkan dengan gluthathion peroksidase sebagai enzim utama yang berfungsi untuk melindungi membran sel terhadap oksidasi oleh dekomposisi H2O2 dari peroksida organik lainnya.
Aktivitas glutation peroksidase yang tinggi dapat menjelaskan atas dasar peningkatan tidak signifikan SOD dan CAT. Hal ini disebabkan karena gluthathion peroksidase menetralisir akumulasi superoksida dan radikal hidroksilat dalam sel. Aktivitas MnSOD terdapat pada mitokondria sedangkan mitokondria sel hati hanya mengandung sedikit katalase. Katalase banyak terdapat pada peroksisom, H2O2 sebelum sampai ke peroksisom dikonversi terlebih dahulu
oleh gluthathion tereduktase dan gluthathion peroksidase yang banyak terdapat pada sitosol sel hati.25
Metode terkini untuk pengukuran aktivitas CAT, sebuah kurva kalibrasi telah dimasukkan kedalam diagram yang menjelaskan aktivitas CAT per unit. Setiap larutan katalase (100-uL) dimasukkan dalam tabung pyrex (diameter: 13 mm, tinggi 100 mm). kemudian 100 uL dari 1 % Triton X-100 sebagai surfaktan dan 100 uL H2O2 30% ditambahkan kedalam tabung pyrex dan diinkubasi pada suhu
ruang. Setelah 15 menit, tinggi busa pada tabung diukur dengan penggaris.26 Pada penelitian ini tidak menggunakan surfaktan sehingga waktu inkubasi yang dilakukan hanya 5 menit lalu dilakukan pengukuran dengan penggaris. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan hasil tidak signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 28 hari, didapatkan pengaruh pemberian ubi ungu (Ipomoea Batatas L) terhadap kadar enzim katalase hepar dan otak tikus yang diberikan minyak jelantah yaitu; terdapat peningkatkan kadar CAT hepar sebesar 6,04% dan kadar CAT otak 4,08% pada tikus yang diberikan minyak jelantah, terdapat peningkatkan kadar CAT hepar sebesar 6,18% dan
penurunan kadar CAT otak sebanyak 10,20% pada tikus yang diberi ubi ungu, pemberian ubi ungu berpengaruh pada peningkatan kadar CAT hepar sebanyak 2,45% dan penurunan kadar CAT otak sebanyak 16,33 % pada tikus yang diberikan minyak jelantah.
Saran
Perlu dilakukan Studi konsumsi antosianin pada tikus dan manusia dengan subyek sehat untuk mengetahui proses katabolisme utama antosianin, untuk memperjelas perjalanan antosianin dalam tubuh dan untuk memahami jalur utama penyerapan, perlu dilakukan penelitian untuk memahami interaksi antara antosianin dan mikroflora usus, perlu dilakukan analisis faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas, termasuk interaksi dengan senyawa makanan lainnya, perlu dilakukan identifikasi katabolisme antosianin yang mampu melintasi blood brain barrier.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Innawati Jusup Sp. KJ yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Budhi Surastri Soejoto M.Si.Med selaku ketua penguji dan dr. Kusmiyati Tjahjono DK, M. Kes selaku penguji, serta pihak-pihak lain yuang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nagwa AI, Sawsan HO, Anil D, Azza MOAR, Nehal AH, Olfat S. Glutathione peroxidase, superoxide dismutase and catalase activities in children with chronic hepatitis. Medical Biochemistry Department, Faculty of Medicine, Cairo University, Cairo, Egypt. 2012, 3,972-7.
2. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia
Harper.Edisi 26. Jakarta. EGC. Oksidasi asam lemak: ketogenesis. 2003. 230-41.
3. Silvia FS. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Jantung Tikus yang Diinduksi Hipoksia Hipobarik Akut Berulang. FK UI, Jakarta.2009;25-7 4. Ketaren S. Pengantar teknologi dan lemak pangan. Jakarta : Penerbit
UI-Press, 2005. 174:69 – 113.
5. Andik ES. “Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Kelapa Sawit Curah Setelah Pemanasan Berulang pada Struktur Histologis Hati Mencit”
(skripsi). 2001.Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 6. Kumala M. Peran asam lemak tak jenuh jamak dalam respon imun.
Majalah GizMindo. 2003 : 2(6) : 11-2.
7. Kuncahyo I, Sunardi. Uji aktivitas antioksidan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH).
Seminar Nasional Teknologi. 2007. p.1-9.
8. Dusica P, Vesna T. Oxidative stres as marker of positive symptoms in schizophrenia. Facta Universitatis. Medicine & Biology,2002.9(2):157-61. 9. Sarwono B. Ubi Jalar Cara Budi Daya yang Tepat Efisien dan Ekonomis
Seni Agribisnis. Jakarta Penerbit Siuaelaya. 2005.
10.Hattunisa RH. Etikaningrum P. Kajian Alternatif Produk Pangan yang Dapat Dikembangkan dari Buah Naga. Institut Pertanian Bogor. 2009. 11.Risma SH, Okkytania EP. Kajian Alternatif Produk Pangan yang Dapat
Dikembangkan dari Buah Naga. Institut Pertanian Bogor. 2009.
12.D Wu, J Lu, Y Zheng, Z Zhou, Q Shan, and D F Ma, Purple Sweet Potato Color Repairs D-Galactose-Induced Spatial Learning And Memory
Impairment By Regulating The Expression Of Synaptic Proteins. Neurobiology of Learning and Memory. 2008.90(1),p. 19–27.
13.Trijono S. Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Menurunkan Malondialdehid Pada Tikus Yang Diberi Minyak Jelantah (Skripsi). Denpasar: Universitas Udayana. 2012.
14.Dwi-Prmayanti I D A I, Aman I G M, Agus-Bagiada N. Ipomoea batatas Syrup Decrease Malondialdehyde and Increase Nitrous Oxide Plasma Levels Amongst Moderate Smoker Workers at Denpasar. Medical faculty Udayana University. Bali Medical Journal. 2012.1(3):125-30.
15.Q Shan, J Lu, Y Zheng, J Li, Z Zhou, B Hu et al. Purple Sweet Potato Color Ameliorates Cognition Deficits and Attenuates Oxidative Damage and Inflamation in Aging Mouse Brain Induced by D-Galactose. Key Laboratory for Biotechnology on Medicinal Plants of Province, School of Life Science, Xuzhou Normal University, Xuzhou 221116, China. 2009. p.1-9.
16.Yuniastuti A, Purwaningsih E. Pengaruh pemberian susu fermentasi Lactobacillus casei galur shirota terhadapkadar fraksi lipid serum dan jumlah coliform serta lactobacilli pada feses tikus hiperkolesterolemi. M Med Indones, 2004. 39(4).
17.Yeny S. Pengaruh pemberian Likopen Terhadap Status Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthathion Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolemik. Universitas Diponegoro. 2006.
18.Manach C, Williamson G, Morand C, Scalbert A, Remesy C. Bioavailability and bioefficacy of polyphenols in humans. I. Review of 97 bioavailability studies. Am J Clin Nutr. 2005. 81, 230.
19.Kay CD, Mazza GJ, Holub BJ. Showing pharmacokinetics for Peonidin 3-O-galactoside metabolite after consumption of Chokeberry, extract in humans J Nutr. 2005. 135:2582.
20.Simona L. Antosianins: Mechanism of action and therapeutic efficacy. 2012. p. 27-57.
21.Sadilova E, Carle R, Stintzing FC. Thermal degradation of antosianins and its impact on color and in vitro antioxidant capacity. Mol. Nutr. Food Res. 2007. 51,1461–71.
22.Dai J, Gupte A, Gates L, Mumper RJ. A comprehensive study of antosianin-containing extracts from selected blackberry cultivars: Extraction methods, stability, anticancer properties and mechanisms. 2009.10.1016.
23.Ahn J, Gru ̈n IU, Mustapha A. Effects of plant extracts on microbial growth, color change, and lipid oxidation in cooked beef. Food Micro. 2007.24:7–14.
24.Yetella RR, Min DB. Quenching mechanisms and kinetics of trolox and ascorbic acid on the riboflavin-photosensitized oxidation of tryptophan and tyrosine. J Agric Food Chem. 2008.56(22):10887–92.
25.Halliwell B, Gutteridge JMC. Antioxidant Defences Endogenous and Diet Derived. In Free radicals in biology and medicine. 4th ed. London: Oxford. University Press, 2007.p. 79-186.
26.T Iwase, A Tajima, S Sugimoto, K Okuda, I Hironaka, Y Kamata et al. A Simple Assay for Measuring Catalase Activity: A Visual Apprach. The Jikei University School of Medicine. 2013. 3:3081.