TESIS (TM142501)
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI KETINGGIAN
GROUND CLEARANCE DENGAN FOUR-CHANNEL
DIFFUSERS PADA BAGIAN BELAKANG BODI BUS
IZHARY SIREGAR NRP. 2114 202 012
Dosen Pembimbing:
Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
PROGRAM MAGISTER
BIDANG KEAHLIAN REKAYASA KONVERSI ENERGI JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
THESIS (TM142501)
EXPERIMENTAL STUDY OF GROUND CLEARANCE
INFLUENCES WITH FOUR-CHANNEL DIFFUSERS
ON THE REAR BUS BODY
IZHARY SIREGAR NRP. 2114 202 012
Supervisor:
Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
MASTER PROGRAM
FIELD STUDY OF ENERGY CONVERSION ENGINEERING MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY
SEPULUH NOPEMBER INSTITUT OF TECHNOLOGY SURABAYA
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI KETINGGIAN
GROUND CLEARANCE DENGAN FOUR-CHANNEL DIFFUSERS
PADA BAGIAN BELAKANG BODI BUS
Nama : Izhary Siregar
NRP : 2114202012
Jurusan : Teknik Mesin, FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
ABSTRAK
Gaya-gaya aerodinamika pada kendaraan yaitu drag dan lift merupakan
parameter penting dalam mengevaluasi performa dari kendaraan tersebut. Dalam
setiap perancangan bodi kendaraan tentunya menginginkan drag yang kecil dan
lift negatif yang besar (downforce). Hal ini sangat dibutuhkan demi meminimalisir
konsumsi bahan bakar dan kestabilan berkendara saat melaju pada kecepatan yang
tinggi. Drag yang besar didominasi oleh perbedaan tekanan antara bagian depan
dan belakang bodi (pressure drag). Fenomena ini menjadi penting dikarenakan
pressure drag yang terjadi di bagian belakang jauh lebih besar daripada bagian depan bodi. Kendaraan yang berdimensi besar seperti bus tentunya harus memiliki tenaga yang cukup kuat dalam melawan hambatan ini dibandingkan kendaraan lainnya.
Sebuah modifikasi dilakukan berupa penambahan four-channel diffusers
pada bagian belakang bodi bus (rear body) dalam rangka mereduksi hambatan
tersebut. Studi eksperimen ini dilakukan dengan pemodelan untuk mengetahui
pengaruh four-channel diffusers terhadap karakteristik aliran pada bagian rear
body dengan memvariasikan ground clearance (c/L = 0,04 ; 0,05 ; 0,06), dimana
kecepatan aliran freestream (U∞) konstan yaitu 18 m/s atau bilangan Reynolds
6,67x105 serta sudut diffuser yang digunakan adalah 80. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan model dengan menggunakan four-channel diffusers pada c/L = 0,04
memiliki intensitas turbulensi paling besar yaitu 5,946% dan mampu mereduksi
drag yang terjadi hingga 2,16% dari model standarnya.
EXPERIMENTAL STUDY OF GROUND CLEARANCE INFLUENCES
WITH FOUR-CHANNEL DIFFUSERS ON THE REAR BUS BODY
Name : Izhary Siregar
NRP : 2114202012
Department : Mechanical Engineering, FTI-ITS
Advisor : Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
ABSTRACT
Aerodynamic forces at the vehicle likes drag and lift are important parameters to evaluation aerodynamic of a body. Each body design specific purpose to reduced drag and increase the negative lift (downforce). This condition meet a challenge in term of saving fuel, further driving distance, and better driving performance. The large drag predominance of pressure different between frontal and rear pressure body (pressure drag). This phenomena be important proceed of rear body pressure more large than frontal body pressure. The huge vehicles such as a buses must be have high power to rising up this losses as compared with other vehicle model.
A modification have been doing such as four-channel diffuser on the rear bus body to reduced that disruption. This experiment will be doing with a bus model to known influence concerning flow characteristic on rear body. The four channel diffuser performance will be improved with ground clearance variation (c/L = 0.04 ; 0.05 ; 0.06) when velocity of free stream is 18 m/s (Re = 6,67 x 105) angle of diffuser is 80 . The expectance result is to know four-channel diffusers performance before and after this device tall on the rear bus body with optimum ground clearance and to looks the aerodynamic forces effect. The result of this experiment shows that bus model with four-channel diffusers at c/L = 0,04 has turbulent intensity (IT) highest is 5,968% and able to reduced drag until 2,16% than standard model.
Keywords : Rear bus body, ground clearance, four-channel diffusers, drag coefficient
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR SIMBOL... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Batasan Masalah ... 4 1.4 Tujuan Penelitian ... 5 1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 7
2.1 Tinjauan Pustaka... 7
2.2 Dasar Teori ... 10
2.2.1 Konsep Boundary Layer, Separasi Aliran dan Intensitas Turbulensi ... 15
2.2.1.1 Lapisan Batas (Boundary Layer) ... 15
2.2.1.2 Separasi Aliran ... 16
2.2.1.3 Intensitas Turbulensi... 17
2.2.2 Fenomena Aerodinamika Pada Kendaraan... 18
2.2.2.2 Gaya Hambat (Drag Force) ... 19
2.2.3 Diffuser Pada Kendaraan ... 23
2.2.4 Terowongan Angin (Wind Tunnel) ... 24
BAB III METODE PENELITAN ... 27
3.1 Skema Pengujian ... 27
3.2 Benda Uji, Peralatan dan Alat Ukur Pengujian ... 29
3.2.2 Peralatan Pengujian ... 30
3.2.2 Peralatan Pendukung dan Alat Ukur Pengujian ... 31
3.3 Parameter Pengujian... 33
3.3.1 Analisa Grup tak berdimensi untuk Koefisien Drag (CD) ... 34
3.3.3 Analisa Grup tak berdimensi untuk Koefisien Tekanan (Cp) ... 35
3.4 Langkah Kerja ... 36
3.4.1 Proses Validasi Pengukuran Manometer dan Pressure Tranduser ... 36
3.4.2 Proses Pengambilan Data ... 38
3.4.3 Parameter dan Perhitungan Data Kuantitatif... 39
3.5 Flowchart Penelitian ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Analisa Distribusi Tekanan Pada Midspan Bus Model ... 45
4.1.1 Distribusi Tekanan Pada Midspan Bus Model Tanpa Menggunakan Channel Diffusers ... 45
4.1.2 Distribusi Tekanan Pada Midspan Bus Model Dengan Menggunakan Four- Channel Diffusers ... 47
4.2 Profil Kecepatan Pada Bagian Belakang Bodi ... 49
4.2.1 Analisa Profil Kecepatan Dengan dan Tanpa Menggunakan Four-Channel Diffusers ... 50
4.3 Analisa Intensitas Turbulensi Pada Bagian Model Bus ... 52
4.3.1 Analisa Intensitas Turbulensi Dengan dan Tanpa Menggunakan Four- Channel Diffusers ... 53
4.4 Analisa Hasil Perhitungan Koefisien Dengan dan Tanpa Menggunakan Four- Channel Diffusers ... 54
4.5 Diskusi... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Modifikasi bus model Denning Mono Mark ... 8
Gambar 2.2 Skema Pengukuran PIV ... 9
Gambar 2.3 Visualisasi hasil simulasi dengan PIV ... 9
Gambar 2.4 Grafik Hasil Simulasi (CD dan CL Vs Diffuser Angel) ... 11
Gambar 2.5 Velocity Pathline ... 11
Gambar 2.6 Model benda uji multi-channel diffusers ... 12
Gambar 2.7 Kontur rasio CL/CDmulti-channel diffusers ... 12
Gambar 2.8 Actively rear diffuser device ... 13
Gambar 2.9 Grafik nilai Cp terhadap panjang karakteristik model ... 14
Gambar 2.10 Variasi sudut diffuser pada bagian belakang mobil ... 14
Gambar 2.11 Grafik hubungan sudut diffuser terhadap koefisien drag dan lift ... 15
Gambar 2.12 Konsep boundary layer pada pelat datar ... 16
Gambar 2.13 Separasi aliran pada sebuah silinder ... 16
Gambar 2.14 Komponen gaya-gaya aerodinamika ... 18
Gambar 2.15 Variasi daya beban jalan terhadap komponen kecepatan ... 19
Gambar 2.16 Frontal pressure pada kendaraan ... 20
Gambar 2.17 Vaccum rear pada kendaraan... 21
Gambar 2.18 Diffuser multi-channels pada mobil ... 23
Gambar 2.19 Wind Tunnel ... 24
Gambar 3.1 Bus Daewoo FX 212 ... 27
Gambar 3.2 Skema pengujian ... 28
Gambar 3.3 Titik-titik pengukuran profil kecepatan ... 29
Gambar 3.4 Model bus dan pelat datar ... 30
Gambar 3.5 Skema dan dimensi wind tunnel ... 30
Gambar 3.6 Pitot static tube ... 31
Gambar 3.7 Pressure tranducer, Data logger dan Manometer ... 33
Gambar 3.8 Termometer... 33
Gambar 3.9 Skema validasi ... 37
Gambar 3.10 Grafik hasil validasi Manometer dengan Pressure Tranducer ... 38
Gambar 3.12 Flowchart pengukuran koefisien tekanan (Cp) ... 43
Gambar 3.12 Flowchart pengukuran profil kecepatan (u) ... 44 Gambar 4.1 Grafik distribusi tekanan model standar pada bagian upper dan
lower body dengan variasi ground clearance (c/L) ... 48 Gambar 4.2 Grafik distribusi tekanan pada bagian upper dan lower body dengan menggunakan four-channel diffusers ... 49 Gambar 4.3 Profil kecepatan pada bagian belakang model (x/L =115%) ... 52 Gambar 4.4 Intensitas turbulensi pada model tanpa dan dengan menggunakan four-channel diffusers ... 54 Gambar 4.6 Grafik hubungan CDt dengan variasi c/L dengan dan tanpa menggu- nakan four-channel diffusers ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 7
Tabel 2.2 Hasil pengujian model bus Denning Mono Mark ... 8
Tabel 2.3 Spesifikasi variasi dimensi actively rear diffuser device ... 13
Tabel 3.1 Parameter pengukuran dan perhitungan ... 33
Tabel 3.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 45
Tabel 4.1 Hasil nilai Cp pada daerah diffuser dengan variasi c/L ... 51
DAFTAR SIMBOL
A = Luasan area (m2)
c = Jarak bodi ke lintasan (clearance), m
CD = Koefisien drag
CDt = Koefisien drag total
Cp = Koefisien tekanan
d = Panjang channeldiffuser (m)
f = Panjang diffuser (m)
FD = Gaya drag (N)
h = Tinggi model (m)
I = Penyelesaian persamaan integral dengan metode Simpson
L = Panjang model (m)
Pd = Tekanan dinamis (Pa)
Po = Tekanan stagnasi pada kontur lokal (Pa)
Pref = Tekanan statis pada kondisi free stream (Pa)
Ps = Tekanan statis pada kontur lokal (Pa)
Re = Reynolds number
s = Jarak antar channel/sirip (m)
u = Kecepatan lokal (m/s)
Umax = Kecepatan maksimum lokal (m/s)
U∞ = Kecepatan pada kondisi free stream (m/s)
v = Viskositas dinamik (kg/m.s)
w = Lebar model (m)
ρudara = Massa jenis udara (kg/m3)
ρkerosene= Massa jenis kerosene (kg/m3)
β = Sudut diffuser (0)
μ = Viskositas kinematik (kg/m.s)
Δh = Perbedaan ketinggian pada cairan kerosene di manometer (m)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena aliran fluida melalui suatu bodi merupakan fenomena yang sering kita temui dalam kehidupan. Dalam aplikasinya tidak hanya satu macam bentuk bodi yang dilewati oleh aliran fluida, namun terdapat berbagai macam model bodi yang direkayasa dan didesain sehingga sesuai dengan fungsi yang dibutuhkan. Bentuk bodi yang berbeda akan menghasilkan karakteristik aliran yang berbeda dan sangat berpengaruh terhadap fungsi dari bentuk bodi tersebut.
Aliran fluida yang melingkupi sebuah benda secara penuh akan menimbulkan tegangan pada benda tersebut, baik tegangan normal maupun tegangan geser. Tegangan normal disebabkan karena adanya tekanan dari fluida,
sedangkan tegangan geser timbul akibat adanya viskositas fluida. Jika ditinjau
pada aliran dua dimensi, aliran yang mengalir secara horizontal akan
menimbulkan gaya drag atau gaya hambat karena arah dari gaya ini berlawanan
dengan arah aliran, sedangkan aliran yang mengalir secara vertikal menimbulkan
gaya lift atau gaya angkat. Gaya drag sering dianggap mengganggu, namun dalam
situasi atau kondisi tertentu gaya drag sangat diharapkan. Pada pesawat terbang
gaya lift yang diharapkan adalah gaya lift positif atau gaya angkat ke atas,
sedangkan pada aplikasi mobil balap, gaya lift yang diharapkan adalah gaya lift
negatif agar mobil tetap stabil paa saat melaju di lintasan.
Gaya drag pada kendaraan terdiri dari dua jenis, yaitu frontal pressure
dan vacuum rear. Frontal pressure disebabkan oleh tekanan udara untuk aliran
disekitar bagian depan mobil. Jutaan molekul udara menghadang grill depan
mobil dan mengakibatkan tekanan udara di depan mobil meningkat. Sedangkan
vacuum rear atau rear end disebabkan oleh ruang yang terbentuk di udara saat kendaraan melaju dan dipengaruhi oleh kecepatan, sehingga menyerupai ruang hampa pada bagian belakang. Hal ini dapat terjadi karena molekul-molekul udara tidak dapat mengisi ruang tersebut akibat kendaraan melaju cepat, hasilnya terbentuklah ruang hampa pada daerah belakang yang selalu menghisap
berlawanan dengan arah laju kendaraan. Hal ini menjadi penting karena gaya yang diciptakan oleh ruang hampa ini jauh melebihi dengan gaya yang
diakibatkan tekanan di bagian depan mobil (frontal pressure). Dengan demikian
tentunya semakin besar dimensi suatu kendaraan maka semakin besar juga
frontal pressure dan vacuum rear yang terjadi.
Untuk dapat mereduksi problem dan implikasi-implikasi diatas, maka
diperlukan modifikasi geometri atau penambahan suatu body (device) pada
kenderaan tersebut. Dengan memodifikasi atau mendesain ulang geometri
diharapkan mampu menghasilkan gaya-gaya aerodinamis yang semakin kecil
sehingga penggunaaan bahan bakar dapat diminimalisir terutama pada kendaraan yang berdimensi besar seperti bus. Banyak penelitian telah dilakukan untuk
mendapatkan desain optimal dalam rangka mereduksi drag dan meningkatkan lift
negatif (downforce) yang terjadi, diantaranya adalah pengaturan sudut diffuser dan
penambahan diffusermulti-channel pada bagian belakang mobil. Namun, sampai
saat ini para peneliti belum menerapkan hal ini pada kendaraan jenis bus. Penelitian mengenai aliran fluida yang melewati berbagai bentuk bodi
mobil telah banyak dilakukan. Fletcher & Stewart [1] melakukan penelitian
tentang aerodinamika pada kenderaan jenis bus dengan model Denning Mono
Mark buatan Australia. Dalam rangka mereduksi gaya drag, pengujian ini
melakukan modifikasi pada bagian depan dan belakang bus dari model
standarnya. Penelitian ini berhasil mengurangi nilai koefisien drag total (CDt) dari
model standarnya yaitu 0,387 menjadi 0,287 (CDt dapat direduksi ± 25,8%).
Gurlek, dkk [2] dalam penelitiannya yang berjudul Particle Image Velocimetri (PIV) studies around a bus model telah melakukan simulasi tentang fenomena turbulensi yang terjadi di bagian belakang bus dengan metode PIV (Particle Image Velocimetri). Penelitian ini melakukan analisa intensitas
turbulensi melalui velocity vector maps (V), streamline (ψ) dan vorticity contours
(ω) dengan memvariasikan jarak bagian belakang bodi bus terhadap efek
turbulensi. Dari hasil simulasi yang telah dilakukan bahwa pada variabel N yang
merupakan fungsi dari kecepatan aliran semakin meningkat, maka efek turbulensi yang terjadi di bagian belakang kendaraan juga semakin tinggi. Selain itu,
variabel x/H dan y/H yang divariasikan juga memberikan hubungan yang relatif
terhadap efek turbulensi. Semakin kecil nilai x/H dan y/H, maka efek vorticity
atau turbulensi akan semakin besar.
Widodo & Karohmah [3] dalam penelitiannya yang berjudul “CFD based investigations into optimization of diffuser angle on rear bus body”,
melakukan kajian tentang variasi sudut diffuser yang diterapkan pada bagian
belakang kendaraan jenis bus. Model uji digambarkan secara 3D namun hanya setengah bagian saja dikarenakan bentuk yang simetris. Simulasi dilakukan dalam
kondisi steady dan dengan model turbulensi realizable k-epsilon. Hasil dari
simulasi ini menunjukkan bahwa peningkatan sudut diffuser menghasilkan
penurunan koefisien drag hingga sekitar 2.3%, sedangkan downforce meningkat
secara signifikan pada sudut diffuser 12o.
Jowsey & Passmore, [4] dalam jurnalnya yang berjudul “experimental study of multiple-channel automotive underbody diffusers” melakukan penelitian
tentang performa diffuser datar dan multiple-channel (2,3 dan 4 channel) dengan
variasi sudut antara 70 hingga 300 , dimana pada sisi kiri dan kanan diffuser dalam
kondisi tertutup. Dari eksperimen yang telah dilakukan dinyatakan lift minimum
secara umum terjadi pada diffuser dengan four-channel untuk semua variasi sudut.
Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak channel yang terpasang maka
diffuser tersebut akan mengalami peningkatan downforce (lift negatif) yang terjadi.
Xingjun, dkk [6] melakukan penelitian tentang variasi sudut diffuser
pada mobil jenis sedan (00, 30, 60, 9.80, dan 120) dengan simulasi numerik.
Perubahan sudut diffuser ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
gaya-gaya aerodinamis yang terjadi kendaraan tersebut. Ketika sudut diffuser
meningkat, kecepatan aliran pada bagian bawah kendaraan menjadi menurun dan
membentuk wake yang lebih besar pada bagian belakangnya dan begitu pula
sebaliknya. Hasilnya, nilai drag coefficient (CD) terkecil terjadi pada sudut 60
hingga 9,80 (CD = 0,2487 - 0,2673) sementara nilai lift coefficient (CL) terkecil
Dari penjelasan beberapa penelitian terdahulu diatas, penelitian ini
melakukan eksperimen dengan mengaplikasikan four-channel diffuser pada
sebuah model bus dengan Re = 6,67 x 105 untuk mengetahui dan menganalisa
karakteristik aliran yang terjadi di belakang bodi terkait dengan gaya-gaya
aerodinamis (drag dan lift) yang dihasilkan.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana cara mereduksi
gaya drag, khususnya drag yang diakibatkan oleh efek vacuum rear pada bagian
belakang bus.
Jowsey & Passmore [4], menerapkan diffuser multi-channel (2,3, dan 4
channel) pada sebuah simplified model dengan menutup sisi kiri dan kanan
diffuser yang sejajar dengan tinggi bodi dan hasilnya terjadi peningkatan lift
negatif (downforce) pada four-channel diffusers, sementara Xingjun dkk [6]
melakukan simulasi variasi sudut diffuser dan hasilnya diffuser dengan sudut 60
hingga 9,80 memiliki koefisien drag yang lebih kecil.
Dari kesimpulan literatur diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan
modifikasi bodi belakang bus dengan penambahan four-channel diffusers dimana
sudut diffuser yang digunakan adalah 80. Modifikasi ini dilakukan tanpa menutup
sisi kiri dan kanan diffuser sehingga diharapkan aliran dari samping kendaraan
dapat segera masuk dan bertemu aliran yang melewati four-channel diffusers.
Pertemuan kedua aliran ini diharapkan mampu menciptakan efek turbulensi yang
lebih besar sehingga dapat menjadi alat untuk memecah dan mereduksi wake atau
vacuum rear effect yang terbentuk pada bagian belakang bus. Selain itu, untuk
mendapatkan performa four-channel diffusers yang optimal, penelitian ini
memvariasikan ketinggian antara bodi bus dengan lintasan atau lebih dikenal
dengan ground clearance.
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini ada beberapa batasan masalah yang akan diberikan, karena dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang mungkin dapat diasumsikan untuk mempermudah proses pengujian dan pengambilan data.
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Fluida yang digunakan adalah udara. Aliran fluida bersifat incompressible,
viscous, dan aliran yang masuk pada test section adalah turbulen.
2. Model bus yang dibuat berdasarkan data geometri karoseri bus Daewoo
FX 212 buatan Korea sebagai referensi ukuran dengan perbandingan 1 : 26
untuk diuji dengan menggunakan wind tunnel (terowongan angin). Selain
itu, sudut diffuser yang digunakan adalah 8o serta menggunakan four
channeldiffusers dengan jarak antar channel yang konstan (s/L = 0,06).
3. Analisa secara khusus dilakukan hanya berdasarkan fenomena dan
karakteristik aliran yang terjadi pada bagian bawah dan belakang bus,
setelah dan sebelum dipasang four channeldiffusers serta pengaruh variasi
ketinggian ground clearance (c/L = 0,04 ; 0,05 ; 0,06).
4. Bilangan Reynolds yang digunakan adalah Re = 6,67 x 105.
5. Dalam penelitian ini, kemungkinan terjadi efek perpindahan panas akibat
gesekan fluida terhadap benda uji dapat diabaikan.
6. Pengaruh roda dari model bus pada saat pengujian diabaikan dan ground
dianggap tidak bergerak (statis).
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menjelaskan fenomena aliran
yang terjadi pada belakang (rear body) kenderaan jenis bus akibat adanya
penambahan four channel diffusers dalam rangka mereduksi gaya drag serta
meningkatkan lift negatif (downforce) yang terjadi.
Sedangkan tujuan penelitian ini secara khusus adalah :
1. Secara kualitatif penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil
kecepatan aliran di bagian belakang bodi bus (x/L) pada posisi 105%
hingga 130% serta mengetahui besarnya intesitas turbulensi (IT) sebelum
dan setelah dipasang four channel diffusers dengan mevariasikan
2. Secara kuantitatif penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya distribusi tekanan (Cp) di sekeliling model (midspan) dan koefisien drag
pada model bus sebelum dan setelah dipasang four channeldiffusers pada
setiap variasi ground clearance.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari peneltian ini adalah :
1. Memberikan gambaran secara kualitatif dan kuantitatif bagaimana
karakteristik aliran pada bagian belakang bodi sebelum dan setelah
dipasang four channeldiffusers.
2. Dapat menjelaskan pengaruh four channel diffusers dan variasi ketinggian
ground clearance terhadap koefisien tekanan (Cp), koefisien drag (CD),
serta intensitas turbulensi (IT) yang terjadi pada bagian belakang benda uji
(bus model).
3. Dapat memberikan kontribusi hasil penelitian terhadap perkembangan
dunia aerodinamika kendaraan, khususnya pada kendaraan jenis bus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan aerodinamika
kendaraan khususnya jenis bus dalam rangka mereduksi gaya hambat (drag force)
yang dominan disebabkan oleh efek vorticity (pusaran) yang terjadi di bagian
belakang kenderaan atau lebih dikenal dengan vaccum rear effect. Hal ini menjadi
penting karena gaya yang diciptakan oleh ruang hampa ini jauh melebihi dengan
gaya yang diakibatkan tekanan di bagian depan mobil (frontal pressure).Untuk
itu ada beberapa riset yang dapat dijadikan referensi dalam menunjang penelitian ini, antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
No. Judul Penelitian Peneliti
1. Bus drag reduction by the trapped vortex
for a single bus and two buses in tandem Fletcher & Stewart (1986)
2. Particle Image Velocimetri (PIV) studies
around a bus model
Cahit Gurlek, Besir Cahin & Gokturk Memduh Ozkan (2011)
3.
CFD based investigations into
optimization of diffuser angle on rear bus body
Widodo & Karohmah (2015)
4. Experimental Study of Multiple-Channel
Automotive Underbody Diffusers Jowsey & Passmore (2010)
5.
Actively Translating A Rear Diffuser Device for the Aerodynamic Drag Reduction of a Passenger Car
Kang, Jun, Park, Song, Kee, Kim, dan Lee (2012)
6. Influence of Different Diffuser Angle on
Sedan’s Aerodynamic Characteristics
Hua Xingjun, Zhanga Rui, Yeb Jian, Yanb Xu dan Zhaob Zhiming (2011)
Fletcher & Stewart [1] melakukan penelitian tentang aerodinamika pada kenderaan jenis bus dengan model Denning Mono Mark buatan Australia. Dalam
rangka mereduksi gaya drag, penelitian ini melakukan modifikasi pada bagian
depan dan belakang bus dari model standarnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1 dibawah ini.
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Modifikasi bagian depan, (b) Modifikasi bagian belakang [1] Pengujian aerodinamika model ini dilakukan secara eksperimen dengan
menggunakan wind tunnel dengan kecepatan aliran 34,4 m/s dan Re = 1,4x106.
Hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2. Hasil Pengujian Model Bus Denning Mono Mark
Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat dilihat bahwa dengan memodifikasi bodi dari suatu kendaraan ke bentuk yang lebih aerodinamis akan
mengurangi gaya hambat (drag) yang terjadi pada kendaraan itu sendiri.
Penelitian ini berhasil mengurangi nilai koefisien drag total (CD) dari model
standarnya yaitu 0,387 menjadi 0,287 (CD dapat direduksi ± 0,1). Selain itu,
penelitian ini juga menganalisa tentang drag yang terjadi ketika dua buah bus
berjalan saling berurutan dimana celah (gap) yang ada diantara kedua bus tersebut
Gurlek, dkk [2] dalam penelitiannya yang berjudul Particle Image Velocimetri (PIV) studies around a bus model telah melakukan simulasi tentang fenomena turbulensi yang terjadi di bagian belakang bus dengan metode PIV (Particle Image Velocimetri). Penelitian ini melakukan analisa intensitas
turbulensi melalui velocity vector maps (V), streamline (ψ) dan vorticity contours
(ω) dengan memvariasikan jarak bagian belakang bodi bus terhadap efek
turbulensi seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 Skema pengukuran PIV [2]
Dari simulasi yang dilakukan, maka didapatkan hasil visualisasi medan
aliran yang berbeda-beda di setiap variasi jarak x/H dan y/H seperti yang
diperlihatkan Gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Visualisasi hasil simulasi dengan PIV [2]
Dari hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa pada variabel N yang
merupakan fungsi dari kecepatan aliran semakin meningkat, maka efek turbulensi yang terjadi di bagian belakang kenderaan juga semakin tinggi. Selain itu,
variabel x/H dan y/H yang divariasikan juga memberikan hubungan yang relatif
terhadap efek turbulensi, dimana semakin kecil nilai x/H dan y/H, maka efek
vorticity atau turbulensi akan semakin besar.
Widodo & Karohmah [3] melakukan simulasi numerik tentang variasi
sudut diffuser yang diterapkan pada bagian belakang kendaraan jenis bus. Model
uji digambarkan secara 3D namun hanya setengah bagian saja dikarenakan bentuk
yang simetris. Simulasi dilakukan dalam kondisi steady dan dengan model
turbulensi realizable k-epsilon. Hasil dari simulasi ini (Gambar 2.4) menunjukkan
y/H
bahwa peningkatan sudut diffuser menghasilkan penurunan koefisien drag hingga
sekitar 2.3%, namun lift negatif (downforce) meningkat secara signifikan pada
sudut diffuser 12o.
Gambar 2.4 Grafik hasil simulasi (CD dan CL Vs Diffuser Angel) [3]
Disisi lain, peningkatan besar sudut diffuser akan memperkecil daerah pusaran
aliran (wake) pada bagian belakang kendaraan (Gambar 2.5). Hal ini dikarenakan
jika semakin besar sudut diffuser, maka distribusi tekanan di sisi belakang (rear)
akan semakin besar juga. Dengan demikian drag yang disebabkan oleh perbedaan
tekanan dapat diminimalisir.
AR -1 AR -1 AR -1 (a) (b) (c)
Jowsey & Passmore [4] dalam jurnalnya yang berjudul “experimental study of multiple-channel automotive underbody diffusers” melakukan penelitian
tentang performa diffuser datar dan multiple-channel dengan metode pengukuran
gaya dan tekanan pada kecepatan konstan 40 m/s. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui besarnya lift dan drag yang terjadi disekitar diffuser. Model benda uji
diperlihatkan pada Gambar 2.6 dibawah ini.
(a) (b)
Gambar 2.6 (a) Model benda uji (b) Diffuser parameters [4]
Penelitian ini memvariasikan sudut diffuser (α) yaitu 7o hingga 30o dengan
selisih 3o untuk masing-masing pengujian. Selain itu, ketinggian ground
clearance (h1) terhadap panjang diffuser (N) yang dinotasikan dengan “AR”(Aspect Ratio) (dimana AR = 1+[N/h1]tan α) juga divariasikan pada penetian ini. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Kontur rasio CL/CD multiple channel diffuser (a) two-channel (b) three-channel (c) four-channel [4]
Dari Gambar 2.7 dapat dilihat lift minimum secara umum terjadi pada diffuser
dengan four-channel untuk semua variasi sudut. Hal ini mengindikasikan bahwa
channel yang terpasang pada diffuser dapat meningkatkan percepatan aliran pada
bagian bawah bodi kendaraan, sehingga distribusi tekanan pada daerah diffuser
semakin menurun.
Kang, dkk [5] melakukan penelitian tentang simulasi penambahan sirip
pada bagian diffuser mobil yang dapat dikontrol sesuai dengan laju kendaraan.
Alat ini dinamakan actively rear diffuser device yang bertujuan untuk mereduksi
drag yang terjadi di bagian belakang kendaraan akibat perbedaan tekanan. Bentuk
device tambahan ini diperlihatkan pada Gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Actively rear diffuser device [5]
Penelitian ini juga memvariasikan dimensi actively rear diffuser dan
kecepatan aliran guna mengetahui kefektifan device tersebut dalam mereduksi
drag. Ada 7 buah variasi dimensi yang dilakukan pada simulasi seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Dari simulasi yang dilakukan maka didapat hasil berupa grafik Cp dari
model standard/baseline maupun dengan menggunakan actively rear diffuser
device seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.
(a)
(b)
Gambar 2.9 Grafik hubungan nilai Cp terhadap panjang karakteristik model (a)
standard model (b) standard model dengan actively rear diffuser device [5]
Dari grafik diatas dapat dilihat nilai Cp pada bagian belakang mobil
meningkat setelah dipasang actively rear diffuser device. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan bertambahnya nilai Cp, maka drag yang terjadi pada bagian
belakang mobil akibat perbedaan tekanan (pressure drag) dapat dikatakan
semakin berkurang.
Xingjun, dkk [6] Dalam jurnalnya yang berjudul influence of different diffuser angle on sedan’s aerodynamic characteristics menunjukkan bagaimana
pengaruh beberapa variasi sudut diffuser terhadap karakteristik aliran yang
Gambar 2.10 Variasi sudut diffuser pada bagian belakang mobil [6]
Dalam menganalisa karakteristik aliran yang terjadi penelitian ini
menggunakan metode Computational Fluid Dynamics (CFD). Hasil yang
diharapkan adalah bagaimana pengaruh sudut diffuser tersebut terhadap besarnya
gaya drag dan gaya lift yang terjadi.
Berdasarkan grafik hubungan antara sudut diffuser dengan total drag dan
lift yang dihasilkan (Gambar 2.11), maka dapat dilihat bahwa koefisien drag (CD) terkecil berada pada sudut 60 sementara koefisien lift (CL) terkecil berada pada
sudut 120.
Gambar 2.11 Grafik hubungan sudut diffuser terhadap koefisien drag dan lift [6]
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Konsep Lapisan Batas (Boundary Layer), Separasi Aliran dan Intensitas Turbulensi
2.2.1.1 Lapisan Batas (Boundary Layer)
Secara defenisi, lapisan batas adalah sebuah lapisan yang terbentuk pada benda yang terendam yang dipengaruhi oleh efek viskos, sementara aliran yang
berada diluar lapisan batas (boundary layer) dapat dikatakan aliran inviscid,
Munson [7]. Aliran inviscid merupakan aliran fluida yang tidak mengalami gesekan, konduktivitas panas dan difusi massa.
Diffuser angel (0) T ot al dr ag a nd l if t co ef fi ci ent
Apabila aliran fluida seragam tak mampu mampat (incompressible fluid)
mendekati permukaan sebuah benda dengan kecepatan upstream (Uo), maka
ketika itu fluida akan mengalami tegangan geser yang cukup besar terhadap permukaan benda tersebut. Tegangan geser yang besar ini disebabkan oleh efek viskos dari fluida itu sendiri, sehingga partikel-partikel fluida terhambat oleh gesekan viskos. Daerah dimana fluida mengalami hambatan ini disebut lapisan
batas dan ketebalannya dinyatakan dengan δ.
Boundary layer dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu laminar boundary layer dan turbulent boundary layer yang tergantung pada besarnya bilangan Reynolds. Proses peralihan dari laminar ke turbulen disebut keadaan transisi. Faktor yang mempengaruhi lamanya proses transisi adalah gradien
tekanan, kekasaran permukaan, gaya bodi (body force) dan gangguan aliran bebas.
Proses pembentukan lapisan batas pada sebuah pelat datar dapat dilihat pada Gambar 2.12 dibawah ini.
Gambar 2.12 Konsep boundary layer pada pelat datar [7]
2.2.1.2 Separasi Aliran
Separasi adalah sebuah kondisi dimana aliran udara yang mengalir di sepanjang permukaan benda tidak mampu lagi menempel pada permukaan tersebut. Separasi aliran berakibat pada terbentuknya aliran balik disekitar benda. Aliran yang sedang bergerak maju secara teratur akan terpecah saat terjadinya separasi dan mengakibatkan penurunan distribusi tekanan dan menimbulkan gaya
drag. Fenomena ini dapat dijelaskan secara visual seperti yang dialami permukaan
Gambar 2.13 diatas menunjukkan adanya separasi aliran merupakan bentuk efek viskos dari fluida. Karena adanya efek viskos, fluida pada titik s di permukaan silinder kehilangan energi kinetik sehingga tidak memiliki momentum
yang cukup untk mengalir dalam lapisan batas menuju titik n. Titik s adalah titik
dimana terjadinya separasi aliran, sementara pada titik l menuju n terjadi aliran balik karena perbedaan kecepatan yang tinggi antara daerah olakan dengan lapisan batas.
Pada kendaraan, separasi aliran yang terjadi begitu kompleks jika dianalisa
dari keseluruhan bagian bodi kendaraan itu sendiri. Namun, Hucho [8]
menyimpulkan bahwa perbedaan tekanan antara bagian depan dan bagian belakang kendaraan merupakan kontributor utama dari keseluruhan drag yang
terjadi. Hal ini dikarenakan adanya separasi aliran pada bagian belakang (rear
body) yang memicu terbentuknya wake (pusaran) sehingga distribusi tekanan
menjadi sangat rendah pada daerah tersebut. Oleh sebab itu, pengembangan desain kendaraan yang mampu meminimalisir separasi aliran yang terjadi sangat diperlukan.
2.2.1.3 Intensitas Turbulensi
Turbulensi adalah gerakan partikel yang sangat tidak teratur dalam suatu aliran fluida yang sulit untuk diperkirakan gerakannya. Turbulensi dapat dianggap sebagai aliran fluida yang berfluktuasi dan merupakan parameter yang penting untuk dianalisa khususnya dalam dunia aerodinamika kendaraan. Turbulensi aliran dapat dinyatakan sebagai intensitas turbulensi. Parameter ini bertujuan untuk mengkarakterisasi kondisi turbulen yang terjadi pada sebuah bodi yang
dialiri fluida dalam bentuk persentase (%). Persamaan intensitas turbulensi (IT) dapat ditulis : IT = ̅
100% (2.1)
u' =
√
̅ (2.2) dimana :Un : Kecepatan pada waktu tertentu (m/s)
2.2.2 Fenomena Aerodinamika Pada Kendaraan
Aerodinamika memiliki ruang lingkup aplikasi yang luas terutama di bidang teknik penerbangan, perancangan mobil, prediksi gaya-gaya yang terjadi pada kapal serta pada bidang teknik sipil seperti dalam desain bangunan dan jembatan. Ketika objek bergerak melalui udara, terdapat gaya yang dihasilkan oleh gerakan relatif antara udara dan permukaan bodi atau lebih dikenal dengan
drag dan lift. Secara sederhana komponen gaya-gaya tersebut dapat dijelaskan
pada Gambar 2.14 dibawah ini.
Pada Gambar 2.14 komponen gaya searah sumbu x negatif merupakan
gaya hambat (drag), sedangkan dalam arah sumbu y negatif adalah gaya angkat
(lift). Pertimbangan kedua gaya tersebut sangat penting dalam desain
kendaraan darat dikarenakan gaya aerodinamika tersebut akan memberikan beban tambahan pada mesin kendaraan yang berasal dari gaya tahanan terhadap
𝑈̅ : Kecepatan rata-rata (m/s)
u’ : Standar deviasi fluktuasi
kecepatan (m/s)
angin. Jika suatu kendaraan melaju pada kecepatan konstan pada jalan datar, kendaraan tersebut a k a n mengalami dua gaya yang menghambat gerak
lajunya yaitu rolling resistance (terkait dengan gesekan roda kenderaan terhadap
jalan) dan aerodynamics resistance (terkait dengan gaya-gaya aerodinamis).
Penjumlahan antara rolling resistance dan aerodynamics resistance disebut
dengan beban jalan (road load). Mesin kendaraan harus secara terus-menerus
menyediakan daya untuk mengatasi beban jalan tersebut. Daya tersebut merupakan hasil perkalian dari beban jalan dengan kecepatan kendaraan. Pada Gambar 2.15 memperlihatkan variasi dari daya beban jalan terhadap kecepatan
kendaraan untuk suatu kendaraan truk trailer (trailer truck), Gerhart [9].
Gambar 2.15 Variasi daya beban jalan terhadap komponen kecepatan [9]
Daya yang terbuang akibat rolling resistance mendekati linier terhadap
kecepatan, sedangkan daya aerodynamics resistance bervariasi terhadap pangkat
tiga kecepatan (koefisien tahanan mendekati konstan). Kurva dari kedua daya hambat ini saling berpotongan (masing-masing berkontribusi sama pada
beban jalan) pada suatu kecepatan antara sekitar 50 mph (80 km/h) dan 60 mph
(96 km/h). Di atas kecepatan ini, daya yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan
aerodinamika meningkat secara cepat dan menjadi faktor pengontrol dalam kecepatan kendaraan, Gerhart [9].
2.2.3 Gaya Hambat (Drag Force)
Gaya hambat (drag force) merupakan jumlah semua gaya eksternal yang
melawan arah gerak objek dan memiliki posisi sejajar dengan aliran bebas. Drag
permukaan benda dan beda tekanan. Drag karena gesekan disebut skin friction
drag yang tergantung kepada besar permukaan yang bersentuhan dengan fluida,
tegangan geser, viskositas, gradien kecepatan, kekasaran permukaan dan
streamline body. Sedangkan drag akibat perbedaan tekanan disebut form drag
atau lebih dikenal dengan pressure drag, yang tergantung pada bentuk, ukuran,
distribusi tekanan, wake, bilangan Reynolds (Re) dan bluff body dari benda yang
dikenakan aliran, Munson [7]. Drag yang disebabkan oleh perbedaan tekanan
merupakan komponen yang paling besar dalam memberikan pengaruh terhadap
drag total pada kendaraan yang disebabkan oleh separasi aliran pada bagian
belakang. Pressure drag yang terjadi pada kendaraan secara umum diakibatkan
oleh dua hal, yaitu :
a. Frontal pressure
Frontal pressure disebabkan oleh tekanan udara yang terjadi pada bagian
depan mobil. Jutaan molekul udara menghadang grill depan mobil dan
mengakibatkan tekanan udara di depan mobil meningkat. Pada saat yang sama, molekul udara yang bertekanan ini akan mencari jalan keluar di sekitar sisi atas dan bawah mobil. Berikut merupakan profil aliran pada bagian depan mobil (Gambar 2.16).
Gambar 2.16 Frontal pressure pada kendaraan [10]
b. Vacuum rear
Vacuum rear atau rear end disebabkan oleh ruang yang terbentuk di udara saat kendaraan melaju pada kecepatan tertentu, sehingga menyerupai ruang hampa pada bagian belakang kendaraan (Gambar 2.17). Hal ini dapat terjadi karena molekul-molekul udara tidak dapat mengisi ruang tersebut disebabkan kendaraan melaju terlalu cepat, hasilnya terbentuklah ruang hampa pada bagian belakang yang bersifat seperti menghisap/menarik dari arah laju kendaraan.
(2.4)
Gambar 2.17 Vacuum rear pada kendaraan [10]
Hal ini menjadi penting karena drag yang diciptakan oleh ruang hampa ini
jauh melebihi dengan drag yang disebabkan oleh frontal pressure. Oleh karena
itu, banyak penelitian yang dilakukan untuk mereduksi daerah vakum ini
diantaranya dengan menambahkan diffuser pada bagian belakang kendaraan.
Melalui penjelasan pada Gambar 2.14 sebelumnya, drag force (FD)
merupakan komponen gaya yang sejajar dengan aliran free stream, sehingga
secara matematis dapat ditulis :
∫ ∫ (2.3)
sedangkan untuk koefisien drag (CD) ditentukan oleh perbandingan antara
gaya drag dengan tekanan dinamik yang ditunjukkan pada persamaan 2.9
berikut.
dimana ; CD = Koefisien drag
FD = Gaya hambat/drag (N)
ρ = Densitas fluida (kg/m3)
A = Luasan acuan (m2)
U∞ = Kecepatan fluida relatif terhadap obyek (m/s)
Koefisien drag secara total juga dapat diperoleh melalui perbedaan
momentum aliran sebelum dan sesudah melewati benda uji atau model. Parameter ini lebih dikenal dengan drag total coefficient (CDt) dan dapat ditulis :
dy U y u L C a el t D
0 2 mod ) ( 1 4 (2.5) 𝐶𝐷 𝐹𝐷 1 2 𝜌𝑈∞2𝐴(2.8) (2.7) (2.6)
dimana u(y) merupakan kecepatan yang diukur ke arah sumbu y dan U∞ adalah
kecepatan free stream serta L merupakan panjang dari model atau benda uji.
Untuk menyelesaikan integrasi pada persamaan 2.5 digunakan metode numerik
aturan Simpson 1/3 segmen berganda yang dirumuskan sebagai berikut.
rata rata Tinggi n n i n j n x f j x f i x f o x f lebar a b I 3 1 5 , 3 , 1 2 6 , 4 , 2 2 4 ) ( dimana :b – a = Lebar atau rentang data
f(x0) = Data pertama dan f(xn) = data terakhir
n = jumlah data
f(xi) adalah perkalian dari fungsi data gasal dimana i = 1,3,5 …, n-1.
f(xj) adalah perkalian dari fungsi data genap dimana j = 2,4,6 …, n-2.
Dengan demikian, CDt dapat disederhanakan menjadi :
Parameter lain yang mempengaruhi gaya-gaya aerodinamika pada suatu obyek adalah bilangan Reynolds. Persamaan bilangan Reynolds adalah bilangan tak berdimensi yang menunjukkan kepentingan efek inersia dan efek viskos dalam gerakan fluida. Bilangan Reynolds dapat diformulasikan sebagai berikut.
dimana ; U∞ = Kecepatan free stream, (m/s)
ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)
L = Panjang karakteristik (m)
μ = Viskositas kinematik (kg/m3)
ν = Viskositas dinamik (kg/m.s)
Selain itu, untuk mengetahui distribusi tekanan pada permukaan benda uji,
maka dilakukan perhitungan nilai koefisien tekanan (Cp). Distribusi tekanan pada
model dapat menggambarkan seberapa besar pengaruh gaya-gaya aerodinamika yang bekerja pada setiap sisi dari model atau benda uji itu sendiri. Parameter ini
(2.9) merupakan selisih antara tekanan statis lokal dengan tekanan aliran bebas dibagi dengan tekanan dinamis atau dapat dituliskan sebagai berikut :
dimana ; 1/2 ρ U∞2 = Tekanan dinamis aliran bebas, (Pa)
Ps = Tekanan statis pada kontur lokal (Pa)
P∞ = Tekanan statis aliran bebas (Pa) ;
ρ = Densitas fluida (kg/m3) 2.2.3 Diffuser pada kendaraan
Diffuser merupakan salah satu komponen penting dalam aerodinamika
kendaraan khususnya pada mobil. Tujuan utama digunakannya diffuser pada
sebuah mobil adalah untuk “merapikan” aliran udara yang bergerak di bagian bawah mobil dengan mengendalikan aliran transisi dari yang berkecepatan tinggi (yang dilalui mobil saat melaju kencang) dengan udara bebas di atmosfer. Semakin cepat udara mengalir, maka semakin rendah tekanan udara yang ada di
bawah mobil dan hal itu membuat mobil mendapatkan downforce yang tinggi.
Azizi [10].
Gambar 2.18 Diffuser multi-channel pada mobil [10]
Disisi lain, dengan seiringnya perkembangan teknologi di bidang
automotive, beberapa penelitian mencoba memodifikasi bagian diffuser dengan
menambahkan body seperti sirip-sirip atau lebih dikenal dengan diffuser channels
(Gambar 2.18). Dengan keberadaan device ini ternyata memicu perubahan
karakteristik aliran baik pada bagian bawah maupun pada bagian belakang kendaraan. Fenomena aliran yang terjadi memperlihatkan kecepatan udara di
bagian bawah mobil meningkat dan daerah wake yang terbentuk di bagian belakang mengalami penyempitan. Hal ini membuktikan dengan adanya
penambahan device tersebut membawa pengaruh besar terhadap gaya-gaya
aerodinamika yang bekerja, khususnya drag dan lift pada saat kendaraan melaju
dengan kecepatan tinggi.
2.2.4 Wind Tunnel (Terowongan Angin)
Terowongan angin (wind tunnel) adalah peralatan yang digunakan untuk
melakukan pengujian aerodinamika terhadap sebuah model, seperti airfoil, mobil,
blade turbin angin dan lain-lain. Aliran udara akan diserap masuk melalui bagian
intake contraction oleh fan yang digerakkan oleh motor. Model ditempatkan
dibagian test section. Selanjutnya udara yang masuk ke dalam terowongan angin
akan dikeluarkan melalui diffuser. Dengan demikian ukuran model dibatasi
ukuran test section, dimana semakin besar ukuran test section maka semakin besar
pula ukuran model yang bisa ditempatkan. Ada dua tipe dasar wind tunnel, yaitu
open-circuit wind tunnel dan closed-circuit wind tunnel . Tipe open-circuit wind tunnel tidak memiliki pengarah balik udaranya dapat dilihat pada Gambar 2.19a.
Setelah udara meninggalkan diffuser, udara tersebut terlepas langsung ke udara
bebas. Dengan kata lain, apabila tunnel mengambil udara langsung dari atmosfer,
maka udara yang diambil adalah udara segar yang baru. Sedangkan pada tipe
closed-circuit wind tunnel udara yang keluar dari diffuser diarahkan kembali
untuk masuk ke entrance cone dan terus menerus disirkulasikan (Gambar 2.19b),
Muchammad [12].
(a) (b)
Gambar 2.19 (a) Open-circuit wind tunnel (b) Close-circuit wind tunnel [12]
Dalam simulasi wind tunnel, model diasumsikan diam dan udara bergerak dengan
bergerak dan udara relatif diam. Itu sebabnya aliran udara dalam test section
terowongan angin harus memenuhi persyaratan tertentu. Udara yang bergerak dalam seksi uji harus homogen secara lateral, longitudinal dan vertikal baik kecepatan, tekanan statik, angularitas maupun intensitas turbulensinya. Oleh
karena itu, kecepatan udara homogen yang mampu dihasilkan di seksi uji wind
tunnel juga menjadi salah satu ukuran kinerja dari peralatan ini. Untuk wind tunnel kecepatan rendah (subsonic) umumnya mampu menghasilkan kecepatan 5
m/s hingga 80 m/s. Dalam pengujian ini, jenis wind tunnel yang digunakan adalah
subsonic wind tunnel dikarenakan kecepatan maksimalnya hanya 18 m/s dengan
bilangan Mach (Mach number) berkisar 0.01.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, benda uji (bus model) yang dibuat berdasarkan data
geometri karoseri bus Daewoo FX 212 buatan Korea (Gambar 3.1a) sebagai
referensi ukuran (dalam satuan mm) dengan perbandingan 1 : 26 untuk dapat diuji
dengan menggunakan wind tunnel seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1b.
Pemilihan jenis bus ini dilakukan karena perusahaan karoseri tersebut mendeskripsikan dimensi bus secara jelas dalam gambar 2D, sehingga memudahkan peneliti dalam membuat skala pemodelan dalam penelitian ini.
(a)
(b)
Gambar 3.1 (a) Dimensi dan bentuk Bus Daewoo FX 212, (b) Bus model dengan skala 1 : 26
Untuk melaksanakan penelitian ini, ada beberapa tahapan yang akan dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan kajian secara eksperimental. Rancangan percobaan pada penelitian ini dibagi menjadi rancangan percobaan penelitian pendahuluan dan rancangan
itu, di dalam melakukan pengukuran terdapat dua metode yang digunakan, yaitu
pengukuran secara langsung (direct measurement) dan pengukuran tak langsung
(indirect measurement). Metode direct measurement yaitu hasil pengukuran
langsung dipresentasikan atau dibaca, sedangkan pengukuran indirect
measurement yaitu diperlukan suatu proses lebih lanjut untuk penjabaran atu interpretasi dan penalaran terhadap hasil pengukuran. Adapun tahapan-tahapan penelitian adalah sebagai berikut:
3.1 Skema Pengujian
Pada tahapan ini dilakukan pemodelan sistem penelitian yang akan
dilakukan seperti Gambar 3.2. Posisi benda uji (bus model) diletakkan tepat
ditengah test section dengan bantuan pelat datar. Bilangan Reynolds pada
pengujian ini adalah Re = 6,7x105 dengan kecepatan aliran 18 m/s atau 68 km/h.
SIDE VIEW Inlet outlet U∞, ρ, ν (a) (b)
Gambar 3.2 Skema pengujian (a) Tampak samping (b) Tampak belakang 560 mm
Pengukuran profil kecepatan pada bagian belakang model dilakukan dalam
rentang 105% hingga 130% dari panjang model (L) dengan pergeseran
masing-masing sebesar 5 mm kearah sumbu y positif. Titik awal pengukuran dimulai pada
x/L = 105% atau yang berjarak 14 mm dari bodi belakang model seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 3.3 dibawah ini.
3.2 Benda Uji, Peralatan dan Alat Ukur Pengujian 3.2.1 Benda Uji (bus model)
Benda uji dibuat dengan bahan akrilik (tebal 2 mm) dengan dimensi panjang (L) 480 mm, lebar (w) 99,60 mm dan tinggi (h) 140 mm serta sudut
diffuser (β) yang digunakan adalah 80 (Gambar 3.2a). Pada penetian ini, pressure
tap dipasang pada bagian midspan dari model dengan jarak 20 mm (Gambar 3.4)
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya tekanan statik pada permukaan (wall).
Selain itu, pengujian ini menggunakan bantuan pelat datar yang juga terbuat dari bahan akrilik (tebal 10 mm) sebagai tempat dimana model diletakkan, sementara
bentuk modifikasi bus model menggunakan diffuser dengan 4 channel akan
dipasang setelah data model standarnya didapat.
Gambar 3.4 Bus model dan pelat datar
3.2.2 Peralatan Pengujian
Penelitian ini menggunakan wind tunnel jenis open circuit untuk menguji
karakteristik aerodinamika dari suatu obyek dalam skala model, dimana udara
yang dialirkan ke dalam test section langsung dilepas ke udara bebas. Hal ini
disebabkan pengukuran sebenarnya cukup sulit dan membutuhkan biaya yang
mahal. Oleh karena itu, wind tunnel dibuat dengan kondisi yang mendekati
kenyataan sehingga hasil yang didapatkan cukup akurat. Wind tunnel ini
digolongkan sebagai subsonic wind tunnel karena kecepatan udaranya maksimal
18m/s dengan Mach number kurang dari 0,1. Secara keseluruhan skema dan
dimensi wind tunnel yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Spesifikasi Wind Tunnel
Jenis : Open circuitwind tunnel
Test section : Penampang persegi panjang (Panjang = 1780 mm ; Lebar = 660 mm ; Tinggi = 660 mm)
3.2.3 Peralatan Pendukung & Alat Ukur Penelitian
Alat ukur digunakan untuk mengukur tekanan statis dan tekanan stagnasi.
Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah pressure tap, pitot static tube, dan
pressure tranducer. Sedangkan untuk pembacaan dan penampilan hasil data
digunakan data logger.
a. Wall pressure tap
Wall pressure tap merupakan peralatan pendukung yang terdiri dari sejumlah lubang-lubang kecil berdiameter 1 mm yang terpasang di sepanjang
kontur bodi benda uji seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4. Pressure
tap ini berfungsi untuk mengukur besar tekanan di sepanjang permukaan
benda uji dan dinding datar dengan menghubungkan setiap pressure tap ke
pressure tranducer.
b. Pitot Static Tube
Alat ini berfungsi untuk mengukur besarnya tekanan statis dan tekanan
stagnasi aliran. Pada penelitian ini, pitot static tube (Gambar 3.6) digunakan
pada saat validasi yang nantinya akan digunakan untuk mengukur velocity
profile.
Gambar 3.6 Pitot static tube Pitot static tube
c. Pressure Tranducer, Data Logger, dan Inclined Manometer Pressure tranducer
Alat ini berfungsi untuk mengubah nilai tekanan yang terukur oleh
pitot static tube dan pressure tap menjadi nilai arus listrik dalam satuan
voltase (V).
Cara kerja pressure tranducer adalah sebagai berikut :
Pressure tranducer (Gambar 3.7a) bekerja dengan cara mengkonversi tekanan fluida menjadi sinyal elektrik. Tekanan yang diukur
menggunakan pitot static tube akan dihubungkan oleh selang plastik
berukuran D = 2 mm, setelah itu tekanan tersebut akan diubah menjadi
voltase oleh pressure tranducer. Dari pressure tranducer data yang telah
diambil akan diolah pada satu titik pengukuran oleh data logger, hasil
yang akan diberikan oleh data logger berupa tampilan digital dengan satu
voltase (V). Pressure tranducer yang digunakan pada penelitian ini memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Model : PX653-03D5V Range : ± 3” WC Akuracy : PER/SPEC Output : 1 – 5 VDC Supply : 12 – 36 VDC Serial number : X11450118 Data logger
Data logger (Gambar 3.7b) berfungsi untuk membaca hasil data dari
pressure tranducer dan mengolah nilai rata-rata data dari 500 kali pengambilan pada satu titik pengukuran dan memvisualisasikan hasilnya
kedalam tampilan digital dengan satuan Voltase (V).
Inclined manometer
Alat ini berfungsi untuk membaca Δh terukur sebagai akibat dari
perbedaan tekanan lokal dengan tekanan atmosfer. Manometer yang
digunakan pada proses pembandingan adalah manometer berisi kerosene
Gambar 3.7 (a) Pressure tranducer (b) Data logger (c) Inclined manometer
d. Termometer
Termometer berfungsi untuk mengukur temperatur ruangan pada saat dilakukan proses pengambilan data. Data temperatur ini menentukan massa
jenis udara (ρudara) pada saat proses pengambilan data seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Termometer
3.3 Parameter Pengujian
Parameter-parameter penelitian yang terdiri dari proses pengukuran secara langsung dan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Parameter pengukuran dan perhitungan
No. Paramater yang diukur Paramater yang dihitung
1. Panjang bus model, L (m) Massa jenis fluida, ρ (kg/m3)
2. Tinggi bus model, h (m) Viskositas fluida, μ (N.s/m2)
3. Lebar bus model, w (m) Kecepatan freestream fluida
pada sisi inlet, U∞ (m/s)
4. Panjang diffuser channel, d (m) Coef.drag pada bus model, CD
5. Jarak pelat datar dengan dinding
atas (upper wall), H (m)
Kecepatan lokal, u (m/s)
6.
Jarak pelat datar dengan dinding
7. Jarak antara pelat datar terhadap
model (ground clearance), c (m)
Distribusi tekanan pada midspan model dan pelat datar, Cp
8. Jarak pressure tap pada midspan
bus model, k (m)
Tekanan dinamis, Pd(Pa)
9. Jarak antara blade pada diffuser
channel, s (m)
Tekanan statis, Ps(Pa)
10. Sudut diffuser, β (o) Tekanan stagnasi, Po(Pa)
11. Temperatur kerja, T (0C)
12. Δh pada manometer, (m)
13. Voltase pada data logger,V (Volt)
Pada penelitian ini, analisa dimensi diperlukan untuk mengetahui apakah suatu parameter berpengaruh terhadap suatu eksperimen. Hubungan antara parameter yang saling mempengaruhi ditunjukkan dalam bentuk
parameter-parameter tanpa dimensi. Metode analisa ini dikenal dengan Buckingham Phi
Theorem.
3.3.1 Analisa Grup tak berdimensi untuk Koefisien Drag pada bus model
Gaya drag yang terjadi di sekeliling model bus dipengaruhi oleh beberapa
parameter, sehingga secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :
FD = f1 (ρ, μ, U∞, L, h, w, k, c, s, β) (3.1)
Dengan menggunakan “Buckingham Phi Theorema” dengan parameter berulang
ρ, U∞, dan L, diperoleh 9 grup tak berdimensi yaitu :
1. (koefisien drag)
2. (bilangan Reynolds)
3. (rasio jarak pelat datar terhadap model/ground clearance)
4. (rasio lebar model terhadap panjang model)
5. (rasio tinggi model terhadap panjang model)
6. (rasio jarak diffuser channel terhadap lebar model)
7. (rasio jarak pressure tap terhadap panjang model)
8. (rasio antara velocity profile terhadap panjang model)
Hubungan antara grup tak berdimensi sebagai berikut :
( , , , , , , , ) (3.2)
( , , , , , , , ) (3.3)
Pada penelitian ini, variabel , , , , , dinyatakan sebagai variabel
tetap, sedangkan rasio jarak pelat datar terhadap bus model (c/L) atau lebih
dikenal dengan ground clearance serta rasio jarak profil kecepatan aliran dengan
panjang model (x/L) divariasikan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variasi dari kedua variabel tersebut terhadap koefisien drag (CD)
pada benda uji (bus model). Dengan demikian, persamaan (3.3) dapat ditulis :
( , ) (3.4)
( , ) (3.5)
3.3.2 Analisa Grup tak berdimensi untuk Koefisien Tekanan pada bus model
Distribusi tekanan yang terjadi di sekeliling model bus dipengaruhi oleh beberapa parameter, sehingga secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut :
Δp = f3 (ρ, μ, U∞, L, h, w, k, c, s, β) (3.6)
Dengan menggunakan “Buckingham Phi Theorema” dengan parameter berulang
ρ, U∞, dan L, diperoleh 9 grup tak berdimensi yaitu :
1. (koefisien tekanan)
2. (bilangan Reynolds)
3. (rasio jarak pelat datar terhadap model/ground clearance)
4. (rasio lebar model terhadap panjang model)
5. (rasio tinggi model terhadap panjang model)
6. (rasio jarak diffuser channel terhadap lebar model)
7. (rasio jarak pressure tap terhadap panjang model)
8. (rasio antara velocity profile terhadap panjang model)
Hubungan antara grup tak berdimensi sebagai berikut :
( , , , , , , , ) (3.7) ( , , , , , , , ) (3.8)
Pada penelitian ini, variabel , , , , , dinyatakan sebagai variabel
tetap, sedangkan rasio jarak pelat datar terhadap bus model (c/L) atau lebih
dikenal dengan ground clearance serta rasio jarak profil kecepatan aliran dengan
panjang model (x/L) divariasikan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variasi dari kedua variabel tersebut terhadap koefisien drag (CD)
pada benda uji (bus model). Dengan demikian, persamaan (3.8) dapat ditulis :
( , ) (3.9)
( , ) (3.10)
3.4 Langkah Kerja
3.4.1 Proses Validasi Pengukuran Manometer dan Pressure Tranducer
Untuk keakuratan data, maka dilakukan validasi pengukuran antara data
hasil pengukuran dengan pressure tranducer dan data hasil pengukuran dengan
manometer. Adapun langkah kerja yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan peralatan dan alat ukur yang digunakan, meliputi sonic
wind tunnel, pitot static tube, pressure tranducer, data logger, selang
bercabang, manometer dan termometer.
2. Memposisikan pitot static tube agar terletak tepat di titik tengah test
section dari wind tunnel dengan arah tegak lurus arah aliran menghadap pada inlet wind tunnel.
3. Menyambung salah satu ujung masing-masing selang bercabang pada
lubang output stagnasi dan lubang output statis dari pitot static tube
kemudian masing-masing ujung lainnya ke manometer dan pressure
tranducer. Selang bercabang inilah yang menghubungkan pitot static tube
ke manometer dan pressure tranducer (Gambar 3.9).
4. Mengukur temperatur kerja ruangan dan mencatatnya dalam tabel
5. Membaca nilai awal ketinggian kerosene oil manometer dan nilai awal
pressure tranducer.
6. Menghidupkan fan wind tunnel pada putaran 100 rpm dengan waktu
tunggu 20 detik.
7. Membaca Δh yang terukur pada manometer dan mencatatnya dalam tabel
perhitungan.
8. Membaca output pressure tranducer yang sudah diambil nilai rata-rata
dari 500 kali per detik pengambilan data pada satu titik melalui data
logger. Data yang terbaca berupa nilai voltase dalam satuan Volt (V) yang kemudian dicatat dalam tabel perhitungan.
9. Mengubah putaran fan wind tunnel dengan kenaikan 100 rpm tanpa
mematikan fan wind tunnel.
10.Mengulangi langkah pada poin 6 sampai 9 sampai putaran 1500 rpm.
11.Mematikan fan wind tunnel.
12.Data Δh dari manometer diproses dalam perhitungan sampai menghasilkan
data tekanan dan kec