• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN KARAKTER MANDIRI ANAK ASUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBINAAN KARAKTER MANDIRI ANAK ASUH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN Jurnal Tawadhu:

PEMBINAAN KARAKTER MANDIRI ANAK ASUH

(Studi Realitas Pembinaan Karakter Mandiri Anak Asuh di Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas)

Ikhwani

Mahasiswa Pascasarjana IAIN Purwokerto email: ikhpakguru@gmail.com

Abstract

This research has several backgrounds. First, the self reliance is one of the formulations in the goals of national education. Second, the self reliance is a national character that must be built. Third, crisis of self reliance appears in society. Fourth, not all children / adolescents receive adequate care, including fostering self reliance from the family environment. Fifth, orphanages have a significant influence in handling children / adolescents who experience neglect problems. The formulation of the problem posed is how the concept of self reliance developed by the orphanage, how is the self reliance character development process applied to foster children in orphanages, how is the impact of this self reliance character development for orphaned children in orphanages. The approach used is phenomenology approach with analytical descriptive methods. The research was focused on Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. The data collected using observation techniques and in-depth interviews with the object of research. The research produces several conclusions. First, the foster children showed a good level of self reliance. Second, the efforts of the orphanage in creating the self reliance of foster children. Third, the supporting factors. Fourth, the inhibiting factors. Fifth, the model for developing self-reliance on the orphanages.

Keywords: Character Education, Self reliance, foster children.

Abstrak

Penelitian ini memiliki beberapa latar belakang. Pertama, kemandirian merupakan salah satu rumusan dalam tujuan pendidikan nasional. Kedua, kemandirian merupakan karakter bangsa yang harus dibangun. Ketiga, krisis kemandirian muncul di masyarakat. Keempat, tidak semua anak / remaja mendapat pengasuhan yang memadai, termasuk membina kemandirian dari lingkungan keluarga. Kelima, panti asuhan memiliki pengaruh yang signifikan dalam penanganan anak / remaja yang mengalami masalah penelantaran. Rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana konsep kemandirian yang dikembangkan oleh panti asuhan, bagaimana proses pengembangan karakter mandiri yang diterapkan pada anak asuh di panti asuhan, bagaimana dampak dari pengembangan karakter mandiri tersebut bagi anak yatim piatu di panti asuhan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi dengan metode deskriptif analitik. Penelitian difokuskan pada Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara mendalam dengan objek penelitian. Penelitian tersebut menghasilkan

(2)

ISSN Jurnal Tawadhu:

beberapa kesimpulan. Pertama, anak asuh menunjukkan tingkat kemandirian yang baik. Kedua, upaya panti asuhan dalam mewujudkan kemandirian anak asuh. Ketiga, faktor pendukung. Keempat, faktor penghambat. Kelima, model pengembangan kemandirian di panti asuhan.

Kata Kunci: Pembinaan Karakter, Mandiri, Anak Asuh.

A. Pendahuluan

Pemeliharaan dan pengasuhan anak memiliki andil besar untuk mewujudkan anak tersebut sebagai manusia seutuhnya, tangguh, cerdas dan berbudi luhur dimasa datang. Kedua orang tua selaku tempat bernaung merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Zakiyah menjelaskan tentang ini bahwa bentuk pertama pendidikan terdapat dalam keluarga yakni para orang tua.1 Di sisi lain, Sayid Sabiq menyatakan kewajiban mengasuh dan memelihara anak yang masih kecil atau belum dewasa, dibebankan kepada ibu dan bapaknya, baik ketika ibu bapaknya terikat perkawinan maupun setelah mengalami perceraian, karena pemeliharaan dan pengasuhan anak adalah hak anak yang masih kecil.2

Kewajiban orang tua terhadap anak ini salah satunya menanamkan karakter mandiri agar anak kedepannya nanti mampu menjalani kehidupannya dengan baik, tanpa harus memiliki ketergantungan pada pihak lain. Mengenai hal ini Rasulullah sangat memperhatikan pertumbuhan potensi anak, baik dibidang sosial maupun ekonomi. Beliau membangun sifat percaya diri dan mandiri pada anak, agar ia bisa bergaul dengan berbagai unsur masyarakat yang selaras dengan kepribadiannya. Dengan demikian, ia mengambil manfaat dari pengalamannya, menambah kepercayaan pada dirinya, sehingga hidupnya menjadi bersemangat dan keberaniannya bertambah. Dia tidak manja, dan kedewasaan menjadi ciri khasnya.3 Karakter mandiri merupakan salah satu aspek pendidikan karakter dan memegang peran penting dalam rangka kesuksesan anak di masa depan. Kemandirian koheren dengan tujuan pendidikan nasional. Pada Undang-Undang RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 disebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

1

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 35 2 Sayid Sabiq, Fiqh al Sunnah (Kairo: Dar al Fath al Araby, 2000), 160

3 Jamal Abdurrahman, Cara Nabi Menyiapkan Generasi, (Surabaya: CV Fitrah Mandiri Sejahtera. 2006), 212

(3)

ISSN Jurnal Tawadhu:

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.4

Berdasarkan pernyataan di atas, karakter mandiri merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, jika dihubungkan dengan pendidikan karakter, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.5

Penyelenggaraan pendidikan tidak saja menjadi porsi lembaga pendidikan formal namun lebih dari itu terbuka peluang bagi lembaga-lembaga diluar lembaga pendidikan formal untuk turut andil berupaya memberikan layanan pendidikan dan pembinaan terhadap anak bangsa. Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 Tahun 2003, Bab I Pasal 1 ayat 13, menyebutkan bahwa “Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.” Selanjutnya pasal 27 ayat 1 mempertegas bahwa “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”6. Panti asuhan memiliki karakteristik yang kuat dalam rangka pembentukan anak asuh yang mandiri. Kemandirian anak asuh dalam kehidupan di panti asuhan ini tercermin dala hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana para anak asuh panti asuhan tersebut mandiri untuk makan, minum, mencuci pakaian dan kegiatan belajar yang kesemuanya dilaksanakan dengan terprogram oleh mereka sendiri.

Panti asuhan memberi pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan, baik jasmani, ruhani, maupun intelegensi karena dalam kegiatan kesehariannya panti asuhan tidak sekedar menjalankan peran sebagai pengganti orang tua dalam hal penyediaan keperluan-keperluan konsumsi jasmaniah semata, namun lebih jauh dari itu menerapkan pula bentuk pembinaan yang menyentuh pada aspek pembentukan watak dan karakter anak asuh. Disamping itu input anak asuh yang

4 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 5

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Bahan Pelatihan:Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa), (Jakarta: Kemendiknas, 2010), 2

(4)

ISSN Jurnal Tawadhu:

datang dari beragam latar belakang keluarga serta persoalan yang menyebabkan “keterlantaran” anak ini adalah problem khas tersendiri bagi panti dalam mendesain pola asuh dan pembinaan termasuk di dalamnya pembinaan karakter mandiri. Sella Khoirunnisa dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa secara umum pengurus panti melakukan upaya pemenuhan hak dan kebutuhan anak sesuai dengan hak yang didapatkan anak dalam keluarganya sendiri baik secara formal dan informal. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan kemandirian anak di masyarakat dan memperbaiki kualitas kesejahteraan anak di masa depan.7

Observasi terhadap Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas diperoleh fakta bahwa terdapat fenomena yang berhubungan dengan karakter mandiri anak asuh dalam menjalani kehidupan di panti asuhan. Panti asuhan Putri Muhammadiyah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas merupakan panti asuhan yang belum lama berdiri di wilayah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas (berdiri tahun 2013). Panti asuhan yang merupakan salah satu bentuk Amal Usaha milik Muhammadiyah di bidang sosial ini berusaha membantu mengatasi anak-anak terlantar maupun berpotensi menjadi terlantar baik disebabkan ditinggal meninggal orang tua maupun ketidak mampuan orang tua secara ekonomi dengan memberikan layanan hunian, sandang pangan, serta mendidik dalam pendalaman ilmu agama Islam dan pembentukan karakter mandiri anak asuh. Para anak asuh binaan panti ini memiliki sebab-sebab dan kondisi keterlantaran yang beragam diantaranya perceraian orang tua, kondisi yatim maupun piatu dan lain sebagainya.

Selanjutnya untuk memperoleh gambaran tentang urgensi kajian kemandirian ini penulis pandang perlu untuk mengaitkannya dengan informasi yang beredar baik di media cetak maupun online bahwa sangat banyak dijumpai problem kemandirian di masyarakat. Problem tersebut dapat dikelompokkan kedalam beberapa aspek kemandirian anak seperti aspek emosi, sosial, perilaku,

7 Sella Khoirunnisa, Ishartono & Risna Resnawaty, “Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak Asuh di Panti Sosial Asuhan Anak”, Prosiding KS: RISET & PKM Vol. : 2 Nomor : 1, 1

(5)

ISSN Jurnal Tawadhu:

dan berpikir.8 Sebagai latar belakang makalah ini antara lain dapat penulis paparkan beberapa problem kemandirian sebagai berikut:

1. Problem kemandirian emosi

Ekspresi emosi yang berlebihan dan tidak terkendali sering terjadi pada anak-anak remaja baik ekspresi manakala senang maupun sedih. Pengelolaan emosi yang kurang baik ini seringkali menimbulkan permasalahan sosial tersendiri.9

Cuplikan berita, seorang pemuda berinisial MM (20) mengakui perbuatannya di hadapan Polisi. Dia bersama temannya RP (masih dibawah umur) terlibat dalam aksi penganiayaan terhadap seorang remaja 17 tahun bernama Aditya Maulana. MM mengatakan dia memang membawa golok karena sedang ada masalah dan lagi emosi. Satreskrim Polrestabes Bandung dan Unit Jatanras Ditreskrimum Polda Jabar meringkus eksekutor penganiayaan Aditya Maulana (17) di Jalan Moch Yunus, Kecamatan Cicendo Kota Bandung pada Jumat 10 Januari 2020. Satu tersangka berinisial am(20) berperan sebagai eksekutor dan satu tersangka berinisial Rp masih di bawah umur, berperan turut membantu. Saat kejadian, pelaku berinisial RP mengendarai sepeda motor. Keduanya diamankan di Jalan Citepus Bandung pada Rabu (15/1/2020) setelah sebelumnya melarikan diri ke Kabupaten Garut. Mm sang eksekutor, mengaku menyesal setelah ditangkap polisi. "Saat itu mereka gerung-gerung motor saat berpapasan. Saya kira itu kelompok motor musuh saya, jadi saya kejar lalu ngebacok," ujar Mm, di Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka, Kamis (16/1/2020). Peristiwa penganiayaan itu terekam kamera pengawas. Rekamannya kemudian beredar luas di media sosial.10

8 Nur Hasanah, et.al., “Peranan Komunitas Harapan dalam aeningkatkan Kemandirian Anak Usia Sekolah di Kawasan Pasar Johar Semarang”, Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, Volume 1 (2): 108-119, Desember 2017

9

Wawancara dengan Ibu Siti Muslikha, S. Pd, guru Bimbingan dan Konseling di SMP Muhammadiyah 2 Paguyangan pada 3 September 2019

10 https://manado.tribunnews.com/2020/01/17/pemuda-20-tahun-akui-dia-bawa-golok-karena-ada-masalah-dan-emosi-tak-kabur-saat-dengar-tembakan, (diakses 25 Januari 2020)

(6)

ISSN Jurnal Tawadhu:

2. Problem kemandirian sosial

Termasuk dalam lingkup kemandirian sosial yakni kemandirian ekonomi dimana data Angkatan Kerja Agustus 2017 dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sekitar 7 juta lebih orang yang menganggur, dari total keseluruhan 128 juta angkatan kerja. Secara lebih spesifik, per golongan umur, angkatan kerja terbesar di Indonesia adalah mereka yang berusia 35-39 tahun. Angkatan kerja dari golongan usia ini mencapai 17,6 juta orang. Posisi kedua terbesar diduduki oleh mereka yang berusia 30-34 tahun, dengan jumlah 15,5 juta orang. Data statistik BPS ini tidak mencakup situasi di luar dari informasi yang ada. Maksudnya, pada kenyataan di lapangan tentu lebih banyak jumlah pencari kerja dan penempatan tenaga kerja secara riil. Hal itu terjadi karena tidak semua pasar tenaga kerja di Indonesia dapat tercatat dengan baik. Situasi ini belum juga melihat pilihan si pencari kerja untuk membuat usaha/wiraswasta sendiri.11

3. Problem kemandirian perilaku

Ketua Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) cabang Pekanbaru, dr. Gigi Ully Afrah Chandra menyampaikan bahwa masalah serius yang perlu dibantu sekarang ini yaitu masalah perilaku seks pada remaja. Ada sekitar 8,3 persen laki-laki yang berusia 15 - 24 tahun yang sudah melakukan hubungan seks sebelum menikah. "Selain itu, kehamilan remaja wanita juga relatif tinggi", terangnya. "Untuk tingkat kehamilan tersebut diukur dari Spesik Family Raid, ada 1.000 perempuan remaja yang melahirkan dalam tahun yang sama", ungkapnya. Ditambahkannya, dilihat angka perkawinan remaja usia 15 - 19 tahun itu juga masih tinggi. Menurut data Unicef pada tahun 2014 menyebutkan 1 dari 4 perempuan Indonesia itu menikah sebelum usia 18 tahun. "Dan ibu-ibu remajapun dua kali lebih banyak di pedesaan dibanding perkotaan," ungkapnya. Faktor penyebab perkawinan remaja ini disebabkan adanya pergaulan bebas, "sehingga menyebabkan pernikahan dini," tuturnya.12

11 https://tirto.id/situasi-genting-angkatan-kerja-indonesia-cFal , (diakses 25 Januari 2020) 12 https://www.halloriau.com/read-otonomi-124691-2020-01-22-iidi-sebut-konsep-keluarga-mulai-terkaburkan-kehamilan-remaja-di-indonesia-tinggi.html, (diakses 25 Januari 2020)

(7)

ISSN Jurnal Tawadhu:

4. Problem kemandirian berfikir

Menurut Maarifudin, dalam kesehariannya anak-anak penghuni panti asuhan putri Muhammadiyah Pekuncen menunjukkan kemampuan inisiatif yang rendah. Mereka lebih menunggu instruksi dan serba harus diberi petunjuk dalam penyelesaian kegiatan sehari-seharinya.13

Demikian juga hasil wawancara dengan salah satu guru MTs tempat beberapa anak panti tersebut belajar memberi informasi bahwa anak-anak panti secara sikap baik, namun dalam hal inisiatif masih rendah dan kemampuan berfikir yang sedang-sedang saja.14

Dari pemaparan di atas maka fokus penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang peran Panti asuhan Putri Muhammadiyah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas dalam membina karakter mandiri anak asuhnya, Bagaimana konsep karakter mandiri menurut Panti asuhan Putri Muhammadiyah Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas, bagaimana program pembinaan yang dikembangkan dalam rangka mewujudkan karakter mandiri dan bagaimana pula pengaruhnya terhadap anak asuh, bagaimana problematika pelaksanaan pembinaan karakter mandiri dan upaya-upaya yang ditempuh untuk pemecahannya. Dengan memotret pola kehidupan anak asuh di panti asuhan, penelitian ini diharapkan dapat mengeksplorasi dan mendeskripsikan secara analitis mengenai karakter mandiri anak asuh di panti asuhan.

Dalam penelitian ini, model yang dikembangkan adalah model deskriptif. Model ini digunakan dengan pertimbangan bahwa peneliti menempatkan posisi tidak untuk menerapkan model yang dibuatnya lalu diterapkan pada lokus penelitian, melainkan menelaah, memahami, dan mendekripsikan proses yang terdapat dalam model pada lokus penelitian. Akhirnya, dapat dipahami secara menyeluruh point-point penting dalam kerangka pengembangan model tersebut dalam situasi yang terjadi pada lokus penelitian.

13

Wawancara dengan Bapak Maarifudin, pengasuh panti asuhan putri muhammadiyah cikawung . 27 september 2019

14 Wawancara dengan Bapak Sutomo, S.Sos, guru di MTs Muhammadiyah Pekuncen. 1 Desember 2019

(8)

ISSN Jurnal Tawadhu:

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, berikut ini adalah hasil penelitian:

1. Konsep kemandirian yang diusung dan dikembangkan oleh Panti Asuhan berangkat dari tekad panti untuk menyelamatkan anak agar tumbuh berkembang secara mandiri berlandaskan ketaqwaan. Nilai-nilai ketaqwaan menjadi bagian utama dan tidak terpisahkan dalam upaya pembinaan kemandirian yang diterapkan oleh panti asuhan kepada para anak asuh.

2. Model pengembangan karakter mandiri anak asuh berawal dari sebuah proses internalisasi nilai yang dibentuk oleh proses-proses yang dinamis mulai dari anak asuh masuk panti asuhan, pembelajaran teman sebaya, penugasan pengelolaan kegiatan, dan pemberian keterampilan hidup untuk menumbuhkan karakter mandiri dan memiliki jiwa kewirausahaan. Upaya yang dilakukan oleh panti asuhan dalam membentuk kemandirian anak asuh yaitu: a) anak asuh yang muda terutama yang baru masuk ke panti asuhan, tempat tidurnya disatukan dengan anak asuh yang dewasa; b) pembelajaran teman sebaya (peer teaching); c) penyediaan fasilitas panti asuhan yang sederhana; d) panti asuhan memberikan kebebasan pada anak asuh untuk membentuk kemandirian dalam berorganisasi; dan e) menumbuhkan jiwa kewirausahaan dengan memberikan ruang kepada anak asuh berkegiatan niaga sederhana.

3. Anak asuh pada panti asuhan yang diteliti menunjukkan tingkat kemandirian yang baik. Karakter mandiri anak asuh tersebut dapat dicirikan pada beberapa indikator sebagai berikut, yaitu: a) tingkat kepercayaan diri anak asuh yang tinggi menjadi modal utama dalam membentuk kemandirian; b) anak asuh yang diteliti memiliki tingkat amanah yang cukup tinggi baik amanah pada diri sendiri maupun lembaga; c) anak asuh dapat mengontrol diri baik dalam kemarahan maupun larangan panti asuhan; d) anak asuh dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi baik dalam urusan kegiatan sehari-hari maupun belajar di panti asuhan; e) anak asuh memiliki tanggungjawab yang baik terhadap diri sendiri dan panti asuhan; f) anak asuh menolong teman yang sedang dalam kesusahan; g) anak asuh memiliki harapan yang tinggi mengenai kesuksesan dan perwujudan diri di masa depan; h) kreatifitas dan inovasi anak asuh terlihat

(9)

ISSN Jurnal Tawadhu:

pada kegiatan di luar kegiatan-kegiatan kepantian; i) anak asuh menunjukkan tingkat kemandirian belajar mandiri yang baik; j) anak asuh memiliki keterampilan tertentu dalam mengelola kehidupan; dan k) motivasi belajar anak asuh paling banyak berasal dari dorongan diri sendiri.

4. Faktor pendukung pembentukan karakter mandiri anak asuh yaitu: a) penggunaan piranti-piranti sederhana untuk pemenuhan kebutuhan anak asuh di panti asuhan; b) keinginan yang kuat dari para anak asuh untuk hidup mandiri dan dorongan untuk sukses; c) bimbingan anak asuh dewasa ke anak asuh yang lebih muda; dan d) pembinaan harian panti asuhan yang mendorong anak asuh untuk hidup mandiri.

5. Faktor penghambat pembentukan karakter mandiri anak asuh yaitu: a) sebagian kecil anak asuh yang tidak senang dengan aturan panti asuhan; b) perkembangan dunia modern terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi turut mewarnai karakter mandiri anak asuh di panti asuhan; dan c) pola asuh keluarga asal yang memanjakan anak, khususnya pada anak asuh muda yang baru datang ke panti asuhan; d) beberapa layanan panti terhadap anak asuh pada taraf tertentu memberikan rasa nyaman berlebih dan mewarnai karakter mandiri anak asuh.

Gambar 1:

(10)

ISSN Jurnal Tawadhu:

Pada gambar di atas terdapat beberapa hal yang dapat dijelaskan. Bagian A adalah beberapa faktor pembentukan kemandirian. Ini adalah titik awal bagian dari bagan. Bagian B adalah mekanisme pembentukan kemandirian. Bagian C adalah proses pembentukan kemandirian anak asuh. Alur bagan bagian A, B, dan C dapat dijelaskan bahwa model pembinaan karakter mandiri berawal dari pembahasan mengenai faktor-faktor pembentukan (A) lalu dilanjutkan mekanisme proses pembentukan kemandirian anak asuh (B) pada proses pembentukannya (C). Secara simbolik hubungan A, B, dan C dapat digambarkan sebagai berikut: A= B --- C.

Setelah bagian C dilaksanakan, yaitu bagian proses pembentukan, maka karakter mandiri akan terwujud (D). Artinya, karakter mandiri akan terwujud setelah proses pembentukan dengan beberapa tahapannya (C). Karakter mandiri anak asuh di panti asuh akan lebih menguat dengan upaya panti asuh pada pembentukan etos kerja dan semangat kewirausahaan anak asuh (E).

A Faktor Pembentukan: 1. Ajaran agama; 2. Kesederhanaan; 3. Pendirian panti asuhan yang mandiri; 4. Pengelolaan yang mandiri; 5. Program kerja; 6. Sarpras yang menuunjang B Mekanisme internalisasi kemandirian anak asuh C 1. Pengelolaan kehidupan sehari-hari

2. Tanggung jawab kegiatan-kegiatan kepantian

3. Tanggung jawab pembinaan sistem among senior-junior

D

Kemandirian Anak Asuh

E Etos kerja Semangat kewirausahaan

(11)

ISSN Jurnal Tawadhu:

Gambar model di atas termasuk model deskriptif jika dilihat dari fungsinya. Model deskriptif merupakan pola dan alur yang menggambarkan dan menjelaskan sebuah fakta yang terjadi melalui tahapan-tahapan tertentu. Dalam konteks penelitian ini, model deskriptif menjelaskan proses dan tahapan-tahapan mengenai pembentukan kemandirian anak asuh.

Gambar di atas menunjukkan bahwa proses pembentukan kemandirian anak asuh merupakan sebuah internalisasi nilai dan kebiasaan yang membentuk karakter mandiri. Faktor yang membentuk karakter mandiri anak asuh yang ditemukan di lapangan di antaranya adalah faktor ajaran agama, figur pengelola dan pengasuh yang sederhana, fasilitas kehidupan yang sederhana, pendirian panti asuh yang tidak mengandalkan pihak lain, dan proses pembelajaran teman sebaya (peer teaching). Alur proses yang dilakukan oleh panti asuh yang diteliti untuk membentuk karakter mandiri anak asuh berawal dari pengelolaan kehidupan sehari-hari seperti makan dan mencuci; sebagian anak asuh diserahi tanggungjawab untuk mengelola satu kegiatan; anak asuh yang dewasa membimbing anak asuh yang muda; anak asuh yang dewasa diberi tugas untuk mengelola beberapa kegiatan di panti asuh; dan anak asuh yang dewasa diberi ruang untuk mengembangkan kegiatan kewiusahaan sederhana. Proses tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan anak asuh di panti asuh. Kegiatan-kegiatan yang dibebankan pengelolaannya pada anak asuh akhirnya membentuk sebuah etos kerja dan jiwa kewirausahaan anak asuh. Kedua nilai yang menjadi kebiasaan anak asuh di panti asuh ini menjadi bekal mereka di masyarakat.

Disamping model di atas, panti asuhan dalam pelayanan terhadap anak asuh dari awal mereka masuk dilaksanakan dengan pola sebagaimana dalam bagan berikut:

(12)

ISSN Jurnal Tawadhu:

Gambar 2 :

Pola Pelayanan terhadap Anak Asuh

Paparan bagan tersebut adalah bahwa Panti Asuhan mengawali layanan terhadap para anak asuh di sana dimulai dari penerimaan anak asuh. Anak asuh baru berasal dari mereka yang dating atas inisiatif sendiri maupun atas prakarsa panti asuhan dengan mencari atau menindaklanjuti informasi dari masyarakat tentang anak-anak yang mengalami atau berpotensi terlantar.

Langkah selanjutnya adalah identifikasi permasalahan anak asuh. Panti asuhan memandang bahwa latar belakang anak yang beragam, kondisi yang menyebabkan keterlantaran dan lain sebaginya dapat berimplikasi pada permasalahan anak. Setelah permasalahan awal ini berhasil didentifikasi selanjutnya panti asuhan menentukan layanan pembinaan secara terprogram.

Dampak pembinaan ini selanjutnya dievaluasi untuk menentukan upaya tindak lanjut.

C. Penutup

Setelah dipaparkan hasil penelitian di atas terdapat beberapa informasi penting hasil kajian lapangan (broadfield research) yang dapat disampaikan:

1. Panti asuhan menekankan karakter mandiri yang tidak lepas dari nilai-nilai ketaqwaan.

2. Karakter mandiri anak asuh yang ditemukan di lapangan dimulai dari perilaku pengelolaan kehidupan yang sederhana, misalnya makan, mencuci, membersihkan, menjaga, merawat lingkungan panti dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan mandiri sederhana ini dilaksanakan rutin menjadi sebuah karakter. Ciri minimal yang akan terbentuk adalah pada urusan sederhana, anak asuh tidak mengandalkan orang lain. Ini menjadi indikator penting dalam kemandirian.

(13)

ISSN Jurnal Tawadhu:

3. Program yang dikembangkan terstruktur dengan rapi, terdokumentasi dengan baik.

Daftar Pustaka

A. Mangunhardjana, Pembinaan: Arti dan Metodenya, Yogyakarta: Kanisius, 1991 Aep Saepudin, “Pembelajaran Nilai-Nilai Kewirausahaan Dalam

Menumbuhkembangkan Kemadirian Santri: Studi Kasus tentang Pembinaan Kemandirian Santri melalui Program Santri Mukim Pesantren Daarut Tauhiid, Gegerkalong, Bandung”, Online Jurnal of Mimbar, 21, no. 03 (Juli-September 2005), 342-261 (diakses 8 Desember 2019).

Ali, M. dan Asrori. Psikologi Remaja-Perkembangan Peserta Didik. Cetakan ketujuh. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.

Ali, Muhammad & Muhammad, Asrori. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Bahan Pelatihan:Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa), Jakarta: Kemendiknas, 2010

Chaidir, M. Pembelajaran Kecakapan Hidup (Life Skills) Dalam Peningkatan Kemandirian Warga Belajar :Studi Kasus Pada Pengemudi Boat Pancong Di Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Tesis Magister Pendidikan Luar Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia. 2009. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat

Bahasa, 2008

Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

https://manado.tribunnews.com/2020/01/17/pemuda-20-tahun-akui-dia-bawa-golok-karena-ada-masalah-dan-emosi-tak-kabur-saat-dengar-tembakan https://tirto.id/situasi-genting-angkatan-kerja-indonesia-cFal

https://www.halloriau.com/read-otonomi-124691-2020-01-22-iidi-sebut-konsep-keluarga-mulai-terkaburkan-kehamilan-remaja-di-indonesia-tinggi.html

Hurlock, E. B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa: Soedjarwo dan Iswidayanti. Jakarta: Erlangga. 1990. Husita, Djamaludin, 2010. Refleksi Hari Pendidikan Nasional: Pentingnya Pendidikan

Karakter. [online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com// (03 Februari 2011) Irene, L. 2013. “Perbedaan Tingkat Kemandirian dan Penyesuaian Diri Mahasiswa

Perantauan Suku Batak Ditinjau Dari Jenis Kelamin”. Jurnal Psikologi. Volume 1 No. 2.

Jamal Abdurrahman. Cara Nabi Menyiapkan Generasi, Surabaya: CV Fitrah Mandiri Sejahtera. 2006

Kemendiknas, PanduanPendidikan Karakter, Jakarta: Sekmendiknas, 2010.

Kustiah Sunarty, “Implemantasi Model Pola Asuh Orang Tua untuk Meningkatkan Kemandirian Anak”, Online Jurnal of EST, 01, no. 01 (Juni 2015), 39-53, (diakses 8 Desember 2019).

(14)

ISSN Jurnal Tawadhu:

Nasran, “Peran Pondok Pesantren dalam Pembinaan Karakter Disiplin dan Kemandirian Santri (Studi Pondok Pesantren IMMIM Putra Makassar), eprints.unm.ac.id (diakses 5 Agustus 2019)

Nur Hasanah, Tri Joko Raharjo, Amin Yusuf. Peranan Komunitas Harapan dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Usia Sekolah di Kawasan Pasar Johar Semarang. Journal of Nonformal Education and Community Empowerment .Volume 1 (2): 108-119, Desember 2017

Parker, D.K. Menumbuhkan Kemandirian dan Harga Diri Anak. Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2005.

S. Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Sabri, T. 2010. “Memupuk kemandirian sebagai strategi pengembangan kepribadian individu siswa dalam belajar”. Jurnal pendidikan Sosiologi dan Humanivora. Volume 1 no 1.

Sayid Sabiq, Fiqh al Sunnah, Kairo; Dar al Fath al Araby, 2000.

Sella Khoirunnisa, Ishartono & Risna Resnawaty, “Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak Asuh di Panti Sosial Asuhan Anak”. Prosiding KS: RISET & PKM Vol. : 2 Nomor : 1 hal 1

Sulistyorini, Mg, Thirani, CH. Prabandani R.Y. Ratih Noviyasari. B. Warindrayana, F.X. Membuat Prioritas Melatih Anak Mandiri. Yogyakarta: Kanisius Media, 2006.

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Grafika, 2008

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil temuan yang diawali dengan masih tingginya angka kemiskinan yaitu 14,35% disertai dengan data rumah yang berdasarkan Aladin (Atap, Lantai, Dinding)

Merupakan suatu jenis komputer yang bisa digunakan untuk mengolah data yang bersifat kuantitatif (sangat banyak jumlahnya). Komputer Hibrid

Demikian halnya dengan sunat perem- puan di desa Bodia, bahwa sunat perem- puan adalah praktek budaya turun temurun dari nenek moyang mereka, budaya yang melekat tersebut

Namun juga banyak kesempatan positif yang bisa dipakai dan dimanfaatkan secara optimal yang bernilai ekonomi serta berdampak langsung kepada kesejahteraan

Tabel 4.5 Data Konsentrasi Ibuprofen pada Interval Waktu Tertentu dalam mcg/ml pada Usus Halus Kelinci Tidak Terbalik yang Dikeringkan

Dalam perencanaan pola tanam guna mendapatkan hasil yang maksimum digunakan metode program linier dimana tujuan utama adalah meningkatkan lahan yang digunakan berdasarkan air

C Pasar Sepeda Jokteng

Cadangan kerugian penurunan nilai dari aset nonkeuangan -/- - 17... POS-POS 31