• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI SOSIOLOGIS TERHADAP PERAN PELEAN ILU MANETEK SEBAGAI TANDA SOLIDARITAS WARGA JEMAAT HKBP CIKAMPEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI SOSIOLOGIS TERHADAP PERAN PELEAN ILU MANETEK SEBAGAI TANDA SOLIDARITAS WARGA JEMAAT HKBP CIKAMPEK"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI SOSIOLOGIS TERHADAP PERAN PELEAN ILU MANETEK SEBAGAI TANDA SOLIDARITAS WARGA JEMAAT HKBP CIKAMPEK

Oleh,

Ronaldo Immanuel Frederickson Napitupulu 712014099

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Setelah melewati perjalanan selama masa perkuliahan yang membentuk pemahaman penulis sampai saat ini dan penulisan tugas akhir mengenai solidaritas jemaat di HKBP Cikampek melalui pelean ilu manetek ini, maka harapannya ialah agar tulisan ini dapat menambah literatur bacaan mengenai pelean ilu manetek dalam lingkup jemaat HKBP.

Saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada;

1. Tuhan Yesus Kristus sumber pengharapan dan kekuatan dalam setiap langkah saya, yang walaupun saya sering salah, namun kasih dan pengampunanNya tetap terpancar di setiap hari yang indah.

2. Teruntuk kedua orang tua saya yang telah bekerja keras sepanjang waktu, yang tidak pernah lelah memberikan kasihnya kepada ketiga anaknya. Kepada Rachel dan Roffel kedua adik saya yang juga pemberi motivasi yang luar biasa.

3. Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo serta Pdt. Dr. Ramatulus Pilakoannu yang telah menjadi dosen pembimbing saya sejak proposal sampai selesai, dengan sabar memberikan bimbingan yang sangat membantu saya dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.

4. Seluruh jemaat HKBP Cikampek yang mengizinkan saya berpelayanan di sana dan menjadi lokasi penelitian saya. Terkhusus kedua mentor saya Pdt. KRA Pasaribu dan Pdt. JMF Aritonang yang telah memberikan banyak pengajaran kepada saya.

5. Pdt. Izak Lattu Ph, D yang telah menjadi orang tua saya dan wali studi selama saya menjalankan perkuliahan di UKSW Fakultas Teologi sejak 2014.

6. Seluruh dosen Fakultas Teologi yang telah memberikan ilmu dan pengajarannya kepada saya selama ini sehingga membantu saya dalam menyelesaikan studi saya. 7. Seluruh staff tata usaha yang telah dengan jerih lelah membantu administrasi saya sejak awal perkuliahan.

(7)

vii 8. Teman-teman angkatan 2014, yang telah menjadi rekan sejalan dalam suka maupun duka selama ini.

9. Kakak, abang, dan semua sahabat saya selama di kampus, Rawamangun dan Cikampek yang terus menyemangati saya selama ini. Khususnya Cpdt. Ivan Napitupulu, Cpdt. Marthin Sirait, Cpdt. Endang Naibaho, Cpdt. Lawrence Nadapdap, Cpdt. Billy Tobing, Cpdt. Karunia Ginting, Cpdt. Marten Silaban dan Cpdt. Ramos Tambunan.

(8)

viii

Motto

“Hidup adalah pelajaran

tentang kerendahan hati”

(9)

ix

Daftar Isi

Cover……….i

Lembar Pengesahan……….ii

Pernyataan Tidak Plagiat………iii

Pernyataan Persetujuan Akses………iv

Pernyataan Persetujuan Publikasi………..v

Kata Pengantar……….vi Motto………..viii Daftar Isi………ix Abstrak………..x Pendahuluan………..1 Metode………6

Sosiologi Pedesaan atau Tradisional………7

Sosiologi Perkotaan atau Modern………8

Fakta Sosial dan Solidaritas………...9

Pembagian Kerja serta Solidaritas Mekanik dan Organik……….11

Pembagian Kerja serta Solidaritas Mekanik dan Organik………12

Gereja sebagai Persekutuan Sepenanggungan………..13

Gambaran Jemaat Gereja HKBP Cikampek……….13

Pelean ilu manetek di HKBP Cikampek………..16

AnalisisTimbulnya Solidaritas………21

Penutup dan Saran………..23

(10)

x

Abstrak

Penulis melihat bahwa terdapat hal yang sangat menarik dalam pelean ilu manetek. Pendekatan solidaritas dengan menjalankan pelean ilu manetek dikatakan baru hanya dijalankan di HKBP Cikampek saja. Nama persembahan ini tidak dapat langsung diterjemahkan menjadi persembahan tetesan air mata dalam bahasa Indonesia, namun memiliki nilai budaya yang lebih dari itu. Berbeda dengan persembahan khusus lain yang sudah ditetapkan wajib melalui Almanak HKBP kepada Gereja HKBP secara umum yang contohnya adalah persembahan untuk anak-anak terlantar dan lain sebagainya, persembahan ini mempunyai perbedaan. Sebagai pemberian tanda kedukaan yang dimaksudkan sebagai tanda solidaritas dan sepenanggungan persembahan pelean ilu manetek diharapkan mampu menjadi pengingat dan pengajar kepada jemaat mengenai arti pentingnya kesadaran membangun persekutuan yang sepenanggungan. Melihat melalui kacamata teori Emile Durkheim ketika revolusi industri yang melahirkan solidaritas mekanik dan organik maka penulis mencoba meneliti memakai metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif kualitatif menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari para narasumber dan pemahaman yang dapat dicermati. Pengumpulan data berpusat pada dua sumber yakni hasil wawancara tidak terstruktur yang lebih bersifat terbuka dan didukung dengan hasil observasi partisipatif penulis. Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pemikiran-pemikiran Durkheim tentang fakta sosial yang bisa dicermati, menyadarkan penulis bahwa kenyataan bukan hanya sebatas yang dapat dilihat tetapi juga menyangkut yang dari luar sebatas penglihatan saja namun memiliki cakupan nilai yang begitu mendalam. Solidaritas mekanis ternyata masih bisa ditemui di tengah hiruk-pikuk perkotaan dalam hal ini di jemaat HKBP Cikampek yang modern sekalipun tanpa mengesampingkan segala system di dalamnya.

Kata kunci: Solidaritas, HKBP, Pelean Ilu Manetek, Persembahan untuk Keluarga Jemaat.

(11)

1

Latar Belakang

Sudah menjadi hal umum ketika manusia memberikan sebuah pemberian kepada pihak lain dengan berbagai alasan yang melandasinya. Pemberian tersebut dapat berbentuk perbuatan atau tindakan maupun memberikan berupa barang dan lainnya. Ada hal khusus mengenai kegiatan memberi ini, yakni pemberian yang dilakukan dalam lingkungan keagamaan. Biasanya diterapkan dalam ruang lingkup tata cara ibadah, disebut sebagai persembahan. Persembahan adalah sesuatu ungkapan jemaat atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan dengan cara memberi sebagian kepunyaannya kepada gereja. Contohnya memberi melalui kantong-kantong persembahan. Jika dilihat dalam KBBI,1 persembahan diartikan sebagai hadiah; pemberian kepada orang yang terhormat. Artinya persembahan biasanya diberikan kepada orang lain yang dalam hal ini memiliki posisi lebih tinggi dari pada yang memberikan. Atau bisa saja, persembahan diberikan kepada orang yang dianggap berjasa kepadanya.

Dalam sejarah agama-agama Abraham (Yahudi, Kristen, Islam) persembahan dapat diidentikan dengan kurban yang merupakan bentuk ungkapan tertentu dengan pemberian umat ciptaan kepada Tuhannya, umat memberikan persembahan dalam bentuk kurban bakaran. Ini juga merujuk kepada Perjanjian Lama di mana terdapat penekanan mengenai persembahan keagamaan berbentuk korban yang dilakukan sesuai beberapa kondisi.2 Secara tersendiri dalam agama Yahudi, ada upacara untuk mempersembahkan sesuatu dalam hal ini hewan yang telah dipilih terlebih dahulu kepada YHWH yakni sebutan Tuhan untuk umat Yahudi. Dalam agama Yahudi setidaknya terdapat 3 jenis persembahan korban menurut tujuannya, yaitu korban persembahan, korban keselamatan, dan korban untuk pengampunan dosa. Korban persembahan ini dimaknai sebagai ungkapan syukur atas pemeliharaan Allah kepada umatnya. Lalu korban keselamatan berhubungan untuk pengingat akan hubungan perjanjian antara Allah dengan umat manusia, dan korban penghapusan dosa dimaksudkan sebagai persembahan kepada Tuhan untuk penghapus dosa yang telah

1

KBBI diakses tanggal 8 November 2018 pukul 15.25 WIB

(12)

2 dilakukan. Biasanya diberikan selama satu tahun satu kali.3 Itulah beberapa gambaran mengenai korban yang telah dilakukan secara turun temurun berdasarkan Perjanjian Lama.

Sedangkan umat Tuhan dalam Perjanjian Baru tidak lagi mempersembahkan korban-korban bakaran hewan untuk penghapusan dosa dan lain sebagainya. Melainkan menerapkan pemaknaan lain mengenai persembahan. Hal ini karena pemahaman akan persembahan sudah diperbaharui pasca kehadiran Yesus. Ia dimaknai telah menjadi korban persembahan kepada Allah, satu untuk selamanya, sehingga umat-Nya tidak lagi harus memberikan berbagai korban bakaran seperti yang biasa dilakukan sebelumnya. Umat Tuhan dalam Perjanjian Baru mulai memberikan persembahan dalam bentuk materil teruntuk tujuan tertentu. Hal ini akan terlihat dalam surat Paulus kepada jemaat di Galatia dan Korintus (Galatia 2:10, 2 Korintus 8:1-24). Di mana melalui ayat ini kita dapat melihat anjuran yang diberikan oleh Rasul Paulus untuk jemaat di sana agar memberikan persembahan dalam bentuk fisik atau materil dengan tujuan membantu orang-orang miskin serta sebagai pengingat akan usaha yang telah dilakukan Paulus ketika memberitakan Injil kabar sukacita. Ada pula anjuran-anjuran itu sebagai penekanan pembahasan Paulus terhadap salah satu nas Keluaran 30:11-16 ketika korban pengingat pendamaian Tuhan ditimpakan setara antara kaya dan miskin atau dalam kata lain orang kaya memberi kurban sama dengan orang miskin yang harus dirumuskan kembali.4

Berkenaan dengan topik persembahan di atas kemudian dapat kita cermati bagaimana pemberian persembahan merupakan kegiatan kolektif yang dekat dengan rasa solidaritas sosial. Kegiatan kolektif ini sudah berjalan sejak dahulu. Secara turun-temurun umat Tuhan melakukan dan mempelajari bagaimana ia sebagai seorang pribadi di tengah kelompoknya mempunyai kewajiban dalam hal ini memberikan persembahan sesuai ketentuan yang berlaku. Namun tentu kondisi sosial masyarakat sangat mempengaruhi hal tersebut.

3

John Drane, Memahami Perjanjian Lama III, (Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab,2003), 102-103

(13)

3 Menurut Durkheim solidaritas sosial memiliki dua macam, yakni solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Masyarakat tradisional atau pedesaan dan masyarakat modern atau perkotaan masing-masing memiliki solidaritas sosial. Masyarakat tradisional, di mana manusia hidup dengan cara yang hampir sama satu dengan yang lain, solidaritas dicapai secara otomatis karena struktur masyarakat yang masih sangat sederhana di mana rasa kekeluargaan atau kesadaran kolektif masih sangat tinggi, ini disebut sebagai solidaritas mekanik. Sedangkan masyarakat modern atau perkotaan memiliki kompleksitas tersendiri. Masyarakat dituntut untuk menjadi individualis, dalam modernitas masyarakat memainkan peranan yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Tetapi menurut Durkheim masyarakat modern tetap terikat solidaritas organik, yakni tetap saja setiap komponen-komponen memiliki ketergantungan dengan yang lain walaupun tidak secara langsung karena kesadaran kolektif, melainkan lebih hanya karena system yang berjalan di tengah struktur sosial.5

Dewasa ini kemudian umat Tuhan dalam gereja juga mempraktikkan solidaritas dengan memberikan persembahan secara fisik atau materil. Persembahan-persembahan ini diberikan ketika ibadah umum maupun ibadah mingguan di rumah jemaat (ibadah keluarga). Maksud dari persembahan ini adalah untuk menopang pelaksanaan keberlangsungan pelayanan yang dilakukan sebuah gereja secara luas. Salah satunya untuk masuk dalam kas pelayanan yang ditujukan untuk orang-orang miskin ataupun jemaat yang membutuhkan dalam kata lain menopang pelayanan bidang diakonia, koinonia dan marturia. HKBP sebagai sebuah persekutuan umat Tuhan juga menerapkan persembahan dalam kegiatan peribadahannya. Kantong persembahan ibadah umum Minggu ini dijalankan dalam liturgi tata ibadah dilakukan dua kali yaitu sebelum khotbah dan sesudah khotbah. Pun juga dalam ibadah keluarga, ibadah pendalaman Alkitab, dan ibadah-ibadah lain dalam satu minggu pelayanan. Untuk ibadah umum sendiri biasanya diberikan kantong kepada jemaat dan berjumlah 3 buah, di mana ini tergantung kepada keperluan dan sudah ada juga

5

Pip Jones, dkk., Pengantar Teori-Teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), 84-86

(14)

4 persembahan khusus sesuai Almanak HKBP. Ada jenis persembahan yang unik di HKBP yang diberi nama pelean ilu manetek atau persembahan tangis yang menetes. Sinode HKBP secara umum tidak mewajibkan persembahan ini, namun memberikan otoritas kepada masing huria dalam merumuskan keputusannya masing-masing. Beberapa Huria menjalankan persembahan ini. Persembahan ini diberikan khusus ketika ada anggota jemaat yang dirundung duka atau salah satu anggota keluarganya meninggal. Melalui pengamatan awal penulis, persembahan ini sebagai bukti sepenanggungan umat kepada salah satu jemaat yang sedang dirundung duka.

Pelean ilu manetek atau persembahan untuk keluarga yang anggota keluarganya meninggal adalah persembahan khusus yang dilakukan hanya ketika ada kedukaan atau salah satu jemaat Gereja yang meninggal dunia. Nama persembahan ini tidak dapat langsung diterjemahkan menjadi persembahan tetesan air mata dalam bahasa Indonesia, namun memiliki nilai budaya yang lebih dari itu yakni kebersamaan dan sepenanggungan. Kantong persembahan khusus akan ditambahkan dengan warna hitam, biasa disebut pelean na birong. Setelah firman Tuhan atau khotbah, kantong persembahan dijalankan kepada seluruh jemaat yang hadir pada hari Minggu tersebut. Bahkan biasanya juga dijalankan dalam semua jam kebaktian yang ada. Jika ditelisik sedikit terlebih dahulu, persembahan kepada orang meninggal juga diberikan untuk orang-orang suci yang telah meninggal dilakukan sejak Gereja lama.6 Namun ketika persembahan itu dijalankan dalam iklim HKBP hari ini dengan penekanan kepada kalimat ilu manetek atau tangisan yang menetes, maka solidaritas jemaat juga disentuh. Artinya siapapun jemaat yang meninggal tersebut, berbeda marga, boru, siapapun almarhum adalah baik merupakan bere, ibebere, anggi, abang dan lain sebagainya, apapun klasifikasi almarhum dalam adat tetap akan diberikan pelean tersebut padahal suku Batak selayaknya suku-suku lain di Indonesia, sangat menekankan nilai kekeluargaan yang berlandaskan family atau marga tertentu atau dalam hal ini klasifikasi adat dalam tarombo (pohon silsilah yang berujung kepada Si Raja Batak) masih sangat dihormati dan dipertimbangkan dalam pemberian sesuatu

6

Lothar Schreiner, Adat dan Injil. Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 196

(15)

5 hal apa lagi dalam ritual kematian semacam ini, sangat menarik batas-batas ini tidak terjadi di Pelean Ilu Manetek.

Pelean ilu manetek ini hanya dijalankan di HKBP Cikampek dan tidak dijalankan di Gereja HKBP lain. Berbeda dengan persembahan khusus lain yang sudah ditetapkan wajib melalui Almanak HKBP kepada Gereja HKBP secara umum contohnya persembahan untuk anak-anak terlantar dan lain sebagainya, persembahan ini tentu ada perbedaan. Sebagai pemberian tanda kedukaan yang dimaksudkan sebagai tanda solidaritas dan sepenanggungan, nyatanya belum mampu berperan signifikan melahirkan social action yang berkesinambungan dan berdampak terhadap kegiatan-kegiatan jemaat lain setelah peribadahan Minggu umum. Pelean ilu manetek yang diharapkan mampu menghasilkan solidaritas yang kuat di tengah masyarakat atau malah hanya sebagai ritual Gereja biasa saja yang berjalan untuk membantu dana keluarga yang sedang saudaranya meninggal dunia atau dilaksanakan sebatas karena himbauan majelis dan pengurus Gereja, tanpa implikasi lain karena tentu tujuan dari persembahan ini bukan utamanya membantu dana, karena HKBP Cikampek sudah mempunyai dana diakonia yang diberikan yang sudah termasuk uang peti dan ambulance bahkan sedang mempersiapkan pembelian lahan pemakaman milik Gereja. Tetapi mempunyai tujuan utama lain yang penulis lihat yaitu sebagai perekat solidaritas jemaat di kehidupan bergereja tidak sebatas peribadahan Minggu dan lewat perjalanannya selama ini apakah pelean ilu manetek sudah berhasil mencapai tujuan itu dengan mencoba memakai tolok ukur partisipasi jemaat di dalam pelayanan-pelayanan Gereja selain pada ibadah minggu.

Isi dari kantong persembahan itu akan diberikan kepada keluarga jemaat yang ditinggalkan. Uang persembahan yang diberikan itu di luar dari dana diakonia kedukaan Gereja yang akan juga diberikan kepada keluarga jemaat yang ditinggalkan, dana diakonia ini biasanya sudah dianggarkan sebelumnya. Bagi penulis dengan demikian pelean ini cukup menarik untuk diteliti. Karena juga keunikan dari persembahan ini yang di mana dalam Alkitab sendiri pun tidak secara signifikan dan konkrit memberikan persembahan untuk umat yang berduka atau meninggal, maka

(16)

6 penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai makna teologis persembahan ilu manetek. Penelitian akan dilakukan di jemaat HKBP Cikampek Ressort Cikampek.

Metode Penilitian

Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif kualitatif menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari para narasumber dan pemahaman yang dapat dicermati.7 Pengumpulan data berpusat pada dua sumber yakni hasil wawancara tidak terstruktur yang lebih bersifat terbuka dan didukung dengan hasil observasi partisipatif penulis. Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau dilaksanaakan peristiwa tersebut.8 Penelitian akan dilakukan sekitar bulan Juni 2019 kepada jemaat dan majelis HKBP Cikampek dengan menggunakan snowball sampling.

Sistematika Penulisan

Penulis membagi tulisan ini menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi pendahuluan. Kedua teori solidaritas, ketiga berisi hasil penilitian dengan mendiskripsikan pemahaman jemaat mengenai persembahan pelean ilu manetek. Bagian keempat akan membahas analisa dari pemahaman jemaat HKBP Cikampek terhadap pelean ilu manetek. Kelima, bagian penutup yang berupa temuan-temuan hasil penelitian dan pembahasan serta saran juga dapat berupa temuan-temuan dan rekomendasi.

Sosiologi Pedesaan atau Tradisional

Perbedaan mencolok yang seringkali diberikan oleh orang kota kepada masyarakat pedesaan adalah bahwa desa bersifat tentram. Sebuah sifat ketentraman seperti yang dikatakan oleh Boeke: “Desa itu bukan tempat untuk bekerja, tetapi

7

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakaria, 1998), 3

(17)

7 tempat mencari ketentraman. Ketetraman yang pada hakekatnya yang berlandaskan budaya ketimuran.”9

Walaupun dalam kenyataan umumnya malah masyarakat desa dituntut hidup lebih bekerja keras. Kerja keraslah syarat utama agar dapat bertahan hidup dalam masyarakat pedesaan khususnya di Indonesia. Sarana dan pra-sarana yang belum selengkap di kota belum lagi pembangunan infrastruktur pendidikan yang masih sangat jauh jika dibandingkan perkotaan. Masyarakat pedesaan dituntut lebih memiliki Pendidikan yang berlandaskan adat istiadat yang berlaku. Di samping adat istiadat antara warga desa dalam berbagai aktivitas-aktivitas sosial mereka juga dibiasakan dengan gotong royong yang segaris lurus dalam lingkup tetangga, kerabat maupun marga.10

Sosiologi Perkotaan atau Modern

Berbeda dengan tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat tradisional yang dari padanya social action mereka lebih bertumpu pada kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang telah dilakukan turun-temurun. Ada pun yang terjadi pada masyarakat modern bagaimana social action mereka lebih banyak bersifat pilihan. Oleh karena itu, salah satu ciri yang terpenting dalam masyarakat modern yang coba kita pahami sebagai masyarakat yang hidup di perkotaan yakni ialah kemampuan dan hak masyarakat untuk mengembangkan pilihan dan mengambil tindakan berdasarkan pilihannya sendiri yang pada masyarakat tradisional masih tidak dimungkinkan untuk menerobos sekat-sekat sosial pedesaan dan adat istiadat yang sudah tercipta. Dalam masyarakat yang lebih modern bahkan pilihan-pilihan lebih terbuka lebar dan luas.11

Kota sebagai tempat transit berbagai aktivitas berbagai masyarakat dari berbagai wilayah selalu lekat dengan perkembangan. Karena arus perkembangan industri dan perdagangan yang berjalan dalam wilayah tersebut. Akhirnya konflik kepentingan tentu sulit untuk dihindarkan. Masyarakat atau warga kota seringkali

9

Sajogyo Pudjiwati, Sosiologi Pedesaan Jilid 1, (Yogyakarta: UGM Press, 2005), 25

10

Sajogyo Pudjiwati, Sosiologi Pedesaan Jilid 1, (Yogyakarta: UGM Press, 2005), 28

(18)

8 mengalami segregasi dalam arti konsentrasi tipe kelompok orang atau kegiatan tertentu di wilayah tertentu. Bagaimana masyarakat kota yang beragam mampu tersentralisasi kegiatannya di sebuah daerah atau wilayah tertentu. Kecendrungan ini mengakibatkan individu-individu berada dalam sebuah sistem yang memacu diri untuk bersikap individualis di tengah kelompok. Berbeda dengan yang tradisional yang lebih konservatif yang pada umumnya mempunyai peraturan yang biasanya tidak tertulis namun masyarakat yang ada secara sistem mendukung mampu melakukannya sejalan dengan menjadi sebuah adat istiadat yang menumbuhkan solidaritas yang kuat dan besar. Mereka beraktivitas di sebuah tempat tetapi iklim adat istiadat masih terjaga bagaimana pun kondisinya.

Jenis pekerjaan di perkotaan yang urban pasti juga lebih banyak. Setiap jenis pekerjaan membentuk kelompoknya masing-masing. Jika diklasifikasikan dari pekerjaan yang dianggap paling umum di mana jam kerjanya sudah diatur sedemikian rupa setiap harinya sampai kepada jenis pekerjaan yang jam kerjanya tidak dapat dipastikan berapa lama. Hal-hal tersebut di atas tentu mempengaruhi kondisi sosiologis individu dan kelompok di dalamnya.

Fakta Sosial dan Solidaritas

Di mata Durkheim, Sosiologi harus mampu secara empiris menjadi ilmu pengetahuan yang beridiri sendiri. Untuk memisahkan Sosiologi dari pengaruh ilmu lain khususnya filsafat maka Durkheim mencoba membangun sebuah konsep bernama fakta sosial (social facts). Fakta sosial bukan suatu yang mengawang atau bukan sekedar sebuah kegiatan introspeksi, melainkan lewat penyusunan data secara riil dan bukan spekulatif, untuk melihat adanya realitas sosial di samping kenyataan individu.12 Fakta sosial mencoba menggambarkan bahwa sebuah nilai, norma, kesepakatan dan budaya dalam kenyataannya sangat mempengaruhi kepercayaan serta tindakan individu dalam masyarakat atau juga dapat disebut bahwa sebuah tidakan individu sebenarnya akan selalu dipengaruhi masyarakat.

12

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), 14

(19)

9 Menurut Durkheim fakta sosial dapat dibagi menjadi dua penekanan, pertama yakni dalam bentuk material, barang sesuatu yang dapat diobservasi, ditangkap dan disimak secara nyata. Contoh: norma hukum dan arsitektur. Kedua yakni dalam bentuk non-material yakni adalah sebuah barang yang dianggap nyata, itu hanya muncul dalam kesadaran manusia. Contoh: opini, egoisme dan altruisme.13 Bentuk material adalah fakta sosial yang nyata dapat dipahami, contohnya norma hukum yang disusun secara kesepakatan terdapat pada dunia nyata (External World) yang berpengaruh ke dalam kehidupan individu maupun kelompok, dan begitu pula arsitektur yang jelas rancangan manusia. Sedangkan non-material lebih bersifat fakta sosial yang dianggap nyata (External) lebih kepada contohnya opini, egoisme dan altruism yang juga berpengaruh terhadap individu dan masyarakat. Sebuah masyarakat adalah sebagai suatu kesatuan dari fakta-fakta sosial.14 Olehnya maka dapat memungkinkan masyarakat untuk mempunyai kesadaran kolektif yang kemudian menumbuhkan nilai-nilai solidaritas di tengah realitas.

Banyak definisi yang dapat diartikan sebagai solidaritas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) /so·li·da·ri·tas/ diartian sebagai sifat atau perasaan solider; sifat satu rasa (senasib dan sebagainya); perasaan setiakawan.15 Solidarity dalam bahasa inggris juga dapat diterjemahkan sebagai rasa sadar atas kepentingan bersama, yang menghasilkan tumbuhnya rasa persatuan di dalam kelompok. Hal tersebut dapat dikatakan juga sebagai ikatan dalam masyarakat yang saling mengait antar anggota. Agar bisa melakukan sebuah tindakan bersama, individu-individu dalam kelompok ini harus memiliki sebuah nilai yang mampu mempersatukan yakni nilai kebersamaan, kekerabatan ataupun kekeluargaan. Sebuah keberanian untuk bertindak dan hidup bersama-sama.16 Tentunya lingkungan sosial individu dalam kelompok ini mempengaruhi bagaimana mereka bersolidaritas satu dengan yang lain. pembagian pekerjaan, budaya, bahkan sampai tempat mereka tinggal. Di antara

13

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), 15

14 Wardi Bachtiar, Douglas Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2011), 23 15

KBBI diakses pada tanggal 23 Mei 2019 pukul 19:25

16

Anthony Giddens, dkk, Sosiologi: Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), 357

(20)

10 masyarakat pedesaan dan perkotaan yang lebih urban masing-masing juga memiliki perbedaan.

Pembagian Kerja serta Solidaritas Mekanik dan Organik

Emile Durkheim lahir pada tahun 1858 di Epinal dekat Strasbourg, daerah Timur Laut Perancis dari sebuah keluarga Yahudi. Durkheim sebenarnya diarahkan untuk menjadi rabbi sebagaimana ayah dan kakeknya. Setelah berpindah kependidikan umum pada 1987 beliau memasuki semacam sekolah tingkat atas yang kemudian menciptakan lingkungan intelektual yang dinamis.17 Pemikiran Durkheim tentang pembagian kerja didasari pada gejala sosial yang terjadi pada masa Revolusi Industri di Inggris, ia mengamati perubahan sosial dari masyarakat primitif (tradisional) menuju masyarakat modern. Aspek yang diamati Durkheim adalah pada pembagian kerja dalam kedua tipe masyarakat tersebut.18 Durkheim mengamati bahwa peningkatan sistem pembagian kerja tersebut berimplikasi pada perubahan tipe solidaritas sosialnya. Kedua tipe solidaritas sosial ini memiliki beberapa ciri sebagaimana dijelaskan Durkheim bahwa solidaritas mekanik, di mana anggota masyarakat dengan tingkat pembagian kerja yang rendah, masih terikat satu sama lain atas dasar kesamaan emosional dan kepercayaan dan sebuah perbedaan merupakan sesuatu yang perlu dihindari. Sebaliknya pada masyarakat dengan tingkat pembagian kerja yang tinggi atau solidaritas organik, sangat memungkinkan hal-hal yang membuat perbedaan terjadi, dan masyarakat disatukan oleh saling ketergantungan fungsional.19

Solidaritas mekanik yang biasanya timbul pada masyarakat tradisional sangat bergantung pada setiap individu-individu, yang mempunyai beberapa sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola norma yang sama pula. Bersama-sama dalam banyak kesamaan. Solidaritas mekanik bergantung kepada kesadaran kolektif

17

Anthony Giddens, dkk, Sosiologi: Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), 43

18 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial (Edisi Revisi), (Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada), 50

19

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial (Edisi Revisi), (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada), 51

(21)

11 (collective consciousness) setiap anggotanya. Kesadaran kolektif ini juga terkait dengan kehidupan psikologis individu dan juga kehidupan pskilogis seluruh masyarakat. Istilah tersebut bukan sekedar pembagian kata “kolektif” dan “kesadaran” melainkan kesadaran sosial secara total tanpa mengesampingkan kehidupan psikologis seluruh masyarakat.20 Oleh karena hal tersebut maka sifat individualitas tidak berkembang, individualitas ini terus-menerus akan dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk sebuah kenyamanan masyarakat bahkan untuk mencapai hal tersebut dapat memakai tindakan represif hukum adat. Hukuman diberlakukan kepada anggota masyarakat yang melanggar nilai-nilai moral. Sanksi itu adalah bentuk nyata dari kesadaran kolektif (collective consciousness) masyarakat terhadap tindakan individu. Fungsi dari sanksi ialah menjaga semangat kesadaran bersama.21 Solidaritas organik berbeda dengan solidaritas mekanik, solidaritas organik muncul karena pembagian kerja yang bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi pada anggotanya yang besar pula.22 Pembagian kerja di masyarakat yang lebih modern pasti juga lebih banyak. Dalam masyarakat yang lebih modern pilihan-pilihan lebih terbuka lebar dan luas.23 Jika diklasifikasikan dari pekerjaan yang dianggap paling umum di mana jam kerjanya sudah diatur sedemikian rupa setiap harinya sampai kepada jenis pekerjaan yang jam kerjanya tidak dapat dipastikan berapa lama.

Gereja sebagai Persekutuan Sepenanggungan

Memandang Gereja sebagai sebuah persekutuan yang sepenanggungan juga penting untuk menyelesaikan bagian kedua ini. Gereja sebagai persekutuan adalah ketika kita dapat melihat Gereja bukan lagi sebatas sebagai sebuah institusi saja melainkan suatu persaudaraan yang erat dan itu merupakan pengertian yang biblis. Pada awal sekali juga murid-murid mula-mula sendiri membiasakan diri dengan

20

Emile Durkheim, The Devision Of Labour in Society (Paris: Alcan, 1983), 24

21 Emile Durkheim, The Devision Of Labour in Society (Paris: Alcan, 1983), 28 22

Ramadhani Setiawan, “Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik”,

http://riset.umrah.ac.id, diakses 23 Mei 2019 pukul 20:00

(22)

12 sebuah persekutuan. Avery Dulls menyebutkan, bahwa model Gereja sebagai persekutuan murid-murid pertama sekali mengedepankan yang dapat disebut mengenai sepenanggungan. Sejak abad keempat, sebagian murid-murid menjauh dari hiruk-pikuk masyarakat bersama memilih padang gurun sebagai gambaran agar lebih saling menghayati kehidupan persekutuan satu dengan yang lain.24

Dewasa ini Gereja yang berdiri di tengah lingkungan sosial juga dituntut untuk dapat menghidupi semangat awal yang juga sempat dilakukan pada kekristenan mula-mula. Banyak dari jemaat mula-mula yang mati syahid termasuk dua belas murid pilihan Yesus. Di tengah aniaya yang terjadi, persekutuan tetap berkembang relatif cepat. Gereja yang teraniaya bukan terpecah melainkan tetap berusaha mengembangkan aspek penginjilan ataupun pelayanan.25 Hal tersebut dapat menjadi alasan bagi kita sekarang untuk menghayati bagaimana konteks sepenanggungan tidak berbicara mengenai hal-hal ringan saja, bahkan mampu berkenaan dengan hidup yang lebih luas dan mendalam.

Jika ditarik langsung dengan apa yang dituliskan Perjanjian Baru mengenai cara hidup jemaat yang pertama dalam Kisah Para Rasul 2:41-45, juga terdapat gambaran persatuan persekutuan yang kokoh sampai ke tahap apa yang dimiliki mereka adalah milik bersama, ada yang menjual harta miliknya untuk dibagikan pada yang memerlukan, memecahkan roti secara bergilir di masing-masing rumah. Sepenanggungan dalam persekutuan ini membuahkan banyak orang melihat dan akhirnya bersukacita atas mereka.26 Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa gereja yang merupakan persekutuan, bukan sebatas hubungan Allah dengan gereja saja sebagai institusi melainkan juga mengenai hubungan para anggota yang berada di dalamnya.

24

Avery Dulls, Model-Model Gereja, (Ende: Nusa Indah 1990), 187

25 David Hasselgrave, Kontekstualisasi: Makna, Metode dan Model, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009), 31

26

Gambaran langsung penulis dari apa yang tertulis di Alkitab TB LAI dalam Kis2:411-45 dengan judul perikop “Cara Hidup Jemaat yang Pertama”.

(23)

13

Gambaran Jemaat Gereja HKBP Cikampek

Dalam melakukan penelitian, penulis langsung melakukan observasi di tempat penelitian kurang lebih 4 bulan yang kebetulan saat penulis melakukan praktek akhir lapangan fakultas Teologi UKSW, dalam rangka memperkuat observasi penulis itu maka penulis terjun langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian dan wawancara bulan July 2019. Selama penelitian berjalan perlu diketahui sebagai informasi, peningkatan jumlah jemaat HKBP Cikampek sedang pesat. Menurut penuturan Pdt. JMF Aritonang, S.Th selaku pendeta fungsional hampir setiap minggu ada jemaat baru yang mendaftar ke dalam jemaat HKBP Cikampek. Sehingga data terakhir yang didapat jumlah Kepala Keluarga di HKBP Cikampek yang terdaftar sudah sampai 1400 KK. Jam ibadah minggu 3 kali, ditambah 1 kali di pospel Pancawati total 4 kali jam ibadah.

HKBP Cikampek adalah Gereja Ressort HKBP yang berdiri di Jl. Kamojing No.1 Cikampek, Karawang, Jawa Barat. Sudah memiliki 1 Pospel terpadu yang siap menjadi persiapan gereja, yakni pospel di Pancawati yang sudah menjalankan ibadah umum 1 kali ibadah hari minggu. Di setiap sektor juga memiliki pospel-pospel kecil yang biasanya digunakan untuk pengajaran Sekolah Minggu. Gereja ini awalnya didirikan oleh para pendatang dari luar daerah yang bersuku Batak yang sedang bekerja untuk PT. Kellog Corporation tahun 1976, dengan semangat awal “perlunya wadah persekutuan orang-orang Batak di Cikampek”.27

Pencampuran antara jemaat asli Cikampek dengan para pendatang dari Bona Pasogit28 berlangsung mencair dan baik.29 Sehingga walaupun pendiri awal gereja adalah para pekerja pendatang namun yang sudah lebih lama tinggal di sekitaran Cikampek akhirnya ikut turut serta melayani di HKBP Cikampek sampai sekarang. Hingga saat ini peleburan itu terjadi di tengah HKBP Cikampek.

Cikampek adalah daerah transit yang sangat strategis. Berada di antara Karawang dan Purwakarta. Jalan lintas menuju Jakarta juga harus melewati

27 Buku Sejarah HKBP Cikampek 28

Bona Pasogit, dari Bahasa batak “asal-usul” yang kemudian juga memiliki makna tempat kampung halaman di tanah Batak

(24)

14 Cikampek. Oleh karena itu pula roda ekonomi yang berjalan di tempat ini cukup pesat karena seringnya dilewati berbagai aktivitas ekonomi. Sebagai daerah untuk persiapan kota, sarana dan pra sarana di Cikampek sudah memadai. Pekerjaan penduduk Cikampek juga beraneka ragam. Sehingga begitu juga dengan pekerjaan jemaat HKBP Cikampek. Kebanyakan bekerja sebagai marpasar.30 Walau kebanyakan, jumlah mereka tidak begitu dominan di tengah jemaat yang lain, dari narasumber yang penulis sambangi saja setidaknya terdapat guru, pekerja karyawan swasta, pendiri koperasi, pengusaha online-shop, pegawai bank, sampai pekerja pabrik. Hal tersebut mencerminkan heterogennya Cikampek di tengah kota Industri Karawang dan persiapan kota yang menjadi salah satu tempat transit yang penting di pulau Jawa.

Solidaritas dalam Jemaat HKBP Cikampek

Solidaritas sepertinya berjalan baik jika ditelisik secara umum, tetapi pada beberapa kasus justru terlihat beberapa gesekan yang terjadi di beberapa kesempatan.31 Jika melihat dengan pengamatan dari bawah yakni solidaritas keseharian kepada pengamatan di atas yakni solidaritas umum jemaat terjadi beberapa perbedaan. Dalam kehidupan berjamaat gereja sebagai ikatan persekutuan solidaritas sangat penting, gereja adalah symbol perpanjangan tangan Tuhan kepada umat-Nya.32 Sehingga gereja mempunyai andil untuk mengingatkan dan mengajarkan pentingnya rasa sepenanggungan di tengah jemaat, persembahan ini berhasil untuk minimal menyadarkan dan mengingatkan jemaat.33 Walaupun landasannya seringkali karena hubungan timbal-balik saja ketika memberikan persembahan tersebut.34

Gesekan sering terjadi di tengah jemaat, bahkan sampai berujung perpecahan internal. Contohnya di kategorial Ina (Kaum Perempuan) ketika ada gesekan dalam kelompok paduan suara, langsung membuat kelompok paduan suara baru yakni PS.

30

Marpasar, koperasi bank berjalan, kegiatan simpan pinjam

31 Bpk.Boby Pardede, wawancara tanggal 13 July 2019 di Cikampek 32

Ibu. Merry Tambunan, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek

33

St. Ny. SIhombing, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek

(25)

15 Sola Gratia. PS. Sola Gratia juga mengalami masalah antara anggotanya, penyelesaiannya ialah ada anggota yang keluar dan membuat PS. Maranatha.35 Sehingga solidaritas kesehariannya sangat ditentukan dengan kesadaran setiap individu tentang perannya masing-masing dalam lingkungan bergereja.

Masih ada beberapa contoh solidaritas keseharian yang sulit timbul dan memerlukan sebuah symbol dan peran gereja dalam mengatasinya, salah satunya kategorial Naposo (Pemuda) yang kebetulan terbagi dengan 3 profesi dominan yakni karyawan koperasi yang kepala koperasinya juga anggota naposo, karyawan kantor dan mahasiswa. Tentu dapat dilihat kelompok-kelompok yang muncul juga sebagian besar didasari dari profesi tersebut. Ale-ale (sahabat sepermainan) terbagi berdasarkan hal tersebut di atas.36 Gesekan konflik membutuhkan symbol umum yang menyatukan, dalam hal ini ketika diadakan sebuah acara pekan budaya yang dilaksanakan gereja mereka berbaur bersama dalam hegemoni tanpa sekat yang tadinya timbul karena sebuah masalah.

Pelean ilu manetek diharapkan menjadi salah satu lokomotif yang menarik anggota-anggota jemaat kepada satu tujuan yakin persatuan dan sepenanggungan jemaat.37 Dalam keseharian banyak sekali gesekan bahkan sejak awal berdirinya HKBP Cikampek yang sudah memakan cukup banyak perpecahan dalam jemaat, dibutuhkan sebuah mekanisme umum yang kembali merekatkan dan berfungsi mengajarkan jemaat sebagai symbol solidaritas.

Pelean ilu manetek di HKBP Cikampek

Saran untuk menjalankan persembahan pelean ilu manetek dibicarakan dalam sermon parhalado (majelis jemaat) atas saran Pdt. KRA Pasaribu, S.Th pada sekitaran tahun 2013.38 Pertama kali dijalankan karena melihat ada keluarga jemaat yang sedang berduka karena saudaranya meninggal, namun kondisi ekonomi keluarga

35 St. Ny. SIhombing, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek 36

St. Simbolon, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek

37

St. Ny. SIhombing, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek

(26)

16 tersebut dinilai perlu bantuan tambahan di luar dana diakonia sosial yang ada.39 Atas dasar keprihatinan tersebut maka seluruh penatua yang hadir dalam sermon tersebut setuju untuk menambahkan kantong persembahan pada setiap jam ibadah minggu yang akan datang. Pendapatan pelean ilu manetek sekitar Rp. 4.000.000 - Rp. 6.000.000 tidak pernah menentu dan pasti.40 Hasilnya dianggap cukup baik sehingga dijalankan sampai hari ini. Pemilihan frasa ilu manetek yang berakar dari budaya Batak karena menimbang ada makna budaya yang sudah mengandung nilai-nilai injil di dalamnya yakni makna persekutuan, persatuan dan sepenanggungan di dalamnya sehingga dapat dimasukkan ke dalam liturgi.41 Pemilihan pelean ilu manetek juga melihat karena begitu dekatnya makna ilu manetek dengan kondisi psikologis suku Batak yang melambangkan rasa sepenanggungan.42

Pelean ilu manetek adalah produk budaya. Masuknya pelean ilu manetek ke dalam liturgi gereja merupakan hal yang menarik karena tidak semua gereja HKBP melakukan persembahan ini.43 HKBP yang notabene merupakan gereja kesukuan tentu iklim jemaat sangat kental dengan sifat-sifat dan nilai-nilai dari suku Batak yang sedikit mirip seperti suku lainnya di Indonesia memiliki sifat kekeluargaan atau kekerabatan yang kental. Ada permasalahan yang penulis cermati bagaimana solidaritas suku Batak khususnya dalam menghadapi seseorang yang meninggal ini memiliki penekanan. Biasanya pemberian dukacita sangat hanya terikat dengan kelompok marga tertentu. Dalam konteks sosial budaya tersebut, yang mengatur hubungan antar manusia biasa disebut dengan Dalihan na Tolu. Sejak lama memang perpaduan antara gereja HKBP dan budaya Batak sudah berjalan dengan baik. Bagaimana HKBP menciptakan keadaan di mana kepercayaan Kristen dan adat berdiri berdampingan dan saling melengkapi.44

39

St. Simbolon, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek

40 St. Ny. SIhombing, wawancara tanggal 12 July 2019 di CIkampek 41

Penuturan pendeta pimpinan jemaat Pdt. KRA Pasaribu, S.th ketika menerangkan landasan awal pelean ilu manetek di HKBP Cikampek

42 Ibu. Sondang Pasaribu, wawancara tanggal 13 July 2019 di Cikampek 43

Penuturan pendeta pimpinan jemaat Pdt. KRA Pasaribu, S.th ketika menerangkan landasan awal pelean ilu manetek di HKBP Cikampek

(27)

17 Masyarakat semua lapisan tentu pernah melakukan ini, kaya, miskin, tua, muda, tinggal di kota, tinggal di desa dan lain sebagainya. Jika kita Tarik garis lurus bagaimana kondisi sosial masyarakat mempengaruhi hal ini, Semua keluarga yang sedang berduka diberikan persembahan ini, tetapi dikecualikan jemaat yang sedang bermasalah. Salah satu contoh kasus yang baru terjadi saat ini sekitar bulan Mei 2019, di mana persembahan ini sudah dijalankan terkumpul sekitar 4 juta sekian, tetapi dibatalkan dana tersebut dialihkan ke dana simpan gereja, karena diduga keras keluarga yang berduka sudah memalsukan atau menutupi penyebab jemaat tersebut meninggal. Karena peraturan HKBP sudah menuliskan mengenai hal tersebut maka jemaat tersebut tidak dapat sementara dilayani oleh Gereja tetapi dilakukan pengembalaan. Serta segala pemberian dana duka tidak dapat mengatas namakan gereja melainkan hanya individu saja.45 Ternyata hal tersebut berimplikasi langsung dengan penilaian keluarga tersebut dengan mengatakan Gereja tidak adil dalam melakukan pelayanan dukanya.46

Proses Pelean Ilu Manetek HKBP Cikampek

Saat kabar ada jemaat yang meninggal maka keluarga yang sedang berduka biasanya akan segera menginfokan kepada sintua sektor setempat tentang kabar tersebut. Walaupun dalam beberapa kesempatan sintua mencari tahu atau pun diberi tahu jemaat yang lain.47 Setelah konfirmasi kabar tersebut benar, maka sintua akan membawanya dalam rapat penatua atau sermon parhalado. Tetapi kabar tersebut sebelumnya harus segera didapat pendeta agar ibadah kedukaan dan ibadah penguburan dapat dipersiapkan. Keluarga yang sedang berduka karena keluarganya meninggal itu nama Almarhum dituliskan ke dalam warta jemaat. Dalam pembacaan warta jemaat tersebut maka akan dituliskan nama jemaat yang menerima pelean ilu manetek minggu ini, dan dibacakan ketika liturgi. Dengan susunan redaksional: “Na di ari (…) nungga marujung ngolu (amanta/inanta… nama) tutup umur (..) taon. Na

45

St. Ny. SIhombing, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek

46

St. Simbolon, wawancara tanggal 12 July 2019 di Cikampek

(28)

18 sian (tinggal di mana). Jala nungga tu udean na di ari …(tanggal penguburan). Tatangianghon ma asa tumibu tarapul rohani keluarga, jala papunggu pelean ilu manetek do hita songon dalanta laho mangurupi keluarga nasida.”48 Dalam pembacaan warta jemaat tersebut sintua dapat menambahkan beberapa pesan ketika menyampaikannya.

Setelah dalam semua jam ibadah dijalankan maka dana yang terkumpul akan dijumlahkan dan akan segera diberikan kepada keluarga yang sedang berduka. Pemberiannya lebih sering ketika ibadah penghiburan bukan ibadah-ibadah sebelum penguburan. Jika jemaat tersebut dikuburkan di Bona Pasogit, maka ditunggu sampai keluarga tersebut datang kembali ke Cikampek. Proses pemberian dana ini tidak berjalan dengan biasa saja. Namun, pemberiannya dilakukan setelah ibadah penghiburan, kemudian kata-kata penguatan yang diberikan kelompok-kelompok yang hadir dalam ibadah penghiburan. Saat perwakilan gereja selesai memberikan kalimat duka para perwakilan akan berdiri kemudian memberikan amplop yang berisi dana diakonia beserta dana pelean ilu manetek sebagai tanda sepenanggungan jemaat.

Penerima Dana Pelean Ilu Manetek

Data di atas pertanggal Desember 2018 sampai akhir Juni 2019. Jumlah dana yang didapat tidak dapat diberikan database-nya, tetapi lewat penuturan penatua selama ini dana pelean ilu manetek cenderung stabil selalu di angka antara Rp.4.000.000-Rp.5.000.000 setiap persembahan ini dijalankan.49

48

Susunan redaksional dalam warta jemaat gereja HKBP Cikampek

(29)

19

Pendapat tentang Pelean Ilu Manetek

Menurut pendeta, dalam hal ini pendeta pertama yang menyarankan pelean ilu manetek di HKBP Cikampek Pdt. KRA Pasaribu S,Th, pelean ilu manetek adalah bentuk cerminan gambaran jemaat mula-mula ketika dalam pelayanan Paulus di mana terdapat rasa kebersamaan bahkan kepemilikan bersama di antara jemaat. Termasuk pengumpulan uang untuk membantu jemaat yang kekurangan di Yerusalem. Jika ditarik dalam masa Yesus terdapat juga sikap Yesus terhadap orang-orang yang kesusahan dengan penekanan “Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan”. Sehingga sebenarnya nilai-nilai tersebut sudah terkandung dalam budaya pelean ilu manetek sebelum injil datang ke tanah Batak, ini menjadi tidak terdapat masalah ketika dimasukkan ke dalam liturgi. Dijalankan persembahan ini menjadi baik agar jemaat kembali menghidupi apa yang sudah dihidupi sejak jemaat mula-mula sembari menjalankan solidaritas dalam konteksnya masing-masing.

Menurut penatua, pelean ilu manetek adalah bentuk solidaritas di tengah jemaat. Awalnya dijalankan karena melihat bahwa keluarga yang berduka katika saudaranya meninggal dalam kondisi kekurangan ekonomi. Maka, dalam sermon parhalado atau rapat penatua ingin dibahas tetapi ternyata Pendeta Ressort sendiri yang menyarankan tentang persembahan ini lebih dahulu di tengah forum. Penatua melihat ini merupakan jalan keluar yang baik untuk membantu jemaat dan menjadi program tetap yang berlanjut ke depannya. Saat ada produk budaya yang dapat menjadi wadah yang dikedepankan dalam menolong sesama jemaat, tentu merupakan sebuah berkat dalam gereja. Walaupun dalam perjalanannya mengalami pasang-surut. Tetapi persembahan ini sudah menjadi bagian penting dalam jemaat. Bertujuan untuk mengajarkan, mengingatkan dan kembali menyadarkan jemaat arti pentingnya kebersamaan, solidaritas dan terlebih tolong-menolong sesama jemaat.50 Bahkan saat ini banyak saran dari jemaat agar pelean ilu manetek tidak dijalankan hanya saat ada yang kedukaan meninggal, namun juga saat kedukaan lain misalnya karena kecelakaan, sakit, atau tertimpa musibah. Walaupun dana diakonia sosial juga ada dalam kedukaan tersebut tetapi banyak saran agar pelean ilu manetek juga dijalankan.

(30)

20 Menurut warga jemaat yang menerima pelean ilu manetek, pertama sekali memberikan rasa syukur karena gereja dapat hadir dalam kedukacitaan jemaat secara konkrit.51 Melalui dana pelean ilu manetek itu keluarga yang berduka dapat merasakan bagaimana seluruh jemaat juga ternyata merasakan apa yang keluarga itu sedang rasakan, membantu uang material banyak menolong dalam membantu saat pengeluaran. Gereja menjadi berjasa yang artinya dana persembahan tersebut diingat dalam jangka waktu yang panjang. Gereja ternyata dapat turut terlibat bukan menopang secara iman saja melainkan juga secara material di saat duka gereja tetap hadir memberikan bantuan.

AnalisisTimbulnya Solidaritas Mekanik dalam Jemaat di Tengah Perkotaan

Solidaritas mekanik yang biasanya timbul pada masyarakat tradisional rupanya sedikit banyak masih dihidupi oleh jemaat. Kehidupan bergereja masih sangat bergantung pada setiap individu-individu, yang mempunyai beberapa sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola norma yang sama pula. Bersama-sama dalam banyak keBersama-samaan. Solidaritas mekanik bergantung kepada kesadaran kolektif (collective consciousness) setiap anggotanya. Kesadaran kolektif ini juga terkait dengan kehidupan psikologis individu dan juga kehidupan pskilogis seluruh masyarakat. Istilah tersebut bukan sekedar pembagian kata “kolektif” dan “kesadaran” melainkan kesadaran sosial secara total tanpa mengesampingkan kehidupan psikologis seluruh masyarakat.52

Oleh karena hal tersebut di atas maka sifat individualitas tidak berkembang, individualitas ini terus-menerus akan dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk sebuah kenyamanan bersama, bahkan untuk mencapai hal tersebut dapat memakai tindakan represif hukum adat atau sebuah peraturan dalam hal ini aturan-peraturan HKBP dalam kasus pembatalan dana pelean ilu manetek. Hukuman diberlakukan kepada anggota masyarakat yang melanggar nilai-nilai moral. Sanksi itu adalah bentuk nyata dari kesadaran kolektif (collective consciousness) masyarakat

51

Ibu. Sondang Pasaribu, wawancara tanggal 13 July 2019 di Cikampek

(31)

21 terhadap tindakan individu. Fungsi dari sanksi ialah menjaga semangat kesadaran bersama.53

Solidaritas organik yang dikatakan Durkheim di mana solidaritas timbul lebih terhadap kebutuhan fungsional antar anggota yang memiliki system kerja yang besar rupanya tidak begitu muncul dalam jemaat HKBP Cikampek. Solidaritas keseharian yang lahir lebih kepada bagaimana dibutuhkan sebuah symbol yang merekatkan yang sudah ada, yang dianggap sudah disetujui bersama. Keterikatan kesamaan suku dan tempat tinggal mempengaruhi bagaimana cara jemaat hidup. Solidaritas muncul lebih karena kesamaan dan bukan perbedaan.

Profesi jemaat memang beragam begitu pula dengan pemahaman dan pemikirannya yang memiliki kacamata berbeda-beda. Tetapi ketika duduk dalam sebuah wadah yang bernama gereja maka yang dilihat adalah iman dan adat-istiadatnya. Salah satu wadahnya ialah persembahan duka ini. Persembahan merupakan salah satu jenis kegiatan yang telah dilakukan sejak dahulu ketika sudah terjadi perkumpulan sosial. Polanya bisa juga disebut sebagai pemberian(kegiatan saling memberi). Seorang yang telah menerima sesuatu pemberian ingin juga membalasnya. Pemberian timbal balik merupakan suatu fenomena sosio-budaya yang mendasar di dunia ini dan daya tariknya besar dalam masyarakat manapun.54 Timbal-balik rupanya adalah motivasi yang dapat dilihat ketika memberikan persembahan ilu manetek. Dengan ini alasan formalitas dapat dikesampingkan. Sebuah komunitas yang mengaku hidup dalam naungan gereja yang kudus memang sudah sepantasnya mengedepankan nilai-nilai pengajaran (pemuridan) tentang solidaritas kepada jemaatnya, yang memang sudah dijalankan sejak jemaat mula-mula.

Soerjono Soekanto (2004: 149) menjelaskan bahwa istilah community dapat diterjemahkan sebagai masyarakat setempat, seperti warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Apabila anggota suatu kelompok besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan hidup yang utama, kelompok itu disebut masyarakat setempat. Ciri

53

Emile Durkheim, The Devision Of Labour in Society (Paris: Alcan, 1983), 28

(32)

22 utama masyarakat setempat ini adalah adanya social relationship antara anggota kelompoknya.55 Sehingga ikatan relasi itu yang mengikat masyarakat secara tidak langsung untuk merasa saling membutuhkan yang akhirnya juga dapat bersolidaritas satu dengan yang lain.

Penutup dan Saran

Berdasarkan segala pemaparan yang sudah disampaikan di atas, penulis sampai pada penutup bahwa secara historis ikatan solidaritas suku Batak masih sangat berpengaruh sampai saat ini. Jejak-jejaknya masih dapat kita lihat di lingkungan jemaat. Sudah sejak dahulu perpaduan antara gereja HKBP dan budaya Batak sudah berjalan dengan baik. Bagaimana HKBP menciptakan keadaan di mana kepercayaan Kristen dan adat berdiri berdampingan dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Gereja sebagai persekutuan sepenanggungan juga harus menjalankan perannya di tengah jemaat dan masyarakat yang mempunyai tugas menyadarkan, mengajarkan dan mengingatkan jemaat akan kehidupan bergereja yang baik. Lebih dari semua itu pelean ilu manetek adalah salah satu lokomotif yang baik yang sekaligus menjadi symbol persatuan dan sepenanggungan yang mengarahkan gerbong-gerbongnya menuju pemahaman akan pentingnya solidaritas di tengah kehidupan bergereja.

Pemikiran-pemikiran Durkheim tentang fakta sosial yang bisa dicermati, menyadarkan penulis bahwa kenyataan bukan hanya sebatas yang dapat dilihat tetapi juga menyangkut yang dari luar sebatas penglihatan saja namun memiliki cakupan nilai yang begitu mendalam. Solidaritas mekanis ternyata masih bisa ditemui di tengah hiruk-pikuk perkotaan yang modern sekalipun tanpa mengesampingkan segala system di dalamnya. Saran penulis agar pelean ilu manetek tetap dijalankan sebagai salah satu tanda usaha gereja berperan di tengah masyarakat yang begitu heterogen seraya memberitahu ternyata ada budaya yang sebelum HKBP dan injil masuk ke tanah Batak sudah memiliki nilai-nilai injil di dalamnya tentang persekutuan dan solidaritas yang ada baiknya terus dipelihara dan dijaga bersama.

(33)

23

Daftar Pustaka

Bachtiar, Wardi dan Douglas Goodman. Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2011)

Beyer, Ulreich. Memberi dengan Sukacita, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) Browning, W.R.F. Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014)

Drane, John. Memahami Perjanjian Lama III, (Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab, 2003)

Dulls, Avery. Model-Model Gereja, (Ende: Nusa Indah 1990)

Durkheim, Emile. The Devision Of Labour in Society (Paris: Alcan, 1983)

Giddens, Anthonty. Sosiologi: Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004)

Hasselgrave, David. Kontekstualisasi: Makna, Metode dan Model, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009)

Jamaludin, Adon. Sosiologi Perkotaan, (Bandung: Pustaka Setia, 2015)

Jones, Pep, Liza Bradburry dan Le Boutiller. Pengantar Teori-Teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016)

Margono, S. Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997) Martono, Nanang. Sosiologi Perubahan Sosial (Edisi Revisi), (Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada)

Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakaria, 1998)

Pudjiwati, Sajogyo. Sosiologi Pedesaan Jilid 1, (Yogyakarta: UGM Press, 2005) Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2012)

Schreiner, Lothar. Adat dan Injil. Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003)

Situs Internet

KBBI diakses tanggal 8 November 2018 pukul 15.25 WIB KBBI diakses pada tanggal 23 Mei 2019 pukul 19:25

Ramadhani Setiawan, “Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik”, http://riset.umrah.ac.id, diakses 23 Mei 2019 pukul 20:00

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan sarana teknologi informasi dan komunikasi pendidikan dan multimedia pembelajaran interaktif yang dibiayai oleh oleh program Dana Alokasi Khusus (DAK)

In the designing of the Cigarette Smoke disposal blower Device and Auto Fragrance Using MQ-5 Sensor Based Microcontroller ATMega 8535 consists of the stage of

Sedangkan menurut Suharsimi (2013:272) menyatakan bahwa metode observasi adalah format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan

Analisis data menggunakan analisis data kualitatif.Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan korban tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanitayaitu

Berdasarkan hasil tersebut maka para pengelola pendidikan terutama yang menggunakan metode kelompok kecil (tutorial), hendaknya menciptakan suasana belajar yang

A-V, atrioventricular; IVC, inferior vena cava; LAD, left anterior descending coronary artery; LBB, left bundle branch; PD, posterior descending; PDA, posterior

Maka penulis mengambil kesimpulan hasil dari proses penelitian ini bahwa “d ukungan orang tua memberikan kontribusi sebesar 44,87% berkategori cukup terhadap motivasi

to Learn Math at the Students of SMP State 53 Palembang Marhamah Fajriyah Nasution, Faculty of Teacher Training and Education of Sriwiiaya University.