• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS JETIS I BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS JETIS I BANTUL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS JETIS I BANTUL

Compliance Behavior of Drug Drinking in Tuberculosis Patients in Jetis I Bantul Puskesmas Area

Eva Runi Khristiani1, Subagiyono2

1Prodi Teknologi Bank Darah STIKES Wira Husada Yogyakarta 2,3Prodi Ilmu Kesehatan Wira Husada s STIKES Wira Husada Yogyakarta

Korespondensi: khristianieva@gmail.com ABSTRAK

Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi oleh pemerintah. Data WHO tahun 2016 mencatat bahwa Indonesia berada pada peringkat 2 dunia setelah India. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan D.I. Yogyakarta di tahun 2015.Kabupaten Bantul termasuk 4 kabupaten tertinggi kasus TBC. Berdasar data tahun 2015-2016 ada 3 kabupaten yang mengalami peningkatan kasus TBC yaitu Kota Yogyakarta, Bantul dan Sleman.Di Kabupaten Bantul ada Peraturan Bupati No 156A th 2010 tentang program DB4MK Plus (Dusun bebas 4 Masalah Kesehatan ) dimana salah satu kegiatannya untuk mendukung program TBC. Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Kabupaten Bantul di dapatkan data bahwa di tahun 2015 Puskesmas Jetis I termasuk 5 Puskesmas yang tertinggi kasus TBC di banding Puskesmas yang lain, sedang pada tahun 2016 Puskesmas Jetis I termasuk 10 besar puskesmas yang tertinggi kasus TBC nya. Berdasarkan data yang di peroleh dari Puskesmas Jetis I Jumlah penderita TBC 3 tahun terakir adalah sebagai berikut 26 Penderita.Berdasarkan hal tersebut maka dianggap perlu program pengendalian penyakit Tuberkolusisi mengingat sebagian masyarakat kususnya penderita TB yang masih kurang memahami dalam kepatuhan minum obat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku kepatuhan minum obat dengan tingkat kesembuhan pada penderita TB di Wilayah Puskesmas Jetis I, Bantul. Metode penelitian diskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Seluruh Pasien TB di Puskesmas Jetis I sebanyak 30 responden dalam berperilaku minum obat menunjukkan kategori patuh (100%). Tingkat kesembuhan pasien TB BTA positif menunjukkan kategori sembuh sebanyak 21 responden (70%) sedangkan jumlah kategori belum sembuh sebanyak 9 responden (30%).Responden yang belum sembuh dikarenakan masih dalam proses pengobatan dan responden yang menderita penyakit Diabetes sehingga pengobatannya lebih dari 6 bulan.

Kata kunci: Perilaku Kepatuhan minum obat, Kesembuhan dan Tuberkolusis ABSTRACT

In Indonesia, tuberculosis is a health problem that must be addressed by the government. WHO data in 2016 noted that Indonesia ranked second in the world after India. Based on data from the Yogyakarta Health Office in 2015. Bantul Regency is among the 4 highest districts of TB cases. Based on 2015-2016 data, there are 3 districts that have experienced an increase in TB cases, namely Yogyakarta, Bantul and Sleman. In Bantul Regency there is Regents Regulation No. 156A in 2010 about the DB4MK Plus program (Dusun free 4 Health Problems) where one of its activities is to support the TB program. Based on data from the Bantul District Health Office, data were obtained that in 2015 Jetis I Puskesmas was among the 5 Puskesmas with the highest TB cases compared to Puskesmas another. While in 2016 Jetis I Health Center was among the top 10 health centers with the highest TB cases. Based on data obtained from Jetis I Health Center I The number of TB patients in the past 3 years is as follows: 26 Sufferers. Based on this, it is considered necessary to control the Tuberculosis disease program, given that most people, especially TB sufferers who still lack understanding in adhering to taking medication. The purpose of this study was to determine the relationship of medication adherence behavior with cure rates in TB patients in the Jetis I

(2)

Puskesmas Region, Bantul. The method used in this study is a descriptive observational method with a cross sectional approach. Results: All TB patients in Jetis I Health Center as many as 30 respondents in the behavior of taking medication showed compliant category (100%). The cure rate of positive smear TB patients showed a cured category of 21 respondents (70%) while the number of categories not yet healed was 9 respondents (30%). Respondents who had not recovered were still in the process of treatment and respondents suffering from diabetes so that the treatment was more than 6 months.

Keywords: Behaviour, Compliance with medication, healing and tuberculosis Pendahuluan

Penyakit Tuberculosis Paru atau yang lebih dikenal dengan TBC masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia bahkan dunia dimana TB paru di Indonesia menjadi penyebab kematian utama ketiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan.. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) dimana sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi dalam ruangan yang biasanya percikan dahak berada dan bertahan dalam waktu yang

lama pada keadaan gelap dan lembab. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan D.I Yogyakarta di tahun 2015 Kabupaten Bantul termasuk 4 kabupaten tertinggi kasus TBC-nya, sedang di tahun 2016 Kabupaten Bantul masuk 3 kabupaten yang tertinggi kasus TBC nya. Berdasar data tahun 2015- 2016 ada 3 kabupaten yang mengalami peningkatan kasus TBC yaitu Kota Yogyakarta, Bantul dan Sleman.

Tabel 1

Jumlah kasus Tuberkulosis di D.I Yogyakarta tahun 2015 – 2016

No Kabupaten/kota Jumlah Kasus

2015 2016 1 Kota yogyakarta 839 984 2 Bantul 393 459 3 Gunung kidul 408 333 4 Kulon Progo 226 144 5 Sleman 615 712 Total 2.481 2.632

Sumber Dinas Kesehatan D.I Yogyakarta 2016

Di Kabupaten Bantul ada 27 Puskesmas yamg tersebar di 17 Kecamatan. Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Kabupaten Bantul

di dapatkan data bahwa di tahun 2015 Puskesmas Jetis I termasuk 5 Puskesmas yang tertinggi kasus TBC di banding Puskesmas

(3)

yang lain, sedang pada tahun 2016 Puskesmas Jetis I termasuk 10 besar puskesmas yang tertinggi kasusnya.

Berdasarkan data di Puskesmas Jetis I Kegiatan yang sudah di laksanakan Oleh Puskesmas jetis I dalam upaya pencegahan penyakit TBC salah satunya dengan program Inovasi “Blusukan Kampung Sehat“ yaitu penyuluhan tentang penyakit TBC di semua dusun di wilayah kerja Puskesmas Jetis I lewat pertemuan yang sudah ada di masyarakat seperti pertemuan PKK ataupun Arisan.Tujuan dari program blusukan kampung sehat ini agar pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC meningkat sehingga masyarakat bisa menanggulangi dan mencegah penyakit TBC. Meskipun sudah ada program inovasi Blusukan kampung sehat tapi kasus TBC di Puskesmas Jetis I, Bantul belum mengalami penurunan.

Berdasarkan data yang di peroleh dari Puskesmas Jetis I Jumlah penderita TBC 3 tahun terakir adalah sebagai berikut tahun 2015 sebanyak 18penderita , tahun 2016 sebanyak 16penderita dan tahun 2017 sampai bulan September sebanyak 26 Penderita. Wilayah kerja Puskesmas Jetis 1 terdiri dari 2 desa yaitu desa Sumberagung dan desa Trimulyo dan terdiri dari 29 dusun.

Perilaku pasien yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh

kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan minum obat.Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan.Kepatuhan meminum obat adalah salah satu faktor yang menunjang tingkat kesembuhan pasien penderita TB.Masalah yang sering dihadapi pasien penderita TB adalah rasa jenuh dan tidak disiplin dalam meminum obat, sehingga menyebabkan tingkat kesembuhan semakin menurun.

Berdasarkan data yang di peroleh dari Puskesmas Jetis I Jumlah penderita TBC 3 tahun terakir adalah sebagai berikut tahun 2015 sebanyak 18 penderita , tahun 2016 sebanyak 16 penderita dan tahun 2017 sampai bulan September sebanyak 26 Penderita. Wilayah kerja Puskesmas Jetis 1 terdiri dari 2 desa yaitu desa Sumberagung dan desa Trimulyo dan terdiri dari 29 dusun. Penderita TBC tersebut tersebar di 29 dusun. Berdasarkan data dan penjelasan dari programer TBC puskesmas Jetis I ada 1 dusun yang di sebut sebagai kantong TBC yaitu dusun Banaran hal ini di karenakan dusun Banaran selama 3 tahun terakir selalu ada kasus TBC yaitu tahun 2015 sebanyak 6 kasus TBC, tahun 2016 sebanyak 1 Kasus

(4)

TBC dan 2017 sebanyak kasus TBC 3 kasus TBC.

Pada penderita TB selain pengetahuan yang kurang memahami betul dalam pencegahan melalui sanitasi kondisi lingkungan, pada penderita TB juga terjadi penurunan nafsu makan, malabsorpsi mikronutrien dan metabolisme yang berlebihan sehingga terjadi proses penurunan massa otot dan lemak (wasting) sebagai manifestasi malnutrisi energi protein. Terdapat peningkatan metabolisme basal pada penderita TB sebesar 20% dan biasanya sudah terjadi sejak sebelum penderita terdiagnosis (Edo dan Putra, 2014).

Berdasarkan latar belakang tersebut belum pernah di lakukan penelitian tentang Analisis kondisi sanitasi rumah dengan kejadian penyakit Tuberkulosis Sehingga penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai “ Analisis kondisi sanitasi rumah dengan kejadian penyakit Tuberkulosis di wilayah Puskesmas jetis I, Bantul, Yogyakarta”

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif observasional dengan pendekatan kuantitatif dengan mengkaji prilaku kepatuhan minum obat pada penderita Tubercolusis di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis I. Polpulasi dari penelitian ini adalah seluruh warga diwilayah Puskesmas Jetis I, Bantul. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB di Wilayah Puskesmas Jetis I Bantul dengan jumlah responden sebanyak 30 responden.

Hasil

Karakteristik responden Tingkat Pendidikan

Dari tabel 2 dapat dilihat distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan di wilayah Puskesmas Jetis I Bantul. Tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah SMA sebanyak 13 responden (43,3%) dan jumlah responden paling sedikit pada jenjang pendidikan TK sebanyak 1 responden ( 3,3 %).

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis I, Bantul, Yogyakarta

Tingkat Pendidikan f % TK 1 3,3 SD 14 46,7 SMP 2 6,7 SMA 13 43,3 Jumlah 30 100

(5)

Umur

Jumlah pasien dengan penyakit TB TBA Positif di Puskesmas Jetis I Bantul sebagian besar terdiri dari orang tua. Terdapat satu penderita anak-anak dengan usia 5 tahun. Dari tabel 2 dapat dilihat distribusi frekuensi

responden menurut umur di wilayah puskesmas jetis I Bantul, jumlah responden yang terbanyak berkisar pada umur 46-55 sebanyak 13 responden (43,3%) dan jumlah responden paling sedikit pada kategori 5-11 sebanyak 1 responden ( 3,3 %).

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis I, Bantul, Yogyakarta

Kategori Umur (Tahun) f %

5-11 1 3.3 17-25 2 6.7 25-45 9 30 46-55 13 43,3 >55 5 16,7 Jumlah 30 100 Data Primer 2018

Kepatuhan minum obat

Pengertian kepatuhan menurut WHO adalah sejauh mana perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet, dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup, sesuai

dengan yang telah disepakati rekomendasi dari penyedia layanan kesehatan (Gebremariuam dkk., 2010). Sebaran perilaku kepatuhan minum obat dalam tabel 4.

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Tingkat Perilaku Kepatuhan Minum Obat Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis I, Bantul, Yogyakarta

Kepatuhan f %

Patuh 30 100

Tidak Patuh 0 0

Jumlah 30 100

Data Primer 2018

Berdasarkan data pada tabel 4 dapat diketahui bahwa responden yang patuh minum obat sebesar 100%. Hasil data penelitian ini menunjukkan pasien TB paru BTA positif yang tercatat

(6)

dalam register TB puskesmas jetis I, Bantul pada tahun 2018 yang telah mengikuti program DOTS dan telah menyelesaikan pengobatannya.

Hasil penelitian tentang perilaku kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis di Puskesmas Jetis 1 Bantul semua responden masuk dalam kategori patuh yaitu 30 responden (100%). Kepatuhan penderita dipengaruhi oleh kemauan dan motivasi diri untuk sembuh. Hal ini dapat dimungkinkan responden sudah mengerti dan memahami tentang penyakit tuberkulosis sehingga responden minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter. Perilaku responden dalam kegiatan sehari-hari juga sudah sadar diri antara lain menggunakan masker, membawa alat minum sendiri jika ada kegitan-kegiatan di masyarakat, dukungan

keluarga juga sangat besar terhadap responden sehingga penderita TB bisa sembuh sesuai yang diharapkan.

Responden yang dikategorikan belum sembuh tetapi perilaku minum obat tergolong patuh, hal ini disebabkan karena responden tersebut menderita penyakit yang lain antara lain diabetes sehingga pengobatannya harus ditambah sampai sembuh, tidak hanya 6 bulan pengobatan, kemudian untuk responden yang belum sembuh lainnya karena mereka masih dalam proses pengobatan.

Tingkat kesembuhan

Tingkat kesembuhan dalam penelitian ini menunjukkan sebanyak 21 responden telah dinyatakan sembuh sedangkan sebanyak 9 responden dinyatakan belum sembuh tetapi yang bersangkutan masih menjalani tahap minum obat selanjutnya.

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kesembuhan Pasien TB Paru BTA Positif Di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis I, Bantul, Yogyakarta

Kesembuhan f %

Sembuh 21 70

Belum Sembuh 9 30

Jumlah 30 100

Data Primer 2018

Hasil data penelitian ini berdasarkan tabel 5 menunjukkan pasien TB paru BTA positif yang tercatat dalam register TB puskesmas Jetis I pada tahun 2018 yang telah

mengikuti program DOTS dan telah menyelesaikan pengobatannya.

Kesembuhan pasien TB dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah umur, tingkat pendidikan, status gizi, faktor

(7)

lingkungan dan kepatuhan pasien dalam minum obat. Umur berhubungan dengan metabolisme tubuh termasuk dalam proses penyerapan obat. Semakin tua, maka proses metabolisme akan semakin menurun. Sedangkan pendidikan merupaka salah satu dari faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Pada orang dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya bertindak lebih preventif pada suatu penyakit. Untuk status gizi, pada orang dengan berat badan kurang akan mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi, sementara orang yang mempunyai berat badan di atas ukuran normal akan mempunyai risiko penyakit degeneratif (Supriasa dkk, 2002). Kondisi lingkungan yang meningkatkan risiko penyakit TB adalah kondisi lingkungan yang lembab karena kuman TB berkembangbiak dengan baik pada lingkungan gelap dan lembab.

Faktor pengaruh yang terbesar dalam kesembuhan pasien TB adalah kepatuhan minum obat. Kepatuhan ini diartikan sebagai perilaku pasien untuk minum obat sesuai dengan jenis, dosis, cara minum, waktu minum dan jumlah hari minum obat yang sesuai dengan pedoman nasional penanggulangan TB. Hal ini belum banyak diteliti sehingga masih merupakan masalah yang harus diteliti. Apabila pasien TB minum obat secara teratur dalam jangka waktu 2

minggu, kuman TB sudah terpecah dan tidak potensial untuk menular. Maka manfaat dari penelitian ini, jika kepatuhan minum obat tinggi maka kesembuhan pasien TB paru BTA positif juga meningkat, sehingga risiko untuk terjadi kasus TB resisten obat juga dapat dicegah. Produktivitas pasien TB juga dapat meningkat karena pasien TB yang telah minum obat secara teratur mengurangi tingkat keparahan penyakit karena TB dan apabila memerlukan rawat inap maka dapat diminimalkan jumlah hari rawat inapnya.

Penderita TB tentu merupakan beban baik secara ekonomi maupun psikologis bagi keluarganya. Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30% (Depkes RI, 2007). Selain itu, pada pasien TB yang tidak dapat menyelesaikan pengobatannya secara tuntas maka resiko terjadi resistensi kuman TB terhadap obat TB semakin besar. Sehingga dapat terjadi kasus TB kebal obat atau TB MDR (multy drug resistant) dan apabila oarang lain tertular maka akan mengalami resistensi yang sama (Depkes RI, 2007). Dengan kondisi pasien TB di Wilayah Puskesmas Jetis I, Bantul pada tahun 2018-2019 yang banyak diderita oleh usia (usia 46-55 tahun) yaitu

(8)

sebesar 43,3% atau sebanyak 13 kasus dan angka kesembuhan yang menurun maka masih merupakan masalah yang perlu diteliti.

Kesimpulan

Seluruh Pasien TB di Puskesmas Jetis I dalam berperilaku minum obat menunjukkan kategori patuh (100%). Tingkat kesembuhan pasien TB BTA positif menunjukkan kategori sembuh sebanyak 21 responden (70%) sedangkan jumlah kategori belum sembuh sebanyak 9 responden (30%).

Daftar Pustaka

1. Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

2. Azwar, S, 2013. Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

3. Astuti, S, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara th 2013. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta.

4. Budiman, A. R 2013. Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

5. DepKes RI. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI.

6. Depkes RI. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007: Jakarta.

7. Puri, Nomi Andika. 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kesembuhan Pasien TB Paru

Kasus Baru Strategi DOTS. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS.

8. Safri, Firman Maulana. 2013. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Tb Paru Berdasarkan Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari, Kabupaten Jember. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga 9. Kurniasari, N. Hubungan Pengetahuan

dan Sikap Penderita TBC Dengan Keteraturan Dalam Pengobatan TBC di UPTD Puskesmas Cibago Kabupaten

Subang tahun 2008.

http://library.esaunggul.ac.id/ opac/files/N

10. Karim, Ahmad, Begum, dan Johanssen. 2009. Female-Male Differences at Various Clinical Steps of Tuberculosis Management. Bangladesh: Int. J. Tuberc Lung Dis.

11. Nofriyanda. 2010. Gambaran Hasil Pengobatan Penderita TB Paru di Poli Paru RS. Dr. M. Djamil Padang. Padang: UNAND.

12. Tirtana, B. T. & Musrichan. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Resistensi Obat Tuberkulosis di Wilayah Jawa Tengah. Semarang: Universitas Diponegoro. 13. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis:

Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga 2008.

14. Wirasti, Bagas. 2011. Hubungan Antara Karakteristik dan Pengetahuan Tentang Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Penularan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Sawangan Kota Depok Tahun 2010. Skripsi Program Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Verterran” Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh Rian (2017) dengan judul penelitian analisis faktor yang mempengaruhi penempatan sebagai bendahara SKPD di

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam perilaku struktur jembatan yang diberikan beban gempa rencana berdasarkan SNI 1726-2012terdapat beberapa

Laporan akhir dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik di Politeknik

This section briefly describes (1) how AppleScript code sends Apple events, as well as (2) Apple event classes and objects.. Two applications that you can use to access and run

I seem to have been using terminology from JUnit: setUp ( ) and tearDown ( ) are JUnit methods. Furthermore, JUnit does appear to be doing something similar to what we want, though in

Pelaksanaan tindakan Siklus II dilaksanakan selama 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan berlangsung selama ±100 menit. Metode yang digunakan pada Siklus II

Jika terjadi kesalahan dalam pengerjaan pesanan pelanggan dan pesanan tersebut telah sampai kepada pelanggan, maka pelanggan akan menginformasikan terkait nomor