• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

Oleh :

NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010

(2)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

II. PEMBAHASAN ... 8

III. UPAYA YANG DIHARAPKAN ... 10

(3)

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

I. Pendahuluan

Era Otonomi di Indonesia menuntut adanya perubahan mendasar didalam segala aspek kehidupan termasuk perubahan di dalam sistem pemerintahan di Daerah. Dengan disahkannya undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah memberikan paradigma baru bagi pengembangan Otonomi yang sebenarnya. Dengan undang-undang dan peraturan tersebut pengembangan otonomi pada Daerah Kabupaten dan Kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan keanekaragaman daerah. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan daerah disusun untuk menjamin keterkaitan dan

(4)

konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Bupati Kepulauan Riau (Bintan) No 11 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan) 2005-2010, maka Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bintan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Bintan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Bidang Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2005-2010. Rencana strategi (renstra) Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah memuat visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan program kerja. Adapun visi Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah mewujudkan ”Mewujudkan DPPKD sebagai insitusi yang profesional dalam Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah” Untuk mewujudkan Visi Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah maka dirumuskan misi sebagai berikut :

(5)

b. Meningkatkan kualitas pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah; dan

c. Meningkatkan PAD secara maksimal dan optimal

Adapun tujuan yang akan dicapai Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bintan melalui Visi dan Misi adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan penerimaan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan maupun dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah;

2. Meningkatkan efektivitas pengeluaran keuangan pemerintah daerah baik dalam kerangka belanja daerah maupun pembiayaan; 3. Meningkatkan dan mengembangkan kapabilitas pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah pemerintah daerah dalam rangka Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang lebih luas kepada seluruh SKPD;

4. Meningkatkan pelaksanaan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah;

5. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas kelembagaan keuangan dan kekayaan daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah yang baik; dan

(6)

6. Memantapkan pelaksanaan sistem penganggaran yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Untuk mencapai dan mewujudkan Visi DPPKD pada akhir tahun 2010, dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka dalam periode 2006-2010 akan ditempuh beberapa alternatif strategi yang di konsolidasikan menjadi 7 (tujuh) strategi yang saling kait mengkait dan saling mendukung secara sinergis sebagai berikut : 1. Peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi belanja daerah; 2. Sosialisasi Peraturan Daerah Perpajakan bagi Wajib Pajak;

3. Optimalisasi Kelembagaan dalam penegakan sistem, mekanisme dan prosedur;

4. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia; 5. Penyediaan infrastruktur;

6. Peningkatan penelitian dan pengembangan serta pengelolaan informasi; dan

7. Peningkatan dukungan administratif dan pengawasan internal untuk menciptakan kepemerintahan yang baik (good govermance).

Agar pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna yang akan dicapai oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah

(7)

Kabupaten Bintan sampai dengan akhir tahun 2010 adalah dengan sasaran dan indikator programnya sebagai berikut :

1. Tersedianya berbagai kebijakan dan pedoman, serta Peraturan Daerah atau Peraturan/Keputusan Bupati yang menunjang pembangunan pengelolaan keuangan dan kekayaan Daerah dengan indikator :

a. Peraturan Daerah-Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten Bintan.

b. Sosialisasi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Wajib Pajak.

2. Terlaksananya sistem informasi pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah yang akuntabel dan transparan untuk mewujudkan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah yang optimal dengan indikator :

a. Adanya komitmen untuk melaksanakan sistem informasi pengelolaan keuangan dan kekayan daerah secara akuntabel dan transparan

b. Optimalisasi pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah 3. Terwujudnya tertib administrasi sesuai dengan Peraturan Menteri

Dalam Negeri No 13 tahun 2006, PP No. 24 tahun 2005, PP No 58 tahun 2005 dan PP No 6 tahun 2006 dengan indikator

(8)

Tersedianya laporan sesuai dengan Permendagri No 13 tahun 2006, PP No 24 tahun 2005, PP No 58 tahun 2005 dan PP No 6 tahun 2006

4. Terwujudnya kemampuan aparatur yang responsif dalam melaksanakan tugas menuju ketatalaksanaan lembaga BPKKD yang sempurna dengan indikator :

a. Meningkatnya kemampuan aparatur BPKKD dalam memberikan pelayanan pada masyarakat

b. Sempurnanya tata laksana lembaga BPKKD

5. Tersedianya sarana dan prasarana upaya pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah yang memadai guna mewujudkan sistem pelayanan yang sederhana dengan indikator :

a. Adanya sasana dan prasarana yang memadai bagi pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah

b. Terciptanya sistem pelayanan yang sederhana bagi masyarakat yang akan memenuhi kewajibannya/Wajib Pajak

6. Terterimanya Peraturan Daerah tentang Perpajakan pada masyarakat untuk meningkatkan kontribusi pendapatan Daerah pada APBD dengan indikator :

a. Tumbuhnya kesadaran pada wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya.

(9)

b. Meningkatnya pendapatan daerah pada APBD

7. Terselenggaranya pelaksanaan pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah dengan indikator :

a. Meningkatnya administrasi pengelolaan barang daerah b. Laporan pengelolaan dan penghapusan barang milik daerah 8. Terciptanya disiplin anggaran sehingga tersusun anggaran yang

berpihak pada kepentingan publik dengan indikator Tersusunnya anggaran yang berpihak pada kepentingan publik.

Pada makalah ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu Terlaksananya disiplin anggaran sehingga tersusun anggaran yang berpihak pada kepentingan publik dengan indikator Tersusunnya anggaran yang berpihak pada kepentingan publik. Sesuai dengan Seksi dimana Penulis bekerja yaitu pada Seksi Anggaran, dalam penulisan makalah ini penulis mengambil judul “Peningkatan Kinerja Melalui Anggaran Berbasis Kinerja Pada Seksi Anggaran Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bintan”.

(10)

II. Pembahasan

Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistimatis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah. Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan

(11)

dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan (Renja SKPD) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja. Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah :

1. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya.

2. Pengumpulan informasi yang sistimatis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya.

Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam manajemen perencanaan, pemrograman,

(12)

penganggaran dan evaluasi. Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu :

1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi. 2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.

3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang).

4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas. 5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

III. Upaya Yang Diharapkan

diberlakukannya Kepmendagri No. 29 tahun 2002 yang sudah diganti dengan Permendagri No 13 tahun 2006 dan diubah lagi dengan Permendagri No 59 Tahun 2007, yang mengatur tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, maka sistem yang dianut dalam APBD adalah anggaran yang berbasis kinerja. Artinya penyusunan, pembahasan, penetapan sampai pengawasan pelaksanaan anggaran tidak cukup dengan hanya melihat besar kecilnya anggaran yang merupakan masukan, tapi juga harus memperhatikan kinerja anggaran tersebut yang meliputi capaian kinerja, keluaran, hasil dan manfaat serta tepat tidaknya kelompok sasaran kegiatan yang dibiayai anggaran tadi. Dalam PP No 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan

(13)

daerah dijelaskan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bertanggung jawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya, agar setiap program dan kegiatan pemerintahan yang didanai dengan dana publik dapat dinikmati dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan pemahaman seperti itu maka penerapan anggaran berbasis kinerja harus diawali sejak dimulainya penyusunan anggaran. Untuk itu, beberapa prinsip dasar dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja perlu diperhatikan yaitu :

1. Transparan bagi setiap dokumen Pelaksanaan Penganggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (DPA-SKPD) sebagai bagian dari APBD, yang dapat memberikan informasi yang jelas tentang kelompok sasaran, capaian kinerja, masukan, keluaran, hasil dan manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Dengan transparansi itu, akan membuat semua pihak bisa memberikan penilaian secara terbuka baik terhadap program dan kegiatan maupun pengalokasian anggarannya.

2. Partisipatif harus dibuka berupa kesempatan seluas-luasnya bagi semua lapisan masyarakat untuk bisa berpartisipasi dalam setiap proses penganggaran demi menjamin adanya

(14)

kesesuaian antar kebutuhan dan aspirasi masyarakat dengan peruntukan anggaran. Prinsip partisipatif ini sekaligus juga untuk mencegah dan menemukan sedini mungkin praktek korupsi dalam proses penganggaran.

3. disiplin dalam penyusunan anggaran dengan klasifikasi yang jelas dari setiap komponen kegiatan. APBD molor berarti akan banyak proyek insfrastruktur yang terbengkalai karena dana tidak cair, tunjangan pegawai negeri dan pembayaran gaji guru honor dan gaji pegawai honorer lainnya juga bakal tak terbayar karena menunggu pengesahan APBD.

4. Keadilan dalam pengalokasian anggaran melalui perencanaan kegiatan harus bisa dinikmati semua lapisan masyarakat. Tidak boleh lagi terdengar isu kesenjangan antara wilayah barat dan wilayah timur dalam pengalokasian program, kegiatan dan anggarannya, termasuk daerah kepulauan dan terisolir lainnya.

5. Efesiensi dan efektifitas, setiap kegiatan yang direncanakan harus mempertimbangkan efektifitas dalam pencapaian kinerjanya dan efisien dalam pengalokasian anggarannya.

6. Rasional dan terukur dalam capaian kinerja dan anggaran yang dialokasikan dalam setiap kegiatan.

(15)

Pentingnya pengawasan dalam anggaran, memberikan solusi pada pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Prinsi – prinsip dalam penganggaran :

1. Pengawasan yang menekankan pentingnya aspek kesesuaian antara pelaksanaan APBD dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Segi legalitas pelaksanaan APBD;

3. Peranan faktor tolok ukur dalam prakek pelaksanaan APBD.

Beberapa kelemahan yang banyak dijumpai dalam sistem penganggaran di Indonesia yang menyebabkan belum tercapainya sistem anggaran berbasis kinerja diantaranya :

1. Belum sempurnanya kepastian hukum dimana belum terwujudnya sinkronisasi ketentuan dalam berbagai tingkatan peraturan perundangan di Indonesia. Sebagai contoh tidak konsistennya Permendagri No 59 tahun 2007 sebagai peraturan terbaru dalam pengelolaan keuangan daerah dengan Keppres no 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang/jasa, beserta seluruh peraturan perubahannya, perihal singkatan PPK dengan arti berbeda.

2. Ketidaksesuaian ketentuan peraturan dan prosedur yang ditetapkan dalam pelaksanaan APBD, misalnya dalam

(16)

proses pengadaan barang/jasa, proses pemilihan penyedia barang/jasa, proses penetapan standar harga barang/jasa dan lain-lain. Ketidaksesuaian tersebut merupakan suatu penyimpangan yang berpotensi melahirkan tindak pidana korupsi, minimal akan membuat realisasi anggaran tidak tepat sasaran. 3. Minimnya evaluasi terhadap tolok ukur, baik dalam skala makro

maupun mikro. Tolok ukur dalam skala makro berkaitan dengan rasionalisasi indikator-indikator dari sektorsektor yang dijadikan prioritas pembangunan. Tolok ukur dalam skala mikro berkaitan dengan rasionalisasi indikator-indikator dari suatu kegiatan (proyek).

Anggaran berbasis kinerja, pada intinya adalah anggaran disesuaikan dengan program kerja, dan bukan sebaliknya program kerja disesuaikan anggaran. Dengan demikian berapapun besarnya anggaran untuk membiayai pelaksanaan program kerja tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Aspek perencanaan memiliki peranan yang penting bagi suatu daerah. Aktivitas pemerintah akan terlaksana dengan baik jika seluruh proses perencanaan dilaksanakan secara konsekuen. Perencanaan mendorong pemikiran ke depan dan menjelaskan arah yang dikehendaki di masa yang akan datang, perencanaan tidak bisa lepas

(17)

dari anggaran. Dalam pengelolaan keuangan daerah seyogyanya didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan value for money. Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah, dimana masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Value for money adalah diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti penggunaan dana masyarakat tersebut menghasilkan output yang maksimal atau berdaya guna. Efektivitas berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target atau tujuan untuk kepentingan publik.

(18)

IV. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut.

2. Dalam anggaran berbasis kinerja, berapa pun besarnya anggaran untuk membiayai pelaksanaan program kerja tersebut tidak perlu dipermasalahkan.

3. Lemahnya pengelolaan keuangan dan anggaran dapat dijadikan celah penyimpangan korupsi.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi komunikasi yang selama ini dijalankan oleh Prambors Semarang dan mengetahui strategi komunikasi yang seharusnya

[r]

Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong memberikan harapan dan mengembalikan semangat untuk membangun maritim dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam

Bagi kita, baik secara individual maupun kelompok yang selama ini memberi perhatian dan memiliki kepedulian terhadap perkembangan keilmuan komunikasi, cetak biru teori

DAFTAR PERGURUAN

[r]

Jaminan pada urutan pertama dapat dijelaskan sebagai berikut bahwa bank dalam menjalankan usahanya yang mengandung risiko dan untuk mengurangi risiko tersebut bank mensyaratkan

[r]