BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Blok Penelitian
Adapun diagram blok penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram Blok Penelitian Data Collection
Data Cleaning
Data Tranformation
Algoritma Apriori
Akurasi Identifikasi Pola
Penyakit Tifoid Proses Analisis Data
Pre Prosessing
3.2. Data Collection
Berdasarkan hasil pengamatan kasus Tifoid adalah kasus terbanyak rawat inap di RS Grand Medistra Lubuk Pakam. Jumlah kasus Demam Tifoid pada pasien BPJS RS Grand Medistra Lubuk Pakam bulan Januari sampai April tahun 2014 adalah berjumlah 500 kasus. Data ini diambil dari indeks penyakit kasus Demam Tifoid Januari 2012 sampai Desember tahun 2014. Terdapat 5 atribut yang harus diisi yang ada pada rekam medis yaitu :
Tabel 3.1. Data Primer No Nama Umur JK Pekerjaan Keluhan Pasien
sakit perut, diare, nafsu makan 3.3. Tabulasi Data Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data menggunakan instrumen pada tabel 3.1. Data Primer dilakukan proses tabulasi data hasil pengumpulan data seperti pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2. Hasil Tabulasi Data Penelitian
No Attribut Data Hasil Diagnosa
Umur JK DM SK PS SP MUN BTK NMM
1 47 L Y Y Y Y Y Y Y Positif
Tabel 3.2. Hasil Tabulasi Data Penelitian (Lanjutan)
No Attribut Data Hasil Diagnosa
Umur JK DM SK PS SP MUN BTK NMM
3 20 L 0 Y 0 0 0 Y 0 Negatif
4 21 L Y 0 Y 0 Y Y Y Positif
5 23 P Y Y 0 Y Y 0 0 Positif
… … … …
500 32 L Y Y Y Y Y Y Y Positif
3.4. Pre Prosessing 3.4.1. Data Cleaning
Proses cleaning mencakup antara lain membuang duplikasi data, memeriksa data yang inkonsisten, dan memperbaiki kesalahan pada data, seperti kesalahan cetak (tipografi). Juga dilakukan proses encrichment, yaitu proses “memperkaya” data yang sudah ada dengan data atau infomasi lain yang relevan dan diperlukan untuk KDD, seperti data atau informasi eksternal, proses cleaning ini dilakukan secara manual, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 3.2. Data Awal
Gambar 3.3. Hasil Cleaning Data
3.4.2. Data Transformation
Coding adalah proses transformasi pada data yang telah dipilih, sehingga data tersebut sesuai untuk proses data mining. Proses coding dalam KDD merupakan proses kreatif dan sangat tegantung pada jenis atau pola informasi yang akan dicari dalam basis data.
Tabel. 3.3. Tabel Data Transformation
Atribut Nilai
Umur 2 – 50
Jenis Kelamin 0 = Laki-Laki, 1 = Perempuan
Demam 0 = Tidak, 1 = Ya
Sakit kepala 0 = Tidak, 1 = Ya
Pusing 0 = Tidak, 1 = Ya
Sakit perut 0 = Tidak, 1 = Ya
Muntah 0 = Tidak, 1 = Ya
Batuk 0 = Tidak, 1 = Ya
Berikut contoh gambar setelah dilakukan data transformasi
Gambar 3.4. Hasil Tranformasi Data
3.5. Analisa Metode Rough Set
Dengan merancang sistem keputusan ini maka dihasilkan suatu Rules/Knowledge untuk pengambilan keputusan, yaitu dengan melakukan proses :
1. Merepresentasikan data atau objek dengan membentuk tabel Information System (IS) dan Decision System (DS)
2. Indicernibility Relation, menghubungankan antar atribut yang tidak dapat
dipisahkan.
3. Equivalen Class, mengelompokkan objek-objek yang memiliki atribut kondisi yang sama.
4. Discernibility Matrix / discernibility matrix modulo, sekumpulan atribut yang berbeda antara objek.
5. Reduction, penyelesaian atribut minimal dari sekumpulan atribut kondisi dengan menggunakan prime implicant fungsi boolean.
6. Generating Rules, membangkitkan aturan-aturan (rules) dari pengetahuan yang didapat dalam proses ekstrak data.
3.5.1. Representasi Data
Terdapat dua bentuk representasi data yaitu Information System (IS) dan Decision System (DS). Sebuah Information System (IS) terdiri dari : IS = {U, A}, dimana U = {e1, e2, …, en} dan A = {a1, a2, …, an} yang merupakan sekumpulan example dan attribute kondisi secara berurutan. Information System yang ditampilkan pada
Tabel 3.4. Information System
Tabel 3.4 memperlihatkan sebuah information system dimana tiap-tiap baris mempresentasikan objek (pasien) sedangkan tiap-tiap kolom mempresentasikan atribut kondisi (gejala).
Dalam sebuah Information System (IS) juga dipresentasikan dengan sebuah Decision Attribute (atribut keputusan), C = {C1, C2, …, Cn. sehingga information system menjadi IS = (U, {A,C}). Pada tabel 3.4 dapat dilihat sebuah information
system yang di dalamnya terdapat objek (U), atribut kondisi (A) dan Atribut keputusan
Tabel 3.5. Decision System (DS)
Tabel 3.5 memperlihatkan sebuah Decision System (DS) yang terdiri dari P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10 …., n. Delapan atribut kondisi yaitu demam, sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah, batuk dan nafsu makan menurun, serta 1 atribut keputusan. Jika seluruh seluruh variabel gejala Ya maka keputusan = Positif (Adeyemo, et al. 2015)
3.5.2. Indicernibility Relation
Dalam decision system, sebuah objek dapat memiliki nilai yang sama untuk sebuah atribut kondisionalnya, hubungan tersebut disebut dengan indiscernibility (tidak dapat dipisahkan.
Berdasarkan tabel 3.5 maka didapatkan Indicernibility Relation sebagai berikut:
3.5.3. Equivalence Class
Mengelompokkan objek-objek yang mempunyai nilai atribut yang sama menjadi satu bagian. Variabel Gejala terdiri dari 7 atribut, yaitu: demam (A), sakit kepala (B), pusing (C), sakit perut (D), muntah (E), batuk (F), nafsu makan menurun (G).
Ya = 1 Tidak = 0
Variabel Keputusan (H) terdiri dari : Positif = 1
Negatif = 2
Kemudian masing-masing objek dikelompokkan dalam bentuk Equivalence Class disederhanakan berdasarkan atribut kondisi dan keputusan menjadi EC1, EC2, EC3, EC4, EC5, EC6, EC7 dan EC8 sehingga hasilnya dapat dilihat seperti pada tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.6. Equivalence Class
Equivalence
Dalam Discernibility Matrix maka variabel-variabel kondisi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, demam, sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah, batuk, nafsu makan menurun. Dalam proses perbandingan ini yang diperhatikan hanya atribut kondisinya saja, jika nilai atribut kondisinya sama maka tidak menghasilkan nilai dan jika terdapat kondisi atribut yang berbeda maka akan menghasilkan nilai.
Tabel 3.7. Discernibility Matrix
EC1 EC2 EC3 EC4 EC5 EC6 EC7 EC8
EC1 - D AC AEF ABCE BCEFG BCDFG BCDEFG
EC2 D - ACD BDEF ABCDE BCDEFG BCFG BCEFG
EC3 AC ACD - ABCEF BE ABEFG ABDFG ABDEFG
EC4 AEF BDEF ABCEF - ACF CG CDEG CDG
EC5 ABCE ABCDE BE ACF - AF ADEFG ADFG
EC6 BCEFG BCDEFG ABEFG CG AF - DE D
EC7 BCDFG BCFG ABDFG CDG ADFG D - E
EC8 BCDEF
G BCEFG ABDEFG CDG ADFG D E -
3.5.5. Discernibility Matrix Modulo D
Dari hasil pengolahan data dengan cara Discernibility Matrix sesuai tabel 3.6 maka selanjutnya data diolah dengan cara Discernibility Matrix Modulo D, pengolahan dengan cara ini variabel kondisi dan keputusannya harus dibandingkan. Sehingga jika variabel keputusan juga dibandingkan maka hasilnya menjadi seperti pada tabel 3.8
Tabel 3.8. Discernibility Matrix Module D
EC1 EC2 EC3 EC4 EC5 EC6 EC7 EC8
EC1 - D AC AEF ABCE - BCDFG BCDEFG
EC2 D - - - - BCDEFG - -
EC3 AC - - - - ABEFG - -
EC4 AEF - - - - CG - -
EC5 ABCE - - - - AF - -
EC6 - BCDEFG ABEFG CG AF - DE D
EC7 BCDFG - - - - D - -
EC8 BCDEF
G - - - - D - -
3.5.6. Reduct
Teknik yang dapat diterapkan untuk mendapatkan representasi data set yang lebih kecil dengan Reduct, namun tetap mempertahankan integritas data asli, artinya pertambangan data set berkurang harus lebih efisien atau sama dengan hasil analisis. Proses reduct yang dilakukan berdasarkan tabel 3.8. Dicernibility Matrix Mod D dengan penyeleksian variabel minimal dari sekumpulan variabel kondisi dengan cara Prime Implicant fungsi Boolean, sebagai berikut:
A+1=1+A=1 AA=A
Tabel 3.9. Reduct
3.5.7. Generating Rules
Setelah mendapatkan reduce, maka dapat ditarik kesimpulan atau ditentukan rule dengan menyesuaikan reduce setiap equivalen class terhadap tabel 3.6 (Equivalen Class). Berdasarkan data hasil reduct yang telah didapatkan, maka data-data tersebut
akan diolah sehingga menghasilkan suatu rules / knowledge yang dapat dipahami untuk pengambilan suatu keputusan. Berikut akan ditarik kesimpulan untuk semua kelas :
A. Class EC1 menghasilkan reduct {B}, {D}, {F} Rulenya adalah: Class CNF of Boolean Function Prime Implicant Reducts
EC1 D ^ (AvC) ^ (AvEvF) ^ (AvBvCvE) ^ (BvCvDvFvG) ^ (BvCvDvEvFvG)
B ^ D ^ F {B}, {D}, {F}
Jika sakit kepala = ya dan sakit perut = ya dan batuk = ya, maka diagnosa = positif.
B. Class EC2 menghasilkan reduct {B}, {D}, {G}, Rulenya adalah:
Jika sakit kepala = ya dan sakit perut = tidak dan nafsu makan menurun = ya, maka diagnosa = negatif.
C. Class EC3 menghasilkan reduct {A}, {B}, {C}, {E}, {G} Rulenya adalah: Jika demam = tidak dan sakit kepala = ya dan pusing = tidak dan nafsu makan menurun = ya, maka diagnosa = negatif.
D. Class EC4 menghasilkan reduct {C}, {F}, {G}, Rulenya adalah:
Jika pusing = ya dan batuk = tidak dan nafsu makan menurun = ya, maka diagnosa = negatif
E. Class EC5 menghasilkan reduct {A}, {B}, Rulenya adalah:
Jika demam = tidak dan sakit kepala = tidak, maka diagnosa = negatif. F. Class EC6 menghasilkan reduct {A}, {B}, {E}, {F}, {G}, Rulenya adalah:
Jika demam = ya dan sakit kepala = tidak dan muntah = tidak dan batuk = tidak dan nafsu makan menurun = tidak, maka diagnosa = positif
G. Class EC7 menghasilkan reduct {D}, Rulenya adalah: Jika sakit perut = tidak, maka diagnosa = negatif.
H. Class EC8 menghasilkan reduct {B}, {D}, {G}, Rulenya adalah:
Jika sakit kepala = tidak dan sakit perut = tidak dan nafsu makan menurun = tidak, maka diagnosa = negatif
3.6. Analisa Penerapan Algoritma Apriori
Algoritma apriori adalah algoritma paling terkenal untuk menemukan pola frekuensi tinggi. Pola frekuensi tinggi adalah pola-pola item di dalam suatu database yang memiliki frekuensi atau support di atas ambang batas tertentu yang disebut dengan istilah minimum support. Algoritma apriori dibagi menjadi beberapa tahap yang disebut iterasi atau pass yaitu:
2. Penghitungan support dari tiap kandidat kitemset. Support dari tiap kandidat k-itemset didapat dengan menscan database untuk menghitung jumlah transaksi yang memuat semua item di dalam kandidat k-itemset tersebut. Ini adalah juga ciri dari algoritma apriori dimana diperlukan penghitungan dengan scan seluruh database sebanyak k-itemset terpanjang.
3. Tetapkan pola frekuensi tinggi. Pola frekuensi tinggi yang memuat k item atau k-itemset ditetapkan dari kandidat k-itemset yang supportnya lebih besar dari minimum support.
4. Bila tidak didapat pola frekuensi tinggi baru maka seluruh proses dihentikan. Bila tidak, maka k ditambah satu dan kemabali ke bagian 1.
3.6.1. Pola Gejala Penyakit Demam Tifoid
Berdasarkan pola gejala penyakit demam tifoid yang diperoleh dari beberapa sampel data pada tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10. Pola Gejala Penyakit Demam Tifoid
Pasien Itemset Diagnosa
P1 demam, sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah, batuk, nafsu makan menurun
Positif
P2 demam, sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah, batuk, nafsu makan menurun
Positif
P3 demam, muntah, badan lemas, keringat malam hari Negatif P4 sakit kepala, sakit perut, muntah, batuk, nafsu makan
menurun
Negatif
P5 demam, pusing, sakit perut, nafsu makan menurun Negatif P6 demam, sakit perut, badan pegal-pegal, keringat malam hari Positif
P7 demam, sakit perut, badan lemas Negatif
P8 demam, keringat malam hari, badan lemas Positif P9 demam, sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah, batuk,
nafsu makan menurun
Positif
P10 demam, sakit perut Positif
P500 demam, sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah, batuk, nafsu makan menurun
Positif
A. Pembentukan Itemset
Berikut ini penyelesaian berdasarkan data yang sudah disediakan pada tabel 3.10, proses pembentukan Combinasi (C1) atau disebut 1 itemset dengan jumlah minimum support = 90%, dengan rumus sebagai berikut:
= � � � � � �
� � � X 100%
Tabel 3.11. Support dari Tiap Item
Itemset Count Support
Demam 479 95.8%
Sakit kepala 443 88.6%
Pusing 443 88.6%
Sakit perut 484 96.8%
Muntah 455 91.0%
Batuk 458 91.6%
Nafsu makan menurun 463 92.6%
B. Kombinasi 2 Itemset
Proses pembentukan C2 atau disebut dengan 2 itemset dengan jumlah minimum support = 90%, dapat diselesaikan dengan rumus sebagai berikut:
, = � � � � � � �
� � � X 100%
Tabel 3.12. Pola Kombinasi 2 Itemset
Itemset Count Support
Demam, sakit kepala 438 87,6%
Demam, pusing 443 88,6%
Demam, sakit perut 464 92,8%
Demam, batuk 438 87,6%
Demam, nafsu makan menurun 443 88,6%
Sakit kepala, pusing 438 87,6%
Sakit kepala, sakit perut 443 88,6%
Sakit kepala, muntah 443 88,6%
Sakit kepala, batuk 443 88,6%
Sakit kepala, nafsu makan menurun 443 88,6%
Pusing, sakit perut 442 88,4%
Pusing, muntah 438 87,6%
Pusing, batuk 438 87,6%
Pusing, nafsu makan menurun 443 88,6%
Sakit perut, muntah 443 88,6%
Sakit perut, batuk 458 91,6%
Sakit perut, nafsu makan menurun 463 92,6%
Muntah, batuk 443 88,6%
Muntah, nafsu makan menurun 443 88,6%
Batuk, nafsu makan menurun 459 91,8%
Minimal support yang ditentukan adalah 90%, jadi kombinasi 2 itemset yang tidak memenuhi minimal support akan dihilangkan, terlihat seperti tabel berikut ini :
Tabel 3.13. Tabel Kombinasi2 Itemset memenuhi minimal Support
Itemset Count Support
Demam, sakit perut 464 92,8%
Demam, muntah 451 90,2%
Sakit Perut, batuk 458 91,6%
Sakit perut, nafsu makan menurun 463 92,6%
Batuk, nafsu makan menurun 459 91,8%
C. Kombinasi 3 Itemset
, � = � � � � � � , �
� � � X 100%
Tabel 3.14. Pola Kombinasi 3 Itemset
Itemset Count Support
Demam, sakit kepala, pusing 438 87,6%
Demam, sakit kepala, sakit perut 437 87,4%
Demam, sakit kepala, muntah 438 87,6%
Demam, sakit kepala, batuk 438 87,6%
Demam, sakit kepala, nafsu makan menurun 438 87,6%
Demam, pusing, sakit perut 442 88,4%
Demam, pusing, muntah 438 87,6%
Demam, pusing, batuk 438 87,6%
Demam, pusing, nafsu makan menurun 443 88,6%
Demam, sakit perut, muntah 437 87,4%
Demam, sakit perut, batuk 437 87,4%
Demam, sakit perut, nafsu makan menurun 442 88,4%
Demam, muntah, batuk 438 87,6%
Demam, muntah, nafsu makan menurun 438 87,6%
Demam, batuk, nafsu makan menurun 438 87,6%
Sakit kepala, pusing, sakit perut 437 87,4%
Sakit kepala, pusing, muntah 438 87,6%
Sakit kepala, pusing, batuk 438 87,6%
Sakit kepala, pusing, nafsu makan menurun 438 87,6%
Sakit kepala, sakit perut, muntah 442 88,4%
Sakit kepala, sakit perut, batuk 442 88,4%
Sakit kepala, sakit perut, nafsu makan menurun 442 88,4%
Sakit kepala, muntah, batuk 443 88,6%
Sakit kepala, muntah, nafsu makan menurun 443 88,6% Sakit kepala, batuk, nafsu makan menurun 443 88,6%
Pusing, sakit perut, muntah 437 87,4%
Pusing, sakit perut, batuk 437 87,4%
Pusing, sakit perut, nafsu makan menurun 442 88,4%
Pusing, muntah, nafsu makan menurun 438 87,6%
Pusing, batuk, nafsu makan menurun 438 87,6%
Sakit perut, muntah, batuk 442 88,4%
Sakit perut, muntah, nafsu makan menurun 442 88,4% Sakit perut, batuk, nafsu makan menurun 458 91,6%
Muntah, batuk, nafsu makan menurun 443 88,6%
Minimal support yang ditentukan adalah 90%, jadi kombinasi 3 itemset yang tidak memenuhi minimal support akan dihilangkan, terlihat seperti tabel berikut ini :
Tabel 3.15. Tabel Kombinasi3 Itemset memenuhi minimal Support
Itemset Count Support
Sakit perut, batuk, nafsu makan menurun
458 91,6%
D. Kombinasi 4 Itemset
Proses pembentukan C4 atau disebut dengan 4 itemset dengan jumlah minimum support = 50%, dapat diselesaikan dengan rumus berikut:
, , � = � � � � � � , , �
� � � X 100%
Tabel 3.16. Pola Kombinasi 4 Itemset
Itemset Count Support
Demam, sakit kepala, pusing, sakit perut 437 87,4%
Demam, sakit kepala, pusing, muntah 438 87,6%
Demam, sakit kepala, pusing, batuk 438 87,6%
Demam, sakit kepala, pusing, nafsu makan menurun 438 87,6% Demam, sakit kepala, sakit perut, muntah 437 87,4% Demam, sakit kepala, sakit perut, batuk 437 87,4% Demam, sakit kepala, sakit perut, nafsu makan menurun 437 87,4%
Demam, sakit kepala, muntah, batuk 438 87,6%
Demam, sakit kepala, batuk, nafsu makan menurun 438 87,6%
Demam, pusing, sakit perut, batuk 437 87,4% Demam, pusing, sakit perut, nafsu makan menurun 442 88,4%
Demam, pusing, muntah, batuk 438 87,6%
Demam, pusing, muntah, nafsu makan menurun 438 87,6%
Demam, sakit perut, muntah, batuk 437 87,4%
Demam, sakit perut, batuk, nafsu makan menurun 437 87,4% Demam, muntah, batuk, nafsu makan menurun 438 87,6% Sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah 437 87,4% Sakit kepala, pusing, sakit perut, batuk 437 87,4% Sakit kepala, pusing, sakit perut, nafsu makan menurun 437 87,4%
Sakit kepala, pusing, muntah, batuk 438 87,6%
Sakit kepala, pusing, muntah, nafsu makan menurun 438 87,6% Sakit kepala, pusing, batuk, nafsu makan menurun 438 87,6% Sakit kepala, sakit perut, muntah, batuk 442 88,4% Sakit kepala, sakit perut, batuk, nafsu makan menurun 442 88,4% Sakit kepala, muntah, batuk, nafsu makan menurun 443 88,6%
Pusing, sakit perut, muntah, batuk 437 87,4%
Pusing, sakit perut, muntah, nafsu makan menurun 437 87,4% Pusing, sakit perut, batuk, nafsu makan menurun 437 87,4% Pusing, muntah, batuk, nafsu makan menurun 438 87,6% Sakit perut, muntah, batuk, nafsu makan menurun 437 87,4%
Karena kombinasi 4 itemset tidak ada yang memenuhi minimal support, maka 3 kombinasi yang memenuhi untuk pembentukan asosiasi.
3.6.2. Pembentukan Aturan Asosiasi
Setelah semua pola frekuensi tinggi ditemukan, kemudian dicari aturan asosiasi yang memenuhi syarat minimum untuk confidence dengan menghitung confidence aturan asosiatif A C.
Nilai confidence dari aturan A C diperoleh dengan rumus :
= � � � � � � , �
Dari kombinasi 2 itemset yang telah ditemukan dapat dilihat besarnya nilai support dan confidence dari calon aturan asosiasi seperti tampak pada tabel berikut:
Tabel 3.17. Aturan Asosiasi
Aturan Confidence
Jika sakit perut dan batuk, maka nafsu makan menurun
458/484 94,6%
3.6.3. Pembentukan Aturan Asosiasi Final
Aturan asosiasi final berdasarkan minimal support dan confidence yang telah ditentukan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.18. Aturan Asosiasi Final
Aturan Assosiasi Support Confidence Jika sakit perut dan batuk, maka nafsu
makan menurun
91,6% 94,6%
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pendahuluan
Pengujian yang dilakukan peneliti menggunakan data berjumlah 500. Penerapan metode rough set dan algoritma apriori bertujuan untuk mendapatkan akurasi terbaik dari kinerja kedua metode tersebut dalam identifikasi pola penyakit demam tifoid dengan membentuk item-item yang saling berhubungan dalam bentuk rule. Adapun pengujian yang dilakukan menggunakan software rosetta versi 1.4.41 untuk pengujian metode rough set, software weka versi 3.6.9 untuk pengujian algoritma apriori. Spesifikasi hardware yang digunakan sebagai berikut:
1. Prosesor Core i5 2,49 GHz 2. RAM 3 GB
3. Operating System Windows 7 Ultimate
4.2. Pra Pengolahan Data
Gambar 4.1. Data Dalam Bentuk Excel
4.3. Hasil Implementasi Menggunakan Metode Rough Set
Untuk menguji kebenaran dari hasil pengolahan data yang dikerjakan secara manual pada bab sebelumnya, dapat digunakan salah satu software aplikasi Rough Set, yaitu Rosetta. Tampilan hasil import data excel ke dalam software rosetta dapat dilihat
seperti pada gambar 4.2
4.3.1. Reduct
Reduct adalah penyeleksian atribut minimal (interesting attribute) dari sekumpulan
atribut kondisi dengan menggunakan Prime Implicant fungsi Boolean. Tampilan hasil reduct pada Rosetta dapat dilihat seperti pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Hasil Reduct
Dari hasil pencarian Software Rosetta dihasilkan delapan Reduct yang merupakan dasar dalam pembuatan Rule-rule. Reduct ini adalah hasil atribut minimal dari atribut kondisi yang sebelumnya telah disederhanakan menggunakan prime implicant fungsi boolean. Delapan reduct ini akan dicari rulenya disesuaikan data yang diimportkan awalnya. Support merupakan banyaknya kondisi reduct yang sesuai dengan data yang awalnya dimasukkan sedangkan length adalah panjang Reduct.
4.3.2. GeneratingRules
Generating Rules adalah suatu metode rough set untuk menghasilkan rules/
Gambar 4.4. Hasil Generating Rules
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan Software Rosetta menghasilkan rule sebanyak 57 rule. Dari rule yang dihasilkan, maka dipilih 8 rule terbaik yang memberikan hasil akurasi prediksi yang sebesar 87,4%, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Akurasi Rule Rough Set
No Rule Accuracy
1 Jika Demam(ya) AND Sakit Kepala(ya) AND Pusing(ya) AND Sakit Perut(ya) => Diagnosa(positif)
87,4%
2 Jika Demam(ya) AND Pusing(ya) AND Sakit Perut(ya) AND Muntah(ya) => Diagnosa(positif)
87,4%
3 Jika Demam(ya) AND Sakit Kepala(ya) AND Sakit Perut(ya) AND Nafsu Makan Menurun(ya) => Diagnosa(positif)
87,4%
4 Jika Demam(ya) AND Sakit Perut(ya) AND Muntah(ya) AND Nafsu Makan Menurun(ya) => Diagnosa(positif)
87,4%
5 Jika Demam(ya) AND Sakit Perut(ya) AND Batuk(ya) AND Nafsu Makan Menurun(ya) => Diagnosa(positif)
87,4%
6 Jika Pusing (ya) AND Sakit Perut(ya) AND Batuk(ya) => Diagnosa(positif)
87,4%
7 Jika Sakit Kepala(ya) AND Pusing(ya) AND Sakit Perut(ya) AND Nafsu Makan Menurun(ya) => diagnosa(positif)
Tabel 4.1. Akurasi Rule Roughset (Lanjutan)
No Rule Accuracy
8 Jika Pusing(ya) AND Sakit Perut(ya) AND Muntah(ya) AND Nafsu Makan Menurun(ya) => Diagnosa(positif)
87,4%
Rata-rata 87,4%
Dari tabel 4.1 dengan menggunakan 500 data dapat dijelaskan, sebagai berikut: Delapan rule yang telah dihasilkan masing-masing memiliki akurasi 87,4%, yang didapat dari jumlah data yang diprediksi benar (diagnosa positif) = 437, dibagi jumlah data yang di uji = 500.
4.4. Analisa Penerapan Algoritma Apriori
Pembuatan kandidat kombinasi item yang mungkin berdasar pada aturan tertentu lalu diuji apakah kombinasi item tersebut memenuhi syarat support minimum. Kombinasi item yang memenuhi syarat tersebut disebut frequent itemset, yang nantinya dipakai untuk membuat aturan aturan yang memenuhi syarat minimum confidence. Pada pengujian ini peneliti menggunakan software weka versi 3.6.9, sebelum diolah proses import dilakukan itemset dibentuk dalam format *.csv tanpa attribut keputusan, seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.6. Hasil Rules Apriori
Dari hasil pembentukan rule pada gambar 4.5 dapat ditarik keputusan sebagai berikut: 1. Jika pasien mengalami gejala Batuk (ya) maka kemungkinan nafsu makan
pasien menurun (ya) mempunyai nilai confidence sebesar (1) yang artinya gejala batuk dan nafsu makan menurun adalah gejala pertama yang paling sering diderita oleh pasien penderita demam tifoid.
2. Jika pasien mengalami gejala Sakit Perut (ya), maka kemungkinan nafsu makan pasien menurun (ya) mempunyai nilai confidence sebesar (1) yang artinya gejala sakit perut dan nafsu makan menurun adalah gejala gejala kedua yang paling sering diderita oleh pasien penderita demam tifoid.
3. Jika pasien mengalami gejala batuk (ya), maka kemungkinan pasien mengalami sakit perut mempunyai nilai confidence sebesar (1) yang artinya gejala batuk dan sakit perut adalah gejala ketiga yang paling sering diderita oleh pasien penderita demam tifoid.
adalah gejala keempat yang paling sering diderita oleh pasien penderita demam tifoid.
5. Jika pasien mengalami gejala muntah (ya), maka kemungkinan pasien mengalami demam mempunyai nilai confidence sebesar (0,99) yang artinya gejala muntah dan demam adalah gejala kelima yang paling sering diderita oleh pasien penderita demam tifoid.
Tabel 4.2. Akurasi Rule Apriori
Rule Support Confidence Accuracy
Jika Gejala Batuk (ya) dan Nafsu Makan (ya), maka diagnosa positif
90% 100% 87,4%
Jika Sakit Perut (ya) dan Nafsu Makan Menurun (ya), maka diagnosa positif
90% 100% 87,4%
Jika Batuk (ya) dan Sakit Perut (ya), maka diagnosa positif
90% 100% 87,4%
Jika Batuk (ya) dan Sakit Perut (ya) dan Nafsu Makan
Menurun (ya), maka diagnosa positif
90 % 99% 87,4%
Jika Muntah (ya) dan Demam (ya), maka diagnosa positif
90% 99% 87,4%
Rata-rata 87,4%
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa kinerja metode rough set dan algoritma apriori pada kasus penyakit demam tifoid di RS Grand Medistra Lubuk Pakam menggunakan 500 dataset, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil akurasi kinerja metode rough set dalam identifikasi penyakit demam tifoid sebesar 87,4%, sedangkan untuk kinerja algoritma apriori hasil akurasi yang didapat sebesar 87,4%.
2. Aturan prediksi yang dihasilkan oleh metode rough set terdiri dari 4 gejala sedangkan aturan yang dihasilkan algoritma apriori terdiri dari 3 gejala.
5.2. Saran
Saran peneliti untuk kelanjutan penelitian ini adalah:
1. Pada penelitian ini tingkat akurasi yang dihasilkan dinilai cukup baik, penelitian ini masih dapat dikembangkan menggunakan metode lain untuk mendapatkan nilai akurasi yang lebih baik, dengan menambah attribut gejala penyakit demam tifoid.