• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Hak Derivatif Pemegang Saham Dalam Perseroan Terbatas Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Hak Derivatif Pemegang Saham Dalam Perseroan Terbatas Chapter III V"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HAK DERIVATIF PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS

A. Hak Derivatif Sebelum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) hanya

memiliki 21 (dua puluh satu) pasal yang mengatur tentang perseroan terbatas,

tetapi hal tersebut dianggap cukup baik untuk menjadi dasar hukum terhadap

suatu perseroan terbatas saat itu. Hal ini disebabkan pasal-pasal Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tersebut diambil dari Kitab Undang-Undang-Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD) negeri Belanda berdasarkan asas pemberlakuan hukum

untuk negeri jajahan (asas korkondansi). Dan sebagaimana diketahui Belanda juga

memiliki hukum yang mirip-mirip dengan sistem hukum prancis, yang kala itu

merupakan peraturan-peraturan hukum yang modern di Eropa.85

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) berdasarkan

pasal 36 hanya disebutkan bahwa sebelum perseroan terbatas didirikan, maka akta

pendiriannya harus dimintakan pembenaran kepada Gubernur Jenderal atau

pejabat yang ditunjuk untuk itu. Dari ketentuan ini masalah pengesahan pada

dasarnya sama dengan pembenaran. Hanya masalah kapan Perseroan terbatas itu

memperoleh status badan hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

85

(2)

(KUHD) tidak ditegaskan.86

1. Saham utama

Apabila tidak ada ketentuan lain dalam akta

pendirian, maka tiap pemegang saham mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Ada kalanya kepada beberapa pemegang saham diberikan hak-hak yang lebih

banyak, misalnya hak suara berganda, keuntungan yang terjamin, ataupun hak

bersuara dalam hal pengangkatan pengurus. Pemegang saham jenis yang pertama

dinamakan pemegang saham biasa dan pemegang dari jenis yang kedua

dinamakan pemegang saham utama.

Saham utama ada beberapa macam:

2. Saham utama kumulatif

3. Saham utama belaba.

Saham utama dapat memberikan hak khusus, diantaranya sebagai berikut:

a) Hak suara berganda;

b) Dari keuntungan, terlebih dahulu diberikan kepada pemegangnya suatu

persentase dari keuntungan,

c) Hak bersuara dalam hal meminjam uang.

Saham utama kumulatif memberikan hak-hak yang lebih banyak lagi. Apabila di

akhir suatu tahun tidak tercapai persentase dividen yang dijamin, maka di akhir

tahun berikutnya kekurangan itu harus dipenuhi lebih dahulu sebelumnya kepada

pemegang saham yang lain dapat dibayar dividen.

86

(3)

Pada saham utama berlaba hak-haknya lebih banyak lagi. Selain daripada

keuntungan yang dijamin ia memberikan juga hak atas sebagian dari apa yang

dinamakan laba lebih. Saham perseroan dapat dikeluarkan bernama dan pada

pembawa. Penyerahan saham pada pembawa dilakukan dengan pindah tangan.

Penyerahan saham bernama dilakukan sebagai berikut :

a) Pemegang yang lama dan pemegang yang baru memberitahukan dengan

perantaraan jurusita kepada pengurus perseroan, atau

b) Pemegang yang lama dan pemegang saham yang baru mendaftarkan

pemberitahuan dalam register perseroan dan menanda tanganinya.

Pemegang dari saham yang belum disetor penuh, jika ia menjual sahamnya,

masih bertanggung jawab untuk menyetor penuh sahamnya, kecuali jika pengurus

perseroan membebaskannya. Dalam hal saham-saham dikeluarkan tidak atas

nama, akan tetapi pada pembawa, acapkali terjadi, bahwa pemilik saham yang

sebenarnya menyerahkan beberapa saham kepada orang luar untuk datang

menghadiri rapat dan mengemukakan dirinya sebagai pemegang saham dan ikut

bersuara dalam rapat. Perbuatan yang demikian, menjadi boneka, sudah tentu

tidak dapat diterima.87

Para pemegang saham yaitu pengusaha dan pemilik perseroan, di dalam

Perseroan Terbatas pengusaha baru terbentuk dengan berkumpulnya para

pemegang saham di dalam RUPS. Pemegang saham ini memiliki

kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

87

(4)

(KUHD). Kewajiban-kewajiban ini diatur dalam pasal 40, 42 dan 43 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), serta hak-hak pemegang saham yang

diatur dalam pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Hak suara para pemegang saham diatur dalam Anggaran Dasar perseroan

yang berdasar pada pasal 54 (baru) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD), yaitu dengan perubahan berdasar Undang-Undang Nomor 4 tahun 1971

(lembaran negara 1971-20). Pemegang saham berhak menuntut dan menggugat

pembatalan keputusan RUPS, yang bertentangan dengan undang-undang, hukum

ataupun Anggaran Dasar. Pemegang saham juga berhak menerima bagian yang

seimbang dengan saldo untung pada saat selesainya pemberesan, sesudah

bubarnya perseroan. Jadi hak-hak pemegang saham ialah :

1) Hak atas sebagian dari keuntungan perseroan sesuai dengan jumlah

nilai sahamnya (pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD).

2) Berwenang untuk menhadiri RUPS, berbicara, dan hak pemungutan

suara (pasal 55 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD)).

3) Berwenang menuntut kepada Pengadilan tentang kebatalan dari

keputusan RUPS yang bertentangan dengan undang-undang, hukum

(5)

4) Hak-hak lainnya yang ditetapkan di dalam anggaran dasar.88

5) Membantah pembicaraan usul-usul perubahan anggaran dasar jika hal

ini tidak diumumkan atau tidak diberi kesempatan yang cukup untuk

memeriksa usul-usul perubahan itu. Yang dapat mengajukan bantahan

dalam rapat pemegang saham tentang perubahan anggaran dasar, ialah

mereka yang bersama-sama mewakili paling sedikit 1/10 (satu

persepuluh) modal yang ada pada rapat tersebut.

6) Mendapat pembayaran kembali saham-saham yang telah dibayar

penuh, jika perseroan dibubarkan, dari jumlah kekayaan yang tersisa

setelah hutang-hutang perseroan dilunasi. Kalau jumlah ini tidak

mencukupi untuk membayar kembali harga nominal saham-saham

yang telah disetor, maka hanya dikembalikan sebagian dari jumlah itu

yang seimbang. Jika setelah dibayarkan kembali harga nominal, masih

terdapat sisa, maka sisa ini dibagikan kepada pemegang-pemegang

saham menurut bandingan turut sertanya dalam modal.

7) Memanggil rapat umum luar biasa, jika pengurus dan komisaris

menolak hal ini. Yang dapat mengumpulkan rapat umum luar biasa ini

hanya mereka yang ikut serta dalam model perseroan paling

sedikit1/10 (satu persepuluh) bagian, atau mungkin dengan bagian

yang lebih kecil kalau ini ditentukan dalam anggaran dasar.

88

(6)

8) Memanggil rapat umum setelah diberi kuasa oleh presiden pengadilan,

jika pengurus atau komisaris tidak memenuhi kewajibannya untuk

memanggil rapat umum paling sedikit sekali setahun.

9) Menerima dividen untuk tiap-tiap saham yang ia memiliki.

10)Hak enquete, ialah hak untuk menyuruh seorang ahli yang netral untuk

mengadakan penyelidikan tentang kebijaksanaan pengurus dan tentang

jalannya usaha. Hak ini hanya dapat dilangsungkan oleh mereka yang

bersama-sama sedikit-sedikitnya mempunyai 1/5 (satu perlima) bagian

dalam modal yang ditempatkan. 89

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sebelum berlakunya

Undang-Undang Perseroan Terbatas, pernah mengatur upaya untuk melindungi

pemegang saham minoritas melalui Pasal 54 ayat (4) Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur mengenai pembatasan banyaknya suara

yang berhak dikeluarkan oleh pemegang saham, dapat diatur dalam Akta

Pendirian, dengan ketentuan bahwa seorang pemegang saham tidak dapat

mengeluarkan lebih dari 6 (enam) suara apabila modal perseroan terbagi kurang

dari 100 (seratus) saham. Ketentuan ini dapat menjadi tidak efektif bila pemegang

saham mayoritas mempergunakan boneka sebagai pemegang saham.90

89

Rochmat Soemitro, Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan,

(Bandung : PT Eresco, 1979), hal 40-41. 90

Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum Perusahaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), Hal. 30.

Pada

dasarnya, semua rapat pemegang saham harus diadakan di tempat kedudukan

perseroann kecuali jika semua pemegang saham hadir atau diwakili, rapat dapat

(7)

RUPS yang sah, perlu diperhatikan kuorum rapat yang biasanya ditentukan

sekurang-kurangnya lebih dari 50% dari seluruh jumlah saham yang telah

dikeluarkan, dan unutk mengambil keputusan yang sah dalam RUPS, diperlukan

persetujuan sekurang-kurangnya suara terbanyak kecuali jika untuk rapat itu

khusus ditentukan lain di dalam Anggaran Dasarnya.

Setiap pemegang saham mempunyai Hak Bersuara dalam RUPS yang

mana ketentuannya diatur dalam pasal 54 (lama) Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD). Di dalam pasal 54 (lama) Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD), hak bersuara bagi pemegang saham ditentukan sebagaimana

berikut :

1) Hak suara pada persero (pemegang saham) harus diatur dalam akta

pendiriannya dengan pedoman :

A) Apabila modal perseroan terdiri dari seratus buah saham atau lebih,

maka tiap-tiap pemegang saham paling banyak mengeluarkan

enam suara baginya.

B) Bila modal perseroan itu terdiri kurang dari seratus saham, maka

tiap-tiap pemegang saham hanya boleh mengeluarkan paling

banyak tiga suara.

2) Direksi dan Dewan Komisaris di dalam pemungutan suara tidak boleh

bertindak sebagai pemegang kuasa dari pemegang saham. Rationya,

RUPS itu diadakan justru untuk mengontrol pekerjaan mereka. Jadi

(8)

dari para pemegang saham maka keputusan RUPS tersebut dapat

dipengaruhi.

Ketentuan dari pasal 54 (lama) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) tersebut di dalam perkembangannya dianggap kurang memuaskan, maka

diadakan perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 yang

mulai berlaku sejak tanggal 29 Maret 1971 dan berbunyi sebagai berikut :

1) Hanya para pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara. Setiap

pemegang saham sekurang-kurangnya berhak mengeluarkan satu

suara. Ketentuan yang menyebutkan hanya pemegang saham saja yang

berhak untuk bersuara di RUPS ini merupakan suatu ketentuan untuk

menghindari adanya pemegang saham kedok.

2) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga

nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak

mengeluarkan suara sebanyak jumlah saham yang dimilikinya.

3) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga

nominal yang berbeda, maka setiap pemegang saham berhak

mengeluarkan suara sebanyak kelipatan dari harga nominal saham

terkecil dari perseroan, terhadap keseluruhan jumlah harga nominal

saham yang yang dimiliki pemegangnya, sedangkan sisa suara yang

belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.

4) Pembatasan mengenai banyaknya suarayang berhak dikeluarkan oleh

pemegang saham dapat diatur di dalam akta pendirian, dengan

(9)

lebih dari enam suara apabila modal perseroan terbagi dalam seratus

saham atau lebih, dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara

apabila modal perseroan terbagi dalam kurang dari seratus saham.

5) Tidak seorang pengurus atau komisaris pun diperbolehkan bertindak

sebagai kuasa di dalam pemungutan suara.

Dari dua bunyi ketentuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pasal

54 (lama) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menganut sistem Hak

Suara Terbatas. Sedangkan pada pasal 54 (baru) Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD) berdasar perubahan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1971 mengandung dua sistem hak suara, yaitu:

A) Hak Suara Terbatas; terdapat pada ayat keempat.

B) Hak Suara Tak Terbatas; pada ayat kesatu, kedua dan ketiga.91

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, kemungkinan

adanya “pemegang saham kedok” yang berpura-pura pemegang saham, padahal

pemegang saham orang lain, misalnya pada saham atas tunjuk, dapat dihindari.

Pemegang saham kedok ini biasanya bertindak untuk kepentingan hak suara

pemegang saham yang banyak. Tetapi hak suaranya dibatasi oleh pasal 54 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Keputusan rapat pemegang saham

dianggap sah apabila dipenuhi ketentuan-ketentuan berikut ini92

1) Cara dan tenggang waktu pemanggilan para pemegang saham;

:

91

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Op. Cit., hal. 69-71. 92

(10)

2) Cara pengambilan keputusan (suara terbanyak, atau suara terbanyak

khusus);

3) Tidak melanggar undang-undang, anggaran dasar, hukum tidak tertulis.

B. HAK DERIVATIF DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

Hak derivatif atau derivative action merupakan pengakuan atas perlindungan

pemegang saham dari kesalahan manajemen korporasi. Dalam bahasa yang sedikit

hiperbolik, pengadilan Amerika dalam perkara Cohen v. Beneficial Industrial

Loan Corp. Menyatakan bahwa, the shareholder derivative action is the chief

regulator of corporate governance. Dengan kata lain, Common law system

menyatakan bahwa direksi tidak dapat menyampingkan kepentingan pemegang

saham dalam kepentingan korporasi, sekalipun hanya pemegang saham minoritas,

karena pemegang saham memiliki senjata yang diakui oleh hukum untuk

memperjuangkan kepentingannya tersebut, meskipun ia hanya pemegang saham

minoritas. derivative action adalah gugatan yang dibawa oleh pemegang saham

korporasi kepada direksi korporasi dengan menggunakan nama dan untuk

kepentingan dari korporasi tersebut.

Kata derivative dalam konteks ini ditujukan untuk memperlihatkan bahwa hak

untuk menggugat tidak dimiliki sebagai pihak dalam perkara, tetapi sebagai

turunan dari korporasi. Hak untuk menggugat ini dikatakan sebagai turunan

(11)

merugikan pemegang saham secara pribadi, tetapi kesalahan tersebut juga

merugikan korporasi.93

Gugatan hak derivatif merupakan gugatan kekecualian (abnormal), sebab

dalam kasus-kasus normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang mewakili

perseroan bukan pemegang saham, melainkan pihak direksi atau yang

dikuasakan/didelegasikan oleh direksi, seperti yang biasanya ditentukan dalam

anggaran dasar. Namun demikian, dalam sejarah hukum perusahaan terdapat

berbagai usaha untuk menerobos prinsip perwakilan perusahaan oleh direksi

tersebut, karena dalam kasus-kasus tertentu, prinsip tersebut dianggap tidak adil

bagi golongan pemegang saham tertentu. Dengan alasan seperti ini, kemudian

dalam sejarah hukum perseroan, untuk memfasilitasi terwujudnya keadilan bagi

semua pihak, termasuk kepada seluruh pemegang saham dari suatu perseroan,

sedikit demi sedikit mulailah diakui kewenangan pemegang saham untuk

mewakili kepentingan perseroan dalam membawa perkara ke pengadilan.94

1. tirani mayoritas.

Besarnya perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang Peseroan

Terbatas pemegang saham minoritas tetap mengalami kesulitan untuk mewakili

kepentingan Perseroan Terbatas. Hal ini disebabkan karena :

2. konsep locus standi atau hak untuk mewakili Perseroan Terbatas di

Pengadilan.

93

Freddy harris dan Teddy Anggoro, Op. Cit., hal. 69-70. 94

(12)

Oleh karena itu, diciptakanlah Derivative Action atau hak derivatif, yaitu Hak

yang diberikan atau dimiliki pemegang saham minoritas agar dapat melakukan

tindakan tertentu dalam menjaga atau mewakili perseroan terhadap tindakan organ

lainnya dalam Perseroan Terbatas bila kepentingan perseroan dirugikan. Jadi hak

derivatif merupakan hak secara eksklusif yang hanya diberikan kepada pemegang

saham minoritas untuk menggugat Perseroan Terbatas dengan melakukan

tindakan tertentu, dalam rangka menjaga atau mewakili minimal satu persepuluh

bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau jumlah yang

lebih kecil yang ditentukan oleh Anggaran Dasar.95

1. Teori Prosedur Kekecualian

Hukum sampai membenarkan adanya gugatan atas nama perseroan yang

dilakukan pemegang saham, padahal yang berhak mewakili perseroan adalah

pihak direksinya. Untuk itu, dalam ilmu hukum perusahaan dikenal 2 (dua) teori

sebagai berikut:

Teori ini mengajarkan bahwa memberikan hak kepada pemegang

saham unntuk membawa perkarake pengadilan hanya merupakan

kekecualian dari prinsip hukum yang berlaku umum. Diberikan hak

untuk mengajukan gugatan kepada pemegang saham atas nama

perseroan tersebut karena kerugian kepada perseroan secara tidak

langsung juga merugikan pihak pemegang saham.

2. Teori Prosedur Berwatak Ganda (Duel Nature Proceeding)

95

(13)

Teori prosedur berwatak ganda sebenarnya merupakan teori asal atau

bentuk prototipe dari gugatan derivatif ini. Teori prosedur berwatak

ganda tersebut, yang juga sudah diterima secara meluas dalam praktek

mengajarkan bahwa gugatan derivatif merupakan suatu bentuk

kombinasi dari 2 (dua) cause of action, yaitu:

a) Gugatan dari pemegang saham individu kepada perseroan agar

perseroan memperbaiki kerugian atau mengajukan gugatan

terhadap pihak yang telah melakukan kerugian terhadap perseroan;

dan

b) Gugatan oleh perseroan kepada pihak yang telah melakukan

kerugian terhadap perseroan.96

Tentang bagaimana hakikat dari suatu gugatan derivatif dapat terbaca dalam

kutipan berikut ini :

Dapat dikatakan bahwa gugatan derivatif merupakan suatu gugatan

perdata yang diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk

dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham),

gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi) karena telah

melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan

prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat. Jadi, gugatan

derivatif ini merupakan gugatan kekecualian (abnormal), sebab dalam kasus-kasus

normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang mewakili perseroan bukan

pemegang saham, melainkan pihak direksi atau yang dikuasakan/didelegasikan

96

(14)

oleh direksi, seperti yang biasanya ditentukan dalam anggaran dasarnya. Karena

itu pula, maka gugatan derivatif sebenarnya merupakan kekecualian dari prinsip

proper plaintiff, yakni suatu prinsip hukum yang mengajarkan bahwa gugatan

untuk menuntut ganti rugi karena adanya kerugian terhadap suatu perusahaan

terbatas hanya dapat dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, yang dalam hal ini

diwakili oleh direksi. Pihak pemegang saham tidak berwenang untuk mengajukan

gugatan tersebut. “Adanya derivative action di samping personal right,

tampaknya dapat dijadikan ajang perjuangan dalam mengatasi prinsip satu saham,

satu suara yang cenderung lebih menguntungkan kelompok pemegang saham

mayoritas.”

Tentu saja tidak untuk semua pemegang saham minoritas dapat diberikan

hak untuk mengajukan gugatan derivatif. Masing-masing negara memberikan

batasan tertentu kepada pemegang saham untuk dapat melaksanakan haknya itu.

Sering disebut-sebut bahwa gugatan derivatif sebenarnya merupakan suatu

penyimpangan dari hukum perseroan yang normal yang memberikan hak untuk

mewakili kepentingan perseroan kepada pihak pemegang saham tanpa perlu

formalitas legalisasi korporasi, tetapi terjadi demi hukum. Jika misalnya direksi

memiliki kepentingan agar gugatan tidak diajukan, atau gugatan harus diajukan

terhadap dirinya direksi sebagai lawan perkara, maka dalam keadaan seperti itu,

besar kemungkinan pihak direksi yang seharusnya membawa gugatan untuk dan

atas nama perseroan tidak mau mengajukan gugatan. Dalam hal seperti itu,

gugatan derivatif adalah menjadi jawaban yang tepat, di mana pihak pemegang

(15)

tindakan direksi tersebut sudah merupakan penipuan (fraud), penekanan

(oppression), unfair prejudice, atau beritikad tidak baik, sehingga dapat membawa

kerugian terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas.97

1) Gugatan pemegang saham yang menggunakan lembaga derivative action

yang telah diuraikan di atas, pemegang saham bertindak untuk dan atas

nama perseroan berdasarkan pasal 97 ayat 6, pasal 114 ayat 6 dan pasal

138 ayat 1, 2, dan 3, serta pasal 144 ayat 1.

Dalam sistem hukum positif di Indonesia, khususnya dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas, gugatan hak derivatif tersebut terdapat pada pasal 97

ayat 6, pasal 114 ayat 6 dan pasal 138 ayat 1, 2, dan 3, serta pasal 144 ayat (1).

Berkaitan dengan gugatan pemegang saham perseroan, perlu dibedakan adanya 3

(tiga) jenis gugatan yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu

seperti berikut.

2) Gugatan pemegang saham yang bersifat gugatan keperdataan untuk

memperrtahankan hak yang diatur dalam pasal 61 ayat 1, yang

menyatakan setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap

perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan

perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai

akibat keputusan rapat umum pemegang saham, direksi atau komisaris.

Gugatan ini tidak termasuk derivative action karena tidak

mengatasnamakan perseroan, tetapi mengatasnamakan diri pemegang

saham.

97

(16)

3) Gugatan pemegang saham berkaitan dengan penyelenggaan rapat umum

pemegang saham yang diatur dalam pasal 79 ayat 2, yang menyatakan

bahwa penyelenggaraan rapat umumm pemegang saham sebagaimana

dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) pemegang

saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 10% bagian dari jumlah

seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih

kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang

bersangkutan. Mengenai izin ketua pengadilan negeri untuk

penyelenggaraan rapat umum pemegang saham serta penunnjukan ketua

rapat diatur dalam pasal 80 ayat 1 sampai 8.98

Tidak semua gugatan yang diajukan oleh pemegang saham dari suatu

perseroan dapat digolongkan sebagai gugatan derivatif. Sebab, masih banyak

model gugatan lain yang dilakukan oleh pemegang saham yang tidak

tergolong ke dalam gugatan derivatif. Contoh gugatan pemegang saham yang

bukan gugatan derivatif adalah sebagai berikut:

1) Gugatan Langsung (Direct Action)

2) Gugatan Kelompok (Class Action)

3) Gugatan Representatif (Representative Action).

Meskipun sama-sama diajukan oleh pemegang saham, tetapi jika dilihat

dari segi siapa yang diwakilinya, maka gugatan langsung (Direct Action)

merupakan kontras dari gugatan derivatif. Jika pada gugatan derivatif gugatan

98

(17)

diajukan kepada pihak yang telah merugikan perseroan, diajukan oleh pemegang

saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan, maka pada gugatan

langsung, pihak pemegang saham mengajukan gugatan juga terhadap pihak yang

telah merugikan perseroan, tetapi pemegang saham tersebut bertindak untuk dan

atas namanya sendiri (bukan untuk dan atas nama perseroan). Karena gugatan

langsung ini ditujukan untuk kepentingan pemegang saham itu sendiri, maka

terhadap gugatan langsung ini sering disebut juga dengan istilah gugatan

individual (individual action). Namun demikian, banyak juga kasus di mana

teerdapat kerugian perseroan dan kerugian pemegang saham secara

bersama-sama, sehingga sangat sulit untuk menentukan apakah lebih tepat diajukan

gugatan derivatif atau gugatan langsung.

Contoh-contoh dari gugatan langsung adalah sebagai berikut:

1) Gugatan untuk mendapatkan dividen (meskipun ini dapat juga dibawa

dengan gugatan derivatif).

2) Gugatan untuk memeriksa pembukuan dan catatan perusahaan.

3) Gugatan untuk meminta dicatat peralihan saham dalam pembukuan

perseroan.

4) Gugatan untuk meminta diberikannya preemptive rights.

5) Gugatan untuk meminta pelaksanaan hak veto.

6) Gugatan terhadap pencegahan terjadinya tindakan yang tergolong ke

dalam doktrin ultra vires.

7) Gugatan karena adanya wanprestasi terhadap perjanjian antar pemegang

(18)

8) Gugatan karena adanya wanprestasi terhadap perjanjian prainkorporasi.

9) Gugatan yang terbit dari kontrak antara perseroan dengan pribadi

pemegang saham.

10) Gugatan untuk meminta dibubarkannya perseroan. Sungguhpun begitu,

pembubaran perseroan juga dapat diminta melalui suatu gugatan derivatif.

11)Gugatan terhadap direksi yang menjual atau membeli secara melawan

hukum atas saham milik pemegang saham perseroan.

12)Gugatan karena adanya perbuatan melawan hukum terhadap orang-orang

atau properti dari pemegang saham.

13)Gugatan terhadap trustee yang melakukan cedera janjinya.

14)Gugatan untuk mencegah penerbitan saham baru dengan tujuan untuk

mengubah pengontrolan perseroan.

15)Gugatan terhadap satu-satunya pemegang saham yang lain, karena dengan

gugatan derivatif justru akan menguntungkan satu-satunya pemegang

saham lain tersebut.

Sementara itu, contoh dari gugatan derivatif yaitu sebagai berikut:

1) Gugatan untuk mendapatkan dividen (meskipun terhadap hal tersebut

dapat juga dibawa dengan gugatan langsung), karena dapat saja tidak

memberikan dividen itu bertujuan untuk menekan pemegang saham

minoritas, sehingga dalam hal ini lebih tepat diajukan gugatan langsung.

2) Gugatan ganti kerugian karena terjadinya tindakan yang tergolong ke

dalam doktrin ultra vires.

(19)

4) Gugatan untuk mencegah dilakukannya penyimpangan dari fiduciary duty

oleh direksi, pegawai perusahaan atau pemegang saham pengendali.

5) Gugatan untuk mencegah dilakukannya perbuatan yang dapat merugikan

perseroan oleh pihak ketiga di luar perseroan.

6) Gugatan ganti kerugian akibat perbuatan yang merugikan perseroan oleh

pihak ketiga di luar perseroan.

7) Gugatan ganti kerugian atau perolehan profit dari adanya perbuatan breach

of duty terhadap perseroan.

8) Gugatan yang terbit dari kontrak antara perseroan dengan pihak ketiga.

9) Gugatan yang membubarkan perseroan karena kesalahan dari direksi.

Jika dibandingkan dengan gugatan langsung (direct suit) dan gugatan kelompok

(class action), ada beberapa keuntungan dari suatu gugatan derivatif, yaitu sebagai

berikut:

1. Menghindari Gugatan Berkali-kali

Salah satu keuntungan dengan sistem-sistem derivatif ini adalah bahwa

dengan gugatan derivatif (seperti juga dengan gugatan kelompok), dapat

dihindari terjadinya gugatan berkali-kali (multiple suits) oleh pemegang

saham terhadap hal yang sama. Karena tiu, ada konsekuensi yuridis dari

suatu gugatan derivatif, yakni konsekuensi terhadap tidak dapat diajukan 2

(dua) kali terhadap hal yang sama (ne bis in idem, res judicata). Dalam hal

ini, asal saja pengadilan sudah memutuskan terhadap pokok perkaranya,

maka gugatan derivatif sekali lagi (oleh pemegang saham yang lain) sudah

(20)

perangkatnya sedemikian rupa, sehingga pihak pemegang saham yang lain

dapat mengetahui dan berpartisipasi maksimal dalam gugatan derivatif

tersebut. Misalnya dibuka kesempatan seluas-luasnya kepada pemegang

saham lain untuk menjadi co-penggugat (joinder) dalam suatu gugatan

derivatif.

2. Tidak Merugikan Kreditur Perseorangan

Gugatan derivatif, di samping bermanfaat bagi pemegang saham,

bermanfaat juga bagi kepentingan pihak kreditur perseroan. Sebab seluruh

hasil yang didapat dari gugatan derivatif tersebut akan menjadi milik

perseroan. Sementara hasil yang diperoleh dari gugatan langsung atau

gugatan kelompok akan menjadi milik dari pemegang saham, di mana

dalam hal ini pihak kreditur tidak dapat menikmatinya. Karena itu dapat

dikatakan bahwa hasil dari gugatan langsung atau kelompok memiliki

unnsur-unsur dividen (yang tentunya hanya dapat dinikmati oleh pihak

pemegang saham).

Namun demikian, dalam hal-hal tertentu, terhadap suatu kejadian memang

dapat diajukan, baik gugatan langsung maupun gugatan derivatif. Untuk itu,

dalam perkembangannya ilmu hukum memberikan beberapa pedoman yuridis

sebagai berikut:

1. Pengisuan Saham Tanpa Memberikan Preemptive Right

Jika terjadi pengisuan saham tanpa memberikan preemptive rights kepada

pemegang saham yang berhak sesuai dengan anggaran dasar perseroan,

(21)

dirugikan adalah pihak pemegang saham yang memiliki preemptive rights

tersebut, bukan perseroan. Akan tetapi, jika hal tersebut terjadi dalam

suatu perusahaan publik, maka hal tersebut dapat merupakan objek

gugatan derivatif karena tersangkut dengan konsekuensi yang luas yang

dapat merugikan perseroan.

2. Pemberian Dividen Secara Tidak Layak

Jika terjadi pemberian dividen yang tidak layak, maka terdapat hal tersebut

dapat diajukan gugatan derivatif, karena keadaan seperti itu merugikan

perseroan.

3. Merger untuk Mendilusikan Hak Suara Pemegang Saham Tertentu

Terhadap proposal merger atau tindakan restrukturisasi perseroan lainnya

yang bertujuan untuk menimbulkan dilusi suara dari pemegang saham

dalam melakukan voting, maka terhadaap tindakan tersebut dapat diajukan

gugatan langsung, karena yang dirugikan dalam hal ini adalah pihak

pemegang saham, bukan perseroan.

4. Penggunaan kekuasaan Direksi untuk Menekan Harga Saham

Jika para direksi berkonspirasi dalam menggunakan kekuasaannya untuk

menjatuhkan harga saham di pasar, sehingga para direksi dapat membeli

saham dengan harga di bawah pasar, terhadap hal tersebut dapat diajukan

gugatan langsung, karena dalam hal tersebut tidak terdapat adanya

kerugian perseroan.

(22)

Jiak direksi melanggar prinsip fiduciary duty, misalnya jika dilakukan

penempatan aset perseroan secara tidak layak, terhadapnya dapat

dilakukan gugatan derivatif, karena dengan tindakan tersebut akan

merugikan perseroan itu sendiri. Dalam hal ini motif tidak dianggap

relevan dalam hukum. Dapat saja dilakukan tindakan yang tidak layak

tersebut dengan motif agar pihak pemegang saham akhirnya menjual

saham-sahamnya, dalam hal seperti itu pun gugatan yang layak tetap

gugatan derivatif, bukan gugatan langsung.

Dengan memperhatikan berbagai kebaikan dan kelemahan dari suatu gugatan

derivatif, maka hukum perseroan memberikan beberapa pedoman yurudis jika

mau diterapkannya gugatan semacam itu. Pedoman yuridis tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Gugatan derivatif diterapkan jika dengan gugatan langsung akan

menyebabkan timbulnya gugatan berkali-kali oleh pemegang saham yang

berlainan terhadap hal yang sama.

2) Gugatan derivatif diterapkan jika dengan gugatan langsung akan

merugikan kepentingan kreditur.

3) Gugatan derivatif diterapkan jika dengan gugatan langsung akan

menyebabkan distribusi yang tidak adil terhadap pihak-pihak stake holder.

Selain dari gugatan derivatif dan gugatan langsung oleh pemegang saham,

dalam ilmu hukum perusahaan juga dikenal apa yang disebut dengan “gugatan

(23)

gugatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam suatu

kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama, gugatan mana

dilakukan secara hukum (tanpa perlu surat kuasa) yang dianggap dilakukan untuk

dan atas nama seluruh anggota kelompok tersebut. Apabila gugatan kelompok

diajukan oleh pemegang saham, berarti pemegang saham tersebut secara hukum

(tanpa perlu surat kuasa) dianggap mewakili seluruh kelompok pemegang saham

yang mempunyai kepentingan yang sama.

Karena itu, secara tipikal, suatu gugatan kelompok yang dilakukan oleh

pemegang saham termasuk dalam golongan gugatan langsung (direct action,

direct suit). Sebab gugatan tersebut dilakukan untuk kepentingan para pemegang

saham yang mempunyai kepentingan yang sama dan pada prinsipnya bukan untuk

kepentingan perseroan seperti dalam gugatan derivatif. Meskipun demikian, suatu

gugatan derivatif mengandung juga unsur-unsur gugatan kelompok. Bukankah

ketika diajukan gugatan derivatif yang dalam hal ini dilakukan untuk kepentingan

perseroan, maka kepentingan perseroan tersebut juga pada prinsipnya merupakan

kepentingan seluruh pemegang sahamnya. Dalam hal ini, jika ada perbuatan yang

merugikan perseroan, berarti juga merugikan pihak pemegang saham, yakni

dengan berkurangnya nilai rill dari sahamnya. Karena itu, dalam banyak kasus,

dalam suatu kasus didalamnya terdapat, baik unsur gugatan derivatif maupun

unsur gugatan kelompok, meskipun umumnya diterima prinsip bahwa suatu

gugatan derivatif tidak dapat dialihkan menjadi gugatan langsung hanya

semata-mata karena alasan berkurangnya nilai rill dari harga sahamnya yang diakibatkan

(24)

Di samping itu, dalam ilmu hukum perseroan dikenal juga apa yang

disebut dengan “gugatan representatif” (representative action) yang juga diajukan

oleh pemegang saham dari suatu perseroan. Gugatan representatif tersebut

merupakan gugatan yang diajukan untuk mewakili (tanpa surat kuasa)

kepentingan pihak lain dalam perseroan. Dengan demikian, gugatan langsung

(direct action) dari pemegang saham bukanlah gugatan representatif karena pihak

pemegang saham yang mengajukan gugatan tersebut hanya dilakukan untuk

kepentingan diri sendiri dari pemegang saham tersebut. Akan tetapi, baik gugatan

derivatif maupu gugatan kelompok (class action) termasuk ke dalam golongan

gugatan representatif. Sebab, dalam gugatan derivatif, pihak pemegang saham

yang mengajukan gugatan sebenarnya bertindak untuk dan atas nama pihak lain,

dalam hal ini untuk kepentingan perseroan, sementara dalam gugatan kelompok,

pihak pemegang saham yang mengajukan gugatan bertindak untuk dan atas nama

seluruh pemegang saham yang mempunyai kepentingan yang sama.99

1. Membayar ganti rugi, yang terdiri dari unsur-unsur kerugian, biaya dan

bunga.

Seperti biasanya untuk kasus-kasus perdata lainnya, maka dalam gugatan

derivatif dapat juga dituntut hal-hal sebagai berikut:

2. Dipaksa utuk berbuat sesuatu.

3. Dipaksa untuk tidak berbuat sesuatu.

99

(25)

Secara prinsip, karena gugatan derivatif dilakukan untuk dan atas nama

perseroan, maka seluruh manfaat dari gugatan tersebut, terutama ganti rugi, akan

diberikan kepada perseroan sebagai badan hukumnya, sungguhpun yang menjadi

penggugat adalah salah satu atau lebih dari pemegang sahamnya. Namun

demikian, prinsip hukum bahwa hasil ganti rugi yang didapati dari suatu gugatan

derivatif harus diberikan kepada perseroan, terdapat berbagai kekecualian.

Kekecualian-kekecualian diberikan oleh hukum tersebut bermaksud untuk

menjaga agar prinsip keadilan tetap terjaga dalam perseroan yang bersangkutan.

Kekecualian-kekecualian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ganti rugi diberikan bukan kepada perseroan, melainkan kepada

pemegang saham penggugat. Misalnya, jika hanya 1 (satu) pemegang

saham yang telah dirugikan, tidak ada kepentingan kreditur yang

dirugikan, dan pihak yang melakukan kesalahan masih mengontrol

periusahaan.

2. Ganti rugi diberikan bukan kepada perseroan, melainkan kepada beberapa

pemegang saham secara prorata. Misalnya, dilakukan dalam hal-hal

sebagai berikut:

a. Jika pemegang saham yang bersalah masih mengontrol perseroan dan

memberikan ganti rugi kepada perseroan akan jatuh juga ke tangan

pemegang saham pengontrol tersebut.

b. Jika pemegang saham mayoritas masih dipegang oleh mereka yang

tidak dapat mengajukan gugatan derivatif karena keterlibatannya atau

(26)

c. Jika perseroan dalam proses likuidasi.

d. Jika pembagian secara pro rata di antara beberapa pemegang saham

akan merupakan pembagian yang adil di antara beberapa pemegang

saham dengan situasi yang berbeda.

e. Jika tergugat ingin menjual saham pengontrolnya kepada pihak lain

secara tidak benar.100

100

(27)

BAB IV

PELAKSANAAN HAK PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS

A. Syarat- syarat adanya hak derivatif dalam perseroan terbatas

Pasal 97 ayat (6) memberi hak kepada pemegang saham mengajukan

gugatan kepada Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang melakukan

kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan pelaksanaan pengurusan Perseroan,

hak itu timbul apabila kesalahan atau kelalaian itu ,menimbulkan kerugian pada

Perseroan, gugatan diajukan pemegang saham atas nama perseroan, bukan atas

nama pemegang saham sendiri. Dalam hal ini undang-undang sendiri memberi

kedudukan hukum (legal standing) atau legal persona standi in judicio

menggugat anggota Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian mewakili

Perseroan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari perseroan atau RUPS

maupun dari pemegang saham yang lain.

Syarat kuantitas yang harus dipenuhi pemegang saham agar sah memiliki

legal standing atas nama Perseroan menggugat anggota Direksi yang salah atau

lalai melakukan pengurusan, harus dipenuhi kuantitas tertentu, yakni pemegang

saham mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara, kurang dari jumlah tersebut belum sah memiliki legal

standing untuk mengajukan gugatan dan tuntutan terhadap anggota Direksi

dimaksud.101

101

(28)

Di Indonesia, syarat timbulnya hak gugat derivatif adalah karena

semata-mata adanya kerugian bagi perseroan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

kecurangan yang dilakukan oleh direksi terhadap pemegang saham minoritas tidak

menimbulkan hak gugat derivatif jika tidak menimbulkan kerugian perseroan,

yang ada adalah hak menggugat personal dari pemegang saham saja. Jika

dibandingkan dengan common law system yang yang dianut Inggris, Amerika

Serikat, Australia, dan New Zealand. Yang mensyaratkan adanya fraud on the

minority di samping adanya kerugian bagi korporasi sehingga bisa dilakukan

derivative action.

Di dalam melakukan gugatan derivatif Undang-Undang Perseroan

Terbatas juga telah diatur jumlah minimal bagian saham dari pemegang saham

minoritas untuk dapat melakukan gugatan derivatif tersebut. Berdasarkan

Undang-Undang Perseroan Terbatas, ditentukan bahwa pemegang saham minoritas yang

berwenang adalah pemegang saham yang memiliki paling sedikit satu persepuluh

bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Hal ini berbeda dengan

derivative action dalam common law system yang tidak menentukan batas

minimal jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minoritas agar dapat

melakukan gugatan derivatif. Sepanjang nyata-nyata terjadi actual fraud terhadap

pemegang saham mayoritas atau merugikan korporasi, maka gugatan akan

diproses pengadilan.

Sebenarnya, pengaturan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ini

dapat dipahami, dimana pembuat undang-undang sepertinya hendak menghindari

(29)

beritikad baik dan tidak serius, sehingga bertujuan hanya untuk menggangu

jalannya pengurusan perseroan. Oleh karena itu, batasan minimal satu persepuluh

bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, oleh pembuat undang-undang

dirasakan sebagai jaminan bahwa gugataan derivatif yang dilakukan oleh

pemegang saham minoritas adalah dengan itikad baik dan hanya untuk

kepentingan perseroan.102

Unsur yuridis yang utama dari suatu gugatan derivatif adalah sebagai

berikut103

a) Adanya gugatan.

:

b) Gugatan tersebut tentunya diajukan ke pengadilan.

c) Gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham dari perseroan.

d) Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan.

e) Pihak yang digugat selain pihak perseroan, biasanya direksi perseroan

tersebut.

f) Sebabnya diajukan gugatan tersebut karena adanya suatu kegagalan dalam

perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan.

g) Karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil dari

gugatan tersebut menjadi milik perseroan, sungguhpun yang mengajukan

gugatan adalah pemegang saham.

102

Feddy harris, Op. Cit., hal. 75-76. 103

(30)

Salah satu persyaratan lain dari gugatan derivatif, yang sebenarnya merupakan

persyaratan klasik adalah bahwa pihak pemegang saham yang menggugat

haruslah pemegang saham pada saat perbuatan salah satu tersebut terjadi, yang

disebut dengan contemporaneous ownership. Dengan demikian pihak pemegang

saham yang memegang saham setelah kejadian salah tersebut, tidak berhak

mengajukan gugatan derivatif, meskipun dia masih berhak untuk menikmati ganti

rugi terhadap perusahaan tersebut, asalkan dia merupakan pemegang saham pada

saat putusan pengadilan dijatuhkan. Hal ini dikatakan persyaratan klasik, karena

ketentuan-ketentuan tersebut sudah banyak ditinggalkan, misalnya seperti yang

terjadi dalam praktek di USA.

Di samping persyaratan klasik tentang contemporaneous ownership

tersebut, persyaratan lain yang umum diberlakukan adalah bahwa pihak pemegang

saham yang membawa gugatan ke pengadilan haruslah pemegang saham pada

saat dan selama sidang gugatan derivatif tersebut berlangsung. Logika dari

ketentuan ini adalah bahwa pihak yang tidak lagi pemegang saham tidak akan

maksimum lagi untuk memperjuangkan hak-hak perusahaan.104

Karena yang mengajukan gugatan derivatif adalah pihak pemegang saham,

sedangkan gugatan tersebut ditujukan untuk kepentingan perseroan, maka pihak

pemegang saham yang mengajukan gugatan derivatif tersebut disebut dengan

istilah guardian ad litem terhadap perusahaanya. Dalam hal ini, ketika ada

gugatan derivatif tersebut, yang menjadi penggugat atau tergugat umumnya bukan

perseroan, sungguhpun ada sistem hukum yang mengharuskan perseroan

104

(31)

perusahaan tetap sebagai pihak dalam gugatan tersebut, sehingga pihak perseroan

akan menjadi pihak yang hanya bersikap pasif saja, dan baru bereaksi jika ada

hal-hal yang bisa merugikan perseroan. Dalam hal-hal seperti ini, pihak perseroan disebut

sebagai “tergugat nominal” dengan sedikit kesempatan untuk membela diri, jika

dalam berjalannya proses tersebut terdapat hal-hal yang dianggap merugikan

perseroan.

Karena pemegang saham penggugat bukan mewakili dirinya sendiri,

melainkan mewakili perseroan dalam mengajukan suatu gugatan derivatif, maka

terdapat beberapa karakteristik khusus dari suatu gugatan, yaitu sebagai berikut:

a) Sebelum dilakukan gugatan, sejauh mungkin dimintakan (demand) yang

berwenang (direksi) untuk melakukan gugatan untuk dan atas nama

perseroan sesuai ketentuan dalam anggaran dasarnya.

b) Pihak pemegang saham yang lain sejauh mungkin dimintakan juga

partisipasinya dalam derivative action, mengingat gugatan tersebut juga

untuk kepentingannya.

c) Harus diperhatikan juga kepentingan stake holder yang lain, pihak pekerja

dan kreditur. Karena itu, bukan hanya pemegang saham penggugat yang

harus didengar oleh pengadilan. Misalnya, dalam adanya settlement di

pengadilan, apabila settelement tersebut cukup layak dan diterima oleh

banyak pihak, pengadilan seyogianya harus mengabulkan settlement

tersebut, meskipun katakanlah pihak pemegang saham penggugat

(32)

d) Tindakan penolakan gugatan derivatif berdasarkan alasan ne bis in idem

tidak boleh merugikan kepentingan pihak stake holder yang lain.

e) Harus dibatasi bahkan dilarang penerimaan manfaat oleh pemegang saham

yang ikut terlibat dalam tindakan yang merugikan perseroan terhadap

mana gugatan derivatif diajukan, yakni manfaat dari ganti rugi yang

diberikan terhadap gugatan derivatif tersebut.

f) Seluruh manfaat yang diperoleh dari gugatan derivatif menjadi milik

perseroan.

g) Sebagai konsekuensinya, maka seluruh biaya yang diperlukan dalam

gugatan derivatif mesti ditanggung oleh pihak perseroan.

Contoh dari gugatan derivatif adalah jika seorang atau lebih pemegang saham

mengajukan gugatan untuk memaksa direksi perseroan tersebut mengganti

kerugian kepada perseroan atas kesalahannya dalam mentransfer milik perseroan

secara tidak benar.105

105

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Op. Cit., Hal. 76

Disamping itu, pihak pemegang saham dapat mengajukan

gugatan derivatif, bukan saja terhadap tindakan yang dilakukan direksi/komisaris

pada masa pemegang saham (penggugat) tersebut sudah menjadi pemegang

saham, melainkan pihak pemegang saham dapat juga mengajukan gugatan

derivatif tersebut kepada tindakan-tindakan perseroan yang sudah dilakukan

sebelum pihak pemegang saham (penggugat) tersebut masuk ke dalam perusahaan

sebagai pemegang saham. Logikanya adalah karena ganti rugi yang akan

didapatkan oleh perusahaan akibat adanya wanprestasi dari perusahaan tersebut

(33)

perusahaan. Namun demikian, tidak untuk semua kerugian perusahaan dapat

diajukan gugatan derivatif.106

1. Prinsip Kemandirian Badan Hukum

Seperti telah disebutkan bahwa dalam suatu gugatan derivatif, pihak yang

mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan adalah pemegang saham, bukan

direksi seperti dalam kasus-kasus yang normal. Sehingga, pembedaan antara

gugatan derivatif dengan gugatan langsung oleh pemegang saham akan mendapat

dukungan dari prinsip-prinsip umum dalam hukum perseroan sebagai berikut:

Sebagaimana diketahui bahwa suatu perseroan terbatas adalah suatu badan

hukum. Ini berarti suatu badan hukum, perseroan terbatas memiliki

kekayaan yang terpisah dengan kekayaan pribadi dari pemegang saham.

Karena itu, terhadap suatu kepentingan perseroan, tidak boleh diajukan

gugatan untuk kepentingan pemegang sasham, seperti dalam suatu gugatan

langsung oleh pemegang saham.

2. Prinsip Fiduciary Duty dari Direksi

Hukum perseroan kontemporer mengajarkan bahwa kepada direksi

dibebankan tugas yang disebut dengan fiduciary duty. Doktrin fiduciary

duty ini mengharuskan direksi perseroan untuk memimpin perseroan

dengan sebaik mungkin dan melindungi sebaik mungkin kepentingan

perseroan, yang di dalamnya secara tidak langsung termasuk juga semua

kepentingan stake holder termasuk kepentingan para pemegang saham.

Karena itu, sesuai dengan tugas fiduciary duty ini, seyogiayanya di pundak

106

(34)

direksilah terletak kewajiban untuk memperhatikan dengan

sungguh-sungguh kepentingan segenap stake holder, termasuk mewakili perseroan

di pengadilan untuk mewujudkan kepentingan seperti yang menjadi objek

gugatan derivatif itu. Bahwa kemudian pihak pemegang saham yang

bertindak untuk mewakili perseroan, maka kepada pemegang saham

tersebut pun dibebankan tugas fiduciary duty tersebut.

3. Hak Kreditor Perseroan untuk lebih Didahulukan

Suatu hal yang prinsip dalam perseroan adalah pihak kreditor harus lebih

diutamakan daripada pemegang saham. Hal ini kelihatan dengan jelas,

misalnya dalam hal pembagian aset-aset perseroan ketika perseroan

tersebut pailit atau dilikuidasi. Seperti juga prinsip subordinated loan dari

pemegang saham dibandingkan dengan loan dari pihak luar perseroan

yang tidak subbordinated itu. Apabila pemegang saham dapat mengajukan

gugatan langsung, yakni gugatan untuk dan atas nama dirinya sendiri,

berarti seluruh hasil yang didapatkan dari gugatan derivatif tersebut

menjadi milik pemegang saham penggugat tersebut. Namun, dengan

dibenarkan diajukannya suatu gugatan derivatif oleh pemegang saham, ini

berarti hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, yang dalam hal

ini berarti terhadapnya bukan hanya pemegang saham yang berhak,

melainkan juga krediturnya.

Karena gugatan derivatif diajukan pemegang saham bukan untuk

kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan perseroan, maka sudah

(35)

ditanggung oleh pihak perusahaan, termasuk fee pengacara. Akan tetapi, prinsip

menanggung biaya gugatan oleh perseroan ini hanya layak diberlakukan terhadap

putusan-putusan dari gugatan derivatif sebagai berikut:

1) Putusan membawa keuntungan yang substansial bagi perseroan.

2) Putusan memerintahkan direksi atau pegawai lainnya untuk menghentikan

tindakan yang tidak layak bagi perseroan.107

Dalam suatu gugatan derivatif, terdapat para pihak sebagai berikut:

1) Pihak Penggugat;

2) Pihak Tergugat; dan

3) Pihak yang Kepentingannya Diwakili oleh Penggugat.

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing pihak tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Pihak Penggugat dalam Gugatan Derivatif

Pihak penggugat dalam suatu gugatan derivatif adalah 1 (satu) atau lebih

pemegang saham yang bersangkutan. Agar pemegang saham dapat

mengajukan gugatan derivatif, dalam ilmu hukum korporat dikenal apa

yang disebut “doktrin kepemilikan kontemporer” (Contemporary

Ownership Rule).

Yang diajarkan oleh doktrin kepemilikan kontemporer adalah bahwa

pemegang saham dari suatu perseroan tidak dapat mengajukan gugatan

derivatif kecuali:

107

(36)

a) Jika dia merupakan pemegang saham dari perusahaan tersebut pada

saat terjadinya transaksi yang menimbulkan gugatan tersebut.

b) Jika dia menjadi pemegang saham melalui peralihan saham demi

hukum, misalnya karena warisan, dari pemegang saham yang

memegang saham pada saat terjadinya transaksi yang menimbulkan

gugatan tersebut.

c) Jika dia tidak telah melepaskan sahamnya pada saat gugatan dilakukan.

Tujuan dari diberlakukannya doktrin kepemilikan kontemporer

adalah untuk menghindari terjadinya pembelian gugatan. Maksudnya agar

jangan ada pihak yang sengaja membeli saham dari suatu perseroan hanya

dengan maksud untuk mengajukan gugatan derivatif tersebut. Hal seperti

ini dipandang tidak pantas dalam dunia hukum dan dianggap melanggar

prinsip-prinsip keadilan.

Konsekuensi-konsekuensi yuridis dari penerapan doktrin

kepemilikan kontemporer adalah sebagai berikut:

a) Apabila pemegang saham penggugat mengalihkan sahamnya kepada

pihak lain sementara gugatan derivatifnya masih berlangsung, maka

dia kehilangan haknya untuk tetap mempertahankan posisinya selaku

penggugat.

b) Dalam hal merger, jika pemegang saham penggugat telah menjual

sahamnya (cash out) dalam rangka merger tersebut, sehingga dia tidak

(37)

dia juga kehilangan posisinya selaku penggugat. Sebaliknya, apabila

pemegang saham penggugat tetap harus memegang saham dalam

perusahaan hasil merger, maka dia tetap dipertahankan haknya sebagai

penggugat untuk kepentingan perusahaan hasil merger.

Karena pihak penggugat dalam suatu gugatan derivatif adalah salah

satu atau lebih pemegang saham, maka pihak kreditur tidak dapat

mengajukan suatu gugatan derivatif. Demikian juga pihak direksi atau

pegawai perseroan tidak dapat mengajukan gugatan deivatif. Akan

tetapi, ada perbedaan pendapat tentang masalah apakah pemegang

convertible bonds dapat mengajukan gugatan derivatif atau tidak.

2. Pihak Tergugat dalam Gugatan Derivatif

Adapun yang menjadi pihak tergugat dalam suatu gugatan derivatif adalah

pihak manapun yang telah merugikan perseroan. Pihak terrgugat tersebut

terdiri dari:

a) Pihak ketiga (luar perusahaan)

b) Pihak direksi perseroan

c) Pihak pegawai perseroan selain direksi

d) Pihak pemegang saham mayoritas

3. Pihak yang Kepentingannya Diwakili oleh Penggugat

Pihak yang mempunyai kepentingan dalam gugatan derivatif adalah

perseroan itu sendiri, meskipun gugatan tersebut diajukan oleh pemegang

(38)

(direct suit), sebab dengan gugatan langsung, pemegang saham yang menjadi

penggugat tersebut mewakili bertindak untuk dan atas nama perseroan, maka

pihak pemegang saham penggugat tersebut oleh hukum dianggap mempunyai

fiduciary duty terhadap perusahaan maupun terhadap pemegang saham lain yang

mempunyai kepentingan yang sama.

Namun demikian, seperti telah disebutkan bahwa karena yang mengajukan

gugatan derivatif adalah pihak pemegang saham, sedangkan gugatan tersebut

ditujukan untuk kepentingan perseroan, maka pihak pemegang saham yang

mengajukan gugatan derivatif tersebut ddisebut dengan istilah guardian ad litem

terhadap perusahaannya. Dalam hal ini, ketika ada gugatan derivatif tersebut, yang

menjadi penggugat atau tergugat umumnya bukan perseroan, sunggunhpun ada

sistem hukum yang mengharuskan perusahaan tetap sebagai pihak dalam gugatan

tersebut, sehingga pihak perseroan akan menjadi pihak yang hanya bersikap pasif

saja, dan baru bereaksi jika ada hal-hal yang bisa merugikan perseroan. Dalam hal

seperti ini, pihak perseroan disebut sebagai “tergugat nominal” (nominal

defendant), dengan sedikit kesempatan untuk membela diri, jika dalam

berjalannya proses tersebut terdapat hal-hal yang dianggap dapat merugikan

perseroan.

Sering menjadi persoalan yuridis apakah perseroan sebagai tergugat

nominal dan direksi mungkin sebagai tergugat, dapat menahan dokumen-dokumen

perseroan jika hal tersebut dimintakan oleh pemegang saham penggugat dalam

suatu proses gugatan derivatif. Ini persoalan yang dilematis dalam hukum. Sebab,

(39)

perseroan dan direksi dalam posisinya selaku direksi bukan bertindak untuk

kepentingan diri sendiri, melainkan harus bertindak untuk kepentingan perseroan.

Namun di lain pihak hal tersebut ada terkait dengan masalah hubungan dan

informasi kerahasiaan antara pengacara dengan kliennya.

Dalam hal ini, umumnya sektor yuridis mencoba mencari win-win solution,

dengan memperkenankan dan memberikan hak kepada pihak pemegang saham

untuk mendapatkan informasi, tetapi dengan batasan-batasan tertentu. Ketentuan

yang umum adalah bahwa informasi tersebut baru merupakan haknya pihak

pemegang saham manakala informasi yang bersangkutan memang “relevan”

untuk diterimanya. Di Amerika Serikat misalnya, “standar relevansi” terhadap

informasi perseroan untuk dapat diberikan pemegang saham penggugat dalam

suatu gugatan derivatif yang sudah diterima secara meluas adalah sebagaimana

terdapat dalam kasus yang menjadi pedomannya, yaitu Garner v. Wolfinbarger

(1968). Standar untuk relevansi (untuk mendapatkan goodcause) menurut kasus

tersebut adalah sebagai berikut:

a) Jumlah pemegang saham yang meminta informasi tersebut.

b) Persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham yang meminta

informasi tersebut.

c) Itikad baik dari pemegang saham yang meminta informasi.

d) Sifat dari gugatan tersebut.

e) Sejauhmana informasi yang bersangkutan bagi pemegang saham tersebut.

f) Sejauhmana informasi tersebut dapat diperoleh dari pihak lain di luar

(40)

g) Sifat tindakan yang menerbitkan gugatan, misalnya apakah kesengajaan

(perdata), kelalaian (perdata), atau perbuatan pidana.

h) Apakah informasi tersebut hanya untuk kepentingan prosedural

semata-mata.

i) Akankah pembukaan informasi tersebut berbahaya bagi perseroan karena

termasuk ke dalam golongan “rahasia dagang”.

j) Apakah informasi tersebut termasuk ke dalam informasi rahasia untuk

keperluan independensi perseroan.

k) Pandangan minoritas dalam keputusan Garner tersebut memberikan

kriteria apakah pemegang saham penggugat dengan gugatannya berusaha

untuk mencari ganti rugi untuk dirinya sendiri atau untuk perseroan.108

Hal-hal yang harus diperhatikan penggugat sehingga gugatan tidak ditangkis oleh

tergugat yaitu:

1. Diskualifikasi penggugat

Pada prinsipnya semua pemegang saham oleh hukum diperkenankan untuk

mengajukan gugatan derivatif untuk dan atas nama perseroan. Inilah

adalah hukum secara umumnya. Akan tetapi, hukum juga harus

mempertimbangkan unsur-unsur kepantasan dan keadilan. Karena itu,

terdapat beberapa kekecualian dari hukum pada umumnya tersebut. Yakni

ada beberapa pemegang saham yang oleh hukum tidak dapat diberikan

wewenang untuk dapat mengajukan gugatan derivatif untuk dan atas nama

108

(41)

perseroannya. Termasuk di antara pemegang saham yang tidak berhak

mengajukan gugatan derivatif adalah sebagai berikut:

a. Pemilik saham bernoda (dirty stock, tainted shares)

Yang dimaksud dengan saham bernoda ini adalah saham yang

dipegang oleh pemegang saham di mana pihak pemegang saham

tersebut sebenarnya ikut serta atau ikut menyetujui terjadinya transaksi

yang menyebabkan diajukannya gugatan derivatif tersebut. Pemegang

saham seperti ini tidak pantas mengajukan derivatif suit.

b. Pernerima transfer saham bernoda

Jika ada pihak yang menerima saham bernoda tersebut, dalam arti dia

sendiri tidak terlibat dalam transaksi yang menyebabkan diajukannya

gugatan derivatif tersebut, dia juga tidak berhak untuk mengajukan

gugatan derivatif, meskipun dia merupakan pihak penerimma transfer

yang beritikad baik sekalipun. Sebab, saham tersebut memang tidak

bersih (bernoda).

2. Tidak memenuhi persyaratan prosedural

Suatu gugatan derivatif juga dapat dibatalkan karena alasan-alasan tidak

terpenuhinya persyaratan prosedural. Termasuk ke dalam alasan

prosedural misalnya:

a. Tidak terlebih dahulu memberikan uang jaminan terhadap biaya

perkara di negara yang hukumnya mewajibkan hal yang demikian.

b. Tidak terrlebih dahulu memperingatkan/meminta direksi terlebih

(42)

derivatif dilakukan, jika hal tersebut diwajibkan oleh hukum di negara

yang bersangkutan. Kecuali jika peringatan/permintaan tersebut tidak

mungkin dilakukan, misalnya dalam hal direksi tersebut yang menjadi

tergugat karena telah melakukan tindak pidana penipuan atau

penggelapan.

c. Tidak terlebih dahulu meminta pemegang saham lainnya untuk ikut

mengajukan gugatan derivatif tersebut, jika hal tersebut diwjibkan oleh

hukum di negara yang bersangkutan untuk kewajiban meminta

pemegang saham yang lain seperti itu, sistem hukum di Amerika

Serikat umumnya mengharuskan kewajiban tersebut, kecuali dalam

hal-hal yang memang permintaan tersebut tidak mungkin dilakukan,

seperti dalam hal pemegang sahamnya terlalu banyak misalnya,

sementara hukum di Inggris umumnya tidak mengharuskan

dilakukannya permintaan tersebut.

3. Tangkisan dengan alasan substantif

Banyak alasan yuridis yang bersifat substantif yang dapat diajukan oleh

pihak tergugat dalam suatu gugatan derivatif. Misalnya alasan-alasan

sebagai berikut:

a. Alasan kadaluwarsa untuk mengajukan gugatan.

b. Alasan Business Judgement Rule dari direksi, yang dalam hal ini

kebijaksanaan dari direksi tidak dapat diuatak-atik oleh siapapun,

(43)

c. Khususnya bagi transaksi yang sifatnya “dapat dibatalkan”

(vertietigebaar), “jadi bukan yang batal demi hukum” (nietig) tersedia

pula tangkisan dari tergugat bahwa transaksi tersebut telah diratifikasi

oleh direksi atau pemegang saham.109

Didalam gugatan derivatif yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas, pengaturan gugatan derivatif sangat bersifat umum. Pasal 97 ayat (6)

dan Pasal 114 ayat (6) hanya mensyaratkan bahwa gugatan derivatif dapat

dilakukan oleh pemegang saham minimal 10% terhadap direksi/komisaris yang

karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Tidak

disyaratkan misalnya gugatan derivatif baru dapat dilakukan jika pihak

perusahaan tidak mau mengajukan sendiri gugatannya, sebagai disyaratkan di

beberapa negara lain. Undang-Undang Perseroan Terbatas juga tidak memberikan

kewenangan kepada pemegang saham untuk mewakili perseroan sebagai tergugat,

jika direksi tidak mau mewakilinya. Di samping itu, Undang-Undang Perseroan

Terbatas memberikan kewenangan kepada pemegang saham minoritas manakala

gugatan tersebut hanya ditujukan kepada direksi atau komisaris saja.

Tertutup kemungkinan jika gugatan ditujukan terhadap pihak-pihak lain,

seperti pihak kreditur, pemegang saham mayoritas, dan lain-lain. Sebagaimana

diketahui bahwa di dalam setiap sistem hukum, terhadap eksistensi doktrin

gugatan derivatif terdapat batasan-batasan dari ruang jelajah berlakunya.

Diberlakukannya pembatasan-pembatasan terhadap gugatan derivatif antara lain

109

(44)

dimaksudkan agar terdapat juga keadilan bagi stake holders yang lain dalam

perseroan selain dari pihak pemegang saham. Misalnya, perwujudannya berupa

perlindungan kepada pihak kreditur atau pekerja perseroan. Jadi, bukan hanya hak

pemegang saham melulu yang mesti dipertimbangkan oleh hukum. Dalam sistem

hukum di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang

namanya gugatan derivatif dibatasi dengan cara hanya memberikan kemungkinan

diajukannya gugatan tersebut kepada direksi dan komisaris saja. Tertutup

kemudian pengajuan gugatan derivatif kepada pihak-pihak lain, seperti terhadap

pihak ketiga diluar perseroan, atau terhadap pihak pemegang saham mayoritas

misalnya.110

B. Pelaksanaan hak derivatif

Mengenai peran derivative action, terdapat berbagai macam perbedaan

pendapat dari berbagai ahli mengenai apakah peranan penting dari adanya hak

menggugat pemegang saham dengan nama derivative action tersebut. Perbedaan

tersebut dapat dilihat sebagai berikut, menurut Jhon C. Coffe dan Donald E.

Schwarts, derivative action memainkan peranan penting dalam mencegah direksi

dari pelanggaran kewajiban dan hukuman atas pelanggaran tersebut. Menurut

Oliver C. Schreiner, yang dicegah dari derivative action adalah manajemen yang

tidak jujur dari direksi. Sedangkan Thomas P. Kinney berpendapat bahwa yang

dicegah adalah perilaku yang salah (wrongful behavior) dari direksi. Berbeda

dengan yang lainnya George T. Washington berpendapat bahwa peranan

110

(45)

derivative action adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang bagi

minority shareholder.111

Dari berbagai pendapat mengenai peranan derivative action ini, pendapat

dari The 1993 Companies and Securities Advisory Committee Report on a

Statutory derivative action adalah pendapat yang berhasil menyatukan berbagai

macam perbedaan pendapat tersebut, yaitu dengan menggunakan istilah

achieving managerial accuntability” sebagai kegunaan dari adanya shareholder

derivative action. Lebih komprehensif, Ian M. Ramsay dan Benjamin B. Saunders

menyatakan bahwa peranan derivative action adalah menjamin corporate

governance yang efektif yang di dalamnya terdapat aspek akuntabilitas.112

Dalam perkara Foss v. Hrbottle, Richard Foss dan Edward Starkie Turton

sebagai minority shareholders dari Victoria Park Company menggugat lima

orang direksi korporasi yang terdiri atas Thomas Harbottle, Joseph Adshead,

Dalam common law system, pengakuan atas hak gugat derivasi ini pertama

kali dikenal dengan konsep trust ketika konsep korporasi modrn belum dikenal

dalam common law system. Saat itu, perkara yang pertama adalah Robinson v.

Smith pada tahun 1832. Dalam perkara ini Chancellor Reuben H. Walworth

mengatakan bahwa beneficiary dapat membawa gugatan atas nama (on behalf)

trust terhadap faithless trustee yang menolak bertindak untuk kepentingan trust

dan melakukan kecurangan. Adapun derivative action yang dipahami dewasa ini

diakui sebagai reaksi dari Foss v. Harbottle principles.

111

Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op. Cit., hal. 70. 112

(46)

Henry Byrom, Jhon Westhead dan Richard Bealey karena telah menjual 180 acres

tanah yang sebelumnya dibeli pada bulan September 1835 diatas harga pasar dan

telah mengagunkan properti korporasi dengan harga tidak layak. Dalam perkara

ini, Vice Chancellor Sir James Wigram menyatakan bahwa “the corporation

should sue in its own name and in its corporate character, or in the name of

someone whom the laws has appointed to be its representative.” Dengan kata lain,

bahwa yang berhak untuk menggugat korporasi adalah korporasi itu sendiri

sebagai subjek hukum itu sendiri sebagai subjek hukum atau individu yang oleh

hukum ditunjuk sebagai representasi korporasi. Oleh karena itu, gugatan

penggugat ditolak oleh pengadilan Inggris.113

Merujuk pada perkara Foss v. Hrbottle tersebut, Justice Jenkins L. Dalam

perkara Edward v. Halliwell, memecah Foss v. Harbottle principles tersebut

menjadi dua aturan, yaitu proper plaintiff rule dan internal management-simple

mayority rule. Proper plaintiff rule diartikan sebagai perbuatan salah terhadap

korporasi bukan merupakan perbuatan yang salah bagi pemegang saham. Atas

kesalahan tersebut yang berhak menggugat adalah korporasi itu sendiri. Hal ini

sejalan dengan separate legal entity doctine yang pertama kali diperkenalkan

dalam perkara Salomon v. A. Salomon Co. sedangkan internal

management-simple mayority rule adalah bahwa pengadilan tidak akan mencampuri internal

management dari suatu korporasi sepanjang tindakan manajemen didasarkan pada

kewenangan yang dimilikinya, sekalipun terjadi kesalahan. Jika mayoritas

pemegang saham menerima kesalahan tersebut menjadi tanggung jawab

113

(47)

korporasi, maka pengadilan tetap tidak dapat mencampuri urusan tersebut. Hal ini

sejalan dengan internal affairs doctine yang pertama kali diperkenalkan dalam

perkara Burland v. Earle.

Meskipun didasari pada corporate law principles, pada perkembangannya

kedua rule tersebut dirasakan menimbulkan ketidakadilan bagi pemegang saham,

khususnya pemegang saham minoritas, karena suatu perhatian penting dari

corporate law adalah mengenai ukuran antara kontrol dan akuntabilitas. Dalam

korporasi publik yang besar, direksi memiliki signifikan discretion dalam

menjalankan bisnis korporasi. Diskresi yang sangat luas ini, secara efektif

diartikan sebagai kontrol manajemen atas korporasi. Kontrol ini dapat membawa

direksi pada tindakan untuk kepengtingannya sendiri ketimbang kepentingan

pemegang saham. Konsekuensinya, banyak aturan mengenai korporasi yang

berusaha menjamin akuntabilitas dari direksi tanpa menggangu kewenangan

diskresi yang dimiliki direksi. Salah satunya adalah pengaturan derivative action.

Dari pemasalahan tersebut, berkembanglah pengecualian-pengecualian dari

Foss v. Harbottle principles, yang diungkapkan oleh hakim Jenskins L. dalam

perkara Edward v. Halliwell yang telah disampaikan sebelumnya. Pengecualian

tersebut terdiri atas berikut ini.114

1. The ilegal or ultra vires exception

Ketika tindakan direksi adalah ilegal atau ultra vires terhadap

korporasi.dalam keadaan ini pemegang saham dapat menggugat atas nama

114

(48)

sendiri untuk membatasi atau menghentikan tindakan direksi tersebut.

Karena tindakan ilegal dan ultra vires tidak akan disahkan oleh mayoritas

pemegang saham.

2. The special majority exception

Dimana tindakan korporasi disetujui dengan cara yang biasa yaitu

persetujuan mayoritas pemegang saham sedangkan anggaran dasar

mensyaratkan berbeda, yaitu harus dengan persetujuan pemegang saham

minoritas di dalamnya (special majority ). Dalam keadaan ini, pemegang

saham dapat menggugat atas nama pribadi atas pelanggaran anggaran

dasar tersebut. Penerapan exception ini terdapat dalam perkara Baillie v.

Oriental Telephone Co. Ltd., dan Cotter v. National Union of Seamen.

Pengadilan mengizinkan pemberlakuan aturan ini karena telah terjadi

pelanggaran anggaran dasar oleh korporasi tanpa adanya kesempatan

untuk mengembalikan kerugian pemegang saham minoritas.

3. The personal right exception

The personal right exception ini merupakan pengecualiaan dari Foss v.

Harbottle principles, tetapi tidak dapat diterapkan dengan derivative

action sama seperti dua pengecualiaan sebelumnya. Karena jika tejadi

pelanggaran terhadap hak-hak personal pemegang saham, maka pemegang

saham itu sendiri yang berhak menggugat korporasi yang merugikannya.

4. The fraud on the minority exception

Ketika terjadi tindakan yang dihitung sebagai kecurangan terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum perdagangan ubikayu dunia adalah dalam bentuk pellet dan chip untuk kebutuhan pakan (70 persen) dan sisanya dalam bentuk pati dan tepung yang

BAHARUDDIN Pokja I Unit Layanan Pengadaan Koordinat or Pengadilan Tinggi Kendari Pokja I Unit Layanan Pengadaan Koordinat or Pengadilan Tinggi Kendari m enet apkan Pem enang

Dengan perspektif hukum Islam progresif dalam integrasi hukum nasional (positif) inilah akan memulai melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi, dengan modernisasi

Hasil penelitian menunjukkan: (1) waktu tanam berdasarkan kebiasaan petani menghasilkan tinggi tanaman, bobot brangkasan basah dan kering, bobot biji per tongkol, bobot biji per

Skripsi ini membahas tentang “Pengaruh Metode Resitasi pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap Hasil Belajar Peserta Didik di SMP Negeri 43

Potensi Hasil Penelitian sebagai Rancangan Modul Pembelajaran Biologi SMA Berdasarkan analisis Silabus Mata Pelajaran Biologi di SMA yang dilakukan, hasil penelitian

Tegangan terbesar terjadi pada desain span 8 meter sebesar 27118,04 psi, sedangkan untuk desain span 10 meter sebesar 24387,7 psi.Besarnya nilai pada tegangan

Làm thế nào để bảo vệ đa dạng sinh học trên nông trại của