• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjatuhan Sanksi Pidana Dibawah Batas Minimum Ancaman Hukuman Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penjatuhan Sanksi Pidana Dibawah Batas Minimum Ancaman Hukuman Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUMAN BAGI ANAK DIBAWAH UMUR PELAKUTINDAK PIDANA NARKOTIKA

A.Tindak Pidana Narkotika 1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dengan hukum pidana Belanda yaitu strafbaarfeit, terkadang pula juga menggunakan istilah delict yang berasal dari bahasa latin, delictum. Hukum pidana negara-negara Anglo-Saxon menggunakan istilah offense atau crimimal act

untuk maksud yang sama.40

Istilah offense, crimimal act oleh negara-negara Eropa Kontinental dikenal dengan istilah strafbaarfeit atau delict ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memberikan keberagaman istilah. Keberagaman ini muncul baik dalam perundang-undangan maupun dalam berbagai literatur hukum yang ditulis oleh para pakar. Pada dasarnya istilah strafbaarfeit dijabarkan secara harfiah terdiri dari 3 (tiga) kata. Straf yang diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Kata baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Kata feitditerjemahkan dengan tindak, peristiwa,pelanggaran

40

(2)

dan perbuatan. Maka istilah strafbaarfeit secara singkat dapat diartikan suatu perbuatan yang dapat dihukum.

Istilah strafbaar feit dapat diartikan sebagai berikut, yaitu: a. Tindak pidana.

b. Peristiwa pidana. c. Delik.

d. Pelanggaran pidana.

e. Perbuatan yang boleh dihukum. f. Perbuatan yang dapat dihukum. g. Perbuatan pidana.

Menurut Simons, strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan Van Hamel mengatakan “strafbaarfeit

adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 41

Suatu tindak pidana tidak dapat dikatakan tindak pidana apabila tidak memuat unsur-unsur yang memenuhi tindakan atau peristiwa itu sebagai suatu tindakan pidana. Unsur-unsur tindak pidana dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sudut teoritis dan

41

(3)

undang-undang. Dilihat dari sudut teoritis, tindak pidana itu dikatakan tindak pidana adalah sesuai dengan menurut para pakar-pakar. Berikut menurut beberapa pakar, menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah :

a. Perbuatan.

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum).

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).

Satochid Kartanegara menyebutkan bahwa unsur-unsur tindak pidana terbagi dari 2 (dua) unsur yaitu unsur objektif dan unsur batin. Unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat di luar diri manusia yaitu berupa suatu tindak tanduk. Jadi suatu tindakan suatu akibat tertentu (een bepaalde gevolg) dan berupa keadaan (omstendingheid) yang semuanya dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.

Adapun unsur subjektif adalah unsur yang terdapat pada diri pembuat atau in de daderaan wezig. Unsur-unsur subjektif ini berupa hal yang dipertanggungjawabkan sesorang terhadap perbuatan yang telah dilakukan (toerekeningswat baarheid) dan kesalahan seseorang (schuld). Yang dimaksud dengan toerekeningswat baarheid

(4)

2.Pengertian Narkotika

Di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tindak pidana narkotika digolongkan kedalam tindak pidana khusus karena tidak disebutkan didalam KUHP, pengaturannya pun bersifat khusus. Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak maupunelektronik yang memberitakan tentang kasus-kasus mengenai narkotika.Narkotika atau nama lazim yang diketahui oleh orang awam berupa narkoba tidak selalu diartikan negatif, didalam ilmu kedokteran narkotika dengan dosis yang tepat digunakan sebagai obat bagi pasien. Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah

napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropikadan zat adiktif. Sudarto mengatakan bahwa kata narkotika berasal dari perkataan Yunani “narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.” “Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral. 42

Dalam defenisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine, codein, dan methadone).” Didalam bukunya, Ridha Ma‟roef mengatakan bahwa narkotika ialah candu, ganja, cocainedan zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda termasuk yakni morphine, heroin, codein

(5)

hashisch dan cocaine. Dan termasuk juga narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat, obat yang tergolong dalam hallucinogen dan stimulan.

Sementara menurut Pasal 1 angka 1 UU Narkotika pengertian narkotika adalah: “zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkanrasa nyeridan dapat menimbulkan ketergantungan.” Narkotika mengacu pada sekelompok senyawa kimia yang berbahaya apabila digunakan tidak pada dosis yang tepat. Bahaya itu berupa candu dan ketagihan yang tidak bisa berhenti. Hal ini dikarenakan di dalam narkotika terkandung senyawa adiktif yang bersifat adiksi bagi pemakainya.Penggunaan narkotika dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan si pengguna dapat dengan mudah melupakan segala permasalahan yang dihadapi. Pemakai dibuat seperti berada diatas awan dan selalu merasa bahagia. Inilah yang kemudian mendorong banyak orang yang sedang diliputi masalah beralih mencari kesenangan dengan mengonsumsi obat-obatan terlarang ini. Pada awalnya, zat narkotika memang diperuntukkan penggunaannya untuk kepentingan umat manusia khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan pengobatan.

(6)

demikian, diperlukan jangka waktu yang agak lama untuk melakukan pengobatan, pengawasan, dan pengendalian guna menyembuhkan orang yang sudah terikat dengan narkotika.

Berdasarkan UU Narkotika dapat dibedakan kedalam 3 golongan yaitu: 1) Narkotika Golongan I

Dalam penggolongan narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.Oleh karena itu didalam penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi. Pengertian pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan medis yang sangat terbatas.

2) Narkotika Golongan II

Narkotika pada golongan ini adalah narkotika yang berkhasiat terhadap pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat dipergunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika golongan ini mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3) Narkotika Golongan III

(7)

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika

Suatu perbuatan yang dapat dipidana oleh hukum maka di beberapa negara dianut prinsip harus dipenuhi adanya unsur actus reus yakni unsur esensial dari kejahatan (physical element) dan mens rea (mental element) yakni keadaan sikap batin.Actus non facit reumnisi mens sit rea bahwa asas tersebut di atas menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat menjadikan seseorang bersalah bilamana maksudnya tidak bersalah.43

Di beberapa negara bahwa perbuatan dan sikap batin seseorang dipersatukan dan menjadi syarat adanya suatu perbuatan pidana. Pendapat Zainal Abidin Farid terhadap asas tersebut ialah unsur atus reus harus didahulukan yaitu perbuatan kriminal (criminal act). Hal ini sesuai dengan syarat pemidanaan (strafvoraus setzungen) yang mendahulukan adanya perbuatan pidana. Setelah diketahui adanya perbuatan pidana sesuai rumusan undang-undang barulah diselidiki tentang sikap batin pembuat.44

Adanya perkembangan zaman yang mana akan timbul perbuatan-perbuatan baru dan suatu saat akan dapat menjadi tindak pidana. Perbuatan-perrbuatan baru tersebut tentu saja tidak dapat dimasukkan begitu saja dalam KUHP, maka diciptakanlah oleh penguasa berbagai peraturan perundang-undangan yang di dalamnya memuat tindak pidana baru yang belum ada dalam KUHPdan dalam ini

43

A. Z. Abidin Faird, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hal. 47.

44

(8)

diaturlah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebagai bentuk perubahan terbaru dari undang-undang sebelumnya.

Diadakannya pengaturan tentang tindak pidana narkotika yang bersifat khusus ini adalah untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang tidak diatur pengaturannya didalam KUHP, namun dengan pengertian bahwa pengaturan ini masih tetap dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum formil dan materiil. Penerapan ketentuan pidana khusus ini dimungkinkan karena berdasarkan azas lex speciais derogate lex generalis yang mengisyaratkan bahwa ketentuan yang bersifat khusus akan lebih diutamakan dari pada ketentuan yang bersifat umum.

(9)

Kekhususan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat dilihat dari sisi hukum materiilnya, yaitu:45

a. Terdapat ancaman pidana penjara minimum dan pidana denda minimum dalam beberapa pasal.

b. Putusan pidana denda apabila tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana narkotika, dijatuhkan pidana penjara pengganti denda.

c. Pidana pokok yaitu pidana penjara dan pidana denda bisa dijatuhkan secara

kumulatif.

d. Pelaku percobaan dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindakan pidana narkotika tertentu, diancam dengan pidana yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaiman diatur dalam pasal-pasal tersebut.

e. Ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan dengan terorganisir atau yang dilakukan oleh korporasi, lebih berat.

f. Terdapat pemberatan pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan tertentu dan membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana narkotika tertentu.

g. Bagi pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri diancam pidana, demikian juga terhadap keluarga pecandu narkotika juga diancam pidana.

45

(10)

h. Bagi orang tua atau wali pencandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak melapor pidana, sedangkan pecandunarkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya tidak dituntut pidana.

Kekhususan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika juga dapat dilihat dari hukum formilnya, yaitu:

a. Didalam penyidikan atau sidang pengadilan, saksi atau orang lain dilarang menyebut nama dan identitas pelapor.

b. Penyidik memiliki wewenang tambahan dan prosedur yang menyimpang dari ketentuan KUHAP.

c. Pemerintah wajib memberikan jaminan dan keamanan perlindungan kepada pelapor.

d. Perkara narkotika termasuk perkara yang harus didahulukan penanganannya. e. Terdapat prosedur khusus pemusnahan barang bukti narkotika.

(11)

Perbuatan yang berdasarkan pasal 111-148 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika tersebut merupakan actus reus yaitu menyangkut perbuatan yang melawan hukum (unlawful act) sedangkan mens rea mencakup unsur pembuat delik.46

a. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekursornarkotika.

Perbuatan melawan hukum di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat 4 (empat) kategori, yaitu:

b. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dan prekursornarkotika.

c. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan prekursornarkotika.

d. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursornarkotika.

Terkait dengan bentuk tindak pidana, berikut jenis-jenis tindak pidana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yaitu:47 a. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika

Kejahatan jual beli mempunyai makna yang luas termasuk ekspor, impor, dan tukar menukar narkotika. Kejahatan ini diatur dalam pasal 113, pasal 118dan pasal 123 Undang-undang narkotika. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika

46

Siswanto S, Op.Cit, hal. 252.

47

(12)

antara golongan I, golongan IIdan golongan III terdapat perbedaan sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku. Kejahatan produksi narkotika golongan I diatur dalam pasal 113, golongan II diatur dalam pasal 118, golongan III diatur dalam pasal 123.

b. Kejahatan yang menyangkut pengiriman atau transito narkotika

Kejahatan ini diatur dalam pasal 115 Undang-undang narkotika, dimana kejahatan ini juga termasuk perbuatan membawa, mengirim, dan mentransito narkotika. Setiap golongan-golongan narkotika dalam memberikan sanksi terhadap pelaku kejahatan yang menyangkut pengangkutan atau transito narkotika juga berbeda-beda. Hukuman dalam golongan I diatur dalam pasal 115, golongan II diatur dalam pasal 120, golongan II diatur dalam pasal 125.

c. Kejahatan yang menyangkut penguasaan narkotika

Undang-undang narkotika ini membedakan antara tindak pidana menguasai narkotika golongan I dengan tindak pidana menguasai narkotika golongan II dan III, karena dalam penggolongan narkotika tersebut memiliki fungsi dan akibat yang berbeda. Kejahatan yang menyangkut penguasaan narkotika antara golongan I, golongan II, golongan III berbeda-beda dalam menjatuhkan hukuman. Kejahatan penguasaan narkotika golongan I diatur dalam pasal 111, golongan II diatur dalam pasal 117, golongan III di atur dalam pasal 122.

d. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika

(13)

orang lain. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika tersebut diatur dalam pasal 127 Undang-undang narkotika.

e. Kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika

Undang-undang narkotika menghendaki supaya pecandu narkotika melaporkan diri atau pihak keluarganya yang melaporkan sesuai dengan pasal 55. Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana sesuai dengan ketentuan pasal 128 Undang-undang narkotika.

f. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika

Sudah menjadi ketentuan bahwa pabrik obat diwajibkan untuk mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku narkotika sesuai dengan pasal 45. Dan ketentuan publikasi diatur dalampasal 46 Undang-undang narkotika dengan syarat harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan demikian tindak pidana yang diatur dalam pasal 135 Undang-undang Narkotika.

Umumnya, jenis-jenis tindak pidana narkotika dapat dibedakan menjadi berikut ini:48

48

Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum P:idana Islam, (Jakarta: Hamzah, 2011), hal. 24-25. a. Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan narkotika

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.

(14)

Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan hanya dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan tukar menukar narkotika.

c. Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan narkotika

Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, dan mentrasito narkotika. Selain itu, ada juga tindak pidana dibidang pengangkutan narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau kapten penerbang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana diatur dalam pasal 139 UU Narkotika, berbunyi sebagai berikut, nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 atau pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

d. Tindak pidana yang menyangkut penguasaan narkotika

e. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika

Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan pecandu narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali dan pecandu yang bersangkutan.

(15)

Seperti yang diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku narkotika (pasal 45). Kemudian untuk dapat dipublikasikan pasal 46 UU Narkotika syaratnya harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat merupakan tindak pidana.

g. Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika

Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan untuk dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan barang bukti tersebut harus diajukan dalam persidangan.Status barang bukti ditentukan dalam putusan pengadilan.Apabila barang bukti tersebut terbukti dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan. Dalam tindak pidana narkotika ada kemungkinan barang bukti yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak mungkin barang bukti tersebut diajukan kepersidangan semuanya. Dalam hal ini, penyidik wajib membuat berita acara sehubungan dengan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihandan pemusnahan kemudian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan tindak pidana.

h. Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur

(16)

memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan narkotika merupakan tindak pidana. Secara aktual, penyalahgunaan narkotika sampai saat ini mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapatkan narkotika, misalnya dari bandar/pengedar yang menjual didaerah sekolah, diskotikdan berbagai tempat lainnya.Bisnis narkotika telah tumbuh dan menjadi bisnis yang banyak diminati karena keuntungan ekonomis.

(17)

tanpa hak, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyalahgunaan narkotika atau merupakan suatu tindak pidana khusus yang dapat diancam dengan sanksi hukum yang berat.

Ketentuan mengenai sanksi dalam UU Narkotika sangat besar. Sanksi pidana paling sedikit 4 (empat) tahun penjara sampai 20 (dua puluh) tahun penjara bahkan pidana mati jika memproduksi narkotika golongan I lebih dari 1 (satu) atau 5 (lima) kilogram. Denda yang dicantumkan dalam undang-undang narkotika tersebut berkisar antara Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

4. Unsur-unsur Tindak Pidana Narkotika

(18)

pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.

Di dalam UU Narkotika, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana adalah sebagai berikut: 49

7. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasaiatau menyediakan narkotika golongan II (Pasal 117).

1. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman (Pasal 111).

2. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman (Pasal 112).

3. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I (Pasal 113).

4. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I (Pasal 114). 5. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan I (Pasal

115).

6. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain (Pasal 116).

49

(19)

8. Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan II (Pasal 118).

9. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan II (Pasal 119). 10. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan II

(Pasal 120).

11. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk digunakan orang lain (Pasal 121).

12. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan III (Pasal 122).

13. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan III (Pasal 123).

14. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dalam golongan III (Pasal 124).

15. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan III (Pasal 125).

16. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk digunakan orang lain (Pasal 126).

(20)

a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri . b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri. c. Narkot ika golongan III bagi diri sendiri.

18. Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (Pasal 55 Ayat (1)) yang sengaja tidak melapor (Pasal 128).

19. Setiap orang tanpa hak melawan hukum (Pasal 129).

a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan prekursornarkotika untuk pembuatan narkotika.

b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan

prekursornarkotika untuk pembuatan narkotika.

c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor narkotika untuk pembuatan narkotika.

d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursornarkotika untuk pembuatan narkotika.

Sedangkan untuk sanksi pidana dan pemidanaan terhadap tindak pidana Narkotika adalah sebagai berikut:

(21)

2. Jumlah/lamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) sampai Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk tindak pidana narkotika, untuk pidana penjara minimal 4 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup.

3. Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara kumulatif (terutama penjara dan denda).

4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus (penjara maupun denda).

5. Adapemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi

dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan (recidive).

Kebijakan kriminalisasi dari UU Narkotika tampaknya tidak terlepas dari tujuan dibuatnya undang-undang itu, antara lain: 50

Oleh karena itu, semua perumusan delik dalam UU Narkotika terfokus pada penyalahgunaan dari peredaran narkobanya (mulai dari penanaman, produksi, penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai ke pemakaiannya, termasuk pemakaian pribadi, bukan pada kekayaan (property/assets) yang diperoleh dari tindak pidana “narkobanya”nya itu sendiri.Dalam ilmu hukum pidana, orang telah berusaha 1. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika/ psikotropika.

2. Memberantas peredaran gelap narkotika/psikotropika.

50

(22)

memberikan penjelasan tentang siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu tindak pidana. Van Hamel telah mengartikan pelaku dari suatu tindak pidana dengan membuat suatu definisi bahwa pelaku tindakpidana itu hanyalah dia, yang tindakannya atau kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun yang tidak dinyatakan secara tegas. Jadi pelaku itu adalah orang yang dengan seseorang diri telah melakukan sendiri tindak pidana yang bersangkutan”.

3) Pembajakan di laut, di pantai, di pesisir dan di sungai yang dilakukan dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 444 KUHP.

a.Pidana penjara

Pidana penjara adalah adalah untuk sepanjang hidup atau sementara waktu (pasal 12 KUHP). Lamanya hukuman penjara untuk sementara waktu berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 15 tahun berturut-turut paling lama. Akan tetapi dalam beberapa hal lamanya hukuman penjara sementara itu dapat ditetapkan sampai 20tahun berturut-turut. Maksimum lima belas tahun dapat dinaikkan menjadi dua puluh tahun apabila:

1) Kejahatan diancam dengan pidana mati.

2) Kejahatan diancam dengan pidana penjara seumur hidup.

3) Terjadi perbuatan pidana karena adanya perbarengan, recidive atau karena yang ditentukan dalam pasal 52 dan 52 bis KUHP.

(23)

Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-sekali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun. Hal ini hendaknya benar-benar diperhatikan oleh pihak yang berwenang memutus perkara. Untuk menghindari kesalahan fatal ini para penegak hukum harus benar-benar mengindahkan/memperhatikan asas-asas dan peraturan-peraturan dasar yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan pidana kita, yaitu batas maksimum penjatuhan pidana.

b. Pidana kurungan

Pidana ini seperti halnya dengan hukuman penjara, maka dengan hukuman kurunganpun, terpidana selama menjalani hukumannya, kehilangan kemerdekaannya. Menurut pasal 18 KUHP, lamanya hukuman kurungan berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 1 tahun paling lama. Pidana kurungan lebih ringan daripada pidana penjara dan ditempatkan dalam keadaan yang lebih baik, seperti diuraikan sebagai berikut:51

51

Ibid,hal.65.

1) Terpidana penjara dapat diangkut kemana saja untuk menjalani pidananya, sedangkan bagi yang terpidana kurungan tanpa persetujuannya tidak dapat diangkut kesuatu tempat lain diluar daerah tempat ia tinggal pada waktu itu (pasal 21 KUHP).

(24)

3) Orang yang dipidana kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri (pasal 23 KUHP). Lembaga yang diatur dalam Pasal ini terkenal dengan nama

pistole. c. Pidana denda

Pidana denda adalah hukuman yang dijatuhkan dengan membayar sejumlah denda sebagai akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Hasil dari pembayaran denda ini disetor ke kas negara. Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karana ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda ini secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.

Selanjutnya akan dibahas mengenai pidana tambahan seperti berikut ini: Pidana tambahan terdiri dari:

1) Pencabutan hak-hak tertentu

(25)

a) Tidak bersifat otomatis, tetapi harus ditetapkan dengan keputusan hakim.

b) Tidak berlaku seumur hidup, tetapi menurut jangka waktu menurut undang-undang dengan suatu putusan hakim.

Hakim boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu apabila diberi wewenang oleh undang-undang yang diancamkan pada rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan pencabutan hak-hak tertentu dirumuskan dalam pasal 317, 318, 334, 347, 348, 350, 362, 363, 365, 372, 374, 375 KUHP. Sifat hak-hak tertentu yang dicabut oleh hakim tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali apabila terpidana dijatuhi hukuman seumur hidup. Hak-hak yang dapat dicabut telah diatur dalam pasal 35 KUHP. Sedangkan berapa lama pencabutan-pencabutan hak-hak tertentu itu dapat dilakukan oleh hakim telah diatur di dalam pasal 38 ayat (1) KUHP.

2) Perampasan barang-barang tertentu

Biasa disebut dengan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana benda. Dalam pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas yaitu barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan dan barang-barang yang sengaja digunakan dalam melakukan kejahatan. Barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan pasal 39 ayat (1) KUHP, antara lain:

(26)

b) Benda-benda kepunyaan terpidana yang telah digunakan untuk melakukan suatu kejahatan dengan sengaja, misalnya pisau yang digunakan terpidana untuk membunuh.

Sebagaimana prinsip umum pidana tambahan, pidana perampasan barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan (imperatif) untuk dijatuhkan. Akan tetapi, ada juga pidana perampasan barang tertentu yang menjadi keharusan (imperatif), misalnya pada pasal 250 bis (pemalsuan mata uang), pasal 205 (barang dagangan berbahaya), pasal 275 (menyimpan bahan atau benda, seperti surat dan sertifikat hutang, surat dagang).

3) Pengumuman putusan hakim.

Di dalam pasal 43 KUHP, ditentukan bahwa apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan yang lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana. Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana.Jadi dalam pengumuman putusan hakim ini, hakim bebas untuk menentukan perihal cara pengumuman tersebut, misalnya melalui surat kabar, papan pengumuman, radio, televisi, dan pembebanan biayanya ditanggung terpidana.

B.Pengaturan Hukuman Bagi Anak di Bawah Umur Pelaku Tindak Pidana Narkotika

(27)

Anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa danmerupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalampemaknaan yang umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmupengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi yang menjadikan pengertian anaksemakin aktual dalam lingkungkan sosial.Kedudukan anak dalam lingkungan hukum hukum sebagai subjekhukum ditentukan dari sistem hukum terhadap anak sebagai kelompokmasyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidakmampu atau di bawah umur. Maksud tidak mampu karena kedudukan akal dan pertumbuhanfisik yang sedang berkembang dalam diri anak yang bersangkutan. Meletakkananak sebagai subjek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilaikedalam peristiwa hukum pidana maupun hubungan kotrak yang berada dalamlingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.Anakmerupakan potensi sumber daya manusia di masa depan.52

52

Pontang Moerad. 2005. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana. Jakarta: PT. Alumni.hal,116.

Pengertian anak menurut ketentuan Undang-undang nomor 3 tahun 1997tentang pengadilan anak pasal 1 angka 1 dan angka 2 perihal ketentuanumum adalah sebagi berikut :Pasal 1 angka 1Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8(delapan) tahun tetapi belum mancapai umur 18 (delapan belas) tahun danbelum pernah kawin.Pasal 1 angka 2Anak nakal adalah :

(28)

b. anak yang melakukan tindakan dinyatakan terlarang bagi anak, baikmenurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukumlain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Berdasarkan pasal-pasal yang telah ditulis sebagaimana hal diatas, makaapabila yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika danpsikotropika masih belum dewasa, maka yang menjadi acuan adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Pengertian anak menurut ketentuan undang-undang nomor 23 tahun 2002tentang Undang -undang Perlindungan anak pasal 1 angka 1 adalah sebagaiberikut :Pasal 1 angka 1Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan.Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhandan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh yang selaras danseimbang. Maka dari itu, dalam hal pengenaan sanksi tindak pidana yangdilakukan oleh orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa harusdibedakan.

2. Proses PemeriksaanBagi Anak di Bawah Umur Pelaku Tindak Pidana Narkotika

(29)

penyidikan anak wajib dirahasiakan. Olehkarena itu semua tindakan penyidik dalam rangka penyidikan anak wajibdirahasiakan, dan tanpa ada kecualinya.53

Upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukumyang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperolehkeadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yangditetapkan undang-undang.Upaya hukum yang dapat ditempuh, KUHP membedakan upayahukum menjadi dua, yaitu :

a. Upaya hukum biasa, upaya hukum biasa terdiri dari tiga bagian (didalam KUHP hanya diatur mengenai kasasi dan banding), yaitu :

1. Verzet

Verzet adalah perlawanan terhadap putusan diluarhadirnya terdakwa (verstek) yang hanya menyangkutperampasan kemerdekaan terdakwa.Verzet

diajukanpengadilan yang menjatuhkan putusan dalam waktu dan harisesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa.

2. Banding.

Banding adalah mohon supaya perkara yang telahdiputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang olehpengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasabelum puas dengan keputusan pengadilan tingkat pertama.

53

(30)

3. Kasasi.

Kasasi artinya pembatalan putusan oleh MahkamahAgung (MA). Sedangkan pengertian pengadilan kasasi ialahpengadilan memeriksa apakah judex factie

tidak salah dalammelaksankan peradilan.

b. Upaya hukum luar biasa untuk upaya hukum luar biasa (istimewa)ada dua : 1. Rekes Sipil (Peninjauan Kembali).

Kata penijauan kembali diterjemahkan dari kata“herziening”,M. H. Tirtaamijaya menjelaskan herzieningsebagai berikut : itu adalah sebagai jalan utnuk memperbaikisuatu putusan yang telah menjadi tetap jadinya tidak dapatdiubah lagi dengan maksud memperbaiki sesuatu kealpaanhakim yang merugikan si terhukum, kalau perbaikan itudilakukan maka ia harus memenuhi syarat, yakni ada sesuatukeadaan yang pada pemeriksaan hakim, yang tidak diketahuioleh hakim itu, jika ia mengetahui keadaan itu, akanmemberikan putusan lain.

2. Dender Verzet.

(31)

biasa).Denderverzet diajukan ke pengadilan Negeri yang memutusperkara tersebut pada tingkat pertama.

Setiap pelaku tindak pidana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tidak membedakan umur pelakunya, karena secara redaksi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tidak pernah mengaturnya. Penerapan sanksi pelaku tindak pidana bagi anak tidak dapat terpisahkan dengan undang-undang lain seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.54

1. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang asuh.

Apabila seorang anak melakukan tindak pidana Narkotika dan dikenakan pasal berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, maka Hakim berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Pengadilan Anak dapat:

2. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja khusus.

3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan pembinaan dan latihan kerja.

Secara umum jenis pidana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dengan KUHP tidak jauh berbeda. Secara prinsip dua aturan tersebut tetap memberikan legitimasi secara hukum terhadap kemungkinan penjatuhan pidana kepada anak. Perbedaan kedua aturan tersebut adalah

54

(32)

dalam hal pengaturan jenis pidana terhadap anak adalah tidak adanya mati untuk anak menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan tidak adanya pidana tambahan berupa pengumuman putusan Hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP.

Selanjutnya, apabila seorang anak menjadi pelaku tindak pidana yang dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maka pidana pokok yang dapa diterapkan adalah:55

1. Pidana penjara. 2. Pidana kurungan. 3. Pidana denda. 4. Pidana pengawasan.

Berkaitan dengan berat ringannya pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak, apabila seorang anak dibawah umur dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak memberikan pengaturan:

1. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal yang melakukan tindak pidana paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa sebagaimana ditentuakan pasal 26 ayat (1).

2. Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana (penjara) seumur hidup dapat berupa:

55

(33)

a. Pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagaimana ditentukan dalam ketentuan pasal 26 ayat (2) apabila anak telah berumur 12 (dua belas) tahun.

b. Diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan pembinaan dan latihan kerja sebagaimana dalam pasal 24 ayat (1) huruf b, apabila anak belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun.

3. Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa sebagaimana ditentukan dalam pasal 27.

4. Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling banyak ½ (satu per dua) dari maksimum denda bagi orang dewasa dengan ketentuan apabila dengan tidak dapat dibayar diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan tiap hari tidak boleh dari 4 (empat) jam kerja sebagaimana ditentukan dalam pasal 28.

5. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan kepada anak nakal apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun sebagaimana ditentukan dalam pasal 29 ayat (1).

(34)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun2009 Tentang Narkotika pada dasarnya menggunakan perumusan tunggal dan kumulatif, akan menjadi suatu permasalahan apabila perumusan tunggal yang ditetapkan hanya salah satu bentuk dari jenis sanksi baik yang berupa pidana maupun tindakan. Walaupun perumusan seperti ini memiliki kelemahan karena bersifat kaku absolut dan bersifat imperatif. Sesungguhnya sistem permusuan tunggal yang sangat kaku dan absolut dirasakan adanya kontradiksi dengan ide permasyarakatan karena konsepsi pemasyarakatan berpijak dari ide rehabilitasi, resosialisasi dan individualisasi pidana. Sistem ini tidak memberi kesempatan kepada Hakim untuk menerapkan sanksi yang sesuai bagi terdakwa.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jo.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dapat dikemukakan bahwa sistem perumusan ancaman pidana yang dianut dalam undang-undang Narkotika berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh orang yang belum cukup umur, khususnya yang masuk anak kategori anak nakal adalah sistem perumusan ancaman pidana secara tunggal. Sistem perumusan ancaman pidana secara tunggal merupakan sistem perumusan yang bersifat imperatif, artinya Hakim harus menjatuhkan pidana tersebut.56

Ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dikaitkan dengan ketentuan pasal 5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak maka cukup penyidik yang melakukan tindakan

56

(35)

dan tidak perlu Hakim menjatuhkan pidana penjara sebagaimana diformulasikan yang ada di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dengan demikian, sifat imperatif dari stetsel sanksi di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah dilanggar di dalam pasal 5 Undang-Undang Pengadilan Anak yaitu dalam hal penyalahgunaan narkotika itu dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun. Berdasarkan ketentuan pasal 5, jo. pasal 22. Jo. pasal 26 Undang-Undang Pengadilan Anak dapat dipahami bahwa sistem perumusan ancaman pidana yang ada di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tidak lagi bersifat imperatif. Artinya dalam hal penyalahgunaan narkotika itu dilakukan oleh anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun tidak perlu Hakim tapi cukup penyidik dapat memberikantindakan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau orang asuhnya tanpa pidana apapun atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Dinas Sosial tanpa pidana apapun.

(36)

sistem yang dibangun oleh hukum pidana modern sebagai penghargaan atas kebebasan Hakim di satu sisi dan adanya individualisasi pidana di sisi lain.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa pengaturan tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur pada dasarnya tidak diatur secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, akan tetapi penerapan sanksinyaselalu dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pengadilan Anak. Baik pidana pokok yang ditetapkan kepada seorang anak pelaku tindak pidana narkotika serta besar maupun ringannya pidana yang dijatuhkan kepada anak adalah tergantung pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Ketetapan ini bukan berarti mengabaikan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, akan tetapi meletakkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak sebagai bentuk dari pelaksanaan lanjutan pengaturan yang ada di Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.57

57

Referensi

Dokumen terkait

Berminat mengajukan permohonan beasiswa PPA Th. 2016 dengan ketentuan, bahwa saya mengisi keterangan-keterangan tersebut dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari terbukti

Hal ini pun begitu menyulitkan tatkala terlebih pada orang-orang yang gagap akan teknologi, karena banyak perusahaan yang sekarang ini menaruh minat untuk

Pernikahan bagi manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa harga merupakan jumlah uang yang diperlukan sebagai penukar berbagai kombinasi produk dan jasa, karena

Dalam ayat ini terpaparkan bahwa manusia senantiasa menyampaikan amanat sesuai kebenaran kepada yang berhak menerimanya secara adil. Kaitan ayat ini dengan asuransi

Pada sistem ini menggunakan Real Time Clock untuk mengatur timer penenggelaman 2 menit, penirisan 1 menit, pengapungan 57 menit.. Serta menggunakan sensor

Pr ȇ kawis ingkang dipunr ȇ mbag wonten ing panaliten inggih punika (1) kados pundi strukuripun naskah Babad Gědhongan ingkang nyakup lapis bunyi, lapis arti,

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah : (1) Untuk dimensi percaya diri berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa