BAB II DASAR TEORI
2.1 UMTS ( Universal Mobile Telephone Standard )
Sistem standar 3G yang dipakai di Indonesia menggunakan teknologi WCDMA ( Wideband Code Division Multiple Access ) dimana dengan teknologi ini memungkinkan kecepatan data mencapai 384 kbps. Dalam UMTS, faktor
2.2 Konsep Dasar UMTS
3G/ UMTS (3rd Generation/ Universal Mobile Telecommunications System), didedikasikan tidak hanya untuk memberikan layanan voice ataupun data, tetapi juga mampu mengalokasikan pada kebutuhan user akan video dan gambar (multimedia). Namun, kecepatan pengiriman data (bit rate) yang masih kurang memadai dianggap sebagai kendala utama. Berbagai solusi berusaha dimunculkan untuk mengatasi masalah bit rate yang minimum, seperti WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access). Sistem WCDMA ini mampu mengakomodasikan bit rate hingga 384 kbps (kilo bit per second).
Teknologi Universal Mobile Telecommunication system (UMTS) yang sudah ada di Indonesia menggunakan alokasi frekuensi 2100 MHz. UMTS merupakan generasi ketiga dalam sistem seluler, yang menggunakan interface Wideband-CDMA. Dalam penerapan teknologi UMTS, tidak bisa lepas dari teknologi GSM yang telah diterapkan sebelumnya.
Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) saat ini dipandang sebagai sebuah sistem impian yang menggantikan Global System for Mobile Communication (GSM). UMTS merupakan salah satu evolusi generasi ketiga (3G) dari jaringan mobile. UMTS juga memperlihatkan permintaan yang makin berkembang dari aplikasi mobile dan aplikasi internet untuk kapasitas baru sehingga dunia komunikasi mobile makin ramai. Transmisi peningkatan jaringannya mencapai kecepatan sampai 2 Mbps per pemakai mobile dan menetapkan suatu standar penjelajahan yang global.
diperkenalkan ke pelosok di seluruh dunia kepada para pemakai mobile dan menyediakan suatu link yang penting di masa kini antara sistem GSM dan standar terakhir dari worldwide tunggal untuk seluruh telekomunikasi mobile, International Mobile Telecommunications-2000 (IMT-2000)
2.3 Teknologi Radio WCDMA
Teknologi WCDMA adalah teknologi radio yang digunakan pada sistem 3G/UMTS. Teknologi WCDMA sangat berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM. Pada jaringan 3G dibutuhkan kualitas suara yang lebih baik, data rate yang semakin tinggi (mencapai 2Mbps dengan menggunakan release 99 dan mencapai 10 Mbps dengan menggunakan HSDPA) oleh sebab itu bandwidth sebesar 5 Mhz dibutuhkan pada sistem WCDMA. Probabilitas setiap user untuk mendapatkan
bandwidth yang bervariasi sesuai dengan permintaan layanan user adalah salah satu fitur keunggulan jaringan UMTS. Teknik diversitas digunakan untuk meningkatkan kapasitas user downlink, dan karena hanya satu frekuensi yang digunakan, aktifitas frequency planning yang rumit pada jaringan GSM tidak perlu dilakukan. Packet data swicthing tergantung pada kapasitas jaringan sehingga lebih efisien dibandingkan jaringan GSM yang bergantung pada kapasitas timeslot. Alokasi Spektrum Frekuensi Sistem 3G/UMTS. Aplikasi frekuensi untuk sistem 3G dibagi menjadi dua yaitu :
Sistem Time Division Duplex (TDD) : Range frekuensi adalah 1900 MHz
Sistem Frequency Division Duplex (FCD) : range frekuensi adalah 1920
– 1980 MHz untuk transmisi downlink dan 2110 – 2170 MHz untuk transmisi uplink.
Salah satu alasan digunakannya sistem FDD dibandingkan dengan sistem TDD adalah alokasi frekuensi yang dapat dibagikan oleh operator dengan
bandwidth 5 MHz pada sistem FDD lebih banyak sejumlah 12 frequency carrier
dibandingkan dengan sistem TDD yang hanya 7 frequency carrier.
Alasan kedua adalah masalah Harmonic Distortion yang dihasilkan oleh sistem GSM 900 apabila terdapat colocated site antara sistem GSM 900 dengan WCDMA TDD.
2.4 Model Propagasi Dalam Ruangan (Indoor)
Untuk menghitung perkiraan besar path loss yang terjadi di dalam ruangan tidak dapat menggunakan model propagasi outdoor. Hal ini dikarenakan jarak yang terdapat di dalam ruangan sangat pendek sehingga efek Doppler dapat diabaikan. Selain itu, propagasi yang terjadi di dalam ruangan cenderung lebih kompleks karena gelombang radio-nya banyak dihalangi oleh obstacle (hambatan) berupa furniture (perabot rumah tangga), asbes atau gypsum dan dinding. Oleh sebab itulah gelombang radio di dalam ruangan mengalami banyak refleksi dan refraksi serta penyerapan daya (pentration) yang menyebabkan path loss semakin besar [7].
Metode pemodelan propagasi indoor dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu [2]:
Model empiris adalah pemodelan yang diambil dari perhitungan kanal yang dilakukan di beberapa tempat tertentu. Model ini diambil dengan memasukkan data pengukuran dengan rumus-rumus matematika sederhana atau fungsi distribusi. Contoh model empiris untuk lingkungan indoor antara lain adalah 10 model One Slope, model Wall and Floor Factors, model Cost-231 Multi Wall, model Linear Attenuation, dan lain sebagainya.
2. Model Stokastik
Model stokastik biasanya digunakan untuk memodelkan aspek acak dari kanal radio dengan variabel acak, misalnya karakteristik fading dari kanal radio. Model ini hanya membutuhkan sedikit informasi dari lingkungan propagasinya. Pada kanal propagasi radio, terdapat dua tipe fading, yaitu fading large scale dan
fading small scale. Fading large scale menggambarkan perubahan kekuatan sinyal terhadap jarak. Sementara itu, fading small scale menggambarkan fluktuasi kecepatan dari kuat sinyal terima pada jarak perjalanan yang singkat (biasanya dengan sedikit panjang gelombang). Fading large scale dan fading small scale
biasanya dimodelkan dengan model stokastik. Misalnya, untuk fading large scale, yaitu fading shadowing, dimodelkan dengan fading log-normal dan fading small scale banyak dimodelkan dengan Rayleigh, fading Rice atau Nakagami-m, dan lain sebagainya.
3. Model Deterministik
yang menggambarkan sifat-sifat dari medan elektromagnetik dan memasukkannya pada lingkungan propagasi spesifik. Biasanya model ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Contoh model ini adalah model Ray-Optical dan model Finite Difference Time Domain (FDTD).
4. Model Semi-deterministik
Model semi-deterministik adalah kombinasi dari model deterministik dengan model stokastik atau model empiris. Model ini memiliki kelebihan berupa tidak dibutuhkannya terlalu banyak data untuk perhitungan seperti pada model deterministik, namun tetap memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada model stokastik maupun model empiris. Contoh dari model ini adalah model Dominan path, model Motif, dan model Geometry Based Stochastic Channel (GSCM).
2.4.1 Model Propagasi COST 231 Multi Wall
Model COST 231 Multi Wall merupakan pengembangan dari model Keenan-Motley. Perbedaan yang mencolok pada kedua jenis model ini terletak pada penjelasan rugi-rugi akibat penyerapan daya sinyal yang menembus beberapa lantai yang berada diantara pemancar dan penerima. Model Keenan-Motley menyatakan bahwa besarnya daya sinyal yang hilang akibat melalui beberapa lantai dapat digambarkan sebagai fungsi linear terhadap kenaikan jumlah lantai yang ditembus oleh sinyal. Sedangkan pada model COST 231-MultiWall besarnya daya yang hilang tersebut tidak dapat digambarkan sebagai fungsi linear melainkan sebagai fungsi eksponensial yang dipengaruhi oleh faktor empiris b
gelombang radio yang menembus lantai dan dinding yang berada diantara BS dan MS atau perangkat komunikasi yang dapat berpindah-pindah (portable terminal). Telah diteliti bahwa total rugi-rugi gelombang radio akibat menembus beberapa lantai bukanlah merupakan fungsi linear terhadap peningkatan jumlah lantai. Melainkan merupakan fungsi eksponensial seperti yang diperlihatkan pada persamaan 2.1 [3].
Kwi = jumlah dinding yang ditembus pada jenis ke-i
Kf = jumlah lantai yang ditembus pada jenis ke-i
Lwi = rugi-rugi dinding yang ditembus pada jenis ke-i (dB)
Lf = rugi-rugi lantai yang ditembus pada jenis ke-i (dB)
b = faktor empiris I = jumlah jenis dinding
Rugi-rugi pertama (LFS) pada merupakan rugi-rugi akibat propagasi
gelombang radio di ruang bebas. Rugi-rugi kedua (LC) merupakan variabel yang
Cost-231 multi-wall menyatakan bahwa lantai dan sekat/dinding di dalam ruang berperan dalam penyerapan sinyal. Rugi-rugi ketiga (Σ ����=1. ��) merupakan total rugi-rugi akibat jumlah penyerapan dinding yang berada diantara pemancar dan penerima. Untuk alasan praktis maka jumlah jenis dinding yang berbeda harus tetap rendah. Jika sebaliknya, maka perbedaan diantara jenis dinding menjadi kecil dan penempatannya di dalam model ini menjadi tidak jelas. Sehingga dibuatlah pembagian jenis dinding ke dalam dua tipe seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2. 1 [3].
Tabel 2.1 Pembagian Jenis Dinding Pada Model Cost 231 Multi Wall
Jenis Dinding Deskripsi
Dinding Tipis (Lw1)
Sebuah dinding yang tidak ditempeli oleh suatu bantalan seperti dinding eternit, dinding papan dan diding beton tipis dengan ketebalan kurang dari 10 cm.
Dinding Tebal (Lw2)
Besar nilai variabel-variabel pada model ini telah ditentukan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh organisasi-organisasi komunikasi seperti Alcatel, CNET, TUW, UPC, VTT dan Ericsson. Meskipun organisasi-organisasi tersebut melakukan pengukuran dengan metode dan peralatan yang berbeda. Namun setiap pengukuran harus dilakukan dengan aturan umum yang telah ditentukan sebelumnya yaitu posisi pemancar ditempatkan pada pusat gedung sedangkan posisi penerima berpindah ke beberapa tempat yang masih tercakup oleh pemancar, ketinggian pemancar dari lantai sekitar 1,5–10 m, antena yang digunakan jenis omnidireksional dengan besar gain 1,3–4,5 dB, daya pancar 10-30 dBm dan jenis polarisasi yang digunakan adalah vertikal untuk setiap pengukuran [3].
Pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 10-50 sampel dengan rata-rata panjang gelombang 1-6 λ pada sebagian besar pengukuran oleh setiap organisasi. Perlu diketahui bahwa seluruh hasil pengukuran tersebut secara implisit telah termasuk rugi-rugi yang disebabkan oleh berbagai jenis perabot yang terdapat di dalam ruangan dan koridor-koridor yang dilalui oleh gelombang radio tersebut.
2.4.2 Model Propagasi ITU-R
Pada penggunaan model ini perhitungan rugi-rugi transmisi di dalam ruangan mengasumsikan bahwa BS dan portable terminal berada di dalam gedung yang sama. Rugi-rugi lintasan gelombang radio dari BS menuju portable terminal
di dalam ruangan dapat diperkirakan dengan dua model yaitu site-general model
menggunakan site-general model sehingga teori mengenai site-general model lebih ditekankan [2]. Site-general model adalah jenis model yang hanya memerlukan sedikit informasi mengenai keadaan site yang akan diteliti dalam menentukan rugi-rugi transmisi. Model ini juga menjelaskan bahwa rugi-rugi lintasan gelombang radio di dalam ruangan ditandai oleh rugi-rugi lintasan rata-rata dan hal-hal yang terkait dengan nilai fading shadow. Kebanyakan model rugi-rugi lintasan di dalam ruangan melakukan perhitungan pelemahan sinyal akibat menembus beberapa dinding atau lantai. Namun pada model ini tidak memperhitungkan rugi-rugi transmisi akibat menembus dinding tetapi memperhitungkan rugi-rugi pelemahan daya sinyal akibat menembus lantai sehingga dapat memprediksi penggunaan frekuensi yang sama diantara lantai. Model ini menambahkan koefisien rugi-rugi daya (distance power loss coefficient) di dalam perhitungan rugi-rugi lintasan seperti diperlihatkan pada Persamaan 2.2. Dimana koefisien ini telah mewakili rugi-rugi transmisi akibat dinding, perabot di dalam ruangan serta mekanisme rugi-rugi yang mirip yang terdapat di dalam gedung. sehingga memungkinkan sinyal tersebut dapat digunakan di antara lantai. Pada site-specific model rugi-rugi transmisi akibat dinding dihitung secara eksplisit [2].
(2.2)
dimana :
N = koefisien jarak rugi-rugi daya (distance power loss coefficient) f = frekuensi (MHz)
Lf = faktor rugi-rugi penyerapan oleh lantai (dB)
n = jumlah lantai diantara BS dan portable terminal
Tabel 2.2 Koefisien power loss, N, untuk perhitungan rugi-rugi transmisi di dalam ruangan
Parameter-parameter khusus berdasarkan hasil berbagai pengukuran diperlihatkan pada Tabel 2.3 [2].
Tabel 2.3 Faktor rugi-rugi penyerapan daya oleh lantai, Lf (dB) dengan n merupakan jumlah lantai yang menyerap daya, untuk perhitungan rugi-rugi
2.4 Ghz 10 (apartemen)
2.5 Sistem Komunikasi Seluler Indoor
Komunikasi jaringan indoor merupakan suatu sistem yang diterapkan dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel
outdoor) dalam memenuhi layanan seluler dan wireless. Perencanaan sel dalam gedung (Indoor coverage) meliputi perencanaan area cakupan sesuai dengan komitmen area, kapasitas trafik sesuai kebutuhan, kualitas sinyal yang memuaskan pelanggan, dan dengan interferensi yang kecil. Prosedur dari perencanaan sel antara lain adalah cakupan dan analisa interferensi, perhitungan trafik, perencanaan frekuensi, dan parameter sel. Beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam membuat suatu perencanaan sel adalah [1]:
1. Cakupan 2. Kapasitas 3. Kualitas
gedung mengalami banyak rugi seperti kepadatan material dalam gedung, konstruksi gedung, kepadatan orang dalam gedung, dan terbatasnya celah antar ruangan seperti jendela dan pintu. Karakteristik sel dalam gedung yaitu :
1. Area cakupan sel kecil
2. Sinyalnya terbatas sampai pada sisi gedung 3. Daya pemancar yang digunakan rendah 4. Antena dipasang di dalam gedung 5. Ukuran antena kecil
2.6 Perencanaan sistem jaringan Seluler Indoor
Untuk melakukan perencanaan dan perancangan sel maka yang perlu diperhatikan adalah mempertimbangkan hal-hal yang berpengaruh pada unjuk kerja sistem, dan pemilihan perangkat jaringan yang digunakan dalam proses perancangan. Dalam perencanaan sistem jaringan seluler indoor yang harus dilakukan adalah [4]:
a. Sistem Antena
dinding. Dalam penelitian ini penulis menggunakan antena omnidirectional
buatan kathrein dengan Gain sebesar 2 dBi. Antena jenis ini paling banyak digunakan dalam perencanaan indoor. Anten-a omni memiliki karakteristik propagasi melingkar 3600. Gambar 2.1 menunjukkan antena omnidirectional.
Gambar 2.1 Antena Omnidirectional
b. Konfigurasi Antena
Konfigurasi antena untuk sistem antena indoor dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu antena terintegrasi, distribusi antena dengan jaringan kabel coaxial, radiasi (leaking) kabel, dan penyaluran antena dengan jaringan fiber optik. Sistem antena terdistribusi akan memberikan solusi yang baik dalam menjangkau area. Sistem antena terdistribusi ini terbagi dalam dua bagian yakni antena distribusi aktif dan pasif. Perbedaannya terletak pada kelebihannya di dalam jangkauan, dimana antena distribusi aktif memiliki peralatan aktif seperti bidirectional amplifier (BDA) yang berfungsi untuk menguatkan sinyal.
c. Coverage Desain
dipasang, dibutuhkan plot area untuk memutuskan area mana yang akan dicakupi. Setelah area cakupan disetujui maka dirancanglah penempatan antena dan jalur distribusinya untuk memenuhi area tersebut. Setiap penempatan antena harus diperhatikan supaya dapat diperolehnya area cakupan yang maksimum.
d. Design RF untuk Sistem Jaringan Indoor
Tujuan utama dari desain RF untuk sistem komunikasi indoor adalah bagaimana cara mendistribusikan daya dari BTS ke setiap antena pada setiap lantai dalam bangunan, dimulai dari daya keluaran dari BTS, dan kemudian ke redaman sepanjang jalur kabel.
2.7 Antena Indoor
Banyak jenis antena indoor yang dipakai pada gedung-gedung maupun bangunan yang memiliki arsitektur yang tertutup. Itu semua tergantung dengan kebutuhan dari luas wilayah yang ingin di cover, sistem dari antena tersebut dan
design dari gedung itu sendiri.
Antena indoor yang dipakai di Bandara Kualanamu adalah antena indoor
Gambar 2.2 Antena indoor Alan Dick Ino c0825 4A
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan spesifikasi dari antena Indoor Alan Dick Ino C0825 4A [6].
Gambar 2.3 Spesifikasi antena indoor Alan Dick Ino C0825 4
Walk Test adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengamati dan melakukan optimasi agar dihasilkan kriteria performansi jaringan. Yang diamati biasanya kuat daya pancar dan daya terima, tingkat kegagalan akses (originating dan terminating), tingkat panggilan yang gagal (drop call) serta FER. Tujuan
walk test yaitu :
1. Untuk analisis coverage sebuah cakupan jaringan atau cakupan sebuah sel pada suatu daerah tertentu dengan cara menggunakan sampel data user perception pada
coverage area tertentu.
2. Mengkombinasikan pengukuran data dalam database tunggal untuk kecepatan dan perbandingan yang luas. Mekanisme Walk Test yaitu menggunakan telepone yang terhubung portable computer serta penerima GPS dan antena (optional). Ditempatkan di kendaraan darat atau jalan kaki dan dijalankan ke seluruh area cakupan layanan nirkabel. Masalah yang muncul diukur lalu disimpan dalam basis data komputer, dan menandai data sesuai fungsi waktu dan lokasi [1].
2.9 Alat- alat Walk Test
Sistem walk test melakukan pengukuran, menyimpan data di komputer, dan menampilkan data menurut waktu dan tempat. Beberapa tipe sistem walk test
yang tersedia adalah walk test berbasis MS, berbasis receiver yang mampu mengukur semua sinyal plot yang ada dan kombinasi keduanya. Perangkat berbasis MS merupakan konfigurasi minimum yang dibutuhkan dalam melakukan
1. Software TEMS (Test Mobil system) version 11.0 2. Mobile Phone sony Ericson K880i dan kabel data 3. Laptop
4. GPS dan USB GPS 5. Dongle
6. Peta digital (map info)
Gambar 2.4 menunjukkan sistem peralatan Walk test berbasis MS termasuk dengan receiver GPS untuk menentukan lokasi akurat suatu peristiwa yang dialami MS [1] .
Gambar 2.4 Peralatan Walk Test
2.10 Parameter link budget
RSCP merupakan tingkatan sinyal pada jaringan 3G UMTS dengan satuan dBm yang nilai dan fungsinya sama dengan Rx Level pada sistem 2G GSM. Untuk KPI RSCP diperoleh dari hasil drive test baik dalam mode dedicated maupun mode idle. Tabel 2.4 menunjukkan indikator untuk RSCP untuk operator secara umum.
Tabel 2.4 indikator RSCP
Nilai RSCP (dBm) Keterangan
-65 s/d 0 Sangat bagus EIRP : Effective Isotropic Radiated Power (dBm) Fading margin : 10 dB ( ketentuan dari PT. Indosat) [8]
Energy Chip per Noise (Ec/No)
nilai dan fungsinya sama dengan Rx Quall pada jaringan 2G GSM. Adapun nilai Ec/No diperoleh dari hasil drive test atau walk test. Pengukuran dengan
drive test atau walk test dapat menggunakan mode dedicated maupun mode idle.
Rumus EIRP dapat dituliskan:
Ec/No = RSCP – RSSI (2.3)
Dimana :
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm) RSCP = Received Signal Code Power (dBm)
Pada Tabel 2.5 ditunjukkan kriteria tentang kualitas suatu range nilai Ec/No. (indikator Ec/No).
Tabel 2.5 Indikator Ec/No
Nilai Ec/No (dB) Keterangan
-6 s/d 0 Sangat bagus
-9 s/d -6 Bagus
-12 s/d -9 Cukup bagus
-15 s/d -12 Kurang bagus
-18 s/d -15 Jelek
-25 s/d -18 Sangat jelek
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) atau Equivalent Isotropic Radiated Power adalah nilai daya yang dipancarkan antena directional untuk menghasilkan puncak daya yang diamati pada arah radiasi maksimum penguatan antena. Rumus EIRP dapat dituliskan:
EIRP = Tx power (dBm) + Antena Gain (dBi) –cable loss (dB) (2.5) Dimana:
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm) Tx Power = Transmitted Power (dBm)
RSSI (Received Signal Strength Indication)
RSSI adalah merupakan parameter yang menunjukkan daya terima dari seluruh sinyal pada band frequency channel pilot yang diukur. Dalam artian semua daya sinyal yang terukur oleh penerima pada satu band frequency wcdma
digabungkan menggunakan proses rake receiver. Parameter ini diukur pada arah downlink dengan acuan pengukuran pada konektor antena penerima (MS). Dalam proses cdma dijelaskan bahwa pengguna lain pada jaringan yag sama merupaka interferensi, atau disebut dengan istilah self interference dimana hal itu dapat memperkuat daya terima, begitu juga dengan sinyal dari sektor lain yang notabene satu band freuency dengan melayani MS pada saat ini.
BAB III
3.1 Peralatan Penelitian
Pelaksanaan pengukuran Walk Test membutuhkan berberapa tools agar dapat menghasilkan data yang akurat. Tools yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tems Investigation 11, MapInfo Profesional 11, GPS (Global Positioning System), MS (Mobile Station) dan kabel data, Laptop dan kabel hub, mobil dan
inventer.
3.1.1 Tems Investigation 11
Tems Investigation merupakan salah satu software untuk mengukur kualitas sinyal dan perbaikan masalah yang berhubungan dengan sinyal. Tems dapat digunakan untuk outdoor (luar ruangan) yaitu dilakukan dengan berkendara mengelilingi rute tertentu dan dapat digunakan untuk Walk Test yaitu untuk digunakan di dalam ruangan dilakukan dengan berjalan kaki. Gambar 3.1 menunjukkan softwaretems investigation 11.
3.1.2 MapInfo Profesional 11
Map info Profesional merupakan sebuah software yang memiliki kemampuan menggabungakan dan menampilkan sebuah peta/lokasi dengan data yang berasal dari berbagai sumber. Software ini bertujuan untuk mempermudah perkerjaan dalam pemetaan suatu daerah dengan memasukkan berbagai elemen kedalam peta tersebut.
Dalam hal kombinasi terhadap software Tems investigation, Software ini berfungsi sebagai support dalam hal rute atau map jalan sebagai acuan untuk melakukan mobility. Untuk ekstrak hasil file data dari hasil pengukuran dengan
tems investigation dapat buka pada software ini dengan tujuan agar mudah dianalisis. Gambar 3.2 menunjukkan software MapInfo 11.
Gambar 3.2 Software MapInfo 11
3.1.3 GPS
yang dilakukan GPS (global positioning system). berfungsi untuk menentukan titik dimana User atau pengguna berada. Gambar 3.3 menunjukkan alat GPS
(global positioning system).
Gambar 3.3 GPS
3.1.4 MS (Mobile Station) dan kabel data
Dalam pengukuran ini menggunakan perangkat Sony Ericson K800i yang telah di instal dengan software tems di perangkatnya. Pengukuran kualitas jaringan yang akan di ukur menggunakan 2 MS yaitu untuk Operator Telkomsel dan Operator XL.
Gambar 3.4 Sony Ericson K800i dan kabel data
3.1.5 Laptop dan USB hub
Laptop digunakan sebagai tempat bekerja. Laptop yang digunakan adalah yang telah terinstal Software Tems Investigation dan Map info Profesional sebagai alat untuk mengukur.
Karena keterbatasan port USB pada laptop maka untuk memudahkan pekerjaan dalam pengukuran digunakan perangkat tambahan yaitu USB hub yang fungsi nya sama seperti port USB pada laptop yaitu untuk mengubungkan perangakat dengan laptop. Gambar 3.5 menunujukkan gambar laptop dan USB
hub.
3.1.6 Mobil dan Inverter
Mobil dan Inverter digunakan pada saat pengukuran berlangsung. Mobil digunakan sebagai kendaraan untuk melakukan Mobility melalui rute tertentu.
Inverter berfungsi sebagai sumber tegangan untuk laptop karena sumber tegangan batrai pada laptop memiliki kapasitas yang rendah sedangkan perjalanan atau rute jauh. Inverter langsung tersambung dengan aki mobil sebagi sumber tegangan. Gambar 3.6 menunjukkan peralatan inverter dan mobil.
Gambar 3.6 Inverter dan mobil 3.2 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini memiliki tahapan tahapan sebagai berikut : 1. Hidupkan laptop yang telah terinstal Tems Investigation 11
2. Pasang adaptor laptop ke inverter untuk sumber tegangan 3. Pasang USB hub ke laptop
Dalam pungukuran ini menggunakan 2 MS yaitu MS 1 untuk idle mode
dan MS 2 untuk mengukur kecepatan download. MS dihubungan dengan kabel data ke USB hub.
5. Pada software Tems connect all semua perangkat yaitu GPS dan kedua MS. Pastikan semua perangkat telah terpasang sempurna.
6. Cek status MS dan GPS position apakah sudah benar. 7. Atur command Sequence pada menu aplikasi tems.
Pada pengukuran ini mengunakan perintah voice dengan kedua MS di lock
WCDMA.
8. Star Recording melintasi rute yang telah ditetapkan. 3.3 Rute Map Pengukuran
Daerah yang akan dilakukan pengukuran adalah bandara Kualananamu. Kualanamu adalah Bandar Udara yang terletak di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Bandara ini terletak 39 km dari kota Medan. Bandara ini adalah Bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Lokasi Bandara ini dulunya bekas areal perkebunan PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa yang terletak di Kecamatan Beringin, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Gambar 3.7 Layout lantai 2 kualanamu
3.4 Model Propagasi Path Loss yang Digunakan
Untuk memprediksikan nilai path loss maka dipilih model propagasi untuk ruangan, yaitu ITU-R dan COST231 multi wall. Kedua model propagasi dipilih berdasarkan pada kesesuaian aspek lantai dan dinding yang digunakan pada kedua model propagasi. Kedua model ini juga cocok untuk digunakan dalam memprediksikan path loss di dalam ruangan. Parameter-parameter yang mempengaruhi nilai dari link budget ditunjukkan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Tabel parameter link budget
Parameter Nilai
Kondisi daerah Suburban
Frekuensi (fc) 2145 MHz
Jarak antena indoor dengan MS (R) 0,01 km Tinggi antena indoor(ht) 10 m
Tinggi antena MS (hr) 1.5 m
Fading Margin 10 dB
Wall loss 18 dB