• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL Vol 7 No 1 Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL Vol 7 No 1 Tahun 2012"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PELINDUNG Inspektur Jenderal - PENASIHAT Sekretaris Inspektorat Jenderal - PEMBINA Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V - PEMIMPIN UMUM Andi Hartono, ST - PEMIMPIN REDAKSI Dra. Wiwi Harti, MM - WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Drs. Arif Makawi - REDAKTUR PELAKSA-NA Ani Susilaningsih, SE - SEKRETARIS REDAKSI Ruri Martini Dewi, SH, M.Sc - REDAKTUR PRA CETAK Uun Wulandari, SE, Laili Fithri Hidayati - KORESPONDEN Brigita Maria Viantine, S.Si, Tetria Yunik Pamung-kas, ST, Muhammad Martha Adiputra, A.Md - KONTRIBUTOR Amirulloh, S.Sit, M.MTr, M. Soiyuddin, ST- EDITOR Lely Kurnia Sadikin, S.Pd, Helma Agnes Dinantia - LAY OUT/SETTING Rangga Prasetya D, Ary Hidayatullah, A.Md - PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Darma Sanjaya, SH, Saiful Ariin, A.Md

2

EDITORIAL

3

PROFIL

22

OPINI

5

PERATURAN

9

NARASUMBER

53

SERBA SERBI

• Upaya Penerapan Integritas Pelayanan Publik Dinas Per-hubungan, Komunikasi dan Infor-matika (Dinhubkominfo) Provinsi Jawa Tengah

• Penerapan Zona Integritas dan Integritas Pelayanan Publik Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur

• Pelayanan Publik dan Zona In -tegritas Administrator Pelabuhan Kelas I Banjarmasin

• Tidak Semua Stress Itu Negatif • Anekdot

Nelson Barus - Inspektorat Jenderal: Kerja Keras dan Disiplin, Kunci dari Kesuksesan

Membangun Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi

• Internal Audit Capability Model (IA-CM), Kerangka Kerja Pe-ningkatan Efektivias Audit • Perpanjganan Batas Usia Pen

-siun Auditor, Dilema Kah? • Selintas Perjalanan USPK (Unit

Simpan Pinjam Karyawan) Inspektorat Jenderal

• Integritas dan Pelayanan Publik (tinjauan Terhadap Pelayanan Publik/Perizinan di Lingkungan Kementerian Perhubungan) • Oleh-Oleh Dari Cina • Pemilihan Unit Pelaksana

Teknis dengan Kinerja Terbaik di Lingkungan Kementerian Perhu-bungan

Zona Integritas • Peningkatan Pelayanan Publik

Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak Surabaya : Upaya Menuju Zona Integritas

(3)

M

Membayangkan Indonesia tanpa ko-rupsi, merupakan cita-cita bersama dalam menatap masa depan Indonesia yang gemilang. Upaya membangun Indo-nesia bebas korupsi menjadi salah satu gerakan yang terus dikumandangkan oleh lembaga-lembaga anti korupsi kepada pemerintah pusat maupun daerah. Komit-men pemberantasan

korupsi diwujudkan dalam bentuk

pem-bangunan Zona In

-tegritas (ZI) dalam

lingkup Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/Pemda), yang dicirikan den-gan adanya program pencegahan korupsi yang konkrit sebagai bagian dari upaya

percepatan Reformasi Birokrasi dan pe-ningkatan pelayanan publik.

Zona integritas menandai dimulainya

ge-rakan masif dalam membangun WBK. Semangat membangun Wilayah Bebas Korupsi (WBK). Semangat membangun ini merupakan salah satu amanat Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2004, yang me-nyebutkan bahwa setiap Kementerian/ Lembaga tingkat pusat maupun daerah

editorial

M A J A L A H T R A N S P A R A N S I

harus meletakkan program Wilayah Bebas dari Korupsi. Hasil evaluasi memperlihatkan WBK hanya dapat terwujud apabila dida-hului dengan komitmen pemberantasan korupsi oleh seluruh unsur dalam instansi pemerintah atau Kemen-terian/Lembaga/ Pemerintah Daerah (K/L/Pemda).

Seiring dengan penetapan Zona Integritas (ZI) di berbagai Kementerian/Lembaga/

Pemerintah Daerah (K/L/Pemda), diharap-kan salah satu sasarannya yaitu unit pela-yanan publik. Tidak hanya didorong untuk memperbaiki diri, namun juga didorong untuk menciptakan hubungan yang baik dengan masyarakat sebagai stakeholder utama. Muaranya, agar antara pemerin-tah sebagai pelayan publik dan masyara-kat sebagai pengguna layanan dapat saling mendukung untuk sebuah peningkatan kualitas layanan yang lebih baik.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2011, terdapat 10 instansi pemerintah dengan layanan publik terbaik dan minim suap atau memiliki in-tegritas terbaik. Salah satunya adalah Ke-menterian Perhubungan dengan nilai integ-ritas 7,47 atau urutan ke 6 dari 10 instansi pemerintah. Semoga hal tersebut dapat menjadi langkah awal bagi pimpinan untuk

mencanangkan Zona Integritas di

Kemen-terian Perhubungan.

(4)

Kerja Keras dan Disiplin

Kunci Dari Kesuksesan

M

enghabiskan masa kecil sampai me- namatkan Sekolah Menengah Atas

di Kota Medan memberikan Nelson

muda bekal keberanian dan tantangan untuk melanjutkan pendidikannya ke Per-guruan Tinggi. Pilihannya jatuh pada kota Yogyakarta, tidak tanggung-tanggung ber- bekal kecerdasan dan kerja keras meng-antarkan beliau mendapatkan 2 gelar akademik pada 2 Universitas terkemuka di kota gudeg tersebut, yaitu Sarjana Muda Ekonomi jurusan Administrasi Keuangan di Universitas Gadjah Mada dan Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Perusahaan di Universitas Islam Indonesia. Kedua-duanya diselesaikan pada tahun yang sama yaitu tahun 1982.

Dengan modal 2 ijasah dan tekad yang kuat, anak kedua dari enam bersaudara ini mengikuti ajakan teman-temannya untuk mengadu nasib di Jakarta. Keinginan

untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil

se-benarnya tidak disetujui oleh ayahnya. Sang ayah menginginkan anaknya menjadi

pebisnis seperti dirinya. Namun keinginan Nelson muda ini begitu kuat hingga mengantarkannya lulus tes CPNS pada

tahun 1984 pada 3 Departemen yaitu

Departemen Dalam Negeri, Departemen

ESDM, dan Departemen Perhubungan. Melalui perenungan sebuah petuah ten-tang kemudi dan sekrup, menjadikan beliau memilih Kementerian Perhubungan sebagai pilihan dan titian karier yang dapat menjadikan beliau tidak hanya menjadi sebuah sekrup tapi juga menjadi kemudi.

Memulai kariernya di Kementerian Per-hubungan pada tahun 1985 suami dari

Meryna Sembiring ini langsung ditem-patkan di Biro Keuangan Sekretariat Jen-deral Inspektorat JenJen-deral Kementerian Perhubungan. Selanjutnya beliau diang-kat sebagai Atase Perhubungan pada tahun 2007-2011. Tidak hanya sukses di bidang pekerjaan saja dalam bidang pendidikan pun beliau berhasil menyele-saikan pendidikan pasca sarjananya pada jurusan Manajemen pada tahun 1977.

Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan, demikian pesan beliau yang telah berhasil mendidik anak-anaknya. Anak pertamanya dari tiga bersaudara, tahun ini akan menyelesaikan kuliahnya di ITB Bandung, sementara anak keduanya tugas mengikuti pendidikan di Michigan University, USA, Jurusan Mechanical Engi-ner dengan beasiswa, sedangkan yang

Nelson Barus, begitulah ia biasa disapa--adalah pejabat baru di Inspektorat Jenderal sebagai Inspektur IV sejak tahun ini. Walaupun beliau baru bergabung dengan Inspektorat, namun kiprah nya sudah sangat lama di Kementerian Perhubungan. Lahir di Kaban Jahe, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara 54 tahun yang lalu, Nelson kecil tumbuh di sebuah kota yang terletak sekitar 76 km dari pusat kota Medan dengan panorama 2 gunung api yang masih aktif, yakni Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak.

(5)

bungsu masih sekolah di SMUN 8 Jakarta.

Setelah malang melintang selama 22 tahun dalam berbagai posisi mulai dari Kepala Sub Bagian sampai dengan Kepala Bagian terus ditekuninya, hingga sekembalinya tugas dari Jepang sebagai Atase Perhubungan di Jepang, belliau mendapat amanah untuk menjabat sebagai Inspektur IV. Tentu saja jabatan tersebut merupakan hal baru bagi beliau, namun hal itu tidak menjadikan beliau patah semangat. Dengan menantang diri sendiri, bersemangat untuk mempelajari hal lain dengan meminta bantuan kepada seluruh pihak yang berkepentingan baik itu bawahan, sesama rekan kerja atau bahkan pimpinan untuk mengajarkan hal-hal yang beliau belum pahami. Menurutnya, pengalaman yang pernah duduk sebagai auditi dan kini menjadi aparat pengawasan, tugas baru yang dititipkan kepada be-liau bukan hal yang sangat berbeda. Pengetahuan dan pengalaman yang dahulu didapat selama di Biro Keuangan sangat membantu pekerjaan saat ini. Berbagai penge-tahuan dan pengalaman tersebut berguna untuk mengetahui bagaimana melihat kelemahan sebuah sistem yang ada dan bagaimana cara mengatasinya.

Pandangan Beliau terkait dengan Pem-bangunan Zona Integritas

Inspektorat Jenderal sebagai jantung

pe-ngawasan di lingkungan Kementerian Per- hubungan tidak boleh berhenti dalam me- mompa darah pemberantasan korupsi. Secara dinamis setiap kegiatan memi-liki tahapan untuk maju dan setiap ta-hapan haruslah memiliki proses yang berkesinambungan sesuai cita-cita Bangsa ini. Gerakan yang harus dibangun oleh Inspektorat Jenderal haruslah gerakan yang holistic dan terintegrasi yaitu memiliki kedisiplinan dalam penerapan peraturan adil tidak pandang bulu serta konsisten. Salah satu langkah dalam mencapai Wilayah Bebas Korupsi (WBK) adalah tidak lepas dari kesejahteraan pegawai didalamnya, untuk itu Inspektorat Jenderal memiliki peran penting dalam mendorong tercapainya remunerasi.

Di kutip dari semboyan hidup beliau,

“why not the best, next time better”. Itulah harapan yang ingin diwujudkan oleh beliau. Jika tidak dapat melakukan yang terbaik hari ini, kesempatan berikutnya kita harus melakukan yang lebih baik lagi untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kerja keras dan disiplin merupakan cara yang beliau terapkan dalam melaksanakan semua tugas yang diamanahkan dan kepadanya.

Penulis,

(6)

P

ermenpan & RB

Nomor 20 Tahun

2012 tentang Pedo-man Umum

Pemban-gunan Zona Integri -tas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) terdiri dari 3 (tiga) buah pasal dan 5 (lima) BAB pada lampiran. Inti dari per- aturan tersebut ada-lah sebagai pedoman/ acuan bagi pejabat di lingkungan Kemen-terian/Lembaga dan

Pemerintah Daerah dalam rangka

mem-bangun Zona Integritas Menuju WBK.

Adapun maksud dan tujuan yaitu :

1. Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pimpinan K/L/Prop/Kab/

Kota dalam membangun Zona

Inte-gritas mewujudkan WBK di lingkungan instansi masing-masing.

2. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah memberikan keseragaman

pemaha-MEMBANGUN ZONA INTEGRITAS

MENUJU WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI

man dan tindak dalam membangun zona in-tegritas menuju WBK.

Apabila dilihat dari

deinisinya, zona in -tegritas adalah sebu-tan atau predikat yang diberikan kepada K/L/ Pemda yang pimpinan dan jajarannya mem-punyai niat (komitmen) untuk mewujudkan bi- rokrasi yang bersih dan melayani. Predi-kat tersebut tidak da-tang begitu saja melainkan ada beberapa hal yang harus dilalui diantaranya dengan melakukan penandatanganan dokumen pakta integritas tidak hanya oleh pimpinan tapi juga seluruh pegawai yang di lingkung-an unit kerja ylingkung-ang berslingkung-angkutlingkung-an. Hal ini masuk dalam kategori pencanangan zona integritas sebagaimana tercantum dalam peraturan ini.

Penandatanganan pakta integritas diharap-kan budiharap-kan suatu formalitas belaka, namun

(7)

benar-benar dapat diimplementasikan. Ber- dasarkan survey yang dilakukan oleh

Transparency International (organisasi in-ternasional non pemerintah yang didirikan di Jerman, mempunyai tujuan memerangi korupsi), tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke 100 dari 183 negara dengan Cor-ruption Perception Index sebesar 3,0, naik 0,2 dibandingkan dengan tahun sebelum-nya (Kompas, 1 Desember 2011), ada

pe-rubahan namun tidak signiikan dalam hal

pemberantasan korupsi. Perlu ada suatu langkah besar dan strategis untuk menaik-kan nilai indeks tersebut.

Pedoman selanjutnya adalah pembangun-an zona integritas. Apabila suatu K/L/Pem-da telah mencanangkan zona integritas di wilayahnya masing-masing, selanjutnya adalah mewujudkan komitmen pencega-han korupsi melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi yang nyata (konkrit) secara terpadu dan disesuaikan dengan kebutuhan K/L/Pemda yang ber-sangkutan.

Langkah yang mungkin dapat ditiru oleh K/L/Pemda di seluruh Indonesia adalah seperti yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur. Sebagai bentuk komitmennya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih

dan bebas dari KKN, telah ditetapkan Zona Integritas dalam Keputusan Gubernur No -mor 188/663/KPTS/013/2011 tanggal 28

Nopember 2011. Dalam keputusan terse -but, Gubernur menetapkan bahwa sebagai langkah awal pelaksanaan zona integritas dilaksanakan pada Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Perijinan terpadu (P2T) pada Badan penanaman Modal Provinsi Jawa Timur, dan Unit Pelaksana teknis Lalu Lin-tas dan Angkutan Jalan pada Dinas Per-hubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur.

Menurut penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua, berdasar-kan kajian dan pengalaman setidaknya ada 8 (delapan) penyebab terjadinya korupsi di Indonesia, yaitu :

1. Sistem penyelenggaraan negara yang keliru.

2. Kompensasi PNS yang rendah.

3. Pejabat yang serakah.

4. Law Enforcement tidak berjalan. 5. Hukuman yang ringan terhadap

korup-tor.

6. Pengawasan yang tidak efektif. 7. Tidak ada keteladanan pemimpin. 8. Budaya masyarakat yang kondusif

KKN.

(8)

Setelah diketahui setidaknya terdapat 8 (delapan) penyebab korupsi, pencegah-an korupsi ypencegah-ang bersifat konkrit seperti dijabarkan dalam Permenpan nomor 20 tahun 2012 antara lain adalah dengan so-sialisasi/pelatihan/kampanye anti korupsi,

penyampaian LHKPN, pembentukan unit pengendalian gratiikasi, penyusunan kode

etik pegawai, penyediaan sistem dan sara-na pengaduan masyarakat (whistle blower system), kajian dalam rangka perbaikan sistem dan kegiatan-kegiatan lain yang

merupakan inisiatif dari K/L/Pemda. Hal lain yang dapat secara paralel dilakukan antara lain : penataan/penyempurnaan di bidang kelembagaan, sumber daya ma-nusia, ketatalaksanaan, peraturan perun dang-undangan, penguatan pengawasan dan akuntabilitas, peningkatan pelayanan publik serta perubahan budaya kerja.

Banyak hal dapat dilakukan untuk mence-gah terjadinya korupsi. Dalam suatu K/L/ Pemda, setidaknya terdapat pengawas internal yang akan mengawasi secara ke-seluruhan kegiatan yang ada di K/L/Pemda ybs. Perlu adanya pengendalian intern un-tuk mendeteksi dan mencegah korupsi ( Su-radi, 2006). Pernyataan tersebut diperkuat lagi dalam Peraturan Pemerintah nomor

60 tahun 2008 tentang Sistem Pengen-dalian Intern Pemerintah pasal 47 ayat (2) Untuk memperkuat dan menunjang

efekti-itas sistem pengendalian intern, dilakukan

pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah ter-masuk akuntabilitas keuangan negara. Pengawasan intern tersebut dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Posisi Inspektorat Jenderal pada masing-masing Kementerian mempunyai tugas penting untuk melakukan pengawasan

in-ternal, sehingga hal-hal lain seperti sosialisasi anti korupsi, pembe-nahan terhadap peraturan atau perbaikan sistem prosedur dapat berjalan seiring sejalan dengan tu-gas pengawasan.

Selanjutnya dalam Permenpan dan RB nomor 20 tahun 2012 menjelaskan pula tentang proses pembangunan unit kerja berpre-dikat WBK. Proses tersebut

me-liputi 3 (tiga) hal, yaitu identiikasi,

penilaian dan penetapan. Setelah

proses pembangunan Zona in -tegritas berlangsung dalam wak-tu yang dinilai memadai, pimpinan K/L/ Pemda yang memperoleh opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas lapo-ran keuangan sekulapo-rang-kulapo-rangnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP), melakukan

identiikasi unit kerja yang dianggap berki -nerja baik dan dapat diusulkan menjadi unit kerja yang berpredikat WBK.

Dalam tahap penilaian, Tim Independen

(9)

sele-sai, tahap selanjutnya adalah penetapan. Berdasarkan usulan/rekomendasi dari Tim Penilai Independen, Menteri

Pendaya-gunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi menerbitkan Keputusan yang menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja berpredikat WBK. Sedangkan unit kerja berpredikat wilayah birokrasi ber-sih dan melayani (WBBM) ditetapkan oleh presiden.

Setelah ditetapkan sebagai WBK/WBBM, perlu dilakukan pembinaan dan wasan. Model pembinaan dan penga-wasan yang diatur dalam Permenpan ini adalah sebagai berikut :

a. Pembinaan, dilakukan tidak hanya ke-pada unit kerja tapi juga keke-pada pega-wai dari unit kerja yang bersangkutan. Terhadap unit kerja, pembinaan dilaku-kan dengan cara memberidilaku-kan asistensi perbaikan sistem dan prosedur, fasilitas yang memadai, atau pelatihan teknis. Sedangkan terhadap pegawai, pembi-naan dilakukan dalam bentuk berbagai pelatihan anti korupsi termasuk melalui pendekatan agama dengan meng-gunakan metode yang sesuai dengan tingkat usia (Andragogi).

b. Pengawasan, dilakukan oleh masyara-kat atau tim independen yang ditunjuk oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan RB. Predikat WBK dapat

dicabut oleh Menteri apabila hasil lapo-ran dari masyarakat dan tim indepen-den terbukti kebenarannya.

Pengawasan dari masyarakat tidak hanya

diatur dalam Permenpan & RB Nomor 20

tahun 2012. Peraturan yang lebih tinggi mengatur tentang peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pembe-rantasan korupsi diatur dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

pasal 41 ayat (2) yang menyatakan bahwa peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.

Kesimpulan

Korupsi bukan hal baru, keberadaannya mungkin sampai dengan saat ini belum

dapat dihilangkan. Namun dengan mun

-culnya Peraturan Menpan & RB Nomor 20

tahun 2012, diharapkan pemberantasan korupsi dapat lebih ditingkatkan lagi se-hingga indeks persepsi korupsi Indonesia

dapat meningkat secara signiikan. Satu

hal yang perlu dicermati dari isi Permen-pan tersebut adalah Komitmen Pimpinan. Sebagai decision maker pada suatu unit kerja, sepertinya komitmen pimpinan untuk membangun zona integritas menuju WBK adalah hal mutlak wajib ada. Mencuplik sedikit apa yang diajarkan Bapak Ki Hajar Dewantoro (Tokoh dan Pelopor Pendidikan di Indonesia), seorang pemimpin harus ing ngarso sung tulodho (memberikan teladan),

ing madya mangun karso (mampu meng-gerakkan orang-orang disekitarnya), dan

tut wuri handayani (mampu mengendalikan dari belakang, mengarahkan dan mendo-rong orang-orang agar bergerak maju se-suai dengan tujuan yang ditetapkan).

Namun, pimpinan tanpa bawahan juga ti -dak akan ada artinya. Kerjasama diantara keduanya yang akan menentukan sukses atau tidaknya suatu organisasi dalam men-capai visi dan misi yang sudah ditetap-kan. Ketika Pimpinan sudah berkomitmen, maka bawahannya pun juga harus melak-sanakannya secara konsisten.

Penulis,

(10)

K

omitmen untuk pemberantasan korupsi

di wujudkan dalam bentuk Zona Integ

-ritas (ZI) sebagai persiapan menuju Wilayah

Bebas Korupsi (WBK). Dalam rangka mem-percepat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dengan cara percepatan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik secara konsisten. Untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi di Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah telah melakukan beberapa upaya yaitu :

1. Penandatangan Pakta Integritas semua staf, pejabat dan termasuk petugas Jembatan Timbang;

2. Penyampaian Laporan Hasil Kekayaan

Negara (LHKPN) tahun 2011 telah

di-laporkan kepada KPK;

3. Penyusunan Kode Etik Pegawai saat

ini mengacu kepada PP No.42 Tahun

2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps

dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;

4. Sedangkan upaya untuk pencegahan korupsi adalah dengan Pengawasan dan Pengendalian terhadap pelaksa-naan anggaran.

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan In-formatika (Dinhubkominfo) bertugas untuk melakukan pembangunan, kontrol dan per-baikan di Sektor Perhubungan, Komunikasi dan Informatika di Provinsi Jawa Tengah. Unit Kerja yang ada pada Dinhubkominfo terdiri dari 1 Sekretariat, 7 Bidang dan 10 Unit Pelayanan Perhubungan (UPP) yang

Sambutan hangat dan ramah dari Bapak Urip Sihabudin, SH, MH saat kami ber-kesempatan mewawancarai Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Infor-matika Provinsi Jawa Tengah pada hari Kamis, 14 Juni 2012 bertempat di Jalan Siliwangi 355-357 Semarang. Pria kelahiran Brebes, 24 Desember 1966 kuliah S1 dibidang Hukum dan beliau melanjutkan S2 jurusan Magister Hukum ini mulai men-jawab satu persatu pertanyaan Tim Jurnal dengan lugas.

UPAYA PENERAPAN INTEGRITAS

PELAYANAN PUBLIK

(11)

tersebar di Semarang, Pekalongan, Te-gal, Banyumas, Kebumen, Magelang, Surakarta, Wonogiri, Salatiga dan Pati. Dalam melaksanakan tugas dan fungsin-ya Dinhubkominfo mempunfungsin-yai Visi “Ter-wujudnya Pelayanan dan Pengemban-gan PerhubunPengemban-gan Komunikasi Publikasi

Informasi dan Telematika yang efektif dan

eisien di Provinsi Jawa Tengah.”

(12)

Transpor-tasi Laut. Seluruh proses pelayanan pub-lik dilaksanakan sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

Terdapat pelayanan Publik yang sifatnya

Dekosentrasi seperti Pelayanan Sertiikat

Registrasi Uji Tipe (SRUT), Ijin Pemakaian Dermaga untuk kepentingan sendiri, dll. Untuk Penyelenggaraan Pelayanan Publik disediakan Fasilitas Pelayanan Satu Pintu, dengan fasilitas tersebut maka seluruh pelayanan publik termasuk pelayanan per-izinan dilayani dalam satu ruangan. Proses kegiatannya mulai dari permohonan sam-pai dengan pernyataan selesainya proses pelayanan publik kepada masyarakat dila- yani diruangan tersebut. dengan pernyata-an selesainya proses pelaypernyata-anpernyata-an publik ke-pada masyarakat dilayani diruangan terse-but.

Contoh-contoh Pelayanan Administrasi

(Per-ijinan) yang diterbitkan oleh Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah, adalah :

1. Retribusi Ijin Trayek;

2. Perpanjangan Kartu Pengawasan (KP) dan Kartu Jam Perjalanan (KJP);

3. Ijin Insidentil;

4. Ijin Rekomendasi Bus AKAP/Pariwisata/ Sewa;

5. Ijin Pemakaian Dermaga Untuk Kepen-tingan Sendiri (DUKS);

6. Surat Persetujuan Ijin Trayek/Opera

-sional (SPIT/O);

7. Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT); 8. Surat Keterangan Rubah Bentuk; 9. Ijin Usaha Jasa Transportasi.

Salah satu upaya untuk memberikan kemu-dahan kepada masyarakat, Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah telah melimpahkan hampir sebagian besar proses perizinan dibidang angkutan kepada Unit Pelayanan Perhubungan (UPP) yang tersebar di 10 kota/kabupaten. Dengan pelimpahan ini, maka pelayanan perizinan menjadi semakin mudah dan cepat. Disisi lain, data perizinan tetap terintegrasi ke kantor Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah.

Dinhubkominfo Provinsi Jawa Tengah se-lalu berkomitmen untuk bekerja secara pro-fesional serta terus berupaya melakukan pengembangan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik dan mendorong peran serta masyarakat dibidang Transportasi, Komunikasi dan Informatika.

Peningkatan pelayanan publik degan Pe-

layanan Satu Atap / One Stop Services, Online System Perijinan Trayek, Online Sys -tem Jembatan Timbang, Evaluasi secara

berkala, serta pemasangan CCTV, telah mendapatkan pengakuan dengan sertii

-kat ISO 9001 : 2008 untuk Pelayanan Izin

Trayek Angkutan Antar Kota dan Provpinsi (AKDP).

Tim Jurnal,

Amirulloh Martha Adiputra Rangga Prasetya D.

(13)

Penerapan Zona Integritas dan Integritas

Pelayanan Publik

Stop KKN! Slogan itu pasti sudah tidak asing lagi bagi kita. Kalimat

terse-but terkadang masih dianggap utopia/mimpi bagi sebagian orang yang

pesimis, namun bukankah ada sebagian lagi yang optimis hal itu dapat

dilakukan?

P

rovinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang ingin menghilang-kan stigma masyarakat yang menyatamenghilang-kan

bahwa KKN tidak dapat dihilangkan. Be -berapa waktu lalu, tepatnya tanggal 06

Maret 2012, di Gedung Negara Grahadi

Surabaya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencanangkan Provinsi Jawa Timur sebagai Provinsi pertama yang

menerap-kan Zona Integritas (ZI) anti korupsi. Zona

Integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu K/L/Pemda yang pimpinannya mempunyai komitmen mencegah terjadinya korupsi. Program ke-giatan pencegahan korupsi, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan reformasi birokrasi di lingkungan kerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur merupakan program utama yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan tersebut diawali dengan penan-datanganan Pakta Integritas oleh seluruh

pegawainya. Penetapan ZI itu sendiri se

-benarnya sudah dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2011 dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa

Timur Nomor 188/663/KPTS/013/2011 tentang Pembentukan Zona Integritas. ZI

pada tahap awal telah dilaksanakan pada Unit Pelaksana Teknis Lalu Lintas dan Ang-kutan Jalan pada Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur. Berikut adalah petikan komitmen tegas Gubernur Jatim, DR. H Soekarwo,

SH, M.Hum berkaitan dengan ZI. “Saya

tidak mentolerir dan tidak segan memecat jika ada praktek pungli di jembatan timbang terulang lagi. Saya serius betul menangani etalase pelayanan publik di jembatan tim-bang.”

Jumat 15 Juni 2012 Tim jurnal berkesem-patan untuk melakukan wawancara de-ngan Kepala Dinas Perhubude-ngan Provinsi Jawa Timur. Wawancara diawali dengan penjelasan dari Kepala Dinas Perhubungan

tentang penerapan Zona Integritas dan In -tegritas pelayanan publik sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Apartur

Negara dan reformasi birokrasi Nomor 20

tahun 2012. Upaya yang telah dilakukan di lingkungan Dinas Perhubungan dan LLAJ Jatim adalah dengan melakukan penan-datanganan pakta integeritas oleh selu-ruh pegawai. Hal tersebut dilakukan guna mengikat komitmen para pejabat dan

pega-Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur

(14)

wai untuk tidak melakukan tindakan korup-si. Selain penandatangan pakta integritas, penyampaian Laporan Hasil Kekayaan

Pe-jabat Negara juga sudah dilakukan.

Anggapan bahwa jembatan timbang adalah wilayah yang rentan terhadap korupsi ti-dak dipungkiri oleh Kadishub Provinsi jawa Timur Ir. Wahid Wahyudi, MT. Untuk meng-hilangkan anggapan tersebut, perlahan na-mun pasti dilakukan upaya dengan mengu-rangi seminimal mungkin campur tangan petugas pada jembatan timbang. Kadishub Provinsi Jatim sejak tahun 2010 ini me-nyatakan bahwa dulu ada keresahan ma-syarakat akan adanya kegiatan pungutan liar (Pungli) yang kerap terjadi di jembatan timbang. Kegiatan pungli sudah menjadi sistem yang sulit dihilangkan karena

ham-pir semua petugas bermain “kotor”. Muncul

gagasan dari Gubernur Jatim sendiri untuk menghapuskan praktek pungli tersebut sampai benar-benar bersih. Bagi Dinas Perhubungan gagasan tersebut meru-pakan tantangan untuk membereskan ma-salah pungli di 20 jembatan timbang Jatim. Dinas Perhubungan Propinsi Jatim dapat dikatakan membuat terobosan yang cu-kup berani dan cerdas dengan mengganti semua sistem manual dengan full

compu-terized. Perubahan sistem pelayanan yang semula manual menjadi computerized sys-tem adalah salah satu upaya untuk

mewu-judkan ZI. Pada awalnya perubahan terse -but banyak mengalami kendala dan protes, namun bisa diminimalisir sampai akhirnya hilang dan tercapai tujuan bersama yaitu mewujudkan pelayanan masyarakat yang prima dan bebas korupsi. Komitmen terha-dap peningkatan kinerja jembatan timbang antara lain dilakukan dengan :

1. Penandatangan pakta integritas oleh petugas jembatan timbang (Desember 2010);

2. Peningkatan koordinasi dengan POLRI

melalui penandatanganan MoU antara

Gubernur dengan KAPOLDA JATIM No.120.1/015/012/2011 dan KB/05/

III/2011 tentang peningkatan kesadaran tertib berlalu lintas dalam rangka peng-angkutan barang di jalan dan jembatan timbang di Jawa Timur;

3. Sebagai obyek evaluasi penilaian pela-yanan publik sektor perhubungan di Jawa Timur oleh KPK;

4. Pemberian bantuan transportbkepada petugas (jembatan timbang dan Polri) melalui dana APBD;

5. Proses MoU dengan BPK, terkait de-ngan pengawasan dan pelaporan

(15)

line;

6. Proses reviu Perda Kelebihan Muatan (Perda 7/2002).

Dengan sistem computerized semua data secara otomatis masuk dan ditampilkan pada layar, sehingga pengemudi dapat melihat langsung apakah muatannya ber-lebih atau tidak. Selain itu data yang masuk pada semua jembatan timbang di Jatim

juga rekaman CCTV pada masing-masing

jembatan timbang secara otomatis lang-sung terkoneksi dan tersimpan dengan

baik di pusat data transportasi (JTCC)

yang berada di kantor Dinas Perhubungan

Provinsi Jatim. JTCC diresmikan pada 27

oktober 2011 dengan tujuan untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan masyarakat akan jasa sehingga tercipta pelayanan yang tertib, teratur, tanggap dan bertanggung jawab terhadap keselamatan jasa per-hubungan, serta dengan mengedepankan system Teknologi Informasi dapat memacu pola kerja yang gesit, transparan, mudah diakses dan dapat dipercaya.

Dalam hal pengawasan jembatan

tim-bang selain pemantauan rutin dari JTCC,

Dishub Jatim juga membuat tim khusus untuk melakukan inspeksi mendadak (si-dak). Selain oleh tim khusus Dishub, sidak juga dilakukan oleh tim khusus Gubernur. Adanya reward dan punishment yang jelas

dan konsisten juga berpengaruh terhadap pelaksanaan zona integritas. Kadishub mengatakan bahwa pegawai jembatan tim-bang melalui dana APBD diberikan peng-hasilan tambahan yang terdiri dari Honor lembur (2 shift, pagi 3 jam, malam 4 jam) dan jaminan makan untuk petugas jem-batan timbang dan Polri.

Hal lain dalam implementasi WBK di jem-batan timbang adalah pengangkatan te-naga honorer swadana menjadi tete-naga honorer daerah, mengikat sikap dan pe-rilaku petugas jembatan timbang dengan menerapkan kode etik dan sosialisasi ke-pada pengusaha angkutan barang tentang penerapan zona integritas menuju WBK di jembatan timbang.

Lebih lanjut lagi Kadishub menuturkan bah-wa ke depannya di jembatan timbang yang memiliki area cukup luas akan diadakan pengembangan kawasan untuk rest area

sehingga masyarakat bisa menikmati jem-batan timbang sebagai area public service

yang baik. Pada akhir wawacara beliau ber-harap dengan adanya penertiban jembatan timbang dapat tercipta jembatan timbang yang bersih dan berwibawa, serta bebas dari pungutan liar.

Tim Jurnal :

Ruri Martini Dewi, SH, M.Sc Brigita Maria Viantine, S.Si

(16)

Pelayanan Publik dan Zona

Integritas

U

ntuk membangun Pela- yanan Publik yang ber-orientasi kepada kepentingan publik, dibutuhkan adminis-trasi atau birokrasi yang pro-fesional. Sebelum sampai pa- da pelayanan publik, sebaik- nya kita mengenal terlebih dahulu tentang Administrasi Publik. Menurut Soesilo Zauhar (dosen Ilmu Admi-nistrasi Publik, Universitas

Brawijaya), Administrasi

Ne-gara/Publik adalah proses kerjasama yang berlaku da-

lam organisasi publik dalam rangka mem-berikan pelayanan publik.

Admintrasi publik atau dahulu dikenal

dengan Administrasi Negara pada

dasar-nya adalah sebuah bentuk kerjasama administrasi yang dikerjakan oleh 2 orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Sedang tujuan (goal) dari Administrasi Publik adalah Publik Service atau Pelayanan Publik.

Didalam hukum Administrasi Negara

In-donesia, istilah pelayanan publik diartikan

sebagai “segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah se-bagai upaya pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum maupun sebagai pelaksanaan ke-tentuan peraturan perundang-undangan”

Dalam rangka optimalisasi pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik dan

Pelayanan Publik memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu kewajiban pemerintah sesuai amanat Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Pelayanan Publik adalah melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Undang Undang tersebut menuntut pemerintah sebagai penyelenggara Pelayanan Publik memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai perkembangan kebutuhan ma-syarakat. Adapun yang menjadi harapan dan dambaan masyarakat adalah Layanan Publik yang responsive, transparan, partisipatif, akuntabel, serta bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

(17)

membantu lembaga publik mempersiapkan upaya-upaya pencegahan korupsi, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sejak tahun 2007, setiap tahun melakukan survey integritas sektor publik. Unsur penilaiannya terdiri dari Pengalaman Integritas (penga-laman responden terhadap tingkat ko-rupsi yang dialaminya) dan Potensial In-tegritas (Faktor-faktor yang berpotensi me- nyebabkan terjadinya korupsi yang di-persepsikan oleh responden).

Sebagai informasi, penilaian KPK ter- hadap Integritas Pelayanan Publik di lingkungan Kementerian

Perhubungan mengalami peningkatan yang cukup

signiikan. Jika pada tahun

2010 berada di peringkat 47 (empat puluh tujuh) dengan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) 4,21, maka setahun kemudian yaitu pada tahun 2011 mendapat peringkat 6 (enam) dengan nilai IPK 7,47. Hal ini merupakan lonjakan prestasi mem-banggakan yang dapat

dijadikan “momentum”

un-tuk memacu langkah lebih cepat guna mencapai pelayan publik yang prima di lingkungan Kementerian Perhubungan.

Selanjutnya untuk mengetahui imple-mentasi Pelayanan Publik di salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Per- hubungan, tim Jurnal Transparansi telah melakukan audiensi dengan Kepala Adpel (Administrator Pelabuhan) Kelas I Banjarmasin. Adpel Kelas I Banjarmasin merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang memiliki tugas melaksanakan Pemberian Pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Keamanan

dan Keselamatan Pelayaran di perairan pelabuhan untuk memperlancar angkutan laut.

Dari hasil audiensi dengan Capt. Yulius The, didampingi oleh Kepala Bagian Tata Usaha Bapak Nano Sunarno, diketahui bahwa Adpel Kelas I Banjarmasin telah melakukan langkah awal Pembangunan

Zona Integritas dengan berkomitmen

terhadap pemberantasan korupsi. Walau-pun penandatanganan Pakta Integritas baru dilakukan oleh Kepala Adpel Kelas I Banjarmasin, namun kedepan

penan-datanganan Pakta Integritas akan dilakukan oleh seluruh pegawai.

Kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi telah dilakukan antara lain: beberapa

pejabat yang wajib mengisi LHKPN (La-poran Hasil Kekayaan Pejabat Negara),

telah melaporkan kepada KPK. Selain itu juga telah melakukan sosialisasi anti korupsi kepada seluruh pegawai dilingkungan Adpel Kelas I Banjarmasin.

(18)

Beberapa tugas dan fungsi berkaitan langsung dengan publik/masyarakat/peng-guna jasa pelabuhan merupakan pelayanan publik, yaitu :

- Pemberian Surat Persetujuan Berlayar - Pengukuan, pendaftaran dan balik

na-ma kapal

- Pengurusan dokumen pelaut, perjanjian kerja laut dan penyijilan awak kapal

- Penerbitan sertiikasi keselamatan

ka-pal, surat ukur kaka-pal, surat tanda ke-bangsaan kapal dan hipotek kapal.

Dalam upaya percepatan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik, Kepala Adpel Kelas I Banjarmasin telah melakukan berbagai langkah an-tara lain :

- Memperbaiki dan melengkapi fasilitas kantor untuk mendukung pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan, seperti ruang tunggu yang cukup nyaman, ruang rapat dan ruang sentral surat. Pengadaan fasilitas kantor seperti peralatan computer, laptop, printer dan penunjang lainnya menjadi prioritas utama.

- Membangun ruang Layanan satu atap yaitu menyatukan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan Kepelabuhanan, Bidang Penjagaan dan Keselamatan (GAMAT), Bidang Kelaiklautan Kapal dan Bagian Tata Usaha dalam 1 (satu) tempat agar pelayanan dapat terpadu dengan baik. Sebelumnya terdapat 3 (tiga) bangunan yang terpisah, yaitu Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan Kepelabuhanan, Bidang GAMAT dan Bidang Kelaiklautan Kapal menempati masing-masing bangunan. Hal ini menimbulkan ketidak nyamanan bagi pengguna jasa pelabuhan karena harus bolak baik dari gedung satu ke gedung lainnya.

- Membangun ruang informasi dan konsultansi sebagai media untuk men-sosialisasikan peraturan/kebijakan dan

prosedur pelayanan baik kepada ma-syarakat maupun kepada pegawai dilingkungan Adpel Kelas I Banjarmasin. Selain itu dapat juga digunakan untuk

brieing pimpinan kepada stafnya/

pegawai untuk memonitor dan me-mastikan prosedur pelayanan publik telah dipatuhi dan dijalankan sesuai aturan.

- Menyusun SOP (Standar Operasional

Prosedur) tentang pemanduan sebagai alat untuk memandu kapal keluar masuk melintasi wilayah kerja Adpel Banjarmasin. Selain itu juga prosedur yang baku untuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, Persetuajuan Pe-muatan Barang Berbahaya (Dangerous Goods), penerbitan Sertiikat

Kese-lamatan Kapal, surat Ukur Kapal, Surat Tanda Kebangsaan Kapal dll.

‘- Melaksanakan Administrasi Publik sesuai SAP (Sistem Administrasi Perkantoran) pada Pelayanan Sentral Surat Terpadu. Pegawai yang tidak memiliki tugas pelayanan tidak diperkenankan untuk mengurus pelayanan administrasi. - Melaksanakan absensi dengan sys-

tem digital, apel setiap minggu dan pembinaan pegawai yang berkesinam-bungan dalam rangka meningkatkan kualitas dan disiplin pegawai.

Walaupun belum sepenuhnya melak-

sanakan Pembangunan Zona Integritas,

namun langkah kongkret dalam pelak-sanaan Pelayanan Publik yang telah dilakukan oleh Adpel Kelas I Banjarmasin menunjukkan komitmen yang tinggi dari pimpinan dan seluruh pegawainya dalam mendukung percepatan Reformasi Biro-krasi

Penulis:

WIWI HARTI

ANI SUSILANINGSIH LELY KURNIA SADIKIN

(19)

PENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK

KANTOR SYAHBANDAR KELAS UTAMA TANJUNG PERAK SURABAYA

UPAYA MENUJU ZONA INTEGRITAS

B

erdasarkan Peraturan Menteri

Pen-dayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2012

tentang Pedoman Umum Pembentukan

Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi, Zona Integritas tersebut dicirikan

dengan program pencegahan korupsi se-bagai bagian dari upaya percepatan refor-masi birokrasi. Adapun upaya penerapan program tersebut melalui peningkatan pelayanan publik disertai dengan sosialisasi secara aktif dan konsisten.

Sesungguhnya yang menjadi produk dari organisasi pemerintahan adalah pelayanan masyarakat (Public Service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan civil maupun layanan publik. Artinya

ke-giatan pelayanan pada dasarnya menyang-kut pemenuhan suatu hak, yang melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi) serta di-lakukan secara universal.

Terdapat dua paradigma dalam pelayanan publik. Paradigma pertama adalah pelayan-an publik, ypelayan-ang berorientasi pada pengelola pelayanan. Paradigma ini lebih bersifat bi-rokratis, direktif dan hanya memperhatikan/ mengutamakan kepentingan pimpinan/or-ganisasi pelayanan itu sendiri. Paradigma ini banyak mendapat keluhan dari masyarakat pengguna layanan karena kurang memper-hatikan kepentingan masyarakat pengguna layanannya. Masyarakat sebagai pengguna layanan tidak memiliki hak apapun karena, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelola pelayanan.

Paradigma kedua adalah paradigma pela- yanan publik yang berorientasi pada kepua-san pengguna layanan (customer driven government). Paradigma ini yang akan terus dikembangkan oleh pemerintah yang bersifat supportif dimana lebih memfokus-kan diri pada kepentingan masyarakat pengguna layanan. Pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan di-layani.

Membangun Indonesia yang bebas korupsi menjadi keyakinan dan optimisme bersama dalam menatap masa depan Indonesia. Dengan mengumandangkan gerakan antikorupsi ke setiap pemerintah pusat maupun daerah, berbagai upaya telah dilakukan oleh peme-rintah. Salah satu upaya pencegahan korupsi di lingkungan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian adalah dengan membentuk Zona Integritas sebagai per- siapan menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK).

(20)

Dalam rangka membangun Zona Intergri -tas tersebut, Kementerian Perhubungan tengah berupaya secara terus menerus meningkatkan sistem teknologi informasi agar dapat memberikan informasi terbaru kepada masyarakat/publik. Penetapan

Zona Intergitas di lingkungan Kementerian

Perhubungan alangkah baiknya jika segera ditetapkan, mengingat beberapa kemen-terian antara lain Kemenkemen-terian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, telah

men-canangkan Zona Integritas pada Unit Ker -janya, yang mencanangannya dihadiri oleh

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi. Kementerian Per-hubungan dengan Unit Pelaksana Teknis dan Satker Sementara sebanyak 560 UPT/ Satker Sementara yang tersebar dari Sa-bang sampai dengan Merauke.

Pencanan-gan Zona Integritas hendaknya dimulai dari

Unit Kerja Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Sekretariat Jenderal, Inspektorat

Jenderal, Direktorat Jenderal/Badan, Oto -ritas Pelabuhan Utama, Syahbandar Kelas

Utama, Otoritas Bandar Udara.

Dalam membangun Zona Integritas, yang

tak kalah penting melaksanakan keterbu-kaan informasi publik sebagaimana diatur

dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik, guna mem-berikan informasi secara jelas dan propor-sional kepada masyarakat luas. Pada tahun 2011 Kementerian Perhubungan meraih peringkat ke-4 sebagai Badan Publik paling terbuka dari Komisi Informasi Pusat. Kriteria penilaian dari Komisi Informasi Pusat yaitu berdasarkan informasi tentang regulasi

keuangan, kinerja dan proil Kementerian

yang terbuka kepada publik melalui portal/ website dan pelayanan informasi kepada publik secara langsung.

Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak selaku Unit Pelaksana Teknis Direk-torat Jenderal Perhubungan Laut, mela-yani kepentingan publik dengan mottonya

“Bekerja Dengan Nurani, melayani secara

profesional dan Akuntabel“. Kantor yang dipimpim oleh Christian Paulus Wanda,

S.Sos, M.H ini memiliki Visi “Melayani

De-ngan Nurani, Bekerja Secara Profesional ”

dan Misi yaitu :

1. Melaksanakan pelayanan tepat waktu, tepat mutu, santun dan profesional; 2. Menjaga dan melaksanakan

akuntabili-tas dan transparansi pelayanan ma-syarakat;

(21)

3. Melaksanakan pelayanan dengan nu-rani sebagai bentuk pengabdian ma-syarakat.

Dengan visi dan misi tersebut, Pria kelahi-ran Serui 26 Agustus 1954 ini mengatakan bahwa pencanangan zona integritas menu-ju wilayah bebas dari korupsi (WBK) di Kan-tor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas para Pejabat. Selain itu berbagai kegiatan yang dilaksanakan Kantor Syah-bandar Kelas Utama Tanjung Perak dalam rangka pencegahan korupsi, yaitu : 1. Penyampaian Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggaraan Negara (LHKPN) bagi

Pejabat Eselon II ;

2. Sosialisasi tentang Kode Etik Pega-wai yang berpedoman pada Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor PM. 99

Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai

Negeri Sipil Di Lingkungan Kementerian

Perhubungan;

3. Memberikan pengarahan secara rutin kepada seluruh pegawai ;

4. Memasang spanduk dan mema-sang Sispro Pelayanan Publik secara transparan dan akuntabel.

Kegiatan tersebut di atas menurut putra pasangan Markus Joris dan Antje Dirks

ini merupakan sebagian dari tindaklanjut keseriusan jajaran Kantor Syahbandar Ke-las Utama Tanjung Perak dalam rangka pencegahan korupsi. Dalam melaksanakan

pelayanan publik, Kantor Syahbandar Ke-las Utama Tanjung Perak mengacu pada :

1. UU No. 17 tahun 2008 tentang

Pela-yaran;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun

2002 tentang Perkapalan ;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang PNBP;

4. Permenhub Nomor. 68 Tahun 2010 ten -tang Juklak Jenis dan Tarif atas Jenis

PNBP yang berlaku pada Ditjen Hubla ;

5. Permenhub nomor 1 Tahun 2010

ten-tang Tata Cara Penerbitan Surat Perin -tah Berlayar (Port Clearance), dan

6. Permenhub Nomor 64 Tahun 2010 ten

-tang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Syahbandar.

(22)

satu bentuk konkrit kegiatan pencegahan korupsi pada Kantor Syahbandar Tanjung Perak. Pelayanan Satu Atap melayani ma-syarakat atau pengguna jasa mulai dari ad-ministrasi hingga keselamatan pelayaran. Pengguna jasa cukup menyerahkan surat/ dokumen ke-1 (satu) pintu dan menunggu hingga selesai, yang semuanya telah diatur

dalam protap/SOP. Dengan adanya protap/ SOP yang terpampang di pos pelayanan,

maka pengguna jasa dapat terhindar dari pungutan liar dan dapat mengetahui proses serta waktu yang dibutuhkan dalam

pela-yanan. Pada Pos “ Pelayanan Satu Atap ”

tersebut dicantumkan Prosedur Tetap La-yanan yang lengkap dengan waktu, biaya secara transparan serta akuntabel. Dalam hal pelayanan informasi, Kantor Syahban-dar Tanjung Perak menggunakan bentuk manual dan Teknologi Informasi.

Selain pos Pelayanan Satu Atap, Pria yang gemar berolah raga dan menyanyi ini menerbitkan buku “PANDUAN DAN INFORMASI KANTOR SYAHBANDAR

KELAS UTAMA TANJUNG PERAK SURA -BAYA “. Buku tersebut berisikan antara

lain : Sejarah Singkat Pelabuhan Tanjung

Perak, Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pelayaran, kutipan Peraturan Menteri Perhubungan terkait den-gan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Kinerja Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak Sura-baya, Sarana dan Prasa-rana Pelabuhan Tanjung Perak, Impelentasi ISPS

Code, Daftar Flow Chart Standart Operational Pro-cedure Kantor Syahbandar Kelas Utama Tanjung Perak, Prosedur Pelayanan Jasa Kapal di Pelabuhan dan In-stansi Terkait di Pelabuhan Tanjung Perak.

Dengan adanya buku panduan tersebut, pria yang mengenyam pendidikan dasar hingga Sarjana di Jayapura ini berharap dapat memudahkan masyarakat maupun pengguna jasa dalam mencari informasi mengenai Perhubungan Laut Umumnya dan Kantor Syahbandar Kelas Utama Tan-jung Perak Khususnya.

Kantor Syahbandar Tanjung Perak sangat menyadari bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan. Untuk sangat penting menurut Kepala Kantor Syahbandar Tanjung Perak, diikuti den-gan membangun SDM yang berkualitas dan memiliki integritas yang tinggi. Dengan dilaksanakan langkah-langkah tersebut, Kantor Syahbandar Tanjung Perak

opti-mist Zona Integritas yang diharapkan akan

tercapai yang pada akhirnya diharapkan dapat segera terciptanya wilayah bebas dari korupsi (WBK) di Kantor Syahbandar Tanjung Perak.

Penulis :

Andi Hartono Helma Agnes D. Rivai

(23)

INTERNAL AUDIT CAPABILITY MODEL (IA-CM)

S

ektor swasta yang memiliki karakteris-tik berbeda dengan sektor swasta, juga tidak lepas dari gelombang perubahan. Jika sektor swasta melakukan perubahan berupa inovasi-inovasi untuk bersaing di pasar, maka sektor publik memiliki tantan-gan perubahan berupa inovasi-inovasi un-tuk meningkatkan pelayanan kepada pub-lik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai salah satu elemen dalam melakukan pengawasan terhadap sektor publik memiliki peran sentral untuk menga-wal peningkatan pelayanan kepada publik. Perubahan dan perkembangan pesat yang sedang berlangsung, berkontribusi ter-hadap meningkatnya risiko-risiko yang di-hadapi. Antisipasi terhadap risiko dimaksud

yaitu dengan melakukan perubahan para-digma untuk meningkatkan kinerja penga-wasan. Jika sebelumnya pengawasan lebih banyak bersifat represif maka pengawasan saat ini lebih bersifat preventif/pencegahan bahkan tengah menuju ke pengawasan yang bersifat pre-emtif dengan melakukan hal-hal antisipatif terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi. Untuk mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance), APIP tidak lagi berperan se-bagai Watch Dog dalam pengertian hanya mencari-cari kesalahan melainkan dapat mengatasi persoalan dan permasalahan yang terjadi di lapangan melalui konsultasi dan asistensi terhadap semua kegiatan. APIP berupaya menjadi Quality Assurance

“Perubahan”, sebuah kata yang tengah menggambarkan dunia saat ini, kekuat-an sebuah perubahkekuat-an mampu menjadi penentu keberhasilan. Charles Darwin

dalam terori evolusinya mengatakan “mahluk hidup akan selalu melakukan pe-rubahan untuk beradaptasi dengan ling-kungannya agar terjaga eksistensinya”. Sektor privat (swasta) menjadi contoh nyata bagaimana perubahan merupakan kunci untuk berhasil mempertahankan eksisten-sinya. Nokia, sebuah merk telepon genggam terkemuka pada era 1990 -2000 awal, sekarang terseok-seok menghadapi ketatnya persaingan karena minimnya inovasi dan perubahan yang dilakukan.

KERANGKA

KERJA

(24)

yang dapat menjamin kualitas kegiatan pada sektor publik sehingga pada akhirnya APIP menjadi Agen Perubahan peningkat-an pelaypeningkat-anpeningkat-an publik.

Perubahan paradigma bukan hanya slo-gan semata, namun menjadi motivasi APIP untuk diwujudkan dalam pelaksanaan ke-giatan pengawasan. Perubahan yang di-lakukan memerlukan pedoman dan lang-kah-langkah agar perubahan dapat berjalan pada treknya dan dapat diukur kemajuan-nya. Dibutuhkan sebuah model/konsep yang dapat memberikan panduan dan road map perubahan paradigma APIP tersebut. Untuk itu Institute of Internal Auditors (IIA)

telah mengembang-kan Internal Audit Ca-pability Model (IA-CM)

sebuah model kerang-ka kerja yang

mengin-dentiikasi

aspek-as-pek fundamental pe- ningkatan efektivitas pengawasan internal

oleh APIP. IA-CM me -maparkan secara rinci jalur evolusi organisasi APIP dalam mengem-bangkan pengawasan intern yang efektif juga memberikan arah dan panduan kepada APIP untuk mengambil langkah-langkah maju menuju tata kelola or-ganisasi yang kuat dan efektif.

STRUKTUR IA-CM

Untuk mengenal lebih

lanjut tentang IA-CM,

berikut adalah

struk-tur IA-CM. IA-CM ter -susun dalam 5 level kapabilitas dan pada

setiap level kapabilitas dijabarkan secara

rinci karakteristik dan kapabilitas aktiitas

audit. Setiap level kapabilitas mencermin-kan kondisi dan langkah-langkah yang ha-rus dilakukan secara berkelanjutan pada setiap level. Antar level memiliki saling keterkaitan, dimana level yang di bawahnya menjadi dasar untuk level selanjutnya. Un-tuk dapat melangkah dari satu level ke level yang lebih tinggi maka seluruh proses yang ada di level tersebut harus terlebih dahulu diimplementasikan secara konsisten.

Level I/Initial, APIP hanya merupakan or-ganisasi ad-hoc pada instansi yang fung-sinya belum terstruktur dengan baik

(25)

hingga belum dapat memberikan jaminan terhadap proses tata kelola kepemerintah-an ykepemerintah-ang baik serta belum dapat mendetek-si adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Pada level ini, fungsi penga-wasan dalam organisasi masih dikesamp-ingkan sehingga belum ada prosedur dan standar pengawasan yang telah ditetapkan sebagai pedoman bagi APIP untuk melak-sanakan tugasnya.

Level II/Infrastructure, APIP sudah meru-pakan organisasi permanen yang berdiri secara mandiri dalam organisasi. Pada

Level ini, APIP yang diterapkan baru pada tahap audit ketaatan. Audit ketaatan lebih fokus pada seberapa jauh ketaatan pelak-sanaan tugas dan fungsi yang dilakukan organisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan serta

dapat mengidentiikasi

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi namun APIP

belum dapat mengidentiikasi efektiitas, eisiensi dan keekonomisan pelaksanaan

(26)

belum ada pengukuran kinerja untuk meni-lai tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh APIP.

Level III/Integrated, APIP merupakan in-tegrasi dalam seluruh proses yang dilaku-kan organisasi dan sudah mampu untuk memberikan konsultansi kepada organisasi untuk perbaikan dan pengembangan yang akan dilakukan. Audit yang dilaksanakan

sudah mampu mengidentiikasi dan menilai tingkat efektivitas, eisiensi dan keekono -misan pelaksanaan tugas dan fungsi orga-nisasi. Pada tahap ini, APIP sudah bekerja lebih profesional dimana sudah terdapat pengukuran kinerja APIP sehingga tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi APIP dapat dinilai untuk dievaluasi sebagai

bahan perbaikan. Namun penilaian hanya

dilakukan oleh pihak internal APIP sehingga kredibilitas dan obyektivitasnya masih di-pertanyakan.

Level IV/Managed, APIP berada dalam or-ganisasi yang telah melaksanakan mana-jemen risiko, sehingga kinerja organisasi dapat lebih terukur. Pada level ini, APIP ber-peran sebagai Quality Assurance terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Sebagai Quality Assurance, APIP proaktif dalam melakukan pelaksanaan audit. Audit sudah dilakukan untuk melakukan identi-fasi, mitigasi dan minimalisasi risiko-risiko yang mungkin terjadi yang dapat meng-hambat pelaksanaan tugas dan fungsi or-ganisasi.

Level V/Optimizing, APIP lebih berperan se-bagai Agen Perubahan yang terlibat secara aktif untuk melakukan pengembangan dan perbaikan yang dilakukan untuk tercapainya

tujuan organisasi secara efektif, eisien dan

ekonomis serta tetap taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada setiap level kapabilitas terdapat 6 ele-men penyusun, yaitu:

• Peran dan Layanan APIP; • Pengelolaan SDM;

• Praktik Audit yang Profesional; • Akuntabilitas dan Manajemen; • Budaya dan Hubungan Organisasi; • Struktur dan Tata Kelola.

Pada setiap elemen terdapat Key Perfor-mance Area (KPA) yang menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan tiap-tiap elemen. KPA merupakan blok struktur utama yang mencerminkan kapabilitas APIP sebagi pe-nyusun elemen-elemen dalam setiap level kapabilitas. KPA harus diterapkan secara berkelanjutan pada seluruh elemen dalam setiap level apabila APIP akan beranjak ke level di atasnya.

POTRET APIP

BPKP telah melakukan pemetaan

kapabili-tas menggunakan model IA-CM terhadap

seluruh APIP pada periode tahun 2010 dan 2011. Pemetaan kapabilitas mendapatkan hasil yang cukup mencengangkan, dimana lebih dari 90% APIP masih pada level 1/ Initial yang berarti APIP merupakan elemen yang masih dikesampingkan perannya.

Yang perlu menjadi renungan kita bersama

adalah “Pada level berapakah Inspektorat

Jenderal Kementerian Perhubungan ber-ada dan bagaimana komitmen terhber-adap peningkatan kapabilitas tersebut?”.

Penulis,

Aka Dhian Saputro

(27)

Perpanjangan Batas Usia Pensiun Auditor

Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 12 April 2012 telah terbit Peraturan Presiden Nomor 41 tahun 2012 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun ( BUP ) bagi Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang menduduki Jabatan Fung-sional Auditor. Pada pasal 1 dan Pasal 2 mengatakan bahwa : Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Fungsional Auditor dalam jenjang Madya dan jenjang Utama, batas usia

pensiunnya dapat diperpanjang sam-pai dengan 60 (enam puluh) tahun. Ketentuan lebih lan-jut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur oleh Ke-pala Badan Kepega-waian Negara me-lalui Surat Badan Kepegawaian Neg-ara Nomor WK.26-3 0 / V. 1 2 5 - 6 / 9 9 tanggal 27 April 2012.

S

elanjutnya BPKP menetapkan Per-aturan Kepala Badan Pengawasan Keuang-an dKeuang-an PembKeuang-angunKeuang-an

tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun

bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki

Jabatan fungsional Auditor jenjang Madya dan Utama di lingkungan Badan

Penga-wasan Keuangan dan Pembangunan No

-mor PER-698/K/SU/1012 tanggal 29 Mei 2012. Dalam Peraturan Ka BPKP Bab I Pasal 2 ayat (3) Setiap perpanjangan BUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan untuk jangka waktu paling

(28)

lama 2 (dua) tahun.

Mencermati kata-kata “dapat” pada PP 41

tahun 2012 dan Surat dari Badan

Kepega-waian Negara tersebut diatas kiranya bisa

diartikan bahwa Auditor Madya dan Utama,

batas usia pensiunnya “tidak semua dan ti -dak otomatis” dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun. Se-hingga akan timbul dilematika dan perma-salahan dalam menentukan apakah semua pemangku Jabatan Fungsional Auditor Madya berhak untuk mendapatkan BUP sampai 60 (enam puluh) tahun ? Bagaima-na dengan Auditor Madya yang kareBagaima-na alasan/sesuatu hal menjadi sangat riskan apabila mendapatkan perpanjangan BUP ?

Pertimbangan tersebut kiranya harus sedemikian rupa sehingga dapat mewakili kepentingan organisasi dan juga Auditor itu sendiri. Dengan kata lain, perpanjangan batas usia pensiun tersebut harus

mem-pertimbangkan efektiitas dan eisiensi bagi

Institusi Pengawasan, juga untuk pening-katan kinerja Auditor.

Seperti halnya Inspektorat Jenderal Ke-menterian Perhubungan, pejabat

fungsion-al yang memiliki sertiikasi Pengendfungsion-ali Mutu

saat ini telah menjadi Pejabat Struktural dan

menduduki jabatan Es-elon II. Sehingga saat ini pejabat fungsional/ Auditor belum ada

yang memiliki sertiikasi

Pengendali Mutu. Pada setiap kegiatan Rapat Dinas maupun Evaluasi Program Ker-ja, paparan para Inspe-ktur selalu mengangkat masalah kekurangan tenaga auditor baik dari segi jumlah maupun kompetensi dalam bidang teknis tertentu termasuk Pengendali Mutu. Terkait dengan perpanjangan BUP auditor, jumlah Auditor Madya yang ada saat ini dapat dirinci sebagai berikut :

Dari jumlah Auditor Madya sebanyak 44

(empat puluh empat ) Orang, dalam pelak -sanaan PKPT, mereka diperankan dalam berbagai macam komposisi. Sebagaian dari mereka diperankan sebagai Pengen-dali Mutu, sebagaian besar lagi diperankan sebagai Pengendali Teknis, bahkan ada pula yang diperankan hanya sebagai Ketua Tim. Setiap bulan kecuali bulan Januari ma-sing-masing Inspektorat menugaskan rata-rata 2 (dua) orang yang diperankan sebagai Pengendali Mutu untuk 5 (lima) tim Audit dengan masing-masing Tim dipimpin oleh 1 (satu) orang Pengendali Teknis. sehingga dalam hal ini dibutuhkan 5 x 2 Pengendali Mutu = 10 Pengendali Mutu. Kiranya per-panjangan batas usia sampai dengan 60 (enam puluh ) tahun merupakan peluang

untuk “Mencetak” Auditor Utama, sehingga

dapat memenuhi kebutuhan organisasi/in-stitusi.

Permasalahan yang akan timbul bila per-panjangan usia pensiun sampai 60 (enam

(29)

puluh ) tahun diberlakukan untuk semua pemangku jabatan fungsional Auditor Madya dan Utama diantaranya :

1. Bila Auditor Madya yang sudah senior namun kurang produktif, perpanjangan usia pensiun sampai 60 (enam puluh ) tahun akan menjadi tidak efektif dan

ineisiensi. Selain akan membebani Keuangan Negara, juga akan berdam -pak buruk bagi Auditor yang lain.

2. Dengan menumpuknya jumlah Audi-tor ditingkat Madya, akan mengakibat-kan Auditor tidak selalu mendapatmengakibat-kan

peran sesuai sertiikasi yang dimilikinya

dan cenderung mendapatkan peran dibawahnya, sehingga dapat berdam-pak rendahnya jumlah perolehan angka kredit.

3. Secara umum kesehatan dan kekuatan

isik pada usia menjelang 60 (enam pu -luh) tahun tentunya tidak sebaik ketika masih pada usia muda. Mengingat loka-si auditi tidak selalu ada di provinloka-si atau kota-kota besar, bahkan lokasi auditi seringkali berada

di pelosok nusan-tara. Untuk sampai ke lokasi auditi, ti-dak jarang seorang auditor harus men-empuh jarak dan waktu yang sangat panjang dengan kendaraan yang kurang nyaman. Untuk menempuh perjalanan dengan medan yang sulit, diperlukan stami-na dan kesehatan yang prima.

Adapun alternatif pemecahan masalah yang diusulkan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan akan Auditor Utama dan yang diharapkan dapat sekaligus menekan jum-lah Auditor Madya menjadi angka kebutu-han yang relatif ideal, adalah sebagai beri-kut :

1. Memperbanyak peran Pengendali Mutu dengan penambahan jumlah peran Pengendali Mutu masing-masing Ins- pektorat yang semula 2 orang menjadi

3 orang. Dengan adanya peran “keatas”

yaitu Auditor Madya melaksanakan per-an Auditor Utama dper-an dengper-an jumlah yang bertambah yaitu dari 2 (dua) Pen-gendali Mutu menjadi 3 (tiga) Pengen-dali Mutu setiap bulannya;

2. Diharapkan “embrio” Auditor Utama

(30)

Utama dapat cepat terpenuhi;

3. Memperbanyak dan memacu diadakan-nya Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS), pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), penulisan di Jurnal Transpar-ansi dan sebagainya, untuk meningkat-kan pertambahan angka kredit unsur Pengembangan Profesi;

4. Merencanakan pelaksanaan Diklat Pen-jenjangan Pengendali Mutu dengan pelaksanaan secara berjenjang karena jumlah Auditor Madya yang relatif ber-lebih dibanding dengan kebutuhan. Dengan adanya perpanjangan batas usia pensiun, kiranya dapat dianggap sebagai peluang/kesempatan untuk

lebih cepat “mencetak” Auditor Utama;

5. Perlu melakukan evaluasi terhadap Au-ditor Madya atau Utama setiap 2 (dua) tahun sesuai Peraturan Ka BPKP Bab I Pasal 2 ayat (3) Setiap perpanjangan BUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan untuk jangka waktu pa-ling lama 2 (dua) tahun. Untuk dapat di-perpanjang atau tidak batas usia pensi-unnya sampai dengan 60 (enam puluh) tahun, hasil evaluasi dan berbagai per-timbangan tas diantaranya keefektifan

dan keeisienan bagi Instutusi Penga

-wasan dan Keuangan Negara menjadi

prioritas utama.

Penulis,

Kuncoro Supadi Wiguno

(31)

SELINTAS PERJALANAN USPK (UNIT SIMPAN

PINJAM KARYAWAN) INSPEKTORAT JENDERAL

S

aat itu memang tingkat kesejahteraan pegawai relatif masih rendah, kesem-patan untuk melakukan perjalanan dinas terbatas hanya untuk pimpinan, para Ins-pektur dan Pemeriksanya.

Sedangkan untuk staf selain gaji setiap

bulan, tambahan diperoleh dari uang PNP (sekarang PNA) yang frekuensinya hanya

beberapa kali dalam setahun dan jumlah-nyapun relatif kecil.

Bermodal awal sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dari Bapak TB. Yogyanto akhir tahun 1997 yang diterima oleh salah seorang karyawati dalam upacara seder-hana di ruang kerja Inspektur Jenderal. Ter-bentuknya USPK mendapat sambutan baik

(32)

dari semua ihak di lingkungan Inspektorat

Jenderal. Sejumlah pegawai segera me-ngajukan pinjaman untuk berbagai keper-luan, namun dengan jumlah batas pinjaman hanya sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Pengembalian pinjaman terse-but dapat dicicil selama 10 (sepuluh) bulan melalui pemotongan gaji dengan beban bunga yang sangat kecil yaitu sebesar 1%. Pegawai yang akan meminjam uang wajib mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh pengu-rus USPK, dengan diketahui oleh atasan langsung dan Bendahara, serta mendapat persetujuan dari Ketua USPK.

Mengingat jumlah peminjam semakin hari semakin banyak, atas kesadaran be-berapa pimpinan, mereka meminjamkan modal yang cukup besar, bahkan ada yang memberikan sumbangan suka rela untuk tambahan modal guna memenuhi permintaan tersebut. Hanya dalam waktu kurang dari dua tahun, dana yang bergulir dipinjam pegawai mencapai lebih dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) de-ngan jumlah peminjam rata-rata sebanyak 20 sampai 30 pegawai setiap tahun.

Dengan terbentuknya USPK ini, manfaat yang dirasakan bukan hanya bagi Staf Sekretariat saja, tetapi juga dirasakan man-faatnya oleh sebagian pemeriksa (sebelum menjadi Jabatan fungsional auditor) tidak terkecuali Cleaning Service yang ada di ling-kungan Inspektorat Jenderal.

Modal yang terhimpun terus bertambah, hingga tahun 2006 telah mencapai lebih dari Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah). Seiring desakan kebutuhan pega-wai yang semakin besar, maka besaran pinjamanpun ditingkatkan, yang semula hanya Rp. 500.000,-, kemudian menjadi Rp. 1.000.000,- hingga mencapai Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) yang dapat dicicil sesuai kesepakatan yaitu 5 10 bu-lan, namun jasa tambahan modal diturun-kan dari 1% menjadi ¾% saja. Adapun rata-rata jumlah peminjam sebanyak 30 sampai dengan 40 orang setiap tahunnya.

Seiring dengan jumlah Pagu Anggaran In-spektorat Jenderal yang semakin besar, menuntut peningkatan jumlah SDM dalam pelaksanaan PKPT (Program Kerja Penga-wasan Tahunan). Saat itu jumlah Auditor masih jauh dari jumlah yang seharusnya, untuk itu Pimpinan Inspektorat Jenderal mengeluarkan kebijakan dengan mengi-kutsertakan staf Sekretariat maupun Staf di TU Inspektorat dalam pelaksanaan PKPT tersebut. Dengan demikian bagi staf keikut-sertaannya dalam PKPT merupakan tam-bahan penghasilan yang cukup besar, se-hingga tingkat kesejahteraan pegawaipun semakin baik.

Sisi lain dari peningkatan kesejahteraan pegawai tersebut tercermin dari makin berkurangnya pegawai yang mengaju-kan pinjaman ke USPK, namun tetap ada peningkatan jumlah modal hingga

(33)

pai Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) walau terjadi penurunan jumlah pendapatan jasa dan bunga Bank.

Selama terbentuknya USPK Inspektorat Jenderal ini, terdapat beberapa kali per-gantian pengurus. Semula Ketua USPK adalah Ir. Imran Rasyid, MBA, Sekretaris Tjiptaningsih dan Bendahara Firmansyah,

SE, MM. Namun karena Ketua mendapat -kan tugas lain diluar Inspektorat Jenderal, Ketua USPK mengalami pergantian yaitu Ketua Drs. Iqbal Rusli, M.Si, Sekretaris merangkap Bendahara sampai saat ini di-jabat oleh Firmansyah Chaniago, SE, MM. Dalam perjalanannya hingga saat ini, ke-hadiran USPK dirasa sangat membantu dalam menanggulangi kebutuhan yang sangat mendesak baik untuk keperluan bi-aya anak masuk sekolah, perbaikan rumah, biaya rumah sakit, biaya pulang kampung dll. Selain pengembaliannya bisa dicicil, juga terdapat pinjaman jangka pendek yang masa pengembaliannya antara 1 sampai 2 bulan saja, bahkan hanya 1 sampai 2 minggu.

Sampai saat ini, dari data Laporan Keuang-an Per 31 Desember 2011, dKeuang-ana USPK yang terhimpun telah mencapai jumlah lebih dari Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), sementara plafon pinjaman men-jadi Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sam-pai Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Penambahan Modal USPK juga diperoleh dari uang jahit pengadaan pakaian dinas pegawai selama beberapa tahun terakhir ini.

Perjalanan yang cukup panjang selama 15 (lima belas tahun) ini merupakan suatu pen-capaian yang tidak mudah bagi pengurus untuk mengelolanya. Dibutuhkan kearifan, ketelitian dan kesabaran dalam mengha-dapi masalah yang kadang timbul akibat pegawai yang kurang disiplin dalam proses pengajuan permohonan dan pengembalian pinjaman. Harapan kita bersama semoga kehadiran USPK dapat membantu merin-gankan beban pegawai yang tengah ter-himpit masalah keuangan.

PENULIS

Firmansyah Chaniago, SE. M.Si

(34)

INTEGRITAS DAN PELAYANAN PUBLIK

Sejak lama, Presiden SBY mengajak Lembaga Negara dan Swasta baik di pusat maupun daerah menggunakan motto “permudahlah semua urusan”. Jangan gu-nakan seloroh atau cemooh masa lalu yang mengatakan, “kalau bisa dipersulit ke-napa dipermudah.” (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)

J

ika kita analisa secara lebih mendalam terhadap amanat Bapak Presiden terse-but, terdapat 2 (dua) hal penting yang perlu menjadi perhatian kita bersama, yaitu : - merupakan perintah bagi kita semua

untuk bersama-sama senantiasa mem-berikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat;

- merupakan cermin keperihatinan se-orang pemimpin atas buruknya kinerja para penyelenggara pelayanan publik dalam memberikan pelayanan kepada masyakarat.

Amanat tersebut seharusnya menjadi cam-buk bagi kita selaku aparat Pemerintah untuk merubah paradigma dalam pelak-sanaan pelayanan publik. Salah satu kunci

utama perubahan tersebut adalah INTEG -RITAS.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas diartikan sebagai: Keter-paduan, kebulatan, keutuhan, jujur dan dapat dipercayai. Jadi, arti kata integritas adalah Kesesuaian antara kata dan perbuatan kita yang dilakukan dalam kejujuran, sehingga kita dapat dipercayai oleh orang lain.

Integritas adalah komitmen diri pada karak-ter ketimbang keuntungan pribadi, pada orang ketimbang benda, pada pelayan- an ketimbang kekuasaan, pada prinsip ketimbang kesenangan, pada pandangan jangka panjang ketimbang jangka pendek (John C. Maxwell)

Vol. 7 No. 1 Tahun 2012

(35)

Hakekat pelayanan publik adalah pembe-rian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyara-kat. Pelaksanaan pelayanan publik telah diatur tersendiri dalam Undang Undang

Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik. Dalam UU tersebut yang dimaksud dengan Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan ad-ministratif yang disediakan oleh penyeleng-gara pelayanan publik.

1. Kepentingan Umum; 2. Kepastian Hukum; 3. Kesamaan Hak;

4. Keseimbangan hak dan kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan pub-lik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak;

5. Keprofesionalan;

6. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperha-tikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat;

7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi;

8. Keterbukaan, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan se-cara memadai serta mudah dimengerti; 9. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjaw-abkan sesuai dengan ketentuan per-aturan perundang-undangan.

Integritas dan Pelayanan Publik bagai-kan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Pelayanan publik yang baik/ prima adalah caya pelayanan publik yang terpadu dan utuh serta diselenggarakan

oleh penyelenggara/pelaksana yang jujur dan dapat dipercaya (berintegritas).

Pelaksanaan Pelayanan Publik

1. Pengelompokan

Dilihat dari keluaran yang dihasilkan, pelayanan publik dikelompokkan men-jadi :

a. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik yang bersifat legalitas seperti akte

kelahi-ran, sertiikasi, identitas kependudu -kan, perizinan dll

b. Kelompok pelayanan barang/isik,

yaitu pelayanan yang menghasilkan

berbagai bentuk/jenis barang/isik

yang digunakan oleh publik seperti jalan, jembatan, gedung sekolah, gedung rumah sakit, dll.

c. Kelompok pelayanan jasa/non isik,

yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuh-kan oleh publik dan pemanfaatan-nya dirasakan secara personal sep-erti pendidikan, kesehatan, dll.

2. Standar Pelayanan

Dalam pelaksanaan pelayanan publik terdapat prasyarat utama yang wajib disediakan oleh para penyelenggara/ pelaksana pelayanan publik yaitu Stan-dar Pelayanan. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki stan-dar pelayanan dan dipublikasikan se-bagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelay-anan merupakan ukuran yang dibaku-kan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan, sekurang-kurangnya meli-puti :

Gambar

Gambar 1 Tipe rel yang pernah digunakan di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam setiap daerah mempunyai strategi untuk mendapatkan sumber dana untuk membiayai aktivitasnya diluar anggaran yang telah ditentukan, sehingga pada Kabupaten

Gambar 6. Proses Pembaharuan Berita Ke Orangtua Asuh Setelah 6 Bulan Dan 1 Tahun Setelah Otomatisasi. Program orangtua asuh ini berjalan selama satu tahun dengan tiap 6

Memaparkan model pendekatan bimbingan Spiritualitas sebagai salah satu model yang kontekstual bagi para pendeta GKJW untuk mengembangkan kehidupan spiritualitas supaya para

Pengawasan dapat di definisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat

Pembinaan dan Pengawasan adalah proses kegiatan pengawasan internal Aparat Pengawas Intern Pemerintah Daerah dalam rangka menjamin penyelenggaraan tugas dan fungsi

Hasil analisis statistik menunjukkan H0 ditolak dan diputuskan bahwa strategi pembelajaran Guided Note Taking (GNT) dengan mengoptimalkan penggunaan alat peraga

Pantai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah pesisir, Sogiarto, (1976) dalam Dahuri, (1996) menyatakan bahwa defenisi wilayah pesisir yang digunakan di