• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN PERAN PENGAWASAN

Dalam dokumen JURNAL Vol 7 No 1 Tahun 2012 (Halaman 49-54)

Dunia dalam menerapkan kebijakannya pada negara-negara penerima dana terma- suk Indonesia.

Aspek-Aspek Good Governance

Ada 4 (empat) aspek Good Governance,

yaitu (i) pelaku-pelaku atau aktor; (ii) prin- sip koordinasi; (iii) interaksi politik; dan (iv) unsur-unsur Good Governance itu sendiri. Pelaku-pelaku atau aktor governance terdi-

ri dari negara atau pemerintah, Organisasi Politik, Organisasi non Pemerintah, Kelom- pok Bisnis, dan Masyarakat. Dalam negara yang masih dalam tahap memperbaiki me- kanisme sumberdayanya seperti Indonesia, yang dominan memang institusi negara. Pelaku-pelaku lain baru terlibat secara insi- dental. Akan tetapi, ke depan, keterlibatan ini harus tercakup dalam mekanisme yang jelas. Komponen dari Good Governance

terdiri dari rule of law, penentuan kebijakan yang transparan, pelaksana kebijakan yang accountable, birokrasi yang berkualiatas, dan masyarakat sipil yang cakap.

Prinsip Koordinasi, dapat bersifat formal atau non formal. Yang diutamakan adalah koordinasi formal yang didasarkan pada rule of law. Hanya saja, pendekatan ini mu- dah terpelesat pada pendekatan yang ber- orientasi pada negara. Koordinasi formal juga menghadapi kendala banyaknya ke- lompok-kelompok dalam masyarakat yang mengandalkan aturan informal dan tradisi. Selain itu, koordinasi formal juga bisa men-

gurangi dinamika kelompok sosial. Na- mun, pengembangan rule of law ini tetap merupakan pilihan yang mencakup bidang ekonomi dan politik hendaknya menjadi fokus pada awal pembentukan Good Go- vernance.

Interaksi Politik, terdiri dari 3 (tiga) elemen, yaitu komunikasi antara negara dengan sektor non negara dalam pembentukan wewenang. Wewenang ini tidak boleh sta-

tis, dibentuk sendiri oleh pemerintah dan umumnya bersifat formal. Batas wewenang ini ditentukan oleh dua bentuk interaksi lainnya, yaitu representasi, seperti mengi- kutsertakan masyarakat dalam mekanisme pengambilan keputusan, entah pada ta- hap pembentukan gagasan, pemantauan, atau penilaian tentang arah baru kebijakan. Bagaimana Pemerintah menjalankan ke- wenangannya akan dinilai, inilah legitimasi. Elemen inilah yang akan menentukan apa- kah suatu Pemerintah dapat dipilih kembali, termasuk untuk mengubah wewenang dan kebijakan.

Untuk mewujudkan Good Governance,

perlu dilakukan perubahan cara kerja dari negara dan membuat pemerintah lebih ac- countable. Ini tidak dapat dicapai dengan hanya mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah, tetapi juga harus dengan pembangunan pelaku- pelaku di luar negara supaya cakap dan ikut berperan serta membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum.

Prinsip Dasar

Ada beberapa prinsip dasar yang harus dilakukan untuk membangun Good Gover- nance:

a. Mengembangkan identitas kewarga- negaraan; ini dapat dilakukan dengan membentuk solidaritas kewarganega- raan, mengembangkan etika yang se- suai dengan prinsip demokrasi misalnya menghargai keterbukaan, dan mem- bentuk institusi yang mampu men- disiplinkan ekspresi solidaritas dan kon- frontasi diantara berbagai identitas yang bertentangan;

b. Mengembangkan kecakapan politik; misalnya dilakukan dengan mengem- bangkan kemampuan berorganisasi ke- lompok masyarakat supaya hak mereka dapat dimanfaatkan, serta upaya kewa- jiban kolektif bisa terjaga;

c. Mengembangkan pemahaman politik; misal dengan mengembangkan wacana tentang perilaku serta ukuran penilaian- nya;

d. Mengembangkan daya adaptasi; dapat dilakukan perbaikan mutu pendidikan formal maupun informal;

Unsur-unsur Good Governance, yakni : a. Akuntabilitas; yang merupakan kewa-

jiban untuk memberikan pertanggung- jawaban atau menjawab dan menerang- kan kinerja dan tindakan seseorang/ pimpinan suatu unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang ber- wenang untuk meminta pertanggung- jawaban;

b. Transparansi; yaitu dapat diketahuinya oleh banyak pihak (yang berkepenting- an) mengenai perumusan kebijaksa- naan dari pemerintah, organisasi dan badan usaha;

c. Keterbukaan; pemberian informasi se- caraterbuka, dan terbuka terhadap kri- tik yang dilihat sebagai partisipasi untuk perbaikan;

d. Aturan hukum; keputusan, kebijakan pemerintah, organisasi, badan usaha yang menyangkut masyarakat, pihak ketiga dilakukan berdasar hukum. Jami- nan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh;

e. Jaminan fairness; Perlakuan yang adil atau kesetaraan yang perlu dilakukan pemerintah kepada masyarakat dalam pelayanan publik.

Output Good Governance indikatornya adalah :

a. Bebas KKN;

b. Pelayanan yang Prima; c. Peningkatan Inventasi;

d. Peningkatan APBN;

e. Tiada/kurangnya keluhan masyarakat.

Sedangkan Out come nya dapat dilihat

dari indikator ;

a. Angka kemiskinan dan pengagguran berkurang;

b. Aparatur negara yang profesional yang bermoral.

Memperhatikan output dan outcome Good Governance, hal ini bukan pekerjaan mu-

dah. KKN di Indonesia dapat dikatakan su- dah membudaya, sehinga pada masa re- formasi ini, ketika keterbukaan politik telah

terwujud, masalah KKN baik di Pusat dan

Daerah yang masih terjadi harus terus di- upayakan pemberantasannya baik melalui penindakan maupun pencegahan terma-

suk pembangunan “Zona Integritas”. Good Governance akan terwujud apabila unsur pengawasan yang merupakan bagian dari sistem Good Governance itu sendiri dilak- sanakan secara konsisten dan profesional- isme.

Pengawasan

Pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen, yang merupakan proses ke- giatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana de- ngan baik sesuai dengan kebijaksanaan, instruksi, rencana dan ketentuan-keten- tuan yang telah ditetapkan dan yang ber- laku. Pengawasan sebagai fungsi manaje- men sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Hakikat pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam penca- paian tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

Sebagai bagian dari aktivitas dan tang- gung jawab pimpinan, sasaran penga- wasan adalah mewujudkan dan mening-

katkan eisiensi, efektivitas, rasionalitas dan

pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan, untuk :

1) Menghentikan atau meniadakan kesala- han, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidakter- tiban;

2) Mencegah terulangnya kembali kesala- han, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidakter- tiban tersebut;

3) Mencari cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik untuk men- capai tujuan dan melaksanakan tugas- tugas organisasi.

Oleh karena itu, pengawasan baru ber- makna manakala diikuti dengan langkah- langkah tindak lanjut yang nyata dan te- pat. Dengan kata lain, tanpa tindak lanjut dimaksud di atas, pengawasan sama sekali tidak ada artinya.

Pengawasan Efektif

Sistem pengawasan yang efektif itu seha- rusnya mendukung rencana strategik dan memfokuskan diri pada apa yang harus dilakukan, tidak saja pada usaha pengu- kuran. Pokok perhatian ada pada kegiatan yang penting bagi tercapainya tujuan or- ganisasi. Sistem pengawasan harus men- dukung usaha menyelesaikan masalah dengan pengambilan keputusan, tidak hanya menunjukkan penyimpangan-pe- nyimpangan. Sistem tersebut harus dapat menunjukkan mengapa terjadi penyim- pangan dan apa yang harus dilakukan un- tuk perbaikannya.

Sistem pengawasan harus dapat menjadi pelengkap pelaksana tugas dan rencana dengan selalu berorientasi pada pencapai- an tugas. Pengawasan yang berlebihan akan mengakibatkan reaksi yang keras. Sistem pengawasan harus dapat dengan

cepat atau dini mendeteksi penyimpangan sehingga tindakan perbaikan dapat pula dilakukan dengan segera agar terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan. Sistem pengawasan yang efektif memberikan in- formasi yang cukup bagi para pengambil keputusan, artinya informasi yang mudah dimengerti. Sistem pengawasan harus dapat mengakomodasi situasi yang unik atau yang berubah-ubah.

Sistem pengawasan harus pula dapat men- gakomodasi kapasitas seseorang untuk mengawasi dirinya sendiri. Yang penting harus ada saling percaya, komunikasi dan partisipasi pihak-pihak yang berkepenting- an. Pengawasan diri tercipta bila rancang bangun kerja itu jelas dan pemilihan orang yang mampu bagi pekerjaannya dilakukan dengan baik. Sistem pengawasan harus menitikberatkan pada pengembangan, pe- rubahan dan perbaikan, kalau dapat sanksi dan peringatan itu diminimumkan. Kalau sanksi diperlukan haruslah dilaksanakan dengan hati-hati dan manusiawi.

Pengawasan efektif haruslah mengandung syarat-syarat di bawah ini :

1. Berorientasi pada hal-hal yang stra- tegis pada hasil-hasil

2. Berbasis informasi 3. Tidak kompleks

4. Cepat

5. Dapat dimengerti 6. Luwes

7. Konsisten dengan struktur organisasi 8. Dirancang untuk mengakomodasi pe-

ngawasan diri

9. Positif mengarah ke perkembangan, perubahan dan perbaikan

10. Jujur dan obyektif.

Peran Pengawasan Inspektorat Jenderal

Pengawasan yang dilaksanakan oleh Ins- pektorat Jenderal Kementerian Perhubung- an merupakan fungsi manajemen yang

penting dalam penyelenggaraan pemerin- tahan. Melalui internal audit dapat diketahui apakah Kementerian Perhubungan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tu-

gas dan fungsinya secara efektif, eisien,

dan ekonomis, serta sesuai dengan ren- cana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, internal audit diperlukan untuk mendorong terwujudnya Good Governance dan clean government dan mendukung penyeleng-

garaan pemerintahan yang efektif, eisien,

ekonomis, transparan, akuntabel serta ber- sih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi,

dan nepotisme (KKN).

Internal audit dilaksanakan oleh Inspek- torat Jenderal dalam upaya pemantauan terhadap kinerja entitas yang ada dalam kendalinya. Pelaksanaan fungsi Inspektorat jenderal tidak terbatas pada fungsi audit tapi juga fungsi pembinaan terhadap pe- ngelolaan keuangan negara. Penyempur- naan terhadap Standar Audit Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan diper- lukan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Inspektorat Jenderal Kementerian Per- hubungan sebagai salah satu unit penga- wasan internal pemerintah telah melakukan perubahan sejalan dengan tuntutan ma- syarakat dan perubahan paradigma penga- wasan. Pengawasan tidak hanya berperan sebagai “watch dog” semata tetapi juga ha- rus bisa menjadi mitra sebagai early warn- ing signs (pemberi peringatan dini), asis- tensi, konsultansi dan katalisatorisasi bagi pelaku/pelaksana pembangunan, sehingga apabila program/organisasi telah menyim- pang dari rencana yang telah ditetapkan, Inspektorat Jenderal diharapkan mampu

“mengawal” arah pembangunan perhu-

bungan dalam mencapai tujuan sesuai de- ngan visi dan misi yang diemban. Dan seka- ligus mampu berperan dalam memperbaiki/

mengoreksi kesalahan dalam upaya mem perkecil peluang penyelewengan terha- dap pelaksanaan pembangunan, namun demikian Inspektorat Jenderal tetap akan melakukan unsur penindakan (Represif)

apabila terjadi penyimpangan seperti KKN,

Kerugian negara atau yang menghambat proses pencapaian tujuan Kementerian Perhubungan.

Langkah Strategis

Untuk menghadapi berbagai permasa- lahan, diperlukan langkah-langkah strategis di bidang pengawasan dalam mendukung kinerja Kementerian Perhubungan yang

efektif, eisien, dan ekonomis, sebagai beri- kut :

1. Diperlukan komitmen pimpinan or- ganisasi dan seluruh jajarannya untuk melakukan perubahan mental (mind set)

sesuai tuntutan Reformasi Birokrasi; 2. Meningkatkan profesionalisme aparat

pengawasan fungsional (auditor), bah- wa pelaksanaan pengawasan fung- sional harus didasarkan pada suatu standar keahlian dan keterampilan tek- nis yang memadai serta didukung de- ngan integritas pribadi yang matang dan independen;

3. Meningkatkan manajemen dan me- ngembangkan sistem informasi penga- wasan serta menyajikan informasi hasil pengawasan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

4. Mendorong terlaksananya pengawasan melekat oleh para atasan langsung se- cara berjenjang, sehingga menjadi ba- gian tidak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi, dan tersusunnya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerin- tah (LAKIP);

5. Meningkatkan eisiensi dan efektivi- tas pelaksanaan tindak lanjut dari hasil pengawasan.

Penulis,

Nelson Barus

D

alam perjalanannya di kapal pesiar tersebut ia mengabaikan saran-saran dokternya. Ia mulai makan apa yang se- lama ini dilarang oleh dokter, begitu juga ia mulai minum minuman apa saja yang ia suka. Selama masa pesiarnya ia memang benar-benar melupakan penyakitnya. Ia hanya bersenang-senang menikmati sisa hidupnya. Dua bulan telah ia lewati liburan dalam kapal pesiar tersebut, ia benar-benar telah lupa akan penyakitnya. Setelah kem- bali ia pun menemui dokter yang mena- ngani penyakitnya selama ini. Setelah dite-

mui dokter tersebut pun menjadi bingung karena pasien tersebut tampak lebih sehat. Akhirnya dilakukan pemeriksaan ulang ter- hadap luka kronis lambung yang diderita oleh pasien tersebut. Ternyata luka lam- bung itu sudah tidak ada lagi, ia sehat dan bugar tanpa luka lambung.

Disimpulkan bahwa penyakit lambung yang diderita orang kaya tersebut karena adanya stress yang berkepanjangan yang ia tak mampu mengendalikannya.

Ada sebuah cerita tentang seorang kaya raya yang menderita penyakit luka kronis pada lambung. Ia telah didiagnosa oleh dokter yang menangani penyakitnya se- bagai pasien yang hidupnya tidak akan lama lagi, ia akan mati dalam waktu 2 bulan. Mendengar ini sang pasien pun pasrah dan memanfaatkan sisa hidupnya yang tinggal 2 bulan itu untuk berlibur di kapal pesiar. Ia juga telah memesan peti mati yang ia bawa dalam kapal pesiar tersebut.

Dalam dokumen JURNAL Vol 7 No 1 Tahun 2012 (Halaman 49-54)

Dokumen terkait