• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah teori belajar behaviorisme .

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah teori belajar behaviorisme ."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampuh: Gufron Amirullah, M.Pd

Disusun Oleh :

Ardi Aditia 1301145009

Asep Gunawan 1301145012

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA

JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat-Nya, yang telah memberikan keluasan waktu dan kesehatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yang diampuh oleh Bapak Gufron Amirullah. Jenis tugas yang diberikan adalah membuat makalah. Perincian makalah yang diberikan adalah menyusun makalah tentang Teori Belajar Behaviorisme

Melalui penugasan ini diharapkan semua pembaca dapat memahami tentang Teori Belajar Behaviorisme yang pada gilirannya dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu manfaat yang dapat dirasakan adalah meningkatnya kompetensi pembelajaran para pembaca yang sebagian besar merupakan mahasiswa.

Penulis menyadari, bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun siapa saja yang memerlukannya.

.

Jakarta, 18 Desember 2013

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……..……….... i

DAFTAR ISI……….………... ii

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang…..……… 1

1.2 Pembatasan Masalah….……… 2

BAB II. PEMBAHASAN………... 3

2.1 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme ……….... 3

2.2 Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme .………. 3

2.2.1 Ivan Petrovich Pavlov ……….………... 3

2.2.2 John Watson ………... 5

2.2.3 Edward Lee Thorndike….…...………. 6

2.2.4 B.F Skinner………... 8

2.3 Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran ………..……… 11

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Behaviorisme……… 12

BAB III. PENUTUP…...……….……. 14

3.1 Kesimpulan……..……….……. 14

3.2 Saran …….……...……….……. 14

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitik beratkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.

(5)

1.2. Perumusan Masalah

Karena pembahasan tentang teori behaviorisme sanagt luas, maka pada pembahasan makalah ini penulis akan menitik beratkan pada poin-poin dibawah ini:

1. Siapakah tokoh-tokoh yang mendukung teori belajar behaviorisme?

2. Bagaimana aplikaasi teori belajar behaviorisme dalam pendidikan di Indonesia?

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme

Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisisan lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Teori ini dapat dipelajari secara sistematis dan dapat diamati dengan tidak mempertimbangkan dari seluruh keadaan mental.

Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).

Menurut teori belajar tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dikatakan sudah mengalami proses belajar jika telah mampu bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus yang berupa proses dan materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang diberikan oleh pebelajar.

Misalnya; seorang pelajar belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat, seperti; ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemilu, kerja bakti, ronda dll

Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

2.2 Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme

2.2.1 Ivan Petrovich Pavlov

Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

(7)

yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.

Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan lonceng rangsangan netral, disebut stimulus netral karena pada awalnya tidak menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur . Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa makanan yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus). Ketika lonceng di bunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Bunyi lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian, dan keluarnya air liur anjing disebut respons dengan pengkondisian.

(8)

suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagutersebut bisa menerbitkan air liur.

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan.

2.2.2 John Watson

Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable).

Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:

1. Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.

2. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.

3. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam percobaannya, Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks.

(9)

terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun, balita menjadi takut ternyata menjadi menakutkan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa classical conditioning mengakibatkan beberapa kasus fobia (rasa takut), yaitu ketakutan yang yang tidak rasional dan berlebihan terhadap objek-objek tertentu atau situasi-situasi tertentu.

Pakar psikologi sekarang dapat memahami bahwa classical conditioning dapat menjelaskan beberapa respons emosional seperti kebahagiaan, kesukaan, kemarahan, dan kecemasan yaitu karena orang tersebut mengalami stimuli khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki pengalaman menyenangkan dengan roller coaster kemungkinan belajar merasakan kesenangan justru karena melihat bentuk roller coaster tersebut. Bagi seorang dewasa yang menemukan sepucuk surat dari teman dekat di dalam kotak surat, hanya dengan melihat alamat pengirim yang tertera di sampul kemungkinan menimbulkan perasaan senang dan hangatnya persahabatan.

Pakar psikologi menggunakan prosedur classical conditioning untuk merawat fobia (rasa takut) dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti kecanduan alkohol dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objek-objek tertentu, pakar psikologi melakukan terapi dengan menghadirkan objek yang ditakuti oleh penderita secara berangsur-angsur dan berulang-ulang ketika penderita dalam suasana santai. Melalui fase eliminasi (eliminasi stimulus kondisi), penderita akan kehilangan rasa takutnya terhadap objek tersebut. Dalam memberikan perawatan untuk alkohol, penderita meminum minuman beralkohol dan kemudian menenggak minuman keras tersebut sehingga menyebabkan rasa sakit di lambung. Akhirnya ia merasakan sakit lambung begitu melihat atau mencium bau alkohol dan berhenti meminumnya. Keefektivan dari terapi seperti ini sangat bervariasi bergantung individunya dan problematika yang dihadapinya.

2.2.3 Edward Lee Thorndike

Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyangkal pendapat bahwa hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan juga memiliki kecerdasan.

(10)

tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.

Teori ini disebut dengan teori koneksionisme atau juga disebut “S -R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan “T rial and Error Learning”.

Subjek riset Thorndike termasuk kucing. Untuk melihat bagaimana hewan belajar perilaku yang baru, Thorndike menggunakan ruangan kecil yang ia sebut puzzle box (kotak teka-teki). Seekor kucing lapar ditempatkan berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel, pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia didepan sangkar tadi dan jika hewan itu melakukan respons yang benar (seperti menarik tali, mendorong tuas, atau mendaki tangga), pintu akan terbuka dan hewan tersebut akan diberi hadiah makanan yang diletakkan tepat di luar kotak.

Ketika pertama kali hewan memasuki kotak teka-teki, memerlukan waktu lama untuk dapat memberi respons yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat, dan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada didepannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut, pada akhirnya hewan tersebut dapat melakukan respons yang benar dan menerima hadiahnya: lolos dan makanan

Ketika Thorndike memasukkan hewan yang sama ke kotak teka-teki secara berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons yang benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah.

(11)

Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar manusia,

2. Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat kuat bila sering dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi lemah jika latihan tidak diteruskan.

3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan.

2.2.4 B.F Skinner

Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.

Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.

Azas operant conditioningB.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian dikenal dengan model konditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah memberi pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian. Munculnya teori Operant Conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak puasan Skinner atas teori S-R, umpamanya pada pernyataan “Stimulus terus menerus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur” (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata lain suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat penguatan (reinforcement). Pengulangan respons-respons tersebut merupakan tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau pembentukan tingkah laku. Sedangkan secara menyeluruh, istilah

Operant conditioning diartikan sebagai suatu situasi belajar dimana suatu respons lebih kuat akibat reinforcement langsung (Wasty, 1998 : 126). Kemudian margaret E. Bell Gredler dalam kesimpulannya mengartikan operant conditioning sebagai proses mengubah tingkah laku subjek dengan jaalan memberikan penguatan (reinforcement) atas respons-respons yang dikehendaki dengan kehadiran stimulus yang cocok (Gredler, 1991 :125).

(12)

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku subjek, yang relatif sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin pendidikan) yaitu dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul, kemudian setiap respons tersebut diberikan penguatan (reinforcement).

Seperti halnya Throndike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku (Wasty, 1998 : 119). Dengan demikian tingkah laku yang diinginkan terjadi, dapat digambarkan dan dibentuk secara nyata melalui pemberian reinforcement yang sesuai.Menurut Skinner tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus, tidak ada faktor perantara lainnya. Rumus Skinner : B (behaviour) = F (fungsi) dari S (stimulus) (B = F (S). Tingkah laku atau respons (R) tertentu akan timbul sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu (S). Respons yang dimaksud di sini adalah respons yang berkondisi yang dikenal dengan respons operant (tingkah laku operant). Sedangkan stimulusnya adalah stimulus operant(Sudjana, 1991 : 85). Oleh karena itu belajar menurut Skinner diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dapat diamati dalam kondisi yang terkontrol secara baik.Terdapat dua macam penguat yang dapat diberikan dalam rangka memotivasi atau memodifikasi tingkah laku.

Pertama, reinforcement positif yakni sesuatu atau setiap penguat yang memperkuat hubungan stimulus respons atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya suatu respons atau dengan kata lain sesuatu yang dapat memperkuat tingkah laku. Kedua, Reinforcement negatif (punishment) yakni sesuatu yang dapat memperlemah timbulnya respons-respons (Rohani, 1995 : 13). Artinya setiap penguat yang dapat memperkuat tingkah laku respons tetapi bersifat aversif (menimbulkan kebencian dan penghindaran), misalnya : ujian tiba-tiba. Stimulus negatif dapat menimbulkan respons emosional bahkan dapat melenyapkan (extinction) tingkah laku atau respons (Gredler : 1991 : 130). Macam dari sifat reinforcement ini, merupakan pilihan atau opsi bagi para guru sebagaii pemilik reinforcement (Baker, 1983 : 121), untuk menerapkannya di lapangan baik dalam konteks kelas maupun terhadap individu dalam kelas. Disinilah kemampuan profesionalisme dan pengalaman seorang guru sangat menentukan, karena bukan suatu hal yang mustahil reinforcement negatif justru melahirkan respons (tingkah laku) positif. Tetapi Skinner lebih menekankan kepada pemberian reinforcement positif.

Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang disebut dengan Skinner Box. Kotak Skinner ini berisi dua macam komponen pokok, yaitu manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit. Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar

(13)

dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus yang demikian disebut dengan ‘’ emmited behavior ” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organism tanpa memedulikan stimulus tertentu. Kemudian salah satu tingkah laku tikus (seperti cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.

Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforce bagi tikus yang disebut dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi reinforcement, yaitu penguatan berupa butiran-butiran makanan kedalam wadah makanan.

Teori belajar operant conditioning ini juga tunduk pada dua hukum operant yang berbeda lainnya, yaitu law operant conditioning dan law extinction. Menurut hukum operant conditioning, jika suatu tingkah diriingi oleh sebuah penguat (reinforcement), maka tingkah laku tersebut meningkat. Sedangkan menurut hukum law extinction, jika suatu tingkah laku yang diperkuat dengan stimulus penguat dalam kondisioning, tidak diiringi stimulus penguat, maka tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah. Kedua hukum ini pada dasarnya juga memiliki kesamaan dengan hukum pembiasaan klasik (classical conditioning).

Skinner membedakan perilaku atas :

1. Perilaku alami (innate behavior), yang kemudiandisebut juga sebagai clasical ataupun respondent behavior, yaitu perilaku yangdiharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku yangbersifat refleksif.

2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilakuyang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mataditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan.

(14)

Skinner membuat mesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning yang dinamakan dengan"Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang sering digunakandalam percobaanya.

Dalam percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium, seekor tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, kemudian binatang tersebut akan akan menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang makanan, sehingga diperoleh penguatan dalam bentuk makanan. Di dalam setiap keadaan, seekor binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku tertentu; tikus tadi misalnya, akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama kali masuk kedalam Box, yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan membauinya sambil melihat-lihat kesekelilingnya. Secara kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh tuas makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukanhal ini akan mendapatkan makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan tersebut, sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa setiap kali menekan tuas dia akan mendapatkan makanan dan tikustersebut akan sering kali mengulangi perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan dengan menghilangkan penguatannya.

Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat disebut sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun mempertahankan kemungkinan adanya respon terhadap kemungkinan respon yang diinginkan. Biasanya yangberupa penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan dorongan dasar (basicdriver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air yang dapat menguatkan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian.

Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran menjadi tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi yang menguatkan dan manakah yang melemahkan. Karena bergantung pada sejarah individu, penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi penguatan sedangkan ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman.

2.3 Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.

(15)

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran tersebut antara lain :

1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran

6. Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas

7. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa

8. Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman dalam pembelajaran karena tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks. Disamping itu aliran ini juga dianggap efisien dan mempunyai banyak kelebihan dalam pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai kekurangan dan kelebihan pada aliran behaviorisme dalam pembelajaran.

2.4.1 Kekurangan

(16)

Peserta didik hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan guru. Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya. Peserta didik cenderung pasif dan bosan.

2) Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.

Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan.

3) Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Karena menurut teori ini belajar merupakan proses pembentukan yang membawa peserta didik untuk mencapai target tertentu. Apabila teori ini diterapkan terus menerus tanpa ada cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan tertekan, tidak menyukai guru dan bahkan malas belajar.

2.4.2 Kelebihan

1) Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan.

Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan membuat peserta didik paham sehingga mereka bisa menerapkannya dengan baik. 2) Materi yang diberikan sangat detail

Hal ini adalah proses memasukkan stimulus yang yang dianggap tepat. Dengan banyaknya pengetahuan yang diberikan, diharapkan peserta didik memahami dan mampu mengikuti setiap pembelajarannya.

3) Membangun konsentrasi pikiran

Dalam teori ini adanya penguatan dan hukuman dirasa perlu. Penguatan ini akan membantu mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan adalah yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrai dengan baik.

(17)

BAB. III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Menuurut teori belajar behaviorisme, belajar didefinisikan sebagai perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dimana perubahan tingkah laku tersebut tergantung pada konsekuensi.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah.

3.2. SARAN

Dalam melakukan sebuah penilaian belajar, seorang pendidik sebauknya dan seharusnya mempertimbangkan keadaan mental peserta didiknya disamping tingkah laku yang diamati.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Jufri, A. Wahab. Belajar dan Pembelajaran Sains/A. Wahab Jufri. – Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013.

Rusman. Model-model Pembelajaran Profesionalisme Guru/Rusman.-Ed. 2,-5.-Jakarta: Rajawali Pres, 2012.

Sarwono, S. W. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: PT Buana Bintang, 2000.

Sumber internet: http://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CC4QFjAC&url=http%3A %2F%2Fwww.asikbelajar.com%2F2012%2F11%2Faplikasi-teori-behavioristik-

dalam.html&ei=qxQMVJjLC8X98QXh-oC4Bw&usg=AFQjCNGina0ovhOGi8FwKoG3N5TaygHOKg

Sumber gambar:

Referensi

Dokumen terkait

Jadi sesaat setelah terjadi perampasan mesin sepeda motor akan mati secara otomatis dan tidak dapat dihidupkan.Maka dari itu penulis membuat sebuah rancangan

Ibu Anggrek sambil ketawa ketika peneliti menanyakan tentang dampak keikutsertaan anaknya belajar agama di Sekolah Dasar Santa Maria Pekanbaru, “begini mbak, anak saya

Perbedaan pola pertumbuhan ikan nilem antar jenis kelamin dalam penelitian ini disebabkan sebagian besar populasi ikan nilem yang tertangkap berukuran dewasa dan

menangkap pesan yang terdapat pada buku dan video yang telah di tentukan oleh peneliti. 4 Treatment: Merupakan tahap pelaksanaan bantuan yang ditetapkan pada

7 Sehingga dalam upaya mengembangkan kehidupan demokrasi ini dapat diawali dengan memberikan pelayanan publik yang baik dan efisien kepada masyarakat, sebagai salah satu

Dengan adanya kemampuan beradaptasi dengan kehidupan kampus, panitia mengharapkan mahasiswa baru nantinya memiliki pribadi dan mental yang baik sehingga tidak

Berdasarkan hasil analisis data penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan positif sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kesiapan menghadapi