• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi media massa di radio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fungsi media massa di radio"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Massa dan Sumber Pembelajaran 1. Pengertian Media Massa

Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Susanto, 1980:2). Pengertian “dapat” di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Kata media berasal dari abahsa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. (Arsyad, 2004:3). Secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual verbal.

Pengertian lain tentang media dikemukakan oleh Association for Educational Communications and Technology (AECT, 1977) yang dikutip oleh

(2)

Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu: media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi, radio, dan termasuk internet).

Keberadaan madia massa dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dianggap remeh, karena media massa merupakan satu komponen yang ada di dalam masyarakat. Apabila media massa mengambil tempat didalam masyarakat dan menjadi bagian dari suatu sistem masyarakat seluruhnya. Oetama (1989:92) mengemukakan bahwa “media massa dalam suatu negara, tidak berada di luar masyarakat itu, melainkan dalam masyarakat. Media massa menjadi bagian dari masyarakat, dan karena itu juga menjadi bagian dari suatu sistem masyarakat secara keseluruhan”.

Dari pendapat di atas jelas bahwa media massa bergantung dan mempengaruhi sepenuhnya kepada tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang. Menurut Sumadira (2005:32) fungsi utama dari media massa ialah menyampaikan informasi kepada masyarakat dan setiap informasi yang disampaikan harus bersifat akurat, faktual, menarik, benar, lengkap-utuh, berimbang, relevan, dan bermanfaat. Sehingga apapun informasi yang disebarluaskan media massa hendaknya dalam kerangka mendidik.

2. Karakteristik Media Massa

(3)

yang timbal balik, terjadi kontak yang keserempakan dengan banyak orang yang terpisah satu sama lain, memiliki struktur organisasi yang melembaga secara jelas dan isi yang disampaikan mengenai kepentingan umum.

Namun dari kedua jenis media massa baik cetak maupun elektronik memiliki perbedaan dari sifat maupun bentuknya. Menurut Effendi (2005:145) kedua jenis media massa tersebut mempunyai perbedaan yang khas yaitu sebagai berikut:

Pesan-pesan yang disiarkan media massa elektronik hanya sekilas sehingga khalayak harus selalu berada di depan pesawat, sedangkan pesan-pesan yang disiarkan melalui media cetak dapat diulang untuk dipelajari serta disimpan untuk dibaca pada setiap kesempatan.

Kedua jenis media massa tersebut baik cetak maupun elektronik memiliki karakteristik masing-masing. Media cetak/surat kabar memiliki karakteristik yang berbeda dengan televisi maupun media lainnya. Karakteristik media surat kabar menurut Suwardi (1993:223):

(4)

yang cukup lama, sementara pengulangan suatu informasi actual akan selalu mempercepat dampak yang dirasakan.

Kesimpulan dari pendapat di atas bahwa: Media cetak karakteristiknya:

a. Membaca merangsang orang untuk berinteraksi dengan aktif berpikir dan mencerna secara reflektif dan kreatif, sehingga lebih berpeluang membuka dialog dengan pembaca/ masyarakat.

b. Media cetak, baik koran atau majalah relatif lebih jelas siapa masyarakat konsumennya. Sementara media elektronik seringkali sulit mengukur dan mengetahui siapa konsumen mereka. Dengan demikian koran atau majalah lebih mewakili opini kelompok masyarakat.

c. Kritik sosial yang disampaikan melalui media cetak akan lebih berbobot atau lebih efektif karena diulas secara lebih mendalam dan

(5)

d. Media cetak lebih bersifat fleksibel, mudah dibawa ke mana-mana, bisa disimpan (dikliping), bisa dibaca kapan saja, tidak terikat waktu.

e. Dalam hal penyajian iklan, walaupun media cetak dalam banyak hal kalah menarik dan atraktif dibanding media elektronik namun disegi lain bisa disampaikan secara lebih informatif, lengkap dan spesifik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sedangkan karakteristik media elektronik adalah:

a. Media elektronik ditujukan untuk semua khalayak, baik yang bias membaca maupun yang tidak bias membaca. Sehingga pesan yang diterima dari media elektronik lebih kuat pengaruhnya terhadap sikap, perilaku dan tanggapan masyarakat.

b. Pesan dari media elektronik hanya sekilas, sehingga khalayak harus selalu berada di depan pesawat , sedangkan pesan yang disampaikan melalui media cetak dapat diulang untuk dipelajari serta disimpan untuk dibaca pada setiap kesempatan.

3. Media Pembelajaran dan Sumber Pembelajaran PKn

(6)

a. Sumber Formal:

1). Pancasila, UUD 1945 dan seluruh perangkat hokum yang berlaku baik dokumenter maupun dari sumber publikasi lembaga yang berwenang (Departemen-departemen, BP – 7 pusat dan daerah, dan lain lain). 2). Agama yang diakui oleh Republik Indonesia dan nilai-nilai luhur

budaya bangsa (lokal dan nasiononal). b. Sumber literatur keilmuan yang tidak dilarang c. Media massa baik cetak maupun elektronik

d. Narasumber yang layak, baik secara keilmuan, sosial, politik, budaya maupun keagamaan.

Sedangkan menurut Association for Educational Communications and Technology ( AECT, 1977), sumber pembelajaran adalah segala sesuatu daya

yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Menurut para ahli sumber pembelajaran dapat dikelompokan, menjadi dua bagian, yaitu:

1. Sumber pembelajaran yang disengaja direncanakan (learing resources by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah

(7)

2. Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didisain

untuk keperluan belajar salah satunya adalah media massa.

Sudjana dan Rivai (1992:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:

1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi siswa.

2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran.

3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melaui peraturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain.

(8)

1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.

2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interkasi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya dan kemungkinan siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan

waktu.

4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan lingkungan.

Adapun jenis dan bentuk media menurut Djahiri (1995:31) dikategorikan dalam:

a) Yang bersiafat material (kebendaan) berupa alat peraga, benda cetak (buku, Koran dan lain-lain).

b) Immaterial (tidak berwujud) seperti iklim, keadaan kehidupan (kaya, miskin dan lain-lain).

c) Bersifat personal (manusia), tokoh, narasumber dan lain-lain. d) Audio Visual aids (AVA).

(9)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. (Arsyad, 2004:3). Selain itu berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat berbagai bentuk dari media, sehingga dalam memilih dan menggunakan media, guru harus menyesuaikan dengan materi yang akan disampaikan pada siswa, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.

4. Pengertian pembelajaran

Dimyati dan Mudjiono, (1999) mengartikan pembelajaran sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar dalam diri siswa (Arief. S. Sadiman, et al., 1990). Iskandar, et al., (1995) mengartikan pembelajaran sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. pembelajaran menurut Degeng (1993) adalah upaya untuk membelajarkan pembelajar.

(10)

bagaimana cara mengorganisasikan materi pelajaran, menyampaiakan materi pelajaran, dan mengelola pembelajaran.

5. Ciri-ciri pembelajaran

Oemar Hamalik (1999) memaparkan tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, yaitu:

1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus. 2. Kesalingtergantungan, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi

dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.

3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Selanjutnya ciri-ciri pembelajaran, lebih detail sebagai berikut:

1. Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk siswa dalam suatu perkembangan teretentu.

2. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik.

4. Adanya aktifitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.

(11)

6. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan siswa dalam proporsi masing-masing.

7. Limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. 8. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.

6. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran pada dasarnya adalah kemampuan-kemampuan yang diharapakan dimiliki siswa setelah memperoleh pengalaman belajar. Menurt Nana Sudjana dan Wari Suwaria (1991), kemampuan-kemampuan tersebut mencangkup aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Penguasaan kemampuan tersebut tidak lain adalah hasil belajar yang diinginkan.

Dengan demikian, tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada suatu pembelajaran yang diprogramkan tanpa tujuan, Karena hal itu merupakan suatu hal yang tidak memilih kepastian dalam menentukan arah, target akhir dan prosedur yang dilakukan.

Tujuan dari pembelajaran merupakan suatu cita-cita yang bernilai normatif. Sebab dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamakn kepada siswa. nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara siswa bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosial, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

7. Beberapa ciri-ciri belajar

(12)

1. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus. Contohnya dengan belajar anak dapat membaca sehingga pengetahuan bertambah, karena banyak mengetahui sesuatu anak menjadi percaya diri secara pribadi.

2. Belajar adalah perbuatan sadar, karena itu peristiwa belajar selalu mempunyai tujuan. Proses belajar di sekolah selalu mempunyai arah dan mempunyai tujuan. Proses belajar di sekolah selalu mempunyai arah secara sadar, umpanya guru membawa anak-anak belajar dengan tujuan tertentu.

3. Belajar hanya terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual. Belajar hanya terjadi apabila dialami sendiri oleh yang bersangkutan, yang tidak digantikan oleh orang lain.

4. Belajar menghasilkan perubahan secara menyeluruh dan melibatkan keseluruhan tingkah laku serta dapat mengintegrasikan semua aspek-aspek yang terlibat didalamnya, baik norma, fakta, sikap, pengertian, kecakapan maupun keterampilan.

(13)

6. Perubahan tingkah laku berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada yang komlpleks. Pengenalan tanda-tanda merupakan tingkah laku sederhana, sedangkan peranan norma merupakan tingkah laku yang kompleks.

Pendapat diatas merupakan ciri yang membedakan belajar dari kematangan, pertumbuhan atau insting dalam proses belajar terjadi perubahan yang disengaja, dan tidak terjadi perubahan secara kebetulan, proses belajar yang baik berlangsung secara efektif dibawah bimbingan pendidik, tanpa tekanan dan paksaan, karena belajar pada dasarnya ditujukan oleh adanya perubahan tingkah laku melalui pengalaman pribadi yang tidak disebabkan kematangan, pertumbuhan atau insting.

8. Teori-teori Belajar

Ada beberapa teori belajar yang dapat kita pahami sebagai prinsip secara umum yang merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Di bawah ini akan dijelaskan secara sepintas beberapa teori dari belajar.

a. Teori Koneksionisme

(14)

pengadaan dan dorongan untuk berbuat. Itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Pshycology of Learning”. Istilah ini menunjukan pada panjangnya waktu dan banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. (Hilgard dan Bower, 1975:234).

Berdasarkan penelitian Thordike, ia menemukan hukum belajar yang disebut law effect, artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons akan kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut. Disamping law of effect, Thorndike juga mengemukakan dua macam hukum lainnya yang masing-masing disebut law of readiness dan law of exercise. Law of readiness (hukum kesiapsiagaan) pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme berasal dari pendayagunaan satuan perantaraan. Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

b. Teori Psikologi Kognitif

(15)

c. Teori “Organisme” atau Gestalt Mengenai Belajar

Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal fakta-fakta akan tetapi dengan menghadapi masalah-masalah atau problem yang dipecahkan dengan menggunakan “the method of intelligence”. Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur.

Prinsip-prinsip belajar Gestalt (field theory) adalah sebagai berikut :

1. Belajar dimulai dari suatu keseluruhan, keseluruhan yang menjadi permulaan baru menuju ke bagian-bagian.

2. Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan, bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan itu.

3. Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan, bagian-bagian dilihat dalam hugungan fungsional dengan keseluruhan. Kemudian lambat laun ia mengadakan diferensiasi bagian-bagian itu dari keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang lebih kecil.

4. Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai factor atau unsur dalam situasi yang problematik.

d. Teori Belajar Kondisioning

(16)

menjadi unsur-unsur kecil; menurut teori conditioning hubungan stimulus response terjadi secara mekanistik dan tidak bersifat dinamis; stimulus yang

spesipik akan menyebabkan individu merespons dan bukan stimulus yang mengandung masalah untuk dipecahkan. (Natawidjaja, 1993:86).

Selain teori-teori belajar, hal lain yang perlu kita ketahui dalam proses belajar mengajar ialah mengenai unsur-unsur belajar. Perbuatan belajar adalah suatu proses yang kompleks. Proses itu sendiri sulit diamati, namun perbuatan belajar atau tindakan belajar dapat diamati berdasarkan perubahan tingkah laku yang duhasilkan oleh tindakan belajar tersebut. Karena itu untuk memahami suatu perbuatan belajar diperlukan kajian terhadap perbuatan itu secara unsuriah. Dengan kata lain, setiap perbuatan belajar mengandung beberapa unsur yang bersifat dinamis. (Hamalik, 1999:50).

Prilaku belajar adalah prilaku yang cukup kompleks, karena banyak unsur diantaranya adalah :

1. Tujuan yang ingin dicapai. Dibalik tingkah laku belajar ada unsur keinginan, harapan, tujuan yang ingin dipenuhi. Keinginan dan harapan tersebut mungkin sekedar kepuasan yang segera tercapai, mungkin juga berantai dengan jangkauan yang lebih jauh, seperti keinginan melanjutkan sekolah, keinginan memperoleh rengking satu.

(17)

dengan kesiapan yang bersangkutan dalam merespon situasi yang dihadapkan kepadanya.

3. Situasi belajar, yang dimaksud dengan situasi belajar disini adalah benda, orang dan simbol yang ada di lingkungan belajar. Situasi tersebut mengandung berbagai alternatif yang menuntut pilihan. Alternatif yang dipilih dapat memberikan memberikan kepuasan dan dapat pula tidak memuaskan pemilih.

4. Penafsiran situasi sebelum berbuat. Individu dihadapkan pada situasi memilih proses penafsiran, situasi yang dihadapi. Individu harus menentukan tindakan mana yang akan diambil, mana yang harus dihindari, dan mana yang paling aman.

5. Reaksi atau respons. Respon merupakan kegiatan atau kesiapan internal untuk berbuat. Respon itu dapat berbentuk kata-kata, dapat pula berupa gerakan, perbuatan, kegiatan atau meningkatnya ketegangan dalam diri individu.

6. Reaksi terhadap kegagalan. Sekiranya individu gagal mencapai tujuannya, mungkin akan tumbuh kekecewaan pada dirinya, sehingga tidak mau mencoba lagi. Akan tetapi ada kalanya individu yang gagal akan mengadakan interpretasi baru dengan menyesuaikan responnya pada tuntutan lingkungan. (Natawidjaja, 1993:75).

(18)

Dalam usaha menyiapkan situasi belajar yang efesien, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar itu. Sebenarnya terlalu banyak faktor yang dapat diketahui yang mempengaruhi proses belajar. Suryadibrata yang dikutip oleh sukardi (1983:30-35) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar diantaranya :

1. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa

a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas b. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu

maju.

c. Adanya kemajuan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru baik dengan koperasi maupun dengan kompetities. d. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman dengan cara

menguasai bahan pelajaran.

e. Adanya ganjaran/hukuman sebagai akibat dari pelajaran.

2. Faktor yang berasal dari luar diri siswa, yang digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan bahwa overlapping tetap ada, yaitu:

a. Faktor-faktor non sosial seperti udara, cuaca, waktu, tempat, alat-alat untuk belajar dan lain-lain.

(19)

Sedangkan Ali (1996:15) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan proses belajar yakni sebagai berikut:

1. Kesiapan (readiness) yaitu kapasiti baik fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu.

2. Motivasi yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu. 3. Tujuan yang ingin dicapai.

Ternyata banyak sekali faktor yang mempengaruhi proses belajar. Menurut Natawidjaja (1993:79) faktor-faktor itu pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu faktor:

1. Siswa. 2. Guru.

3. Interaksi guru-siswa. 4. Siswa sebagai kelopmpok. 5. Lingkungan fisik.

6. Pendorong dari luar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu:

(20)

2. Faktor Eksternal (faktor dari luar diri siswa), yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa.

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis uapaya belajar siswa yang meliputi strategi dari metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Berdasarkan penjelasan yang diuraikan di atas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa, dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar (PBM), bukan hanya faktor internal (dalam diri siswa), melainkan juga factor eksternal (di luar siswa). dan yang menjadi salah satu indikator PBM berhasil selain terjadi perubahan perilaku (kognitif, efektif dan psikomotor) siswa, juga dapat dilihat dari partisipasi dan keaktifan siswa dalam PBM itu sendiri.

B. Program Pengajaran PKn 1. Pengertian PKn

Banyak pengertian yang diberikan oleh para pakar terhadap Pendidikan Kewarganegaraan, diantaranya menurut Soemantri mengartikan PKn sebagai “Seleksi, adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila, UUD 1945 dan dokumen resmi Negara lainnya yang terorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.”

(21)

Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, termpil dan karakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dua arti yaitu pertama, PKn sebagai bidang kajian ilmu kependidikan yang merupakan seleksi dan adaptasi berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora dan nilai fisiofis-yuridis yang memfokuskan kepada pembentukan karakter warga negara yang baik, yaitu warga negara yang religius, cerdas, demokratis dan terampil dalam memahami, menilai dan mengambil keputusan terhadap fenomena sosial secara interdisipliner. Kedua, PKn sebagai program kurikulum wajib di tingkat persekolahan dan perguruan tunggi. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang studi tersendiri dalam program kurikuler yang wajib.

Demikian pula diharapkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan agar nilai-nilai, norma dan sikap tingkah laku yang dijabarkan dari sila yang tercantum dalam Pancasila benar-benar terwujud dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari..

(22)

isi dari pengetahuan (body of knowledge) dari mata pelajaran PKN diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, hokum, tatanegara, psikologi, dan berbagai kajian lainnya yang berasal dari kemasyarakatan, nilai-nilai budi pekerti, dan hak asasi manusia dengan penekanan kepada hubungan antar warga negara dengan warga negara, warga negara dan pemerintah, serta warga negara dan warga dunia. (Pusat Kurikulum/Puskur, 2003:3).

Daroeso (1986:77) mengatakan bahwa: Tinjauan aspek moral dalam Pendidikan Kewarganegaraan adalah berhubungan dengan kesusilaan dan akhlak meruapkan sikap dan tingkah laku perbuatan manusia yang sesuai dengan norma-norma yang telah diakui dan diterima kebaikannya.

Dalam hal ini PKn adalah pendidikan nilai-nilai yang mendasari sikap dan tingkah laku yang diharapkan dari perbuatan manusia yang sesuai dengan norma yang telah diakui untuk dapat mencapai tujuan pendidikan moral. Pendidikan Kewarganegaraan ini merupakan pendidikan nilai serta pendidikan yang membina keyakinan dalam diri manusia dan Pendidikan Kewarganegaraan, tiada lain juga merupakan pedidikan nilai-nilai moral Pancasila yang berhubungan dengan sikap tingkah laku dan perbuatan manusia, hal ini merupakan sesuatu hal yang sangat penting yang diakui dalam dirinya untuk mencapai tujuan pendidikan moral.

Adapun tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut:

(23)

“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

b. Secara khusus. Tujuan Pkn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyat yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga serbedaan pemikiran pendapat diatas melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Sedangkan Depdiknas (2002:3) mengemukakan bahwa tujuan Pembelajaran Pkn adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut :

(24)

b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dalam bertindak secara cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

2. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan

Margaret S. Branson (1999:8) mengidentifikasikan tiga komponen penting dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu “Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan)”. Komponen pertama, Civic

Knowledge “ berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya

diketahui oleh warga negara” (Branson, 1999:8). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral.

(25)

non-pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participation skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.

Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantive dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pkn, karakteristik mata pelajaran PKn diyandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif.

(26)

3. Fungsi Pembelajaran PKn

PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi yang sangat esensial meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup dagi diri, masyarakat, bangsa dan Negara. Soemantri (2001:166) mengemukakan sebagai berikut :

Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan prilaku sehari-hari.

Sementa itu, Kosasih Djahiri (dalam Suriakusuma dkk, 1999:10.28) menjelaskan bahwa “PPKN (sekarang PKn) memiliki fungsi peran sebagai: a) pendidikan nilai-norma-moral Pancasila; b) pendidikan politik; c) pendidikan keilmuan.”

(27)

C. pengertian Motivasi Belajar Siswa 1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berpangkal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapainya suiatu tujuan. Bahakan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi kesiapsiagaan. Adapun menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 1986), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahukui dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sementara itu Abin Syamsudin (1998 : 29) menjelaskan bahwa “motivasi merupakan suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive), ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari”. Motivasi juga dapat diartikan tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu (Cropley : 1985).

(28)

gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Pengaruh motivasi terhadap keberlangsungan pembelajaran sangatlah besar, bahkan Sardiman (2003:75) mengunggkapkan “seseorang siswa yang memiliki intelegensia cukup tinggi, boleh jadi gagal karena kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat”.

Maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa motivasi itu timbul karena adanya dorongan-dorongan yang menggerakan seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dalam proses pembelajaran tentu saja motivasi sangat diperlukan, karena dengan adanya motivasi maka siswa akan terangsang untuk belajar dengan giat. Peran guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa amat diperlukan, karena motivasi bukan daja timbul dari dalam diri sendiri, tetapi juga bisa dating dari luar diri siswa. Oleh karena itu kontribusi dari guru untuk menimbulkan motivasi pada diri siswa sangatlah diperlukan. Membangkitkan motivasi dalam diri siswa merupakan salah satu tugas guru agar anak dapat melakukan belajar. Dengan demikian proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan dapatmembuahkan hasil yang optimal.

2. Kebutuhan dan Teori tentang Motivasi

(29)

motivasi yang dikemukakan oleh Abraham Maslow yang mengacu pada lima kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkis. Tata lima tingkatan motivasi secara secara hierarkis ini adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.

b. Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja. Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.

c. Kebutuhan sosial. Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.

(30)

e. Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja. Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.

Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.

Disamping hal-hal di atas ada teori yang berkaitan dengan motivasi yang diungkapkan oleh Sardiman (2003:82-83) yaitu sebagi berikut:

1. Teori Instink

(31)

kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc. Dougall.

2. Teori Fisiologis

Teori ini juga disebut “behavior theories”. menurut teori ini semua tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhanorganik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makan, minum, udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang. Dari teori inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk mempertahankan hidup.

3. Teori Psikoanalitik

Teori ini mirip dengan teori instink, tetapi lebih ditekankan pada unsur-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia, karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego. Tokoh dari teori ini adalah Freud.

(32)

humanistik untuk mendorong berkembangnya rasa ingin tahu dan minat siswa dalam belajar.

Lain halnya dengan pendekatan humanistik, para ahli behavioristik lebih menekankan pada rangsangan dari luar yang akan menumbuhkan motivasi. Dengan demikian untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa tergantung daripengaturan lingkungan. Dianjurkan para guru menurut ahli behavioristik untuk memberikan hadiah (reward) dan penguatan lainnya untuk menumbuhkan rangsangan sehingga siswa mau belajar.

3. Sifat Motivasi

Berdasarkan pengertian di atas dan analitis motivasi yang telah dikemukakan di atas, pada pokoknya motivasi memiliki dua sifat:

1. Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dadi dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain. Motivasi ini sering disebut “motiovasi murni”, atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri siswa.

Oemar Hamalik (2003:112) mengemukakan bahwa :

(33)

2. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, ap;akah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik diperluakn di sekolah sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuahn siswa.

Tiga komponen utama dalam motivasi: 1. Kebutuhan,

2. Dorongan, 3. Tujuan.

Secara garis besar Oemar Hamalik (1992) menjelaskan, ada tiga fungsi motivasi, yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini meruapakn langkah penggerak dari setiap kegiatan yang dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.

3. Menyeleksi perbautan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi trujuan tersebut.

(34)

1. Menjelaskan tujuan belajar ke siswa. pada permualaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

2. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bias belajar lebih gait. Di damping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bias mengejar siswa yang berprestasi. Ada bermacam-macam hadiah, yaitu ada yang berbentuk simbul, penghargaan, kegiatan dan benda.

3. Saingan atau kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnay, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicaapi sebelumnya.

4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. 5. Hukuman. Hukumkan diberiakn kepada siswa yang berbuat kesalahan

sesaat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberiakn dengan harapan agar siswa tersebut mau marubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

6. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberiakan perhatian maksimal ke siswa.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.

(35)

10. Menggunakan media yang baik, serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tiap siswa memilikikemampuan indera yang tidak sama, baik pendengaran maupun penglihatannya, demikian juga kemampuan berbicara. Ada yang lebih senang membaca, dan sebaliknya.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar dapat timbul karena factor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan serta dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.

Motivasi erat kaitannya dengan pembelajaran, hal ini dikarenakan pada saat siswa belajar kama dengan sendiriny siswa akan terdorong untuk melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan pembelajaran. Pada saat belajar mengajar dimulai para peserta didik sudah mempunyai tekad bahwa saatnya mereka mengikuti kegiatan belajar mengajar. Jadi mereka dituntut untuk mencapai hasil yang terbaik, maka dari situlah muncul sebuah motivasi yang dapat membangkitkan gairah siswa untuk belajar demi tujuan yang diharapkan, dengan demikian secara langsung tingkah laku yang dimiliki oleh siswa pun akan ikut berubah menjadi lebih baik sejalan dengan kaitannya untuk merubah diri menjadi yang lebi baik demi tercapainya suatu tujuan yang diharapkan.

(36)

berusaha untuk meniadakan perasaan tidak suka itu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat dicapai.

Ada beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan, yaitu: 1. Prinsip kompetensi

Yang dimaksud dengan prinsip kompetensi adalah persaingan secara sehat baik inter maupun antar pribadi. Dengan persaingan yang seaht timbul motivasi untuk bertindak secara lebih baik.

2. Prinsip memacu

Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu tertentu, pemacu ini berupa informasi, nasihat, amanat, peringatan, percontihan dan sebagainya.

3. Prinsip ganjaran dan hukuman

Ganjaran yang diterima oleh seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang menimbulkan ganjaran itu. Demikian pula dengan hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu.

4. Kejelasan dan kedekatan tujuan

Makin jelas dan makin sekat suatu tujuan, maka akan makin mendorong seseorang untuk melakukan tindakan.

(37)

Hasil yang dicapai seseorang akan merupakan balikan apa yang telah dilakukannya, dan itu semua dapat memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya.

6. Pengembangan minat

Motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya.

7. Lingkungan yang kondusif

Lingkungan yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial, maupun psikologis dapat menumbuhkan dab mengembangkan motivasi untuk melakukan sesuatu yang baik dan produktif.

8. Keteladanan

Perilaku pengajar (guru) secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perilaku siswa baik yang sifatnya positif maupun negatif.

Referensi

Dokumen terkait

Sig. Hasil analisis IPA dapat dilihat pada Gambar 2. Kuadran I pada Gambar 2, menunjukkan atribut yang memiliki kepentingan tinggi akan tetapi dalam

Kawasan ini memiliki iklim Am dengan curah hujan kurang sehingga jenis vegetasi yang biasa terdapat di daerah ini dan menjadi ciri khas adalah jenis tumbuhan yang meranggas pada waktu

Hampir 70% kolesterol dalam lipoprotein plasma memang dalam bentuk ester kolesterol (Guyton, 2012). Selain kolesterol yang diabsorbsi setiap hari dari saluran

Saya mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sedang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Mutu Produk dan Layanan Purna Jual Terhadap

menggunakan angkot dengan alasan secara keseluruhan yaitu akses angkutan kota untuk ke tempat tujuan cukup mudah, fasilitas yang ada di angkutan kota seperti tempat duduk

Perseroan Terbatas sebagai sarana untuk mewujudkan demokrasi ekonomi demi kesejahteraan sosial sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang- Undang Dasar Tahun 1945, haruslah dapat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap persepsi pengusaha terkait pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan

Dukungan stakeholders, guru mata pelajaran lain dan komponen sekolah lainnya dalam menunjang program penerapan habituasi melalui pendidikan kewarganegaraan untuk