• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUD (11)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUD (11)"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR

TERHADAP KUALITAS AUDIT

(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah)

SK RI PSI

Diajukan Sebagai Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

EUNIKE CHRISTINA ELFARINI NIM.3351402093

FAKULTAS

EKONOMI

UNIVERSITAS

NEGERI

SEMARANG

(2)

ii

Skripsi berjudul “ Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah) “ ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 29 Mei 2007

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Subowo, M.Si Drs.Asrori, M.S

NIP.131404311 NIP. 131570078

Mengetahui Ketu Jurusan Akuntansi

(3)

iii

Yang bertandatangan dibawah ini, Dosen Pembimbing Skripsi dari mahasiswa :

Nama : Eunike Christina Elfarini NIM : 3351402093

Jurusan : Akuntansi

Judul Skripsi : “Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah)

Menerangkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan telah menyelesaikan bimbingan skripsi dan siap untuk diajukan pada Sidang Ujian Skripsi.

Demikian Surat Rekomendasi ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, Mei 2007

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Subowo, M.Si Drs. Asrori, M.S

NIP. 131404311 NIP.131570078

Mengesahkan Ketua Jurusan Akuntansi

(4)

iv

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia sidang ujian skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Senin

Tanggal : 13 Agustus 2007

Penguji Skripsi

Drs. Sukirman, M.Si NIP. 131967646

Anggota I Anggota II

Drs. Subowo, M.Si Drs. Asrori, M.S

NIP. 131404311 NIP. 131570078

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

(5)

v

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakkan dari karya tulis orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Mei 2007

(6)

vi Motto:

” Kamu adalah garam dunia ”

Jika garam itu tawar, dengan apakah ia diasinkan ?

Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.

( Matius 5 :13)

” Kamu adalah terang dunia ”

Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya didepan semua orang, supaya

mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang disorga.

(Matius 5 : 16)

Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibu yang telah memberikan pendidikan terbaik dalam hidupku.

2. Adik-Adikku yang telah memberi keceriaan dan semangat.

3. Mas Angga yang selalu memberi inspirasi dan motivasi.

4. Sahabat-sahabatku curahan hatiku.

(7)

vii

Jawa Tengah )”. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci : Kompetensi, Independensi Auditor, Kualitas Audit.

Akuntan publik merupakan auditor independen yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Berdasarkan hal tersebut maka akuntan publik memiliki kewajiban menjaga kualitas audit yang dihasilkannya. Terlebih dengan adanya kasus keuangan yang menimpa banyak perusahaan yang ikut melibatkan akuntan publik, membuat akuntan publik harus memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Karena dalam kualitas audit yang baik akan dihasilkan laporan auditan yang mampu menyajikan temuan dan melaporkan dengan sesungguhnya tentang kondisi keuangan kliennya. Adapun kualitas audit, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang sangat penting peranannya dalam menentukan kualitas audit tersebut diantaranya adalah kompetensi dan independensi. Oleh karena itu maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1)Apakah kompetensi dan independensi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit. (2)Apakah kompetensi dan independensi secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah dengan sampel penelitian yang diambil menggunakan teknik Proportional Simple Random Sampling berukuran 77 auditor. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kompetensi dan independensi, sedangkan variabel dependennya adalah kualitas audit. Untuk metode pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis diskriptif dan analisis statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan hasil secara parsial menunjukkan bahwa variabel kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan koefisien determinasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama kompetensi dan independensi memberikan sumbangan terhadap variabel terikat (Kualitas Audit) sebesar 28,2% sedangkan sisanya 71,8% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.

(8)

viii

(9)

ix

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena

kasih karunia dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “ Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap

Kualitas Audit ( Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah) ”. Maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi dan

melengkapi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada jurusan

Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis memperoleh bantuan, bimbingan dan

pengarahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis

ucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo,M.Si, Rektor Universitas Negeri

Semarang.

2. Drs. Agus Wahyudin,M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Sukirman,M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Semarang sekaligus Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dan

memberi masukan kepada penulis.

4. Drs. Subowo,M.Si, Dosen Pembimbing I yang penuh perhatian dan kesabaran

dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Drs. Asrori,M.S, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan

(10)

x Negeri Semarang.

7. Bapak dan Ibu Akuntan Publik di Jawa Tengah, yang telah bersedia menjadi

responden dan meluangkan waktu guna mengisi kuesioner yang disebarkan

penulis.

8. Bapak dan Ibu tercinta, penulis khusus mempersembahkan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada Bapak dan Ibu atas segala nasehat, tauladan

dan doa yang selalu menyertai setiap langkah hidup penulis untuk menjadikan

penulis lebih dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

9. Adik-adikku Rani dan Brian atas segala keceriaan yang selalu memberi

semangat kepada penulis.

10.Mas Angga Rizki Adityawan yang selalu memberikan dukungan, motivasi,

kasih sayang dan doanya kepada penulis. Thanks for All ...

11.My best friends, Dini, Puji, Tita, Ayu, Lubuk, Luki, terima kasih untuk kebersamaan, keceriaan, dan kenangan yang terindah yang tak terlupakan.

Ayo...semangat..!!!

12.Teman-teman peneliti seperjuangan di Kantor Akuntan Publik, Lina, Astri,

Nat, Rini, All, Tyo, terima kasih atas kerjasama dan masukannya kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Teman-temanku semua di kelas Akuntansi B angkatan 2002 yang telah

(11)

xi

Akhirnya semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan karunia, limpahan

rahmat dan berkat-Nya atas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis,

dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca

dan pihak-pihak yang bersangkutan.

Semarang, Mei 2007

Penulis

(12)

xii

Halaman

HALAMANJUDUL... i

PERSETUJUANPEMBIMBING... ii

SURAT REKOMENDASI . ... iii

PENGESAHANKELULUSAN ... iv

PERNYATAAN... v

MOTTODANPERSEMBAHAN ... vi

SARI... vii

KATAPENGANTAR... ix

DAFTARISI ... xii

DAFTARTABEL ... xv

DAFTARGAMBAR... xvii

DAFTARLAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Rumusan Masalah ... 9

1.3Penegasan Istilah... 9

1.4Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 13

BABIILANDASANTEORI 2.1 Teori Keagenan ... 15

2.2 Kualitas Audit ... 15

2.3 Kompetensi ... 26

2.3.1 Pengetahuan ... 29

(13)

xiii

2.4.2 Tekanan dari klien ... 36

2.4.3 Telaah rekan auditor ... 38

2.4.4 Jasa non audit ... 39

2.5 Kerangka Berpikir ... 40

2.6 Hipotesis... 43

BABIIIMETODEPENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 44

3.1.1 Kompetensi ... 44

3.1.1.1 Pengetahuan ... 44

3.1.1.2 Pengalaman ... 45

3.1.2 Independensi ... 46

3.1.2.1 Lama hubungan dengan klien ... 46

3.1.2.2 Tekanan dari klien ... 47

3.1.2.3 Telaah rekan auditor ... 48

3.1.2.4 Jasa non audit ... 48

3.1.3 Kualitas Audit ... 49

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 50

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 50

3.4 Populasi dan Sampel ... 52

3.5 Instrumen Penelitian ... 56

(14)

xiv

3.9 Pengujian Hipotesis... 64

BABIVHASILPENELITIANDANPEMBAHASAN 4.1 Gambaran Obyek Penelitian ... 67

4.2 Diskripsi Responden ... 70

4.3 Diskripsi Variabel Penelitian ... 72

4.4 Analisis Regresi ... 80

4.5 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 82

4.6 Hasil Pengujian Hipotesis ... 87

4.7 Pembahasan... 90

BABVPENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Keterbatasan ... 93

5.3 Saran ... 94

(15)

xv

Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu ... 24

Tabel 3.1 Nama Kantor Akuntan Publik dan Jumlah Auditor ... 52

Tabel 3.2 Proporsi Sampel Penelitian ... 54

Tabel 3.3 Nama Kantor Akuntan Publik dan Alamat ... 55

Tabel 3.4 Nama Kantor Akuntan Publik dan Jumlah Sampel ... 56

Tabel 3.5 Aras Pengukuran ... 57

Tabel 3.6 Penilaian Skor Pernyataan ... 58

Tabel 3.7 Nomor dari Setiap Jenis Pernyataan ... 59

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas... 61

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas... 62

Tabel 4.1 Profil Responden... 71

Tabel 4.2 Sampel dan tingkat Pengembalian sampel ... 72

Tabel 4.3 Persentase jawaban responden pada setiap pernyataan tentang kompetensi auditor ... 73

Tabel 4.4 Persentase jawaban responden pada setiap pernyataan tentang independensi (jasa non audit) ... 75

Tabel 4.5 Persentase jawaban responden pada setiap pernyataan tentang kualitas audit ... 78

Tabel 4.6 Deskripsi data setiap variabel dan sub variabel ... 80

Tabel 4.7 Model Summary Regresi ………. 80

(16)

xvi

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data ... 83

Tabel 4.12 Hasil Pengujian Multikolinieritas ... 87

(17)

xvii

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 42

Gambar 4.1 Hasil Pengujian Normalitas dengan Histogram ... 84

Gambar 4.2 Hasil Pengujian Normalitas dengan P Plot ... 85

Gambar 4.3 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Scatterplot... 86

Gambar 4.4. Kurva F untuk pengujian hipotesis secara simultan ... 88

(18)

xviii

Halaman

Lampiran A Daftar Kuesioner... 98

Lampiran B Hasil Uji Coba Instrumen (Uji Validitas dan Uji Reliabilitas).. 99

Lampiran C Data Hasil Penelitian ... 100

Lampiran D Data Persiapan Regresi, Deskripsi Data, Analisis Regresi dan Uji Asumsi Klasik ... 101

Lampiran E Tabel Distribusi F, t, Korelasi Product Moment ... 102

Lampiran F Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ekonomi UNNES ... 103

(19)

1 I.1 Latar Belakang Masalah

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak

memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam

laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3). Profesi akuntan publik

bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan

perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal

sebagai dasar pengambilan keputusan.

Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor

dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang

ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar

pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan

cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang

mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup

dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan

standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan

lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor

untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara

keseluruhan.

Namun selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik

(20)

profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode

etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian

profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang

auditor dalam menjalankan profesinya.

Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit

perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam

lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan

tanggung jawab dari manajemen (Agen) untuk mengaudit laporan keuangan

perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya

terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik

(prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya

auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang

telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang

berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan.

Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa

lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan

akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun

pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan

publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan

publik baik diluar negeri maupun didalam negeri. Skandal didalam negeri terlihat

dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI) terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang diindikasikan

(21)

tahun 1998. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik

yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan

didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Christiawan 2003:82).

Selain fenomena di atas, kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik

juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti kasus yang

menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan

kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional,Tbk.

Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam

yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang

mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam

membayar utang. Sehingga berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan

bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut

menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal

28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya

Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap

Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas

Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003.

Dalam konteks skandal keuangan di atas, memunculkan pertanyaan

apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang

mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun

auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut. Tentu saja jika yang

(22)

maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor

tersebut. Namun jika yang terjadi justru akuntan publik ikut mengamankan

praktik rekayasa tersebut, seperti yang terungkap juga pada skandal yang

menimpa Enron, Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks

inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi

auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut

berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik.

Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka

akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar

pengambilan keputusan. Selain itu adanya kekhwatiran akan merebaknya skandal

keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan

dan profesi akuntan publik.

De Angelo dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas audit

sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya.

Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada

kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah

saji tergantung pada independensi auditor. Sementara itu AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002:83) menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua

(23)

Berkenaan dengan hal tersebut, Trotter(1986) dalam Saifuddin (2004:23)

mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan

ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat

jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Senada dengan pendapat Trotter,

selanjutnya Bedard (1986) dalam Sri Lastanti (2005:88) mengartikan kompetensi

sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang

luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.

Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa untuk melakukan tugas

pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus),

pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta memahami industri

klien.

Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli

dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan

pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit

(SPAP, 2001). Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup

yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum.

Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam

Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman

mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga

lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan

dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada

tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs

(24)

berpengalamannya auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan penyajian

laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan

yang ditemukan tersebut.

Sehingga berdasarkan uraian di atas dan dari penelitian yang terdahulu

dapat disimpulkan bahwa kompetensi auditor dapat dibentuk diantaranya melalui

pengetahuan dan pengalaman.

Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat

keandalan laporan keuangan suatu perusahaan maka akuntan publik tidak hanya

perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam

pengauditan. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa.

Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan dari auditor sehingga masyarakat

tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain,

keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988).

Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan

bahwa “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor“. Standar ini mengharuskan

bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia

melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak

dibenarkan untuk memihak. Auditor harus melaksanakan kewajiban untuk

bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun

juga kepada kreditor dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan

(25)

Hal inilah yang menarik untuk diperhatikan bahwa profesi akuntan publik

ibarat pedang bermata dua. Disatu sisi auditor harus memperhatikan kredibilitas

dan etika profesi, namun disisi lain auditor juga harus menghadapi tekanan dari

klien dalam berbagai pengambilan keputusan. Jika auditor tidak mampu menolak

tekanan dari klien seperti tekanan personal, emosional atau keuangan maka

independensi auditor telah berkurang dan dapat mempengaruhi kualitas audit.

Salah satu faktor lain yang mempengaruhi independensi tersebut adalah jangka

waktu dimana auditor memberikan jasa kepada klien (auditor tenure).

Selain itu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap

independensi auditor maka pekerjaan akuntan dan operasi Kantor Akuntan Publik

(KAP) perlu dimonitor dan di “audit“ oleh sesama auditor (peer review) guna menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan

standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat

mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa

akuntansi dan audit. Selain itu peer review dirasakan memberi manfaat baik bagi klien, kantor akuntan publik maupun akuntan yang terlibat dalam peer review.

Manfaat tersebut antara lain mengurangi risiko litigation (tuntutan), memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge

dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan (Harjanti, 2002:59)

Ada beberapa penelitian tentang kualitas audit yang telah dilakukan baik

dari segi topik maupun metode penelitian (Kusharyanti, 2003). Dari segi topik

(26)

1992), audit tenure (Aldhizer dan Lampe, 1997), audit fee (Jansen dan Payne, 2003), jasa non audit (Standards dan Poor, 2000 ; Wooten, 2003).

Sedangkan dari segi metode penelitian, saat ini masih sedikit penelitian

yang difokuskan pada pengembangan rerangka konseptual yang bisa menangkap

konstruk kualitas audit. Pengembangan model yang komprehensip mengenai

kualitas audit perlu dilakukan sehingga model tersebut dapat menangkap

kompleksitas yang ditemukan dalam penelitian kualitas audit. Salah satu model

kualitas audit yang dikembangkan adalah model De Angelo (1981). Dimana

fokusnya ada pada dua dimensi kualitas audit yaitu kompetensi dan independensi.

Selanjutnya, kompetensi diproksikan dengan pengalaman dan pengetahuan.

Sedangkan independensi diproksikan dengan lama hubungan dengan klien (audit tenure), tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor (peer review) dan jasa non audit. Adapun model kualitas audit lain yang dikembangkan adalah model kualitas

audit menurut Catanach dan Walker (1999), dimana mereka memfokuskan pada

dimensi kemampuan auditor, professional conduct, dampak insentif ekonomi dan

struktur pasar.

Namun dalam penelitian ini akan menggunakan model De Angelo. Hal ini

berkaitan dengan adanya penelitian-penelitian terdahulu yang ternyata belum

menemukan kesepakatan sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Selain itu,

lingkungan audit yang juga berubah terus memicu penelitian dari lingkup yang

lebih luas. Dari segi metoda penelitian, pengembangan model kualitas audit yang

dapat menangkap kompleksitas kualitas audit masih sedikit sehingga perlu digali

(27)

dengan menggunakan dimensi kompetensi yang diproksikan menjadi dua sub

variabel yakni pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan dimensi independensi

dikembangkan proksi antara lain lama hubungan dengan klien (audit tenure), tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor (peer review), dan jasa non audit.

Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar

mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit dan

selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya. Bagi

pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk menilai sejauh mana

akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas jasa audit yang

diberikannya.

Atas dasar latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat judul

Pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit (Studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah)

I.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :

1. Apakah kompetensi dan independensi auditor secara simultan berpengaruh

terhadap kualitas audit ?

2. Apakah kompetensi dan independensi auditor secara parsial berpengaruh

terhadap kualitas audit ?

I.3 Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah pengertian dalam penelitian ini maka perlu

(28)

I.3.1 Kompetensi

Bedard (1986) dalam Sri Lastanti (2005:88) mengartikan kompetensi

sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang

luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.

Dalam standar pengauditan, khususnya standar umum disebutkan bahwa

audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan

pelatihan teknis cukup sebagai auditor serta dalam pelaksanaan audit dan

penyusunan laporannya auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya

dengan cermat dan seksama. De Angelo(1981) dalam Kartika Widhi (2005:7)

memproksikan kompetensi kedalam 2 (dua) komponen yaitu pengetahuan dan

pengalaman.

I.3.1.1Pengetahuan

Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang

auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin

banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya

sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam,

selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan

yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987 dalam Harhinto,

2004:35).

Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan

pengetahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan

mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Secara

(29)

(1.) pengetahuan umum, (2.) area fungsional, (3.) isu akuntansi, (4.)

industri khusus, dan (5.) pengetahuan bisnis umum serta penyelesaian

masalah.

I.3.1.2Pengalaman

Menurut Loeher (2002) Pengalaman merupakan akumulasi

gabungan dari semua yang diperoleh melalui berhadapan dan

berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama benda alam,

keadaan, gagasan, dan penginderaan.

I.3.2 Independensi

Kode Etik Akuntan Publik menyebutkan bahwa independensi adalah sikap

yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan

pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip

integritas dan objektivitas. Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak

dilakukan baik itu dalam negeri maupun luar negeri dengan menggunakan

berbagai ukuran. Namun dalam penelitian ini independensi auditor diukur melalui

: Lama hubungan dengan klien (audit tenure), tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor (peer review), dan jasa non audit.

I.3.2.1Lama hubungan dengan klien (audit tenure).

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik, membatasi masa

kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara

(30)

Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan

klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi.

I..3.2.2Tekanan dari klien.

Tekanan dari klien dapat timbul pada situasi konflik antara

auditor dengan klien. Situasi konflik terjadi ketika antara auditor

dengan manajemen atau klien tidak sependapat dengan beberapa aspek

hasil pelaksanaan pengujian laporan keuangan (atestasi).

Tekanan dari klien seperti tekanan personal, emosional atau

keuangan dapat mengakibatkan independensi auditor berkurang dan

dapat mempengaruhi kualitas audit (Kusharyanti 2002:29). Dengan

menerima fee audit yang besar dan pemberian fasilitas dari klien,

auditor dapat mengalami tekanan dari klien.Tekanan dari klien tersebut

dapat berupa tekanan untuk memberikan pernyataan wajar tanpa

pengecualian pada laporan audit atas laporan keuangan yang disajikan

oleh pihak manajemen.

I.3.2.3Telaah dari rekan auditor (peer review).

Telaah dari rekan auditor (peer review) merupakan mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan

kualitas jasa akuntansi dan audit (Harjanti, 2002:59)

I.3.2.4Jasa non audit.

Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi

(31)

manajemen dan perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa

penyusunan laporan keuangan.(Kusharyanti, 2002:29)

I.3.3 Kualitas Audit

De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas

audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi

kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung

pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan

salah saji tergantung pada independensi auditor. Kualitas audit ini sangat penting

karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat

dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.

I.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

I.4.1 Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui secara empiris pengaruh kompetensi dan independensi

secara simultan terhadap kualitas audit.

2. Untuk mengetahui secara empiris pengaruh kompetensi dan independensi

secara parsial terhadap kualitas audit.

I.4.2 Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

a. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba memberikan bukti empiris

tentang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan

(32)

lainnya dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk

perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan..

2. Kegunaan Praktis

a. Dapat digunakan sebagai masukan bagi pimpinan Kantor Akuntan

Publik dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas kerjanya.

b. Sebagai bahan evaluasi bagi para auditor sehingga dapat meningkatkan

(33)

15 2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan

Ng(1978) dalam Mardiyah (2005:35) mencoba menjelaskan adanya konflik

kepentingan antara manajemen selaku agen dan pemilik serta entitas lain dalam

kontrak (misal kreditur) selaku principal. Principal ingin mengetahui segala

informasi termasuki aktivitas manajemen, yang terkait dengan investasi atau

dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan dengan meminta laporan

pertanggungjawaban dari agen (manajemen). Berdasarkan laporan tersebut,

principal dapat menilai kinerja manajemen. Namun yang seringkali terjadi adalah

kecenderungan manajemen untuk melakukan tindakan yang membuat laporannya

kelihatan baik, sehingga kinerjanya dianggap baik. Untuk mengurangi atau

meminimalkan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dan membuat laporan

keuangan yang dibuat manajemen lebih dapat dipercaya (reliabel) maka

diperlukan pengujian dan dalam hal itu pengujian tersebut hanya dapat dilakukan

oleh pihak ketiga yang independen yaitu auditor independen.

2.2 Kualitas Audit

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya

harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002:47) ada 8

prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu :

(34)

1. Tanggung jawab profesi.

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan

profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2. Kepentingan publik.

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam

kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan

menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

3. Integritas.

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya

dengan intregitas setinggi mungkin.

4. Objektivitas.

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari

benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan

hati-hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk

mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional.

6. Kerahasiaan.

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang

diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai

(35)

7. Perilaku Profesional.

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi

profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan

profesi.

8. Standar Teknis.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan

standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),

dalam hal ini adalah standar auditing. Standar auditing terdiri dari standar umum,

standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP,2001;150:1):

1. Standar Umum.

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan.

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan

(36)

b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus

dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menetukan sifat, saat,

dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui

inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai

dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan

keuangan auditan.

3. Standar Pelaporan.

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidak

konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan

keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip

akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor

d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan

keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi.

Sehingga berdasarkan uraian di atas, audit memiliki fungsi sebagai proses

untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan

para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan

(37)

terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada

laporan yang telah dibuat oleh auditor. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan

penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu

auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi

ketidakselarasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik.

Namun sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai bagaimana

dan apa kualitas audit yang baik itu. Tidak mudah untuk menggambarkan dan

mengukur kualitas jasa secara obyektif dengan beberapa indikator. Hal ini

dikarenakan, kualitas jasa adalah sebuah konsep yang sulit dipahami dan kabur,

sehingga kerap kali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya

(Parasuraman, et.al 1985 dalam Nurchasanah dan Rahmanti (2003:49)). Hal ini

terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan dimensi kualitas jasa

dengan cara yang berbeda-beda. Walaupun demikian, Cheney (1993) dalam

Nurchasanah dan Rahmanti (2003:49) menyatakan bahwa penelitian terhadap

kualitas jasa tetap penting mengingat meningkatnya tuntutan konsumen terhadap

kualitas jasa yang mereka beli.

Sutton (1993) dalam Kartika Widhi (2006:7) menyatakan bahwa tidak

adanya definisi yang pasti mengenai kualitas audit disebabkan belum adanya

pemahaman umum mengenai faktor penyusun kualitas dan sering terjadi konflik

peran antara berbagai pengguna laporan audit. Sutton (1993) menjelaskan bahwa

dengan mengumpulkan beberapa penelitian sebelumnya menyatakan ada

perbedaan persepsi mengenai kualitas audit. Pengukuran kualitas audit tersebut

(38)

banyak digunakan karena pengukuran proses tidak dapat diobservasi secara

langsung sedangkan pengukuran hasil biasanya menggunakan ukuran besarnya

audit. Hal tersebut senada dengan Moizer (1986) yang menyatakan bahwa

pengukuran kualitas proses audit terpusat pada kinerja yang dilakukan auditor dan

kepatuhan pada standar yang telah digariskan.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan

auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar

pengendalian mutu.

Selanjutnya menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003:25)

mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (probability)dimana auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi

klien. Adapun kemampuan untuk menemukan salah saji yang material dalam

laporan keuangan perusahaan tergantung dari kompetensi auditor sedangkan

kemauan untuk melaporkan temuan salah saji tersebut tergantung pada

independensinya.

AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002)

menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi

(keahlian) dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap

kualitas audit. Lebih lanjut, persepsi pengguna laporan keuangan atas kualitas

audit merupakan fungsi dari persepsi mereka atas independensi dan keahlian

auditor“. Lucas (1996) dalam Ratnawati (2005) menyatakan bahwa kunci untuk

mempertahankan kualitas antara lain : reliability, tangibles, emphaty, dan

(39)

Dari pengertian tentang kualitas audit di atas maka dapat disimpulkan

bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang

terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan

auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada

standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan.

Sehingga berdasarkan definisi di atas dapat terlihat bahwa auditor dituntut

oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk memberikan pendapat

tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen

perusahaan dan untuk menjalankan kewajibannya ada 3 komponen yang harus

dimiliki oleh auditor yaitu kompetensi (keahlian), independensi dan due

professional care. Tetapi dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen ingin operasi

perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil, salah satunya tergambar melalui laba

yang lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan.

Berbagai penelitian tentang kualitas audit pernah dilakukan, salah satunya

oleh Deis dan Giroux (1992) mereka meneliti faktor penentu kualitas audit di

sektor publik dengan menggunakan sampel KAP yang mengaudit institusi sektor

publik. Studi ini menganalisis temuan-temuan Quality Control Review. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama hubungan dengan klien (audit tenure), jumlah klien, telaah dari rekan auditor (peer review), ukuran dan kesehatan keuangan klien serta jam kerja audit secara signifikan berhubungan dengan

(40)

pendidikan, struktur audit, kemampuan pengawasan (supervisor), profesionalisme dan beban kerja. Semakin lama audit tenure, kualitas audit akan semakin menurun. Sedangkan kualitas audit akan meningkat seiring dengan meningkatnya

jumlah klien, reputasi auditor, kemampuan teknis dan keahlian yang meningkat.

Sedangkan hasil penelitian Behn et. al dalam (Simposium Nasional

Akuntansi V, 2002:563) menunjukkan 6 atribut kualitas audit (dari 12 atribut)

yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu : pengalaman

melakukan audit, memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat

pada standar umum, keterlibatan pimpinan KAP, dan keterlibatan komite audit.

Kemudian Harhinto (2004) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh

keahlian dan independensi terhadap kualitas audit. Dimana keahlian diproksikan

dengan pengalaman dan pengetahuan, sedangkan independensi diproksikan dalam

lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor. Adapun

untuk mengukur kualitas audit digunakan indikator antara lain : (a)Melaporkan

semua kesalahan klien, (b)Pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi klien,

(c)Komitmen yang kuat dalam menyelesaikan audit, (d.)Berpedoman pada prinsip

auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan pekerjaan lapangan, (e.)Tidak

percaya begitu saja terhadap pernyataan klien, (f.)Sikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan. Penelitian ini menggunakan responden 120 auditor dari

19 KAP di Surabaya, Malang dan Jember. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa keahlian auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Sedangkan besarnya

(41)

berhubungan negatif dengan kualitas audit. Akan tetapi telaah rekan auditor tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.

Adapun Adi Purnomo (2007) melakukan penelitian mengenai persepsi

auditor tentang pengaruh faktor-faktor keahlian dan independensi terhadap

kualitas audit. Dimana keahlian diproksikan dengan pengalaman dan

pengetahuan, sedangkan independensi diproksikan dalam lama ikatan dengan

klien, tekanan dari klien dan pelaksanaan jasa lain dengan klien. Hasil penelitian

faktor keahlian berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan dari faktor

independensi hanya tekanan dari klien yang berpengaruh terhadap kualitas audit

Selanjutnya Kartika Widhi (2006) juga melakukan penelitian serupa

dengan Harhinto (2004) tetapi dengan obyek penelitian auditor pada KAP di

Jakarta Selatan, dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keahlian dan telaah

dari rekan auditor berhubungan positif terhadap kualitas audit. Sedangkan lama

hubungan dengan klien dan tekanan dari klien berpengaruh negatif terhadap

kualitas audit. Berikut adalah tabel ringkasan dari penelitian terdahulu yang

(42)

Tabel 2.1 Kajian penelitian terdahulu

Judul Variabel yang diteliti Hasil Penelitian (Kesimpulan) keuangan dan hubungan usaha dengan klien, jasa-jasa lainnya selain jasa-jasa audit, lamanya hubungan audit antara akuntan publik dengan klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP, audit fee.

Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, jasa-jasa lainnya selain jasa audit, lamanya hubungan audit antara akuntan publik dengan klien, persaingan antar KAP, ukuran KAP dan audit fee secara signifikan mempengaruhi independensi penampilan akuntan publik.

2 Sekar

Keahlian dan indepedensi sebagai variabel bebas, dan pendapat audit sebagai variabel terikat.

Bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independensi akan memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung besar dibandingkan yang hanya memiliki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya. 3 Kusharyanti. di masa datang.

Faktor-faktor kualitas audit menurut De Angelo dan Catanach Walker

Banyak faktor memainkan peran penting dalam mempengaruhi kualitas audit dari sudut pandang auditor individual, auditor tim maupun KAP. audit, memahami industri klien, respon atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, keterlibatan pimpinan KAP, keterliibatan pimpinan KAP, Independensi anggota tim audit, komunikasi tim audit dan manajemen klien.

Hanya pengalaman melakukan audit dan keterlibatan pimpinan KAP yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

5 Teguh

Keahlian diproksikan dalam 2 sub variabel pengalaman

dan pengetahuan. Sedangkan Independensi diproksikan dalam tekanan dari klien, lama hubungan dengan klien, dan telaah rekan auditor.

(43)

Tabel 2.1 (Lanjutan) Akuntan Publik : Refleksi Atas Skandal

Keuangan

Kompetensi diproksikan dalam strategi penetuan keputusan, psikologis, pengetahuan, kemampuan berpikir dan analisis tugas. Sedangkan independensi diproksikan dalam ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, pemberian jasa lainnya kepada klien, lamanya hubungan /penugasan audit, ukuran KAP, persaingan KAP, dan besarnya fee audit.

Kepercayaan masyarakat terhadap laporan keuangan keuangan auditan dan profesi akuntan publik ditentukan oleh kompetensi dan independensi aukntan publik dalam melaksanakan proses pengauditan. faktor keahlian dan independensi

Keahlian diproksikan dalam 2 sub variabel pengalaman

dan pengetahuan. Sedangkan Independensi diproksikan dalam tekanan dari klien, lama hubungan dengan klien, dan telaah rekan auditor.

Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

8 Adi

Keahlian diproksikan dalam 2 sub variabel pengalaman

dan pengetahuan. Sedangkan Independensi diproksikan dalam lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan pelaksanan jasa lain dengan klien.

Menurut persepsi auditor faktor-faktor keahlian yaitu pengalaman dan pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit. Sedangkan faktor-faktor

independensi menurut persepsi auditor hanya tekanan klien yang berpengaruh terhadap kualitas audit.

Berdasarkan penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa kualitas

audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Kompetensi

berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan

publik dalam bidang auditing dan akuntansi. Sedangkan independensi merupakan

salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Independen

berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepentingan

(44)

pekerjaan akuntan publik. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini

akan meneliti pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit.

Dimana kompetensi diproksikan pada 2 (dua) sub variabel yaitu pengetahuan dan

pengalaman, sedangkan independensi diproksikan dalam 4 (empat) sub variabel

yakni lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan audit dan

jasa non audit

2.3 Kompetensi

Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2001) menyebutkan

bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga

(SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit

dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran

profesionalitasnya dengan cermat dan seksama (due professional care).

Lee dan Stone (1995), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang

cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara

objektif. Pendapat lain adalah dari Dreyfus dan Dreyfus (1986), mendefinisikan

kompetensi sebagai keahlian seseorang yang berperan secara berkelanjutan yang

mana pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari “ mengetahui sesuatu “ ke

“ mengetahui bagaimana “. Seperti misalnya dari sekedar pengetahuan yang

tergantung pada aturan tertentu kepada suatu pernyataan yang bersifat intuitif.

Sedangkan Trotter (1986) dalam Saifuddin (2004) mendefinisikan bahwa

(45)

mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak

pernah membuat kesalahan.

Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Sri Lastanti (2005:88) mendefinisikan kompetensi adalah ketrampilan dari seorang ahli.

Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan

tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari

pelatihan dan pengalaman.

Adapun Bedard (1986) dalam Sri lastanti (2005:88) mengartikan keahlian

atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan

prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Sementara itu

dalam artikel yang sama, Shanteau (1987) mendefinisikan keahlian sebagai orang

yang memiliki ketrampilan dan kemampuan pada derajad yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi

auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan

eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

Adapun kompetensi menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2002)

dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual,

audit tim dan Kantor AkuntanPublik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan

dibahas lebih mendetail berikut ini :

a. Kompetensi Auditor Individual.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor,

antara lain pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas

(46)

dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi

dan industri klien. Selain itu diperlukan juga pengalaman dalam

melakukan audit. Seperti yang dikemukakan oleh Libby dan Frederick

(1990) bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman

yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang

diambil bisa lebih baik.

b. Kompetensi Audit Tim.

Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika

pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan

semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri

dari auditor yunior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini

dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit

(Wooten,2003). Kerjasama yang baik antar anggota tim,

profesionalime, persistensi, skeptisisme, proses kendali mutu yang

kuat, pengalaman dengan klien, dan pengalaman industri yang baik

akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi. Selain itu,

adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan

memiliki kaitan dengan kualitas audit.

c. Kompetensi dari Sudut Pandang KAP.

Besaran KAP menurut Deis & Giroux (1992) diukur dari jumlah

(47)

Berbagai penelitian (misal De Angelo 1981, Davidson dan Neu

1993, Dye 1993, Becker et.al. 1998, Lennox 1999) menemukan

hubungan positif antara besaran KAP dan kualitas audit. KAP yang

besar menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi karena ada insentif

untuk menjaga reputasi dipasar. Selain itu, KAP yang besar sudah

mempunyai jaringan klien yang luas dan banyak sehingga mereka

tidak tergantung atau tidak takut kehilangan klien ( De Angelo,1981).

Selain itu KAP yang besar biasanya mempunyai sumber daya yang

lebih banyak dan lebih baik untuk melatih auditor mereka, membiayai

auditor ke berbagai pendidikan profesi berkelanjutan, dan melakukan

pengujian audit daripada KAP kecil.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kompetensi dapat dilihat melalui

berbagai sudut pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan kompetensi

dari sudut auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang

melakukan audit secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit

sehingga diperlukan kompetensi yang baik untuk menghasilkan audit yang

berkualitas. Dan berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh De Angelo (1981),

kompetensi diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman.

2.3.1 Pengetahuan

Kartika Widhi (2006) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh

signifikan terhadap kualitas audit. Adapun SPAP 2001 tentang standar umum,

menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan

(48)

Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor

karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan

(pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui

berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah

dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987

dalam Harhinto, 2004:35).

Harhinto (2004 ) menemukan bahwa pengetahuan akan mempengaruhi

keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas audit.

Adapun secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang

auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu : (1.) Pengetahuan pengauditan umum, (2.)

Pengetahuan area fungsional, (3.) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang

paling baru, (4.) Pengetahuan mengenai industri khusus, (5.) Pengetahuan

mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan pengauditan

umum seperti risiko audit, prosedur audit, dan lain-lain kebanyakan diperoleh

diperguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Untuk area

fungsional seperti perpajakan dan pengauditan dengan komputer sebagian

didapatkan dari pendidikan formal perguruan tinggi, sebagian besar dari pelatihan

dan pengalaman. Demikian juga dengan isu akuntansi, auditor bisa

mendapatkannya dari pelatihan profesional yang diselenggarakan secara

berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri khusus dan hal-hal umum

kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.

Selanjutnya Ashton (1991) dalam Mayangsari (2003) meneliti auditor dari

(49)

Pengujian pertama dilakukan dengan membandingkan antara pengetahuan auditor

mengenai frekuensi dampak kesalahan pada laporan keuangan (error effect) pada 5 industri dengan frekuensi archival. Pengujian kedua dilakukan dengan membandingkan pengetahuan auditor dalam menganalisa sebab (error cause) dan akibat kesalahan pada industri manufaktur dengan frekuensi archival. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan pengetahuan auditor mempengaruhi

error effect pada berbagai tingkat pengalaman, tidak dapat dijelaskan oleh lama pengalaman dalam mengaudit industri tertentu dan jumlah klien yang mereka

audit. Selain itu pengetahuan auditor yang mempunyai pengalaman yang sama

mengenai sebab dan akibat menunjukkan perbedaan yang besar. Singkatnya,

auditor yang mempunyai tingkatan pengalaman yang sama, belum tentu

pengetahuan yang dimiliki sama pula. Jadi ukuran keahlian tidak cukup hanya

pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan

suatu keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki unsur lain

disamping pengalaman, misalnya pengetahuan.

Berdasarkan Murtanto dan Gudono (1999) terdapat 2(dua) pandangan

mengenai keahlian. Pertama, pandangan perilaku terhadap keahlian yang

didasarkan pada paradigma einhorn. Pandangan ini bertujuan untuk menggunakan lebih banyak kriteria objektif dalam mendefinisikan seorang ahli. Kedua,

pandangan kognitif yang menjelaskan keahlian dari sudut pandang pengetahuan.

Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang dibuat

di masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung

(50)

2.3.2 Pengalaman

Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian

tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain

yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Tubbs (1992) dalam

Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal :

(1.) Mendeteksi kesalahan, (2.) Memahami kesalahan secara akurat, (3.) Mencari

penyebab kesalahan.

Murphy dan Wrigth (1984) dalam Sularso dan Naim (1999) memberikan

bukti empiris bahwa seseorang yang berpengalaman dalam suatu bidang subtantif

memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya. Weber dan Croker

(1983) dalam artikel yang sama juga menunjukkan bahwa semakin banyak

pengalaman seseorang, maka hasil pekerjaannya semakin akurat dan lebih banyak

mempunyai memori tentang struktur kategori yang rumit.

Menurut Gibbins (1984) dalam Hernadianto (2002:25), pengalaman

menciptakan struktur pengetahuan, yang terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan

yang sistemtis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka

panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu. Singkat

kata, teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor dapat memperoleh

pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang

berpengalaman akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan struktur memori

lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman.

Libby (1991) dalam Hernadianto (2002:26) mengatakan bahwa seorang

(51)

Seorang auditor yang lebih berpengalaman akan memiliki skema yang lebih baik

dalam mendefinisikan kekeliruan-kekeliruan daripada auditor yang kurang

berpengalaman.

Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2002:5) menemukan

bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik.

Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas

kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan-kesalahan

berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari

(Libby et. al, 1985) dalam Mayangsari (2003:4).

Sedangkan Harhinto (2004) menghasilkan temuan bahwa pengalaman

auditor berhubungan positif dengan kualitas audit. Dan Kartika Widhi ( 2006)

memperkuat penelitian tersebut dengan sampel yang berbeda yang menghasilkan

temuan bahwa semakin berpengalamannya auditor maka semakin tinggi tingkat

kesuksesan dalam melaksanakan audit.

2.4 Independensi

Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan

publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik

berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan,

namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas

pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2002).

Dalam Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah

(52)

kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan

prinsip integritas dan objektivitas.

Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi

akuntan publik, yaitu : (1.)Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, (2.)Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri, (3.)Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4.)Bertindak

sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau

karyawan dengan kliennya.

Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik itu

dalam negeri maupun luar negeri. Lavin (1976) meneliti 3 faktor yang

mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu : (1.)Ikatan keuangan dan

hubungan usaha dengan klien, (2.)Pemberian jasa lain selain jasa audit kepada

klien, dan (3.)lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien. Shockley

(1981) meneliti 4 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu (1.)Persaingan

antar akuntan publik, (2.)Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien,

(3.)Ukuran KAP, dan (4.)Lamanya hubungan audit.

Sedangkan Supriyono (1988) meneliti 6 faktor yang mempengaruhi

independensi, yaitu: (1.)Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan

klien, (2.)Jasa-jasa lainnya selain jasa audit, (3.)Lamanya hubungan audit antara

akuntan publik dengan klien, (4.)Persaingan antar KAP, (5.)Ukuran KAP, dan

(53)

Adapun dalam penelitian ini independensi auditor diukur melalui : Lama

hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor dan

pemberian jasa non audit.

2.4.1 Lama Hubungan Dengan Klien (Audit Tenure)

Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 tentang

jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor

paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan

Publik (KAP) boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor

tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal

akuntansi.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang bertentangan

mengenai lamanya hubungan dengan klien. Penelitian yang dilakukan oleh Gosh

dan Moon (2003) dalam Kusharyanti (2003) menghasilkan temuan bahwa kualitas

audit meningkat dengan semakin lamanya audit tenure. Temuan ini menarik

karena ternyata mendukung pendapat yang menyatakan bahwa pertimbangan

audit antara auditor dengan klien berkurang. Terkait dengan lama waktu masa

kerja, Deis dan Giroux (1992) menemukan bahwa semakin lama audit tenure,

kualitas audit akan semakin menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan

klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah

dilakukan, melakukan prosedur audit yang kurang tegas dan selalu tergantung

(54)

Namun hal tersebut bertentangan dengan penelitian Shockley (1980)

dalam Supriyono (1988:6) yang menunjukkan bahwa lama hubungan dengan

klien tidak berpengaruh terhadap rusaknya independensi auditor.

Adapun penjelasan perbedaan beberapa penelitian hasil penelitian

terdahulu dinyatakan sebagai berikut :“ Penugasan audit yang terlalu lama

kemungkinan dapat mendorong akuntan publik kehilangan independensinya

karena akuntan publik tersebut merasa puas, kuarng inovasi, dan kurang ketat

dalam melaksanakan prosedur audit. Sebaliknya penugasan audit yang lama

kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah

familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap

tekanan klien “( Supriyono, 1988:6).

2.4.2 Tekanan dari klien

Dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik

kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi

perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba yang

lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan.

Untuk mencapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan

melakukan tekanan kepada auditor sehingga laporan keuangan auditan yang

dihasilkan itu sesuai dengan keinginan klien (Media akuntansi, 1997). Pada situasi

ini, auditor mengalami dilema. Pada satu sisi, jika auditor mengikuti keinginan

klien maka ia melanggar standar profesi. Tetapi jika auditor tidak mengikuti klien

(55)

Goldman dan Barlev (1974) dalam Harhinto ( 2004:34) berpendapat

bahwa usaha untuk mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar

standar profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan

yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah

mengganti auditor KAP jika auditor tersebut tidak bersedia memenuhi

keinginannya. Sementara auditor membutuhkan fee untuk memenuhi

kebutuhannya. Sehingga akan lebih mudah dan murah bagi klien untuk mengganti

auditornya dibandingkan bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee tambahan

atau alternatif sumber fee lain ( Nichols dan Price, 1976 dalam harhinto, 2004:44).

Selain itu, persaingan antar kantor akuntan (KAP) semakin besar. KAP

semakin bertambah banyak, sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding

dengan pertumbuhan KAP. Terlebih lagi banyak perusahaan yang melakukan

merjer atau akuisisi dan akibat krisis ekonomi di Indonesia banyak perusahan

yang mengalami kebangkrutan. Sehingga oleh karena itu KAP akan lebih sulit

untuk mendapatkan klien baru sehingga KAP enggan melepas klien yang sudah

ada.

Kondisi keuangan klien berpengaruh juga terhadap kemampuan auditor

untuk mengatasi tekanan klien ( Knapp,1985) dalam ( Harhinto,2004:44). Klien

yang mempunyai kondisi keuangan yang kuat dapat memberikan fee audit yang

cukup besar dan juga dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Selain itu

probabilitas terjadinya kebangkrutan klien yang mempunyai kondisi keuangan

baik relatif kecil. Pada situasi ini auditor menjadi puas diri sehingga kurang teliti

(56)

Berdasarkan uraian di atas, maka auditor memiliki posisi yang strategis

baik di mata manajemen maupun dimata pemakai laporan keuangan. Selain itu

pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan yang besar terhadap hasil

pekerjaan auditor dalam mengaudit laporan keuangan.

Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor dalam

menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik,

standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Setiap

auditor harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam menjalankan

tugasnya dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi sehingga dia dapat

bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu untuk

memenuhi kepentingan pribadinya (Khomsiyah dan Indriantoro, 1998)

2.4.3 Telaah dari rekan auditor (Peer Review)

Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas

menuntut tranparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan

Publik. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang

sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban

terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan.

Oleh karena itu pekerjaan akuntan publik dan operasi Kantor Akuntan

Publik perlu dimonitor dan di “audit“ guna menilai kelayakan desain sistem

pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang

diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat mencapai standar kualitas

Gambar

Tabel 2.1 (Lanjutan)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Tabel 3.1 Nama Kantor Akuntan Publik dan Jumlah Auditor
Tabel 3.2 Proporsi sampel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh skeptisisme, independensi, situasi audit dan pengalaman auditor terhadap ketepatan pemberian opini auditor di Kantor Akuntan Publik

Tidak terdapat pengaruh antara independensi auditor dengan kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik se-provinsi Yogyakarta yang ditunjukkan dengan nilai t hitung < t tabel

Penelitian yang berjudul ‘’ Pengaruh Independensi, Kompetensi, Motivasi Dan Etika Auditor Terhadap Kualitas Audit ( Study Empiris Pada Auditor Di Kantor Akuntan Publik Se-Surakarta

Dalam hal ini kantor akuntan publik perlu meningkatkan kualitas audit untuk meningkatkan integritas auditor agar kembali dapat dipercaya pihak yang berkepentingan dengan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) agar dalam melaksanakan tugas audit selain mematuhi standar umum audit

Mengetahui pengaruh due-Professional care terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor independen yang bekerja pada kantor akuntan publik di wilayah

Pengaruh Struktur Audit Terhadap Kinerja Auditor Hipotesis yang diajukan adalah Struktur Audit berpengaruh positif terhadap kinerja auditor kantor akuntan publik di kota medan dan

Penelitian ini menganalisis pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit dengan etika audit sebagai variabel moderasi pada Kantor Akuntan Publik di Jawa