• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Analysis Hukum Lingkungan Rombel 07

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Case Analysis Hukum Lingkungan Rombel 07"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana

Kebakaran Hutan Jati di Grobogan Jawa Tengah

Bryan Bagus Kusuma

kusumabryan93@students.unnes.ac.id

Abstrak

Kebakaran hutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kerusakan hutan di Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, mulai dari faktor alam misalnya petir dan musim kemarau yang berkepanjangan hingga faktor manusia itu sendiri yang dengan sengaja maupun dengan kecerobohannya mengakibatkan kebakaran hutan dapat terjadi (membuang puntung rokok sembarangan dan lupa memadamkan api unggun saat berkemah misalnya). Banyak sekali kerugian dan dampak yang akan ditimbulkan jika kebakaran hutan itu terjadi, selain kelestarian alam yang akan terganggu, tentunya kebakaran hutan juga dapat menimbulkan kerugian materi dan meningkatnya polusi udara yang mengakibatkan meningkatnya emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Namun nampaknya pemerintah Indonesia masih kurang tegas dalam menerapkan hukuman bagi para pelaku yang karena faktor kecerobohan maupun kesengajaannya mengakibatkan kebakaran hutan di suatu tempat terjadi. Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi di Grobogan, Jawa Tengah tedapat dua lokasi kebakaran hutan jati yang menghanguskan kurang lebih 1,9 hektare lahan. Lokasi pertama berada di Dusun Peting, Desa Bandungsari, Kecamatan Ngaringan dengan luas hutan terbakar seluas 0,8 hektare, kebakaran dapat terjadi diduga karena ulah nakal seseoarang yang dengan sengaja membakar sampah daun kering untuk membersihkan lahan sehingga dapat ditanami pohon jagung. Lokasi kedua berada di Desa Sambirejo, Kecamatan Winosari dengan luas lahan terbakar seluas 1,1 hektare, diduga akibat kecerobohan seseorang yang membuang puntung rokok secara sembarangan sehingga mengakibatkan kebakaran hutan di willayah tersebut.

Kata kunci: Kebakaran Hutan, Grobogan, Hutan Jati, Emisi.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya1. Hutan mempunyai peranan penting dan

strategis sebagai aset dan modal suatu bangsa terutama bila dilihat dari tiga aspek ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, dan lingkungan. Dipandang dari aspek ekonomi, hutan merupakan sumber devisa yang sangat penting, baik flora maupun faunanya. Sedangkan dari aspek sosial-kemasyarakatan, hutan merupakan sumber penghidupan yang telah membentuk tradisi dan budaya. Selanjutnya dari aspek lingkungan, hutan mempunyai fungsi hidrologis (pengatur tata air), penahan erosi,

(2)

dan berfungsi sebagai paru-paru dunia serta sebagai habitat keanekara-gaman hayati2. Manfaat hutan itu diantaranya sebagai pelindung tanah,

pengatur air, pengendali banjir dan erosi, melindungi marga satwa, penyegar udara, pendukung lingkungan yang sehat dan hutan yang digu-nakan sebagai industri perkayuan yang berkembang pesat, dapat memberi lapangan pekerjaan kepada ribuan orang, menambah penerimaan negara serta merupakan salah satu unsur basis pertahanan nasional guna kesejahteraan rakyat3.

Potensi sumberdaya alam yang ada di Indonesia yang berlimpah, ternyata memiliki tingkat kerawanan dan kerusakan yang tinggi. Memburuknya kondisi hutan antara lain juga tidak diimbangi dengan kemampuan membuat hutan tanaman yang baik dan memadai sesuai dengan kebutuhan pasar industri. Penyebab utamanya adalah politik penebangan tanpa izin (illegal logging), disamping karena perambahan (forest encroachment), peladangan berpindah (shifting cultivation), kebakaran hutan (forest fires), serta sebab-sebab lainnya4. Hutan yang

seyogyanya dapat dimanfaatkan secara optimal baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan kini telah banyak mengalami degradasi lahan akibat ulah manusia yang sewenang-wenang dan tidak bertanggung jawab seperti melakukan pembakaran hutan untuk membuka suatu lahan atau membuang puntung rokok secara sembarangan di area hutan yang dapat memicu terjadinya kebakaran.

Kerusakan disebabkan penjarahan yang dilakukan secara terang-terangan menyebabkan hutan-hutan rusak parah. Disamping penjarahan kerusakan juga diakibatkan karena kebakaran baik karena faktor alam maupun ulah manusia yang tidak bertanggungjawab. Luas daratan Indonesia mencapai 190,47 juta Ha, terbagi atas Kawasan Hutan Negara seluas 130,61 juta Ha (69%) dan areal penggunaan lain seluas 59,86 juta Ha (31%). Kawasan hutan negara terbagi atas hutan konservasi (21,17 juta Ha), hutan lindung (32,06 juta Ha), hutan produ/ksi (77,37 juta Ha) (Kementerian Kehutanan 2012). Di dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dikemukakan, semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat5.

Permasalahan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi nampaknya selalu menjadi problematika yang mendunia. Khususnya di Indonesia, Provinsi Riau tengah menjadi sorotan baik dalam berita nasional dan internasional pada tahun 2015 silam. Karena di Provinsi Riau terjadi kebakaran hutan dan lahan yang menghanguskan ribuan hektare lahan, yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di daerah kebakaran tetapi ada sebagian masyarakat dunia merasakan dampak kebakaran tersebut yang menimbulkan asap.

Banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan, seperti penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

2 Moh. Solehatul Mustofa, “Perilaku Masyarakat Desa Hutan dalam Memanfaatkan Lahan di Bawah Tegakan”, Jurnal Komunitas, Vol. 3, No. 1, Maret 2011, hlm. 2.

3 Yudistira Rusydi, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencurian Kayu Hutan di Kabupaten Musi Bany Asin”, Pandecta: Research Law Journal, Vol. 6, No. 1, Januari 2011, hlm. 41.

4 Prawestya Tunggul Damayatanti, “Upaya Pelestarian Hutan Melalui Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat”, Jurnal Komunitas, Vol. 3, No. 1, Maret 2011, hlm. 71.

(3)

yang bisa saja menimpa siapa saja tak peduli tua maupun muda, menggagu kegiatan atau aktivitas masyakarakat karena kabut asap, terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat dan masih banyak lagi berbagai dampak negatif lain yang ditimbulkan. Mayarakat dunia mengecam pemerintahan Indonesia jika tidak melakukan tindakan pencegahan kebakaran. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan penyangga iklim dunia. Pemerintah Indonesia pun mulai bergerak menyusun berbagai peraturan-peraturan yang dapat mencegah serta mengurangi tingkat kebakaran yang terjadi. Mulai dari Peraturan Perundang-undangan Tertulis hingga peraturan dalam bentuk himbauan yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah. dapat menimbulkan terjadinya kebakaran hutan seperti musim kemarau yang berkepanjangan, akibat sambaran petir, dan aktivitas vulkanis yang disebabkan oleh meletusnya gunung berapi.

B. Kronologi Kasus

Hutan jati milik Perhutani di wilayah Kesatuan Pemangkuan Kehutanan (KPH) Grobogan, Purwodadi mengalami kebakaran pada Jumat, 14 September 2017. Kebakaran tersebut terjadi di dua lokasi yang berbeda dengan total luas 1,9 hektare.

Kebakaran pertama terjadi di Dusun Peting, Desa Bandungsari, Kecamatan Ngaringan, seluas 0,8 hektare, pada pukul 17.00 WIB. Kebakaran diduga dilakukan seseorang yang dengan sengaja membakar daun kering dan seresah di bawah tegakan pohon jati untuk membersihkan lahan sehingga dapat ditanami jagung.

Kebakaran kedua terjadi di Desa Sambirejo, Kecamatan Wirosari dengan luas lahan terbakar 1,1 hektare pada pukul 18.30 WIB. Kebakaran di Wirosari diduga dilakukan seseorang yang karena kecerobohannya membuang puntung rokok secara sembarangan di area hutan hal itu didukung dengan musim kemarau yang sedang terjadi sehingga kebakaran dapat dengan mudah terjadi.

Pada saat peristiwa tersebut terjadi, terdapat warung pedagang kelapa yang berjualan di tepi jalan dekat lokasi kebakaran. Puluhan pedagang terlihat bersiaga di sekitar warung, karena di sekitar warung terdapat banyak tumpukan batok kelapa yang sudah kering, sehingga diperlukan antisipasi agar api tidak menjalar. Hal tersebut mereka lakukan karena areal hutan yang terbakar hanya berjarak dua meter dari warung.

Petugas dan masyarakat berhasil memadamkan api dalam waktu satu jam 30 menit dengan membuat sekat agar api tidak menjalar lebih luas lagi.

(4)

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kebakaran hutan jati di Grobogan Jawa Tengah?

2. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam penanggulangan serta meminimalisir dampak kebakaran hutan dan lahan yang semakin meluas?

3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dilihat dari berbagai aspek kehidupan?

PEMBAHASAN

1. Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kebakaran Hutan Jati di Grobogan Jawa Tengah

Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai dan mewujudkan ketaatan terhadap peraturan dalam ketentuan hukum yang berlaku. Harus dipatuhi tidak saja oleh komunitas dalam mengelola lingkungan hidup. Terlebih lagi juga oleh individu sebagai subjek hukum person dalam peristiwa hukum. Acuannya adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai lingkungan6.

Hukum kehutanan menurut sebagai instrumen yang seharusnya dijadikan sebagai penghambat lajunya kerusakan itu dimaksudkan sebagai kumpulan kaidah/ketentuan hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan hutan dan kehutanan. Termasuk di dalamya hubungan antara individu (perorangan) dengan hutan dan kehutanan7.

Bahwasannya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah mengeluarkan beberapa regulasi/kebijakan yang mengatur tentang kebakaran hutan dan lahan, yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Peraturan ini mengamanatkan adanya perlindungan terhadap kawasan hutan agar penyelenggaraan kehutanan itu sesuai dengan asas dan tujuannya. Peraturan ini juga mengatur pemberian sanksi administrasi dan sanksi pidana kepada pihak-pihak yang sengaja membakar hutan.

Pasal 50 ayat (3) huruf d :

“Setiap orang dilarang membakar hutan”

Pasal 78 ayat (3) :

“Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).”

Pasal 78 ayat (4) :

“Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

(5)

denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah)”.8

b. Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)

Kebakaran hutan atau kebakaran lahan juga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup sehingga dapat dikenai sanksi berdasarkan UU PPLH sebagai berikut:

Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH:

“Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;”

Pasal 108 UUPPLH :

“Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.9

c. Undang undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan

Dalam peraturan undang-undang ini memberikan sanksi pidana bagi orang-perorangan yang sengaja membuka dan atau mengelola lahan dengan cara pembakaran yang berakibatkan pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Artinya sudah sangat jelas di dalam undang-undang ini, baik pihak individu maupun perusahan yang ingin membuka lahan dengan cara membakar tidak diperkenankan karena dampak yang timbul akibat kebakaran sangat berbahaya

Pasal 56 ayat (1) :

“Setiap Pelaku Usaha Perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar.”

Pasal 108 :

“Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.10

d. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 187 KUHP

“Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:

8 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

9 Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)

(6)

1. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;

2. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;

3. dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan meng- akibatkan orang mati”.11

2. Kebijakan Pemerintah dalam Upaya Penanggulangan serta Meminimalisir Dampak Pencemaran Udara Kebakaran Hutan dan Lahan yang Semakin Meluas

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat12.

Upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan tertuang dalam pasal 25 dan pasal 28 PP Nomor 41 Tahun 1999 yang berbunyi

Pasal 25

“(1) Setiap orang atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara dan/atau gangguan wajib melakukan upaya penanggulangan dan pemulihannya.”

“(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

Pasal 28

“Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan baku mutu emisi yang telah ditetapkan, pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan dan mutu udara ambien di sekitar lokasi kegiatan, dan pemeriksaan penaatan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara”.

3. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Kebakaran Hutan Dilihat dari Berbagai Aspek Kehidupan.

Dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan sangatlah kompleks. Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap aspek

11 Pasal 187 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)

(7)

ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja. Namun dampak dari kebakaran hutan juga mencakup bidang-bidang lain.

1. Dampak Terhadap Sosial, Budaya, dan Ekonomi.

a. Musnahnya bangunan, mobil, sarana umum dan harta benda lainnya.

b. Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru.

c. Musnahnya bahan baku industri perkayuan, mebel/furniture. d. Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu

sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata.

e. Menurunnya produktivitas; Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi produktivitas dan penghasilan.

2. Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan. a. Menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer.

b. Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. hutan akibat kebakaran hutan membuat intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan kekeringan) meningkat.

3. Dampak Terhadap Hubungan Antar Negara; Asap hasil kebakaran hutan yang terjadi di Riau misalnya, menjadi masalah serius bukan hanya di daerah sekitar hutan saja. Asap terbawa angin hingga ke daerah lain bahkan mencapai berbagai negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

4. Dampak Terhadap Perhubungan dan Pariwisata; Kebakaran hutan pun berdampak pada pariwisata baik secara langsung ataupun tidak. Dampaknya seperti ditutupnya obyek wisata hutan dan berbagai sarana pendukungnya, terganggunya transportasi, terutama transportasi udara.

Mengingat sedemikian kompleksnya dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran

hutan sudah selayaknya pemerintah menindak tegas para pelaku pembakaran hutan yang ada di Indonesia. Peraturan hanya akan menjadi suatu formalitas undang-undang belaka tanpa adanya ketegasan dari pihak berwenang dan tanpa kesadaran masyarakat. Penegakan hukum dilapangan harus lebih diperkuat. Dikarenakan peraturan yang ada dirasa kurang efektif dalam menanggulangi masalah pembakaran hutan dan lahan. Selama ini terlalu banyak kasus maupun pelaku kebakaran hutan dan lahan yang diabaikan dan kurang ditindak tegas oleh pemerintah.

KESIMPULAN

(8)

a. Pasal 50 ayat (3) huruf d, Pasal 78 ayat (3), Pasal 78 ayat (4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

b. Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH, Pasal 108 UUPPLH Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

c. Pasal 56 ayat (1), Pasal 108 Undang undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan

d. Pasal 187 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan tertuang dalam pasal 25 dan pasal 28 PP Nomor 41 Tahun 1999.

3. Kebakaran hutan telah menyebabakan berbagai kerugian di hampir semua aspek kehidupan. Kerugian secara ekologis, ekonomis dan sosial harus terus dikaji agar semua mengatahui dampak dari kebakaran hutan secara menyeluruh. Kerugian secara ekonomis dan sosial merupakan dampak yang terbesar yang dirasakan masyarakat secara langsung. Dampak dari kebakaran hutan tidak hanya dirasakan di Indonesia saja, tetapi dirasakan juga oleh negara-negara tetangga yang berakibat mempengaruhi hubungan negara Indonesia dengan negara tetangga.

DAFTAR PUSTAKA

A. UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

B. BUKU

Hardati, Puji dkk., Pendidikan Konservasi, Semarang: Unnes Press, 2016.

Joni, H., Hukum Lingkungan Kehutanan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

C. JURNAL

(9)

Mustofa, Moh. Solehatul, “Perilaku Masyarakat Desa Hutan dalam Memanfaatkan Lahan di Bawah Tegakan”. Jurnal Komunitas, Vol. 3, No. 1, (2011): 1-11.

Rusydi, Yudistira, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencurian Kayu Hutan di Kabupaten Musi Bany Asin”. Pandecta: Research Law Journal, Vol. 6, No. 1, (2011): 41-50.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Ibu Sri Murwaningsih S. Pd adalah Guru Pamong yang membimbing Mahasiswa Praktikan Prodi Pendidikan Seni Musik UNNES di SMP Negeri 4 Magelang selama PPL

Sehingga berdampak pada selisih temperatur menjadi meningkat maka laju pembuangan panas mesin pada radiator dengan kondisi pembebanan Air Conditioner lebih tinggi

Jika saat ini rata-rata usia enam orang ini adalah 16 tahun, maka usia anak pertama adalah …

Universitas Negeri Semarang (UNNES) adalah salah satu lembaga pendidikan tenaga pendidikan yang menyelenggarakan PPL disamping universitas- universitas pendidikan

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Pendidikan Olahraga..

Ternyata, komunikasi luar yang diutarakan oleh subjek peneliian merujuk pada ilm tersebut; sehingga, dapat dikatakan bahwa ilm animasi Pocoyo mengondisikan subjek

Definisi Flowchart Bagan alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukkan alir (flow) di dalam program atau prosedur sistem secara.. Dalam siklus ini terdapat dua

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari gliserol, sorbitol, dan interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik krim dan stabilitas