• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konformitas Negatif Teman Sebaya dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMK Diponegoro Salatiga T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Konformitas Negatif Teman Sebaya dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMK Diponegoro Salatiga T1 BAB II"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Prokrastinasi Akademik

2.1.1. Pengertian Prokrastinasi Akademik

Prokrastinasi yang dalam bahasa Inggris disebut procrastination berasal dari

kata bahasa Latin procrastinare. Kata procrastinare merupakan dua akar kata yang

dibentuk dari awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, dan

akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi, secara harfiah, prokrastinasi

berarti menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (DeSimone dalam

Ferrari dkk., 1995: 4). Prokrastinasi adalah menunda dengan sengaja kegiatan yang

diinginkan walaupun mengetahui bahwa penundaanya dapat menghasilkan dampak

buruk.

Menurut Ferrari et.al (1995) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi

dapat dipandang dari berbagai sudut pandang yaitu 1). Prokrastinasi adalah setiap

perbuatan untuk menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan

alasan penundaan 2). Prokrastinasi sebagai sebagai suatu pola perilaku (kebiasaan)

yang mengarah kepada trait dan penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon

yang menetap seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai dengan

keyakinan yang irrasional 3). Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak

(2)

Burka dan Yuen (dalam Septianita dan Tjalla, 2010) mengemukakan

penundaan yang dikategorikan sebagai prokrastinasi apabila penundaan tersebut

sudah merupakan kebiasaan atau pola menetap yang selalu dilakukan seseorang

ketika menghadapi tugas dan penundaan tersebut disebabkan oleh adanya

keyakinan-keyakinan yang irasional dalam memandang tugas. Sedangkan Solomon &

Rothblum, (1984) mengemukakan bahwa Suatu penundaan dikatakan sebagai

prokrastinasi, apabila penundaan itu diakukan pada tugas yang penting, dilakukan

berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan tidak nyaman, secara

subyektif dirasakan oleh seseorang (Prokrastinator). Kemudian ia menegaskan bahwa

berdasarkan literatur klinis dan pendapat para ahli tujuan dari penundaan ialah untuk

mencapai suatu kesempurnaan namun berdasarkan pengalaman subjektif seseorang

yang melakukan penundaan akan menimbulkan kegelisahan pada pelakunya.

Schouwenburg (2005) mengatakan bahwa pengertian prokrastinasi dapat

dipandang dari batasan tertentu, yaitu : prokrastinasi hanya sebagai perilaku

penundaan yaitu bahwa setiap perbuatan menunda dalam mengerjakan suatu tugas

disebut prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan yang

dilakukan. Penundaan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang

dalam menghadapi tugas atau pekerjaan dan biasanya disertai oleh adanya keyakinan

irasional. Prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku individu yang

mengarah pada sifat kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya

(3)

melibatkan komponen- komponen prilaku maupun struktur mental yang saling dan

dapat diketahui secara langsung atau tidak langsung.

Menurut Silver (dalam Ferrari, Johnson, & McCown, 1995) seorang

prokrastinator tidak bermaksud untuk menghindari atau tidak mau tahu dengan tugas

yang dihadapi, akan tetapi mereka hanya menunda-nunda untuk mengerjakannya

sehingga menyita waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Penundaan

tersebut sering kali menyebabkan dia gagal menyelesaikan tugas tepat waktu. Lain

halnya dengan Watson yang menyatakan bahwa prokrastinasi berkaitan dengan takut

gagal, tidak suka pada tugas yang diberikan, menentang dan melawan control,

mempunyai sifat ketergantungan dan kesulitan dalam membuat keputusan.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli tentang prokrastinasi,

prokrastinasi merupakan kecenderungan seseorang untuk menunda-nunda

mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang sedang ia hadapi yang pada akhirnya

akan mengakibatkan kecemasan karena pada akhirnya dia tidak dapat menyelesaikan

tugas dengan tepat waktu dan maksimal atau bahkan gagal menyelesaikannya.

Karena penelitian ini dilakukan pada siswa yang berada di lingkungan

akademik, dengan demikian sepanjang penelitian ini penulis menggunakan istilah

prokrastinasi akademik. Ferrari, Johnson dan McCown (1995) mendifinisikan

(4)

menunda pengerjaan tugas-tugas akademik dan selalu atau hampir selalu mengalami

kecemasan yang mengganggu terkait prokrastinasi.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik

Burka & Yuen (2008), terbentuknya tingkah laku prokrastinasi dipengaruhi

oleh faktor-faktor antara lain: konsep diri, tanggung jawab, keyakinan diri dan

kecemasan terhadap evaluasi yang akan diberikan, kesulitan dalam mengambil

keputusan, pemberontakan terhadap kontrol dari figur otoritas, kurangnya tuntutan

dari tugas, standar yang terlalu tinggi mengenai kemampuan individu. Burka & Yuen

(2008), menjelaskan bahwa prokrastinasi terjadi karena tugas-tugas yang menumpuk

terlalu banyak dan harus segera dikerjakan. Pelaksanaan tugas yang satu dapat

menyebabkan tugas lain tertunda. Burka & Yuen (2008), Kondisi lingkungan yang

tingkat pengawasannya rendah atau kurang akan menyebabkan timbulnya

kecenderungan prokrastinasi, dibandingkan dengan lingkungan yang penuh

pengawasan.

Menurut Ferrari (Mela Rahmawati, 2011), reward dan punishment dari orang

tua maupun guru juga dikatakan sebagai penyebab prokrastinasi, adanya obyek lain

yang memberikan reward lebih menyenangkan daripada obyek yang diprokrastinasi.

Menurut Mc. Cown & Jhonson (Mela Rahmawati, 2011), dapat memunculkan

perilaku prokrastinasi akademik. Disamping reward yang diperoleh prokrastinasi

(5)

punishment atau konsekuensi dalam jangka waktu yang lebih lama daripada tugas

yang memiliki konsekuensi dalam jangka pendek. Prokrastinasi akademik

dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Menurut Ferrari (Renni Nugrasanti, 2006), menyebutkan bahwa prokrastinasi

akademik dipengaruhi oleh keyakinan yang tidak rasional dan perfeksionisme.

Menurut Solomon & Rothblum (Renni Nugrasanti, 2006), prokrastinasi dilakukan

siswa karena memiliki kecemasan kemampuannya dievaluasi, takut gagal, dan susah

mengambil keputusan. Prokrastinasi juga dilakukan karena membutuhkan bantuan

orang lain untuk mengerjakan tugasnya, malas, kesulitan mengatur waktu, dan tidak

menyukai tugasnya.

Menurut Ferrari (M. N. Ghufron, 2003) menyatakan, prokrastinasi

mengganggu dalam dua hal:

1. Faktor internal

Faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan prokrastinasi,

meliputi:

a. Kondisi kodrati, terdiri dari jenis kelamin anak, umur, dan urutan kelahiran. Anak sulung cenderung lebih diperhatikan, dilindungi, dibantu, apalagi orang tua belum berpengalaman. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila selisih usianya cukup jauh dari kakaknya.

(6)

c. Kondisi psikologis, kepribadian yang dimiliki individu turut mempengaruhi munculnya perilaku prokrastinasi, misalnya hubungan kemampuan sosial dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial, Millgram (M. N. Ghufron, 2003).

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang ikut menyebabkan kecenderungan munculnya prokrastinasi akademik dalam diri seseorang yaitu faktor pola asuh orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Menurut Millgram (M. N. Ghufron, 2003), kondisi lingkungan yang linent, yaitu lingkungan yang toleran terhadap prokrastinasi mempengaruhi tinggi rendahnya prokrastinasi seseorang daripada lingkungan yang penuh dengan pengawasan.

Dari faktor internal yang dijelaskan diatas dapat dilihat bahwa ada tiga faktor

yang mempengaruhi prokrastinasi yang sering dilakukan individu, yaitu kondisi

kodrati, kondisi fisik, dan kondisi psikologis. Ketika individu selalu melakukan

prokrastinasi secara terus menerus maka dapat dilihat apa sebenarnya penyebab ia

melakukan prokrastinasi, apakah karena faktor kondisi kodrati, kondisi fisik atau

kondisi psikologis. Selain faktor internal ada pula faktor eksternal yang mana terjadi

karena kondisi lingkungan yang linent dan mengakibatkan individu berfikiran bahwa

melakukan prokrastinasi merupakan hal yang biasa dan lumrah dilakukan.

2.1.3 Aspek-Aspek Prokrastinasi Akademik

Ferrari, dkk (2003) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan,

prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat

(7)

a. Perceived time

seseorang yang cenderung prokrastinasi adalah orang-orang yang gagal menepati deadline. Mereka berorientasi pada masa sekarang dan tidak mempertimbangkan masa mendatang. Prokrastinator tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan, tetapi ia menunda-nunda untuk mengerjakannya atau menunda menyelesaikannya jika ia sudah memulai pekerjaannya tersebut. Hal ini mengakibatkan individu tersebut gagal memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas.

b. Intention-action

celah antara keinginan dan tindakan Perbedaan antara keinginan dengan tindakan senyatanya ini terwujud pada kegagalan siswa dalam mengerjakan tugas akademik walaupun siswa tersebut punya keinginan untuk mengerjakannya. Ini terkait pula dengan kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. Prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu. seorang siswa mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugasnya pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi saat waktunya sudah tiba dia tidak juga melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan sehingga menyebabkan keterlambatan atau bahkan kegagalan dalam menyelesaikan tugas secara memadai.

c. Emotional distress

adanya perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi. Perilaku menunda-nunda akan membawa perasaan tidak nyaman pada pelakunya, konsekuensi negatif yang ditimbulkan memicu kecemasan dalam diri pelaku prokrastinasi. Pada mulanya siswa tenang karena merasa waktu yang tersedia masih banyak. tanpa terasa waktu sudah hampir habis, ini menjadikan mereka merasa cemas karena belum menyelesaikan tugas.

d. Perceived ability atau keyakinan terhadap kemampuan diri

(8)

Seorang prokrastinator yang dijabarkan diatas mempunyai kesulitan untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dari

kebiasaannya melakukan prokrastinasi tersebut memberikan dampak negatif yaitu

konsekuensi yang ditimbulkan memicu kecemasan dalam diri pelaku prokrastinasi.

2.1.4. Jenis-Jenis Prokrastinasi Akademik

Prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan. Peterson (dalam

Priska, 2008) mengatakan bahwa seseorang dapat melakukan penundaan hanya pada

hal-hal tertentu saja atau pada semua hal. Sedang jenis-jenis tugas yang sering

ditunda oleh prokrastinator yaitu pada tugas pembuatan keputusan, aktivitas

akademik, tugas rumah tangga dan pekerjaan kantor.

Istilah yang sering digunakan para ahli untuk membagi jenis-jenis tugas

tersebut adalah prokrastinasi akademik dan non akademik. Prokrastinasi akademik

adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan

dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah, tugas kursus dan tugas kuliah.

Prokrastinasi non akademik adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non

formal atau tugas yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya tugas

rumah tangga, tugas sosial, tugas kantor dan sebagainya (Ferarri, 1995).

Dalam hal ini yang menjadi subyek adalah siswa sekolah sehingga selanjutnya

(9)

Rothblum (1984) membagi enam area akademik dimana biasa terjadi prokrastinasi

pada pelajar. Enam area akademik tersebut, yaitu:

a. Tugas menulis, contohnya antara lain keengganan dan penundaan pelajar dalam melaksanakan kewajiban menulis makalah, laporan, dan tugas menulis lainnya.

b. Belajar menghadapi ujian, contohnya pelajar melakukan penundaan belajar ketika menghadapi ujian, baik ujian tengah semester, ujian akhir semester, kuis-kuis, maupun ujian yang lain.

c. Tugas membaca per minggu, contohnya antara lain penundaan dan keengganan pelajar membaca buku referensi atau literatur-literatur yang berhubungan dengan tugas sekolahnya.

d. Tugas administratif, meliputi penundaan pengerjaan dan penyelesaian tugas-tugas administratif, seperti menyalin catatan materi pelajaran, membayar SPP, mengisi daftar hadir (presensi) sekolah, presensi praktikum, dan lain-lain.

e. Menghadiri pertemuan, antara lain penundaan dan keterlambatan dalam masuk sekolah, praktikum dan pertemuan lainnya.

f. Tugas akademik pada umumnya, yaitu penundaan pelajar dalam mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik lainnya secara umum.

Enam area akademik yang sudah disebutkan diatas sering kali dilakuka oleh

siswa dan membuat siswa tertinggal dalam pelajaran. Jika hal tersebut dilakukan

secara terus-menerus maka akan membuat siswa tidak fokus dan akan membuat siswa

tidak akan bisa mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh gurunya. Terlambat masuk

kelas, menunda megerjakan tugas sekolah (tidak dikerjakan), tidak mau membaca

buku referensi, dan tidak belajar saat akan menghadapi ujian sekolah merupakan

(10)

2.2. Konformitas Negatif Teman Sebaya

2.2.1. Pengertian Konformitas

David O’Sears (2009) mengatakan bahwa bila seseorang menampilkan

perilaku tertentu karena disebabkan oleh karena orang lain menampilkan perilaku

tersebut disebut konformitas. Konformitas adalah penyesuaian perilaku individu

untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang

menunjukkan bagaimana individu berperilaku (Baron & Byrne, 2001). Pendapat lain

juga dikatakan oleh Jalaludin (2004) yaitu bila sejumlah orang dalam kelompok

mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk

mengatakan dan melakukan hal yang sama disebut dengan konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun keyakinan agar sama dengan

orang lain (Myers dalam Hotpascaman, 2010). Asch (dalam Hotpascaman, 2010)

mendefinisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap dan perilaku yang

dibawa seseorang sebagai hasrat untuk mengikuti kepercayaan atau standar yang

dtetapkan orang lain. Konformitas juga diartikan sebagai bujukan untuk merasakan

tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk tunduk pada

kelompok (Deux dalam Hotpascaman, 2010).

Zebua dan Nurdjayadi (2001) mengemukakan bahwa konformitas pada

remaja umumnya terjadi karena mereka tidak ingin dipandang berbeda dengan

(11)

oleh besarnya keinginan untuk menjaga harmonisasi dan penerimaan sosial dalam

kelompok.

Santrock (2007) menjelaskan bahwa teman sebaya atau peers adalah

anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih

dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan teman, dan

menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Tingkah laku

konformitas yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman

sebaya mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dijelaskan diatas, peneliti

menggabungkan pernyataan dari pengertian konformitas menurut Baron& Byrne

(2001) yang menyebutkan bahwa konformitas adalah penyesuaian perilaku individu

untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang

menunjukkan bagaimana individu berperilaku dan pernyataan pengertian konformitas

dari Deux dalam Hotpascaman (2010) yang menyebutkan bahwa konformitas sebagai

bujukan untuk merasakan tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan

langsung untuk tunduk pada kelompok (Deux dalam Hotpascaman, 2010), sehingga

peneliti dapat menyimpulkan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku

sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok acuan baik ada

maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis

(12)

dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada anggota kelompok

tersebut.

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konformitas

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konformitas menurut David O’Sears

(2009) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi konformitas, antara lain :

a. Kekompakan kelompok

Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan kelompok adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan individu tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila individu merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita, artinya kemungkinan untuk menyesuaikan diri atau tidak menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota kelompok tersebut. Bila melakukan sesuatu yang berharga konformitas yang dihasilkan kelompok akan meningkat, peningkatan konformitas ini terjadi karena anggotanya enggan disebut individu yang menyimpang, penyimpangan menimbulkan risiko ditolak oleh kelompoknya. Semakin tinggi perhatian individu terhadap kelompoknya, semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompoknya.

b. Kesepakatan kelompok

(13)

menurun. Penurunan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun individu yang berbeda pendapat tersebut sebenarnya kurang ahli apabila dibandingkan individu lain yang membentuk mayoritas. Kedua, bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat. Keyakinan yang kuat akan menurunkan konformitas. Ketiga, menyangkut keengganan untuk menjadi individu yang menyimpang.

c. Ukuran kelompok

Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa konformitas akan meningkat apabila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Asch (dalam David O’Sears, 2009) dalam eksperimennya menemukan bahwa dua individu menghasilkan tekanan yang lebih kuat daripada satu individu, tiga individu memberikan tekanan yang lebih besar daripada dua individu, dan empat individu kurang lebih sama dengan tiga individu. Penambahan jumlah anggota mayoritas sehingga lebih dari empat individu tidak meningkatkan mayoritas, setidak-tidaknya sampai individu, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan tingkat konformitas yang paling tinggi, ukuran kelompok yang optimal adalah tiga atau empat individu.

d. Keterikatan pada penilaian bebas.

Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat individu mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Individu yang secara terbuka dan sungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap perilaku kelompok yang berlawanan, mungkin harus menanggung risiko mendapat celaan sosial karena menyimpang dari pendapat kelompok, tetapi keadaan akan lebih buruk apabila individu mengetahui bahwa kita telah mengorbankan penilaian pribadi sendiri hanya untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.

Kesimpulan dari faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas menurut

David O’Sears (2009) yang telah dijelaskan diatas yaitu, kuatnya pengaruh kelompok

dalam kehidupan anggotanya. Individu enggan menyesuaikan diri terhadap perilaku

(14)

dari anggota kelompok yang lain sehingga apa yang telah ditetapkan oleh kelompok

akan ditaati. Disinilah peran kelompok sangat besar terhadap perilaku individu, jika

kelompok membawa pada arah yang positif maka perilaku individu yang dihasilkan

akan positif pula, tetapi jika kelompok membawa pada arah yang negatif maka

perilaku individu yang dihasilkanpun akan negatif.

2.2.3 Jenis Konformitas

Menurut Nail & dkk, (Myers, 2012) terdapat tiga jenis konformitas, yaitu

compliance, obedience, dan acceptance.

a. Compliance (pemenuhan)

Individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan kelompok, sementara secara pribadi ia tidak menyetujui tingkah laku tersebut.

b. Obedience (kebutuhan)

pemenuhan dengan perintah langsung. c. Acceptance (penerimaan)

meyakini dan juga melakukan sesuai dengan yang diinginkan oleh tekanan sosial.

Dari ketiga jenis konformitas yang sudah dijelaskan diatas, dapat dilihat

bahwa harus bertingkah laku sesuai dengan tekanan yang ada dalam kelompoknya

dan harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh kelompoknya agar keberadaannya

diakui. Walau sebenarnya individu tersebut tidak ingin melakukan hal tersebut tetapi

(15)

2.2.4 Aspek Konformitas

Taylor, dkk (2004) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu:

a. Peniruan

Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas.

b. Penyesuaian

Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok.

c. Kepercayaan

Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap orang lain.

d. Kesepakatan

Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas.

e. Ketaatan

Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi conform terhadap hal-hal yang disampaikan.

Keinginan individu untuk dapat diterima oleh lingkungan sosialnya membuat

individu akan melakukan apa saja agar dapat diterima. Dari apa yang sudah

dijelaskan diatas dapat dilihat bahwa peniruan, penyesuain, kepercayaan,

kesepakatan, dan ketaatan membuat tingkat konformitas pada individu akan semakin

tinggi. Ketetapan yang sudah disepakati kelompok menjadi kekuatan dalam

(16)

2.3. Hubungan Konformitas Negatif Dengan Prokrastinasi Akademik

Konformitas adalah penyesuaian perilaku individu untuk menganut pada

norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan

bagaimana individu berperilaku (Baron & Byrne, 2001). Asch (dalam Hotpascaman,

2010) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap dan perilaku yang

dibawa seseorang sebagai hasrat untuk mengikuti kepercayaan atau standar yang

dtetapkan orang lain. Konformitas juga diartikan sebagai bujukan untuk merasakan

tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk tunduk pada

kelompok (Deux dalam Hotpascaman, 2010).

Menurut Ferrari et.al (1995) menyimpulkan bahwa pengertian prokratinasi

dapat dipandang dari berbagai sudut pandang yaitu 1). Prokratinasi adalah setiap

perbuatan untuk menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan

alasan penundaan 2). Prokratinasi sebagai sebagai suatu pola perilaku (kebiasaan)

yang mengarah kepada trait dan penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon

yang menetap seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai dengan

keyakinan yang irrasional 3). Prokratinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak hanya

perilaku menunda tetapi melibatkan struktur mental yang saling terkait.

Ferarri (1995) mengemukakan bahwa prokrastinasi dipengaruhi oleh factor

eksternal, yaitu pengaruh dari teman sebaya atau peer group. Individu yang

(17)

berusaha untuk menjadi sama dengan peer group dan control diri yang cenderung

rendah. Apabila peer group malas dalam memulai dan menyelesaikan tugas, maka

individu juga cenderung malas dalam memulai dan menyelesaikan tugas.

Dari pemaparan-pemaparan yang telah dijelaskan diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat konfromitas negatif individu terhadap

kelompok sosialnya maka semakin tinggi pula tingkat prokrastinasi yang dilakukan.

Sebaliknya, semaking rendah tingkat konformitas negatif yang dilakukan individu

maka semakin rendah juga kecenderungan individu untuk melakukan prokrastinasi.

2.4. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dilakukan oleh Istyanti (2009) tentang hubungan

antara konformitas teman sebaya dengan prokrastinasi pada remaja. Hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara

konformitas teman sebaya dengan prokrastinasi akademik pada remaja siswa kelas XI

SMA N 10 Yogyakarta. Hasil uji hubungan antara konformitas teman sebaya dengan

prokrastinasi akademik menunjukkan bahwa ada hubungan antara konformitas teman

sebaya dengan prokrastinasi akademik pada remaja (r = 0,380 dengan p = 0,000

(p<0,05) hipotesis diterima).

Penelitian Sihotang (2009) hubungan antara konformitas terhadap kelompok

teman sebaya dengan pembelian impulsive pada remaja. Penelitian ini dilakukan

(18)

dengan pembelian impulsif pada remaja di SMP Negeri 21 Semarang. Hasil analisis

tersebut menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikansi antara konformitas

terhadap kelompok teman sebaya dengan pembelian impulsif pada remaja (rxy =

0,189, p = 0,008 /p<0,05). Semakin positif konformitas terhadap kelompok teman

sebaya akan semakin rendah pembelian impulsif pada remaja. Sumbangan efektif

konformitas terhadap kelompok teman sebaya dengan pembelian impulsif sebesar

3,6 %, sehingga 96,4% pembelian impulsif pada remaja dipengaruhi oleh konformitas

terhadap kelompok teman sebaya.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis sama dengan yang dilakukan oleh

Istyanti (2009) tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihotang (2009).

Sihotang (2009) mengkaji hubungan antara konformitas terhadap kelompok teman

sebaya dengan pembelian impulsif pada remaja di SMP Negeri 21 Semarang, yang

mana penulis mengkaji tentang hubungan antara konformitas negatif teman sebaya

dengan prokrastinasi akademik di SMK Dponegoro Salatiga. Sampel yang digunakan

oleh penulis adalah siswa SMK kelas XI sedangkan Sihotang (2009) menggunakan

sampel siswa SMP dan penulis lebih menekankan pada penundaan pekerjaan

akademik siswa yang mana akan merugikan siswa jika dilakukan secara terus

menerus, sedangkan Sihotang (2009) meneliti tentang dorongan siswa untuk membeli

sesuatu tanpa perencanaan yang mana hal tersebut tidak berpengaruh pada akademik

(19)

2.5. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara

konformitas negatif teman sebaya dengan prokrastinasi akademik di SMK

Referensi

Dokumen terkait

Paling tidak, waktu efektif antara Maghrib dan Isyak ini dipergunakan membina kekuatan ruhani kita, dengan (1) bertadarus atau dengan (2) membaca doa-doa untuk keselamatan diri

Arma Jaya proses Pengadaan Langsung untuk Pekerjaan Belanja Modal Pengadaan Konstnrksi Balai. Penyuluhan adalahsebagai berikut

Mereka yang semula berjamaah di masjid yang jauh atau di rumah sendiri, dengan dibangunnya masjid dan musholla di dekat rumahnya, mereka pun kemudian aktif menjadi jamaah masjid

Kompaknya pengurus takmir ini akan mempengaruhi (1) kekompakan jamaah itu sendiri, (2) kemudahan takmir dalam menjalankan program dan kegiatan masjid, (3) ketenteraman dan

Penerapan strategi Quantum Teaching dilakukan dengan berpedoman pada kerangka pembelajarannya yang dikenal dengan sebutan TANDUR yang merupakan singkatan

Mengingat pentingnya pelatihan dan prestasi kerja bagi peningkatan promosi jabatan karyawan, penulis terdorong untuk meneliti keberhasilan suatu perusahaan di dalam memberikan

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna,

saudara, perihal penawaran Pekerjaa a perusahaan saudara termasuk tela , maka dengan ini kami mengundan suai jadwal berikut :. nan Lantai I V