• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Konsumsi Buah Pinang, Kejadian Kecacingan Dan Status Gizi Siswa Di Sd 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010, pembangunan kesehatan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional antara lain mempunyai tujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat, produktif dan berdaya

saing yang tinggi. Keberhasilan pembangunan kesehatan suatu negara sangat tergantung pada keberhasilan bangsa dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas tentunya banyak faktor yang

harus diperhatikan, antara lain faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi dan jasa pelayanan lainnya.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, diselenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh masyarakat. Salah satu upaya tersebut adalah program pemberantasan penyakit

menular yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan dan mencegah penyebaran penyakit.

Penyakit kecacingan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

penurunan kualitas sumberdaya manusia, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan bagi anak serta produktivitas kerja (Depkes RI,

(2)

Lingkungan) Sumatera Utara juga melakukan survei kecacingan, tetapi belum juga menunjukkan penurunan yang signifikan, dapat di lihat dari data surveilans terhadap 1000 responden tentang hasil positif kecacingan dengan peringkat sebagai berikut

yaitu daerah Tapanuli Utara, angka prevalensi cacing gelang 70% (105 orang), cacing tambang 17,85% (25 orang), cacing cambuk 7,14% (10 orang).

Anak sekolah dasar adalah salah satu kelompok usia yang rawan gizi, berbagai masalah kesehatan banyak dijumpai dikalangan anak sekolah diantaranya adalah kurangnya pertumbuhan fisik secara optimal. Asupan gizi dan konsumsi

pangan anak sekolah dasar sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan prestasi belajar, tetapi berbagai penyakit infeksi dan berbagai penyakit menular lainnya

termasuk kecacingan juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang, status gizi dan prestasi belajar anak sekolah dasar.

Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun

prevalensi tertinggi ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah dasar, terutama kelompok anak yang mempunyai kebiasaan bermain di saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan dan bermain-main di tanah yang tercemar telur

cacing tanpa memakai alas kaki. Menurut Saleha Sungkar dalam Mikail (2011), gejala awal cacingan sulit dideteksi dan bisa jadi tidak terlihat. Bahkan, anak yang

terlihat sehat belum tentu bebas dari cacingan.

Meski prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia tiap tahun terus menurun, tetapi Kepala Subdirektorat Filariasis dan Kecacingan, Pengendalian Penyakit

(3)

menyerang anak-anak, dapat menurunkan prestasi belajar dan kualitas SDM. Salah satu cara untuk mencegah infeksi kecacingan adalah mengupayakan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu, biasakan untuk memasak makanan dan minuman sampai

matang sebelum dikonsumsi (Mikail, 2001). Pengobatan anticacing yang membunuh parasit diperlukan jika hasil pemeriksaan feses dan fisik menunjukkan anak positif

kecacingan, seperti obat anti cacing dan juga diperlukan pangan yang memberi efek terapiotik seperti buah pinang sebagai antihelmintik (anti cacing) yang mengandung arekoline (Anonim, 2010).

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, pinang atau pining untuk masyarakat batak dibuat sebagai jamuan untuk teman atau tamu saat berkunjung atau

bertamu yaitu pinang dibuat sebagai pengganti rokok khususnya kaum bapak dan kaum ibu tetapi kadang anak-anak mereka terutama anak-anak usia sekolah juga ikut mengkonsumsi jamuan tersebut, bahkan untuk masyarakat Pahae Jae pinang disebut

dengan nama “gula-gula Pahae” yang artinya permen orang Pahae. Masyarakat

Pahae banyak mengkonsumsi pinang atau pining karena sudah menjadi kebiasaan di masyarakat atau sudah menjadi budaya, kaum ibu banyak mengonsumsi pinang selain

dikonsumsi bersama sirih juga dikonsumsi sebagai pengganti permen saat mereka

melakukan pekerjaan mereka disawah terutama saat mereka “marhara” yaitu kerja

bergotongroyong secara bergantian dari sawah keluarga A ke sawah keluarga B dan seterusnya. Untuk kaum bapak pinang lebih diartikan sebagai pengganti rokok sehingga banyak kaum bapak yang ingin berhenti merokok mengonsumsi pinang

(4)

menghemat rokoknya. Kebiasaan ini selain diikuti oleh kaum bapak juga diikuti oleh anak-anak mereka, terutama anak-anak usia sekolah. Anak-anak usia sekolah terutama siswa SD menganggap lebih baik mengonsumsi buah pinang dari pada

mengkonsumsi permen, karena menurut mereka selain tidak membutuhkan biaya dan pas untuk dijadikan kudapan. Siswa SD tersebut rata-rata mengonsumsi buah pinang

tiga-lima buah per hari. Satu buah pinang ±35 gr yang belum kering dan satu buah pinang yang kering ±20 gr (Arisandi, 2008).

Pola konsumsi anak sekolah dasar di SD 175750 Desa Pardamean Nainggolan

sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi orangtua mereka dan budaya masyarakat Pahae Jae. Pola konsumsi masyarakat di Pahae Jae yaitu konsumsi daging yang

cukup tinggi dan jarang sekali mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Pola konsumsi sangat berpengaruh terhadap status gizi, berdasarkan data Riskesdas 2007 Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi

Buruk dan Gizi Kurang pada balita tertinggi secara nasional yaitu 38,3%. Untuk provinsi Sumatera Utara berdasarkan data Riskesdas 2007 prevalensi kurus dan (Berat Badan) BB lebih anak umur 6-14 tahun menurut jenis kelamin yaitu laki-laki

kurus 12,4%, laki-laki BB lebih 14,9%, perempuan kurus 9,7% dan perempuan BB lebih 11,8%.

Menurut Barlina (2007) biji pinang ternyata mengandung senyawa arekolina (komponen alkaloid), senyawa ini sebagai antihelmintik (anti cacing). Penelitian khasiat antihelmintik biji pinang ini telah diuji secara in vitro (dalam media buatan)

(5)

selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang, sedangkan dalam pirantel pamoat belum ada yang mati. Pada perendaman 4 jam dalam larutan pinang, jumlah cacing yang mati hampir sama dengan yang dalam larutan pirantel pamoat.

Sementara, dalam kelompok kontrol (dengan menggunakan garam faal), cacing mati hanya 3,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa biji pinang secara in vitro terbukti

memiliki efek antihelmintik terhadap cacing kait anjing (Barlina, 2007).

Menurut penelitian Palupi (2011) yaitu pengobatan pada kelompok uji yang dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok A dengan jumlah sampel sebanyak 28 orang,

mendapat pengobatan dengan sediaan obat tradisional terpilih yang telah diformulasikan yaitu tablet ekstrak biji pinang dimana 1 tablet ± 30 gr serbuk biji

pinang, kelompok B sebagai pembanding dengan jumlah sampel 24 yaitu mendapat pengobatan dengan pirantel pamoat. Hasil dari pengobatan ini adalah dengan pemberian tablet ekstrak biji pinang didapatkan angka penyembuhan sebesar 85,71%

dan angka penurunan telur 94,3%, sedangkan pengobatan dengan pirantel pamoat angka penyembuhannya sebasar 91,60% dan angka penurunan telur sebesar 93,1%.

Pinang selain mengandung senyawa arekoline juga mengandung kandungan

kimia lain. Menurut Ismail (2010) di ambil dari departemen penelitian LIPTAN (1992) komposisi kimia biji pinang yaitu dilihat dari buah pinang asal kalimantan

selatan: tanin (26,60%), alkaloid (0,51%), lemak (13,90%), nitrogen (0,76%), fosfor (0,02%), magnesium (0,26%), kalsium (0,12%), kadar sari (13,64%) dan kadar abu (1,64%). Tanin merupakan komposisi kimia yang tertinggi dalam buah pinang yaitu

(6)

tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan diikat oleh senyawa tanin tersebut terutama jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau mengkonsumsinya sesaat setelah mengkonsumsi makanan. Sementara itu

penduduk di pahae pada umumnya dan anak sekolah dasar pada khususnya mengkonsumsi buah pinang setelah mengkonsumsi makanan yaitu sesaat setelah

makan. Sama halnya seperti mengkonsumsi teh yang mengandung tanin, mengkonsumsi biji pinang yang juga mengandung tanin 26,60% berpengaruh terhadap penyerapan zat-zat gizi terutama zat-zat gizi mikro yang berarti hal ini

mempengaruhi status gizi.

SD Negeri 175750 salah satu Sekolah Dasar yang terfavorit di Kecamatan

Pahae Jae, karena SD Negeri 175750 terletak di antara 3 desa yaitu Desa Siopatbahal, Desa Pardamean Nainggolan dan Desa Pardomuan Nainggolan walaupun di dua desa lain terdapat SD Negeri tetapi karena SD Negeri 175750 berada tepat di perbatasan

ketiga desa ini sehingga SD Negeri 175750 ini menjadi salah satu SD terfavorit, karena SD 175750 adalah SD terfavorit dan juga merupakan salah satu SD yang mempunyai jumlah siswa terbanyak di Kecamatan Pahae Jae sehingga saya berminat

untuk melihat bagaimana gambaran konsumsi buah pinang, kejadian kecacingan dan status gizi siswa di SD tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran konsumsi buah pinang, kejadian kecacingan dan

(7)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran konsumsi buah pinang, kejadian kecacingan dan status

gizi siswa di SD 175750 Desa Pardamean Nainggolan Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui status gizi siswa di SD 175750 Desa Pardamean Nainggolan Tahun 2013.

2. Untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi yaitu tingkat kecukupan energi dan protein yang dikonsumsi oleh siswa di SD 175750 Desa Pardamean

Nainggolan Tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

penyelenggaraan pendidikan, orangtua, siswa dan masyarakat bahwa mengkonsumsi buah pinang dapat mengatasi masalah kecacingan pada siswa dan bahkan pada masyarakat luas.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak Puskesmas Kecamatan Pahae Jae dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli

Referensi

Dokumen terkait

Pada Penulisan Ilmiah ini, penulis memaparkan tentang langkah langkah perancangan sebuah website sederhana dengan menggunakan web programming PHP. Website ini dimodifikasi

Dalam rangka merespon “sapu bersih pungutan liar (saber pungli) ” yang diserukan oleh Presiden Joko Widodo, pada bulan Oktober 2016 Menteri Keuangan kembali

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1978 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah.. Dengan

menjadi responden dalam penelitian ini kualitas produk bukan merupakan variabel yang secara signifikan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen sabun Lux di Surabaya

Bagi pengguna kadangkala ketakbiasan sering diabaikan, padahal hal ini adalah hal yang terpenting dalam penelitian, untuk itu dilakukan penelitian metode pendugaan kuadrat

Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan sebagai salah satu prasarana penunjang untuk menganalisis lokasi atau titik rawan yang sering terjadi kecelakaan.Dalam pemetaan

Dari pengujian terhadap kadar gula, pada Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa nilai kadar gula minuman probiotik susu jagung manis yang menggunakan L.. pentosus EM1 memiliki kadar

Pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan